Anda di halaman 1dari 15

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Tentang

ASMA BRONKIAL
NOMOR DOKUMEN: TANGGAL:
REVISI KE: NOMOR REVISI: TANGGAL:
A. Pengertian Sindrom yang disebabkan oleh inflamasi kronik jalan nafas yang ditandai dengan
(Definisi) obstruksi jalan nafas oleh banyak pencetus. Inflamasi mengakibatkan penyempitan
jalan nafas sehingga menurunkan aliran udara sehingga menimbulkan mengi
(wheezing) dan sesak nafas.
B. Anamnesis Terdapat 2 atau lebih gejala yang bersifat episodik: mengi (wheezing), sesak nafas,
dada terasa berat dan batuk. Gejala tersebut :
1. Memberat saat malam hari atau dini hari
2. Dicetuskan oleh aktivitas, allergen, atau udara dingin
3. Dapat terjadi bersamaan dengan atau diperburuk oleh infeksi viral
C. Pemeriksaan Pada umumnya normal karena gejala asma bervariasi sepanjang hari. Ketika
Fisik serangan, terdapat mengi (wheezing) saat auskultasi paru, terutama saat ekspirasi
paksa (forced expiration).
D. Kriteria 1. Gejala sesuai asma yang bersifat episodik:
Diagnosis  Gejala berupa batuk, mengi, dada terasa berat
 Gejala timbul atau memberat pada malam/dini hari
 Dicetuskan oleh aktivitas, allergen, atau udara dingin
 Respons dengan pemberian bronkodilator
2. Pemeriksaan spirometri terdapat limitasi volume ekspirasi paksa (expiratory
airflow limitation).
 Rasio FEV1/FVC dibawah normal (<75% atau FEV1 <80% pada
dewasa)
 Perbaikan FEV1 15% dengan atau tanpa pemberian bronkodilator
menandakan reversibilitas
E. Diagnosis Asma
F. Diagnosis PPOK, Bronkitis kronik, Bronkiektasis, Gagal jantung kongestif, Obstruksi
Banding mekanis (contoh: tumor), Emboli paru
G. Pemeriksaan Spirometri
Penunjang Pemeriksaan hanya dapat dilakukan ketika penderita kooperatif dan dapat
mengikuti instruksi operator. Dilakukan 2-3 kali pengukuran dan ambil nilai
tertinggi dari volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1 atau FEV1) dan kapasiti
vital paksa (KVP atau FVC). Nilai FEV1/FVC <75% atau VEP1 <80% nilai
prediksi menandakan adanya obstruksi jalan nafas.

Arus Puncak Ekspirasi (APE)


Pemeriksaan dapat dilakukan dengan alat spirometry atau alat peak expiratory flow
meter (PEF meter). Pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator. Nilai APE 15% setelah inhalasi bronkodilator menandakan adanya
reversibilitas.
H. Terapi Tatalaksana terdiri dari pengontrol dan pelega, diberikan sesuai dengan derajat
berat asma. Semua derajat asma diberikan pelega agonis beta-2 kerja singkat bila
dibutuhkan, 3-4x/hari. Sedangkan untuk obat control harian:
 Asma intermitten: tidak perlu
 Asma persisten ringan: glukokortikosteroid inhalasi
 Asma persisten sedang: glukokortikosteroid inhalasi dan agonis beta-2 kerja
lama
 Asma persisten berat: kombinasi glukokortikosteroid inhalasi dan agonis
beta-2 kerja lama + teofilin lepas lambat/leukotriene
modifiers/glukokortikosteroid oral
I. Edukasi 1. Edukasi tentang penyakit
2. Identifikasi pencetus dan cara mengontrolnya
3. Kepatuhan pengobatan
4. Penanganan serangan asma di rumah
J. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah SMF Paru
Kritis Komite Medik RS Awal Bros Bekasi Timur
N. Indikator 1. Gejala minimal
Medis 2. Penggunaan bronkodilator minimal
3. Nilai APE mendekati normal
4. Kunjungan ke unit gawat darurat minimal
O. Kepustakaan Global Initiative for Asthma (GINA) 2019
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI).Asma. 2003

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Tentang

ASMA EKSASERBASI
NOMOR DOKUMEN: TANGGAL:
REVISI KE: NOMOR REVISI: TANGGAL:
A. Pengertian Episode serangan asma dengan gejala asma yang memberat seperti batuk, sesak
(Definisi) nafas, mengi, dan dada terasa berat dan ditandai dengan perburukan faal paru
karena obstruksi jalan nafas.
B. Anamnesis Gejala serangan asma, waktu mulainya serangan dan penyebab, pengobatan yang
rutin dijalani, respons pengobatan tersebut.
C. Pemeriksaan - Penilaian derajat berat serangan asma ditentukan dari: sesak nafas saat
Fisik beraktivitas, posisi pasien di UGD, kesadaran, frekuensi pernafasan, nadi,
penggunaan otot bantu nafas, mengi saat auskultasi paru, dan pengukuran APE
serta SaO2.
- Faktor penyulit: anafilaksis, pneumonia, atelektasis, pneumotoraks,
pneumomediastinum
- Kondisi lain yang menyebabkan sesak nafas: gagal jantung, emboli paru, aspirasi
benda asing
D. Kriteria Asma eksaserbasi sedang:
Diagnosis 1. Sesak nafas saat berbicara
2. Nyaman saat duduk
3. Dapat berbicara beberapa kata
4. Disertai gelisah
5. Frekuensi nafas 20-30x/menit
6. Nadi 100-120x/menit
7. Penggunaan otot bantu nafas (+)
8. Mengi pada akhir ekspirasi
9. APE 60-80%
10. PaO2 80-60mmHg, PaCO2 <45mmHg, SaO2 91-95%

Asma eksaserbasi berat:


1. Sesak nafas saat istirahat
2. Nyaman saat duduk membungkuk
3. Dapat berbicara kata demi kata
4. Disertai gelisah
5. Frekuensi nafas > 30x/menit
6. Nadi >120x/menit
7. Penggunaan otot bantu nafas (+)
8. Mengi pada inspirasi dan ekspirasi
9. APE <60%
10. PaO2 <60 mmHg, PaCO2 >45mmHg, SaO2 <90%
Keadaan mengancam jiwa jika:
Kesadaran menurun, mengantuk atau gelisah, terdapat bradikardia, kelelahan otot,
torakoabdominal paradoksal, dan silent chest.
E. Diagnosis Asma eksaserbasi ringan/sedang/berat/mengancam jiwa
F. Diagnosis PPOK eksaserbasi, Aspirasi benda asing, Penyakit jantung kongestif, Pneumonia,
Banding Tuberkulosis
G. Pemeriksaan 1. Pengukuran APE
Penunjang 2. Penilaian Analisa Gas Darah (AGD) pada: serangan asma akut
berat/mengancam jiwa, gagal nafas, kesadaran menurun, indikasi rawat inap,
response pengobatan negatif/memburuk, terdapat komplikasi seperti
pneumonia/pneumotoraks
H. Terapi 1. Diaplikasikan kepada derajat asma eksaserbasi ringan, sedang dan berat:
 Oksigenasi dengan nasal kanul
 Nebulisasi dengan agonis beta-2 kerja singkat setiap 20 menit dalam satu
jam atau injeksi agonis beta-2 (terbutaline 0,5ml subkutan atau adrenalin
1:1000 0,3 ml subkutan)
 Pemberian kortikosteroid sistemik bila: serangan asma berat, respons
negatif dengan bronkodilator, pasien dalam perngobatan kortikosteroid oral.
2. Penilaian ulang setelah 1 jam
3. Bila respons:
 Baik: observasi selama 1 jam, pemeriksaan fisik normal, APE >70%
prediksi, saturasi O2>90%  pulang
 Tidak sempurna: resiko distres pernafasan tinggi, gejala asma ringan-
sedang, APE 50% - 70%, SaO2 tidak perbaikan  rawat inap dengan terapi
inhalasi agonis beta-2  anti kolinergik, kortikosteroid drip, aminofilin drip,
terapi oksigen, serta pemantauan APE dan SaO2 tidak ada perbaikan
dalam 6 -12 jam  rawat ICU
 Buruk: resiko distres pernafasan tinggi, gejala berat, gelisah, penurunan
kesadaran, APE <30%, PaCO2 >45 mmHg, PaO2 <60 mmHg  rawat ICU
dengan terapi inhalasi agonis beta-2  anti kolinergik, kortikosteroid drip,
aminofilin drip, terapi oksigen dengan masker venturi, pertimbangan
intubasi dan ventilasi mekanik.
*Tatalaksana asma eksaserbasi mengancam jiwa mengacu kepada perawatan di
ICU
I. Edukasi Pencegahan kekambuhan
Kepatuhan terapi
J. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam/malam
Ad sanam : Dubia ad bonam/malam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam/malam
K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah SMF Paru
Kritis Komite Medik RS Awal Bros Bekasi Timur
N. Indikator Perbaikan keadaan umum dan faal paru
Medis
O. Kepustakaan Global Initiative for Asthma (GINA) 2019
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Asma. 2018

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Tentang

TUBERKULOSIS (TB)
NOMOR DOKUMEN: TANGGAL:
REVISI KE: NOMOR REVISI: TANGGAL:
A. Pengertian Penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis..
(Definisi) Penularan umumnya terjadi melalui udara. Sumber infeksi adalah bakteri yang
terkandung di dalam droplet orang yang terinfeksi TB ketika bicara, batuk, atau bersin.

B. Anamnesis Hasil Anamnesis (Subjective)


1. Gejala respiratorik:
- Batuk berdahak ≥ 2 minggu.
- Batuk disertai dahak bercampur darah atau batuk darah.
- Sesak napas
- Nyeri dada atau pleuritic chest pain
2. Gejala sistemik:
- Demam meriang lebih dari 1 bulan, malaise, berkeringat malam tanpa aktivitas
fisik, nafsu makan menurun, berat badan menurun.

C. Pemeriksaan Suara nafas bronchial/amforik/ronkhi basah/suara nafas melemah di apex paru


Fisik
D. Kriteria Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Diagnosis pasti TB
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (pemeriksaan bakteriologis, foto toraks PAlateral)

Kriteria Diagnosis
Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)
Standar Diagnosis:
a. Semua pasien dengan batuk produktif yang yang berlangsung
selama ≥ 2 minggu yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk TB.
b. Semua pasien (termasuk anak yang mampu mengeluarkan dahak)
yang diduga menderita TB, harus diperiksa mikroskopis spesimen
sputum/ dahak 3 kali dalam dua hari, salah satu diantaranya adalah spesimen pagi.
c. Semua pasien dengan gambaran foto toraks tersangka TB, harus
diperiksa mikrobiologi dahak.

Diagnosis TB paru dewasa:


1. Pemeriksaan bakteriologis mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat
molekuler (TCM) pada dahak. Dikatakan positif TB apabila satu dari
pemeriksaan uji dahak SPS dikatakan BTA positif.
2. Jika hasil pemeriksaan bakteriologis negatif, maka diagnosis ditegakkan secara
klinis dari pemeriksaan fisik dan penunjang (foto toraks) sesuai TB yang
ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih.
Diagnosis TB ekstra paru:
1. Pemeriksaan bakteriologis dilakukan sesuai dengan organ yang terkena: cairan
pleura pada TB pleura, cairan cerebrospinal (CSF) pada meningitis TB, biopsi
jaringan pada limfadenitis TB dan lain-lain.
2. Diagnosis ditegakkan jika pemeriksaan bakteriologis positif dan gejala sesuai
dengan TB.
E. Diagnosis Tuberkulosis (TB)
F. Diagnosis Pneumonia, Bronkiektasis, Tumor paru
Banding
G. Pemeriksaan Laboratorium klinik:
Penunjang Darah rutin, differential count (limfositosis/monositosis), LED (meningkat),
SGOT/SGPT, Ureum/Creatinin.

Pemeriksaan Bakteriologik:
Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam/ BTA, tes uji cepat, atau kultur kuman dari spesimen
sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu (pada awal sebelum terapi, setelah fase awal,
akhir pengobatan). Untuk TB non paru, spesimen dapat diambil dari bilas lambung,
cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.

Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform): infiltrat, pembesaran KGB
hilus/KGB paratrakeal, milier, atelektasis, efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis,
kavitas, destroyed lung.
H. Terapi Suportif
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), tatalaksanan komorbid, tatalaksana gizi.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Kategori 1. Diberikan pada pasien yang belum pernah menjalani terapi OAT
sebelumnya/pernah mengkonsumsi OAT <1 bulan (pasien baru dengan BTA positif,
pasien dengan BTA (-) namun gambaran radiologi (+), dan pasien TB ekstra paru).
Regimen terapi: 2RHZE/4R3H3
Kategori 2. Diberikan pada pasien yang sudah mejalani terapi OAT sebelumnya
(pasien TB kambuh, gagal pengobatan dan putus berobat).
Regimen terapi: 2RHZES/RHZE/5H3R3E3

Dosis obat anti tuberkulosis berdasarkan berat badan


Dosis harian Dosis 3 kali seminggu
Nama Obat Dosis dan Maksimum Dosis dan Maksimum Efek
range (mg) range (mg) samping
(mg/kgBB) (mg/kgBB)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900 Neuropati
perifer
Rifampisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600 Sindrom
(R) flu, urin
merah
Pirazinamide 25 (20-30) - 35 (30-40) - Atritis, gout
(Z)
Streptomisin 15 (15-20) - 15 (12-18) 1000 Nefrotoksik
(S) Gangguan
NVIII
kranial
Etambutol (E) 15 (15-20) - 30 (25-35) - Gangguan
penglihatan,
neuritis
perifer
*semua OAT bersifat hepatotoksik dan memiliki risiko terjadinya reaksi kulit

I. Edukasi - Penjelasan tentang penyakit kepada pasien dan keluarga.


- Menentukan pengawas minum obat di keluarga untuk memantau kepatuhan
pengobatan pasien.
- Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan etika batuk
J. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah SMF Paru
Kritis Komite Medik RS Awal Bros Bekasi Timur
N. Indikator - Perbaikan gejala
Medis - Perubahan hasil pemeriksaan radiologis
- Perubahan hasil pemeriksaan bakteriologis menjadi negatif
O. Kepustakaan 1. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014.
2. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International Standards for Tuberculosis
Care (ISTC). 3rdEd. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. The Hague; 2014.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Tuberkulosis paru. Panduan
Praktik Klinis. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2015: hal 794-801.
Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Tentang

Penyakit Paru Obstruksi Kronik


(PPOK)
NOMOR DOKUMEN: TANGGAL:
REVISI KE: NOMOR REVISI: TANGGAL:
A. Pengertian Penyakit obstruksi jalan nafas yang bersifat kronik progresif dengan aliran udara
(Definisi) yang tidak sepenuhnya bersifat reversible dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas beracun/berbahaya
B. Anamnesis 1. Pasien umur >40 tahun
2. Adanya gejala:
- Sesak progresif, bertambah dengan aktivitas, persisten. Dapat
dideskripsikan sebagai nafas berat/ terengah-engah
- Batuk lama hilang timbul bisa dengan/tanpa dahak
3. Riwayat merokok, terpapar zat iritan di tempat kerja
4. Riwayat emfisema/PPOK pada keluarga
5. Riwayat terpapar asap rokok/polusi udara atau infeksi saluran nafas berulang
saat masa kecil
6. Riwayat penyakit paru sebelumnya
7. Penyakit komorbid sepertu jantung atau keganasan
C. Pemeriksaan Inspeksi:
Fisik - Pursed-lips breathing (mulut mencucu)
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal 1:1)
- Penggunaan otot bantu nafas
- Hipertrofi otot bantu nafas
- Pelebaran sela iga
- Terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai pada pasien
dengan gagal jantung kanan
- Penampilan pink puffer (kurus, kulit kemerahan, pernafasan pursed-lips
breathing)atau blue bloater (gemuk, sianosis sentral dan perifer, edema
tungkai, ronki basah di basal)
Palpasi: fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi: hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
Auskultasi: suara nafas vesikuler normal atau melemah, terdapat ronki atau mengi
saat nafas biasa atau ekspirasi paksa, ekspirasi memanjang, bunyi jantung jauh
D. Kriteria Menilai PPOK stabil dengan:
Diagnosis - Gejala khas PPOK dan faktor risiko mendukung
- Pemeriksaan fisik khas PPOK
- Terdapat obstruksi aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel pada
pemeriksaan spirometri
*dikelompokkan menjadi 4 golongan, yang akan menentukan tatalaksana.

Derajat PPOK eksaserbasi akut ditegakkan sesuai banyaknya gejala eksaserbasi


(sesak bertambah, peningkatan produksi sputum, warna sputum berubah) yang
timbul:
- Berat: ketiga gejala diatas
- Sedang: dua gejala diatas
- Ringan: satu gejala datas + ISPA > 5 hari, demam tanpa sebab lain,
frekuensi batuk meningkat, mengi bertambah berat atau laju respirasi >
20% baseline, atau nadi > 20% baseline
E. Diagnosis Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)
F. Diagnosis Asma, Gagal jantung kongestif, Bronkiektasis, Tuberculosis, Sindroma obstruksi
Banding paska tuberculosis (SPOT)
G. Pemeriksaan Spirometri
Penunjang - Nilai % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% dan atau (VEP1/KVP)
<75%  terdapat obstruksi aliran udara
Uji bronkodilator (pada PPOK stabil)
- Dilakukan sebelum dan 15-20 menit paska inhalasi bronkodilator sebanyak
4-8 hisapan
- Terdapat perubahan nilai VEP1 atau APE <20% dari nilai awal dan <200ml
Lab darah: Hb, Ht, trombosit, leukosit, AGD
Radiologi: foto toraks PA dan lateral
*pada emfisema: hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, sela iga
melebar, diafragma melebar, jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye
drop appearance)
H. Terapi Tatalaksana PPOK stabil:
- Ringan: bronkodilator (beta-2 agonis kerja singkat)
- Sedang: bronkodilator (beta-2 agonis kerja panjang/antikolinergik kerja
lama)
- Berat: bronkodilator beta-2 agonis kerja panjang/antikolinergik kerja
lama/kortikosteroid inhalasi/PDE-4 inhibitor)
- Sangat berat: (bronkodilator beta-2 agonis kerja panjang/antikolinergik
kerja lama/kortikosteroid inhalasi/PDE-4 inhibitor) + rehabilitasi + terapi
oksigen pada gagal nafas + penggunaan ventilasi mekanik + pertimbangkan
terapi pembedahan

Tatalaksana PPOK eksaserbasi akut:


1. Terapi oksigen (target PaO2 >60mmHg atau SaO2 >90%)
2. Pemberian antibiotik yang sesuai
3. Inhalasi bronkodilator (beta-2 agonis dengan/tanpa antikolimergik) dan
glukokortikosteid oral
4. Ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat (NIPPV)

Terapi pembedahan:
- Bulektomi
- Lung volume reduction surgery (BLVR)
- Translpantasi paru
I. Edukasi Informasi tentang penyakit serta pengobatan
Pencegahan perburukan penyakit
Cara menghindari pencetus
Penyesuaian aktivitas fisik
J. Prognosis Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad sanam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam/malam
K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah SMF Paru
Kritis Komite Medik RS Awal Bros Bekasi Timur
N. Indikator - Pengurangan gejala
Medis - Progresitivas penyakit tidak bertambah
- Kejadian eksaserbasi berkurang
- Komplikasi berkurang
O. Kepustakaan Global Initiative for Chronic Lung Disease (GOLD) 2019
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). PPOK diagnosis dan penatalaksanaan.
2016

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Tentang

EFUSI PLEURA
NOMOR DOKUMEN: TANGGAL:
REVISI KE: NOMOR REVISI: TANGGAL:
A. Pengertian Penumpukan cairan pada rongga pleura akibat dari peningkatan pembentukan
(Definisi) cairan atau penurunan penyerapan cairan pleura.
B. Anamnesis - Gejala: sesak nafas, batuk non produktif, nyeri dada saat inspirasi/batuk/bersin
(pleuritic chest pain).
- Riwayat penyakit komorbid: pneumonia, jantung, ginjal, hati, atau keganasan.
- Riwayat merokok, trauma
C. Pemeriksaan Fremitus meningkat, redup saat perkusi, terdapat shifting dullness dan suara nafas
Fisik berkurang/hilang saat auskultasi.
D. Kriteria Foto toraks PA: terlihat sinus kostrofenikus yang tumpul. Pada sisi lateral terlihat
Diagnosis densitas meningkat pada sinus kostrofenikus.
USG toraks: terdapat area anechoic diantara pleura viseralis dan parietalis
E. Diagnosis Efusi pleura
F. Diagnosis Transudat: sirosis hepatis, gagal jantung kiri, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia,
Banding stenosis mitral, urinotoraks
Eksudat: tuberkulosis, pneumonia, keganasan
G. Pemeriksaan - Radiografi: foto toraks PA dan lateral, USG toraks, CT scan toraks.
Penunjang - Torakosintesis dan analisis cairan pleura
H. Terapi - Terapi oksigen
- Tatalaksana khusus sesuai etiologi
- Pengeluaran cairan dengan pungsi pleura atau pemasangan WSD (water sealed
dairange)
I. Edukasi Rencana terapi sesuai etiologi penyakit komorbid
J. Prognosis Ad vitam : Dubia
Ad sanam : Dubia
Ad fungsionam : Dubia
K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah SMF Paru
Kritis Komite Medik RS Awal Bros Bekasi Timur
N. Indikator - Gejala berkurang
Medis - Berkurangnya jumlah efusi pada evaluasi radiologi selanjutnya
O. Kepustakaan Hooper C, Lee YCG, Maskell N. Investigation of a unilateral pleural effusion in
adults: British Thoracic Society pleural disease guideline 2010. Thorax
2010;65(Suppl 2):ii4-ii17
Karkhanis VS, Joshi JM. Pleural effusion: diagnosis, treatment, and management.
Open Access Emergency Medicine 2012:4 31–52

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Tentang

PNEUMONIA
NOMOR DOKUMEN: TANGGAL:
REVISI KE: NOMOR REVISI: TANGGAL:
A. Pengertian Jaringan paru yang terinfeksi yang ditandai oleh terisinya alveoli oleh cairan
(Definisi) purulen.
B. Anamnesis Gejala: batuk, sesak nafas, demam 38 C, perubahan karakteristik sputum, nyeri
dada.
Faktor risiko: terpapar virus influenza di lingkungan, merokok, mengidap COPD,
infeksi HIV, riw. berpergian
C. Pemeriksaan Dada tidak mengembang sempurna, ronki halus, suara nafas menurun saat
Fisik auskultasi, limfadenopati, takipneu, takikardi, kesadaran berubah.
D. Kriteria Kriteria CURB-65: confusion, urea nitrogen level >19mg/dl, RR  30x/m, TD
Diagnosis sistolik <90mmHg atau TD diastolic  60mmHg, umur 65 th.
*masing-masing kriteria bernilai 1 poin
** interpretasi: 0-1 saran rawat jalan
2 perawatan singkat
3-5 pneumonia berat. Saran perawatan ICU

Pneumonia severity index (rawat ICU jika ada 1 kriteria major atau 2 kriteria
minor)
- Minor: disorientasi, hipotensi yang membutuhkan terapi cairan agresif,
infiltrate multilobar, rasio PaO2/FiO2  250, RR  30x/m, Urea nitrogen
level  20 mg/dl, hipotermia (S  36 C), leukopenia (< 4000/mm3) dan
trombositopenia (<100.000/mm3)
- Mayor: membutuhkan ventilasi mekanik invasif, syok sepsis yang
membutuhkan obat-obatan vasopresor
E. Diagnosis Pneumonia
F. Diagnosis COPD, asma, edema bronkiektasis, kanker paru, emboli paru.
Banding
G. Pemeriksaan Pulse oximetry: pasien dengan suplementasi O2 harus dirawat
Penunjang Laboratorium: DPL (leukosit  10.000 atau <4.500), CRP, PCT, kultur
sputum/darah
Radiologi: foto toraks (terdapat infiltrate/air bronchogram), USG toraks, CT toraks
H. Terapi Pilihan AB untuk rawat jalan:
- Tanpa penyakit comorbid: golongan beta lactam/doksisiklin
- Dengan penyakit comorbid/memakai AB lain dalam 3 bulan:
fluoroquinolone + kombinasi beta lactam dan makrolid
Pilihan AB untuk rawat inap:
- Rawat biasa: respiratory fluoroquinolone atau beta lactam dan makrolid
- Rawat ICU: beta lactam atau ampicillin sulbactam dan makrolid atau
makrolid dan respiratory fluoroquinolone
I. Edukasi Istirahat cukup, cegah dehidrasi dengan minum yang cukup, edukasi berhenti
merokok, penerapan etika batuk dan pemakaian masker
J. Prognosis Ad vitam : Dubia
Ad sanam : Dubia
Ad fungsionam : Dubia
K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah SMF Paru
Kritis Komite Medik RS Awal Bros Bekasi Timur
N. Indikator
Medis
O. Kepustakaan Community-Acquired Pneumonia in Adults: Diagnosis and Management. Am Fam
Physician. 2016;94(9):698-706
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pneumonia Komunitas. Edisi 2.
Tahun 2014

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Tentang

PENUMOTORAKS
NOMOR DOKUMEN: TANGGAL:
REVISI KE: NOMOR REVISI: TANGGAL:
A. Pengertian Terdapatnya udara pada rongga pleura, rongga yang memisahkan jaringan paru
(Definisi) dengan dinding dada. Pneumotoraks primer terjadi pada pasien tanpa penyakit paru
sebelumnya. Pneumotoraks sekunder terjadi pada pasien dengan penyakit paru
seperti PPOK.
B. Anamnesis Gejala: sesak dan nyeri dada. Terdapatnya sianosis, takipneu, takikardia, dan
hipotensi menandakan tension pneumothorax.
C. Pemeriksaan Dada tidak mengembang sempurna, hipersonor pada perkusi, suara nafas hilang
Fisik pada sisi pneumotoraks.
D. Kriteria Pneumotoraks kecil: < 3 cm jarak apex – cupola
Diagnosis Pneumotoraks besar:  3 cm jarak apex – cupola
E. Diagnosis Pneumotoraks
F. Diagnosis Diseksi aorta, acute coronary syndrome, pericarditis, gagal jantung, emboli paru,
Banding fraktur tulang iga
G. Pemeriksaan Radiografi: foto toraks PA erect, USG toraks, CT scan toraks (gold standard untuk
Penunjang menentukan ukuran pneumotoraks)
H. Terapi Pasien stabil tanpa gejala: observasi di IGD selama 3-6 jam dan follow up dalam
2 hari. Aspirasi pneumotoraks belum diperlukan.
Pasien dengan gejala: suplementasi oksigen, dilakukan pengeluaran udara dengan
menggunakan jarum abbocath (14-16G)/chest tube yang selanjutnya disambungkan
ke WSD.

I. Edukasi Edukasi untuk kembali ke IGD ketika terdapat sesak nafas dan re-evaluasi foto
toraks 2-4 minggu setelah dilakukan tindakan pengeluaran udara dengan aspirasi
jarum (needle aspiration).
J. Prognosis Ad vitam : Dubia
Ad sanam : Dubia
Ad fungsionam : Dubia
K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah SMF Paru
Kritis Komite Medik RS Awal Bros Bekasi Timur
N. Indikator
Medis
O. Kepustakaan Macduff A, Arnold A, Harvey J. Management of spontaneous pneumothorax :
British Thoracic Society pleural disease guideline 2010. Thorax 2010;65(Suppl
2):ii18e-ii31.

PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Tentang

MIKOSIS PARU
NOMOR DOKUMEN: TANGGAL:
REVISI KE: NOMOR REVISI: TANGGAL:
A. Pengertian Infeksi paru oleh jamur yang menyertai penyakit paru kronik pada pasien dengan
(Definisi) keadaan imunokompromis.
B. Anamnesis Keluhan seperti penyakit paru pada umumnya (contoh: demam, batuk, sesak)
Faktor risiko: pasien dalam kondisi imunosupresi/imunokompromis, penggunaan alat
kesehatan invasif (seperti ventilator, CVC/CVP, kateter urin, NGT, WSD), penggunaan
antimikroba dan kortikosteroid jangka panjang, penyakit kronis (seperti TB, PPOK,
keganasan, bronkiektasis, DM, gagal ginjal, dan sirosis hati), riw. berpergian ke daerah
endemik.
C. Pemeriksaan Sulit dibedakan dengan penyakit paru lain karena gejala tidak khas. Terdapat
Fisik manifestasi mikosis kulit berupa lesi eritema nodosum pada ekstrimitas bawah terutama
di daerah endemik
D. Kriteria Terdapat 3 kriteria untuk menentukan diagnosis mikosis paru:
Diagnosis faktor penjamu, gambaran klinis, dan mikologi
Proven = faktor penjamu +, gambaran klinis +, mikologi +, hasil biopsi jaringan +
Probable = faktor penjamu +, gambaran klinis +, mikologi +
Possible = faktor penjamu +, gambaran klinis +, mikologi -/tidak dilakukan

Kriteria Deskripsi
3
Faktor penjamu - Neutropenia <500/mm selama > 10 hari
- Menerima transplantasi sumsum tulang alogenik
- Menerima terapi kortikosteroid jangka panjang dengan dosis
minimal setara prednisone 0,3mg/kg/hari selama > 3 minggu
- Menerima terapi immunosupresan sel-T
- Imunodefisiensi berat
- Menderita penyakit paru kronik
Gambaran klinis - Mayor: satu dari tiga penemuan pada CT scan (lesi padat dengan
atau tanpa halo sign, air-cresent sign atau kavitas
- Minor: gejala infeksi saluran nafas bawah, pleural rub pada
pemeriksaan fisik, dan gambaran infiltrat baru yang tidak sesuai
dengan kriteria mayor
Hasil mikologi - Pemeriksaan langsung: terdapat elemen jamur kapang dari
specimen sputum, BAL, bilasan bronkus, aspirat sinus
- Pemeriksaan tidak langsung: aspergilosis  terdeteksi antigen
galaktomanan pada plasma, serum, BAL atau LSS
E. Diagnosis Mikosis paru
F. Diagnosis Pneumonia, abses paru, tumor paru, TB paru
Banding
G. Pemeriksaan Laboratorium: peningkatan sel eosinofil, pemeriksaan laboratorium mikologi (sputum,
Penunjang bilasan bronkus, jaringan biopsi, darah, cairan pleura)
Radiologi: foto toraks, CT scan toraks
*Pada aspergiloma, ditemukan fungus ball di dalam kavitas pada foto/CT scan toraks.
H. Terapi Pemberian obat anti jamur: golongan azol, golongan polien (nystatin, natamisin,
amfoterisin-B)
I. Edukasi
J. Prognosis Ad vitam : Dubia
Ad sanam : Dubia
Ad fungsionam : Dubia
K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah SMF Paru
Kritis Komite Medik RS Awal Bros Bekasi Timur
N. Indikator
Medis
O. Kepustakaan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Mikosis paru: Pedoman diagnosis &
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011.
PANDUAN PRAKTIK KLINIK

Tentang

KANKER PARU
NOMOR DOKUMEN: TANGGAL:
REVISI KE: NOMOR REVISI: TANGGAL:
A. Pengertian Penyakit keganasan yang berasal dari paru. Kanker paru primer: berasal dari epitel
(Definisi) bronkus (karsinoma bronkus)
B. Anamnesis Batuk lama, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada, suara serak, sulit/nyeri
menelan yang tidak merespon dengan pengobatan atau penurunan berat badan
dalam waktu singkat, nafsu makan menurun, demam hilang timbul, sakit kepala,
nyeri di tulang atau parese, dan pembengkakan atau ditemukannya benjolan di
leher, aksila atau dinding dada.
C. Pemeriksaan Suara napas yang abnormal, benjolan superfisial pada leher, ketiak atau dinding
Fisik dada, tanda pembesaran hepar atau tanda asites, dan nyeri ketok di tulang.
D. Kriteria Penentuan jenis kanker paru ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
Diagnosis sesuai ditambah dengan pemeriksaan patologi anatomi yang menunjang kanker.
E. Diagnosis Kanker paru jenis karsinoma bukan sel (KPKBSK/non small cell carcinoma)
Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPBSK/small cell carcinoma):karsinoma
sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma sel besar, dll
F. Diagnosis Tumor mediastinum, metastasis tumor di paru, tuberculoma
Banding
G. Pemeriksaan Patologi anatomi: pemeriksaan sitologi dan histopatologi, imunohistokimia
Penunjang (contoh: TTF-1) , dan petanda molekuler (contoh: EFGR)
Laboratorium: darah rutin, fungsi hati, fungsi ginjal
Radiologi: foto toraks AP/lateral, CT scan toraks (dapat diperluas hingga kelenjar
adrenal), USG abdomen, bone scan, PET scan
Lain-lain: bronkoskopi, pleuroscopy
H. Terapi Bedah, radiasi, kemoterapi, terapi target. Tatalaksana ini dilalukan di rumah sakit
tipe A.
Dukungan nutrisi (cegah malnutrisi)
Penanganan nyeri
Rehabilitasi medik
I. Edukasi Peningkatan dan pemeliharaan fungsi psikologis
J. Prognosis Ad vitam : Dubia
Ad sanam : Dubia
Ad fungsionam : Dubia
K. Tingkat I/II/III/IV
Evidens
L. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
M. Penelaah SMF Paru
Kritis Komite Medik RS Awal Bros Bekasi Timur
N. Indikator
Medis
O. Kepustakaan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kesehatan Kanker Paru. 2017. Available from:
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKParu.pdf

Anda mungkin juga menyukai