Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATALAKSANA KASUS

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)


(No. ICD-X: J44.1)
1. Pengertian Penyakit yag ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara kronis
(Definisi) dan perubahan patologis pada paru-paru, beberapa memiliki efek
ekstra pulmonal. Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang
tidak sepenuhnya reversibel, progresif, dan berhubungan dengan
respon inflamasi abnormal paru-paru terhadap partikel berbahaya atau
gas.
Eksaserbasi akut ditandai dengan bertambahnya sesak napas, kadang
disertai mengi, bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum
dan sputum menjadi lebih purulen atau berubah warna.
2. Anamnesis  Sesak napas yang memberat dengan aktivitas
 Batuk kronis dengan sputum produktif
 Terdapat faktor risiko ( perokok aktif atau pasif, tinggal di
daerah berpolusi)
3. Pemeriksaan  Laju napas meningkat >20x/menit, bila sesak napas berat :
Fisik sianosis (hipoksia berat)
 Retraksi interkostal
 Barrel chest : meningkatnya diameter anteroposterior ( tanda
hiperinflasi), diafragma letak rendah
 Suara napas melemah, dapat ditemukan rhonki dan wheezing
 Suara jantung melemah.
4. Kriteria diagnosis Sesuai anamnesis dan pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja PPOK /PPOK Eksaserbasi Akut

6. Diagnosis  Asma bronkiale


Banding  Bronkiektasis
 Gagal jantung kongestif
7. Pemeriksaan  Uji spirometri (standard baku)
Penunjang  Volume Ekspirasi Paksa (VEP)1/Kapasitas Vital Paru
(KVP) atau FEV1/FVC <70%.
 Meningkatnya kapasitas total paru-paru, kapasitas
residual fungsional, dan volume residual.
 Roentgen Thorax : paru hiperinflasi, diafragma mendatar.
 Analisis gas darah
 Level serum a1 antitripsin sesuai indikasi
8. Tata Laksana Pada PPOK Stabil
Terapi non medikamentosa
 Berhenti merokok
 Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan,
rehabilitasi psikososial.
 Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK
stadium IV
 Nutrisi
 Pembedahan

Terapi medikamentosa
 Bronkodilator
 Secara inhalasi (MDI/metered dose inhalation)
 Rutin (bila gejala menetap, kapasitas fungsional rendah
atau sering kambuh sesak) atau hanya bila diperlukan
(kapasitas fungsional baik dan kambuh kurang dari 2
kali/tahun)
 3 golongan:
- Agonis b-2: fenopterol, salbutamol, albuterol,
terbutalin, formoterol, salmeterol.
- Antikolinergik : ipratropium bromid, oksitropium
bromid
- Metilxantin : teofilin lepas lambat, bila kombinasi
agonis b-2 dan steroid belum memuaskan
 Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada
meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi
 Steroid, pada :
 PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid
 PPOK dengan golongan C dan D
 Eksaserbasi Akut
 Obat-obat tambahan lain
 Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator): ambroksol,
karbosistein, gliserol iodida
 Antioksidan : N-asetil-sistein
 Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak
ruting
 Antitusif: tidak rutin
 Vaksinasi : influenza, pneumokok.

Pada PPOK Eksaserbasi Akut


 Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi
mask.
 Bronkodilator: inhalasi agonis b-2 (dosis dan frekuensi
ditingkatkan) + antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat :
+ aminofilin (0,5 mg/kg/jam)
 Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari. Steroid
intravena: pada keadaan berat.
 Antibiotika terhadap S pneumoniae, H influenzae, M
catarrhalis.
 Ventilasi mekanik pada : gagal napas akut atau kronik
dengan PaCO2>45 mmHg.
9. Penyulit  Bronkitis akut
 Pneumonia
 Tromboemboli pulmo
 Gagal jantung kanan
 Kor pulmonal
 Hipertensi pulmonal
 Gagal napas kronik
 Pneumotoraks spontan
10. Tenaga Standar Dokter spesialis penyakit dalam

11. Lama Perawatan 2-4 minggu

12. Masa Pemulihan 2 minggu

13. Indikator  Sembuh parsial


(Outcome)  Komplikasi
 Meninggal
14. Unit terkait Patologi Klinik, kardiologi, radiologi, anestesi/ICU

15. Referensi  Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Dalam: Alwi I, Salim
S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL, editors. Panduan
Praktik Klinis Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2015.
p. 746-53.

Anda mungkin juga menyukai