Anda di halaman 1dari 13

Laporan Pendahuluan

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (KGD) DENGAN ASMA


BRONKIAL

Dosen Pembimbing: Ns. Jaka Pradika, M. Kep

OLEH :
NUR RAVIAH
NIM : SRP20317071

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2021
A. Definisi
Sesak nafas menjadi suatu pertanda seseorang mengalami asma. Asma
merupakan gangguan radang kronik pada saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat peka terhadap rangsangan tertentu, sehingga
apabila terangsang oleh faktor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat
dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus,sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang. Dari proses radang tersebut dapat timbul gejala
sesak nafas (Almazini, 2012).
Menurut Wahid dan Suprapto (2013) Asma adalah suatu penyakit
dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas pada
rangsangan tertentu, yang mengakibatkan peradangan, penyempitan ini
bersifat sementara. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan asma
merupakan suatu penyakit saluran pernafasan yang mengalami penyempitan
karena hipereaktivitas oleh faktor risiko tertentu. Penyempitan ini bersifat
sementara serta menimbulkan gejala sesak nafas.
B. Klasifikasi
Menurut Wijaya dan Putri (2014) kasifikasi asma berdasarkan berat
penyakit, antara lain :
1. Tahap I : Intermitten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
a. Gejala inermitten < 1 kali dalam seminggu
b. Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai beberapa hari)
c. Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
d. Asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara periode eksaserbasi
e. PEF atau FEV1 : ≥ 80% dari prediksi
Variabilitas < 20%
f. Pemakaian obat untuk mempertahankan control: obat untuk mengurangi
gejala intermitten dipakai hanya kapan perlu inhalasi jangka pendek β2
agonis
g. Intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi
kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan.
2. Tahap II : Persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan :
a. Gejala ≥ 1 kali seminggu tetapi < 1 kali sehari
b. Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur
c. Gejala serangan asma malam hari > 2 kali dalam
sebulan
d. PEF atau FEV1 : > 80 % dari prediksi
Variabilitas 20-30%
e. Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol : Obat-obatan
pengontrol serangan harian mungkin perlu bronkodilator jangka
panjang ditambah dengan obat-obatan antiinflamasi (terutama untuk
serangan asma malam hari.
3. Tahap III : Persisten sedang
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
a. Gejala harian
b. Gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur
c. Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
d. Pemakaian inhalasi jangka pendek β2 agonis setiap hari
e. PEV atay FEV1 : > 60% - < 80% dari prediksi
Variabilitas > 30%
f. Pemakaian obat-obatan harian untuk mempertahankan kontrol : obat-
obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikosteroid
bronkodilatorjangka panjang (terutama untuk serangan asma malam
hari)
4. Tahap IV : Persisten berat
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
a. Gejala terus-menerus
b. Gejala eksaserbasi sering
c. Gejala serangan asma malam hari sering
d. Aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
e. PEF atau FEV1 : ≤ 60% dari prediksi dan Variabilitas > 30%
C. Etiologi
Menurut Wijaya & Putri (2014) etiologi asma dapat dibagi menjadi :

1. Asma ekstrinsik / alergi


Asma yang disebabkan oleh alergen yang diketahui masanya sudah
terdapat semenjak anak-anak seperti alergi terhadap protein, serbuk
sari, bulu halus, binatang dan debu.
2. Asma instrinsik / idopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi
adanya faktor-faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik, kecemasan
atau emosi sering memicu serangan asma. Asma ini sering muncul
sesudah usia 40 tahun setelah menderita infeksi sinus.
3. Asma campuran
Asma yang timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan
intrinsik.
D. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan
oleh satu atau lebih dari konstraksi otot-otot yang mengelilingi bronkhi, yang
menyempitkan jalan nafas, atau pembengkakan membran yang melapisi
bronkhi, atau penghisap bronkhi dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-
otot bronkhial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di
dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum
diketahui, tetapi ada yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem
imunologis dan sisitem otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk
terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian
menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan
kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membaran
mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempengaruhi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh
impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis, Asma idiopatik atau
nonalergik, ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang
dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah
terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang terjadi
bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adregenik yang
dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adregenik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor alfa
mengakibatkan penurunan cAMP, mngarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor
beta adrenergik mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat
pelepasan mediator kimiawi dan menyababkan bronkodilatasi. Teori yang
diajukan adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan
asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos.
E. Pathway
Ekstrinsik Intrinsik/Idiopatik

Respon alergi/ Hipereaktivitas Kecemasan Mk: Ansietas

Inflamasi Sumbatan mucus Edema Spasme Otot ketegangan


dinding bronchus bronchus
diseluruh tubuh

obstruksi saluran
Wheazing nafas Alveoli tertutup
(bronchospasme)

Mk : Bersihan
jalan nafas Mk : Gangguan
tidak efektif Penyempitan Hipoksemi Pertukaran Gas
jalan nafas

Peningkatan kerja Asidosis metabolik


pernafasan

Peningkatan kebutuhan Status asmatikus


oksigen

Hiperventilasi Mk : Pola nafas


tidak efektif
Retensi CO2

Asidosis respiratorik
(Padila, 2015)
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma diantaranya ialah
sebagai berikut:
1. Stadium Dini
a. Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1) Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya
hilang timbul
3) Wheezing belum ada
4) Belum ada kelainan bentuk thorak
5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
6) BGA belum patologis
b. Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan:
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parsial O2
2. Stadium lanjut/ kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tidak terdengar
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan kanan pada
rongen paru
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
G. Komplikasi
1. Pneumothorak merupakan kondisi kondisi paru-paru yang kolaps
(mengempis) akibat udara yang menekan paru-paru karena berbagai sebab,
seperti cedera
2. Pneumomediastium dan emfisema sub kutis
3. Atelektasis yaitu paru-paru di mana alveolus tidak terisi oleh udara.
4. Aspirasi yaitu kondisi masuknya benda asing ke dalam saluran pernapasan
akibat tertelan atau terhirup
5. Kegagalan jantung/ gangguan irama jantung
6. Sumbatan saluran nafas yang meluas / gagal nafas Asidosis
H. Penatalaksanaan
1. Non farmakologi, tujuan dari terapi asma :
a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah kekambuhan
c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankannya
d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk
melakukan exercise
e. Menghindari efek samping obat asma
f. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel
2. Farmakologi, obat anti asma :
a. Bronchodilator yaitu Adrenalin, epedrin, terbutallin, fenotirol
b. Antikolinergin yaitu Iptropiem bromid (atrovont)
c. Kortikosteroid yaitu Predrison, hidrokortison, orodexon.
d. Mukolitin yaitu BPH, OBH, bisolvon, mucapoel dan banyak minum
air putih
I. Pemeriksaan Pennjang
Pemeriksaan penunjang menurut Padila (2015) yaitu :
1. Spirometri Untuk mengkaji jumlah udara yang dinspirasi
2. Uji provokasi bronkus
3. Pemeriksaan sputum
4. Pemeriksaan cosinofit total
5. Pemeriksaan tes kulit. Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
asma.
6. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
7. Foto thorak untuk mengetahui adanyapembengkakan, adanya
penyempitan bronkus dan adanya sumbatan
8. Analisa gas darah. Untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi.
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien : Meliputi nama, usia, Jenis Kelamin, ras, dan
sebagainya
b. Informasi dan diagnosa medik penting
c. Data riwayat kesehatan
Pernah menderita penyakit asma sebelumnya, menderita kelelahan
yang amat sangat dengan sianosis pada ujung jari
d. Riwayat kesehatan sekarang
1) Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak bergairah, pucat
tidak ada nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan nafas.
2) Sesak setelah melakukan aktivitas
3) Sesak nafas karena perubahan udara dan debu
4) Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
e. Riwayat kesehatan keluarga
1) Riwayat keluarga yang memiliki asma
2) Riwayat keluarga yang menderita penyakit alergi seperti rinitis
alergi, sinustis, dermatitis, dan lain-lain.
f. Ativitas / istirahat
1) Keletihan, kelelahan, malaise
2) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernafas.
3) Ketidakmampuan untuk tidur perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
4) Dispnea pada saat istirahat, aktivitas dan hiburan.
g. Sirkulasi : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
h. Integritas ego terdiri dari peningkatan faktor resiko dan perubahan pola
hidup
i. Makanan dan cairan : mual/muntah, nafsu makan menurun,
ketidakmampuan untuk makan
j. Pernafasan
1) Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuan untuk
bernafas
2) Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
3) Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang
4) Penggunaan otot bantu pernafasan
5) Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinanselama inspirasi berlanjut sampai penurunan/ tidak
adanya bunyi nafas.
6) Keamanan : riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat
k. Harapan keluarga
Perlu dikaji harapan keluarga terhadap perawat (petugas kesehatan)
untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien asma menurut
SDKI (2017) dan Donsu, Induniasih, dan Purwanti (2015) yaitu :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi
jalan nafas
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan infeksi saluran nafas
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan

1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas


tindakan keperawatan Observasi
nafas tidak
diharapkan klien jalan - Monitor bunyi nafas tambahan
efektif nafas klien tetap paten - Monitor sputum
dengan kriteria hasil : Terapeutik
berhubungan - Posisikan semi fowler atau fowler
- Batuk efektif
dengan meningkat - Berikan minum hangat
- Produksi sputum - Berikan oksigen jika perlu
hipersekresi Edukasi
menurun
jalan nafas - Gelisah menurun - Ajarkan teknik batuk efektif
- Frekuensi nafas
membaik
- Polanafas membaik
2. Gangguan
Setelah diberikan Pemantauan respirasi
pertukaran gas tindakan keperawatan Observasi
diharapkan pernafasan - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
berhubungan upaya nafas
pasien
infeksi saluran membaik, dengan - Monitor pola nafas
kriteria hasil : - Monitor kemampan batuk efektif
nafas - Monitor adanya produksi sputum
- Tingkat kesadaran
pasien meningkat - Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Bunyi nafas - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
tambahan menurun - Auskultasi bunyi nafas
- Gelisah menurun - Monitor saturasi oksigen
- Nafas cuping Terapeutik
hidung menurun - Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan

3. Pola nafas Setelah dilakukan


Manajemen jalan nafas
tindakan keperawatan
tidak efektif Observasi
pola nafas pasien
- Monitor pola nafas
berhubungan kembali normal, dengan
Terapeutik
kriteria hasil :
dengan - Posisikan semifowler atau fowler
- Ventilasi semenit - Berikan oksigen jika perlu
hambatan meningkat Edukasi
- Tekanan ekspirasi - Ajarkan teknik batuk efektif
upaya nafas
dan inspirasi
meningkat
- Penggunaan otot
bantu nafas
menurun
- Frekuensi nafas
membaik
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, P. (2012). Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma

Berat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Donsu,Jenita DT; Induniasih; Purwanti, NS. (2015). Panduan Praktik

Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha medika

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator

Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil

Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Wahid & Suprapto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan

Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta : CV. Trans Media

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan

Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai