Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN ASMA BRONCHIAL

DI INTERNE PENYAKIT DALAM RSUD Dr. RASIDIN PADANG

DISUSUN OLEH :

NUR HAVIFAH HASANAH

1914201027

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

(Ns. Revi Neini Ikbal, M.Kep) (Ns. Debora Gontiana M, S.Kep)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKes ALIFAH PADANG

TAHUN 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma bronkial adalah obstruksi jalan napas yang bersifat reversible. Ditandai
dengan serangan intermitten bronkus yang disebabkan oleh rangsangan alergi
(Manurung, 2016).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkopasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan
trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari
dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah
penyempitan saluran nafas secara menyeluruh. Asma merupakan penyakit obstruksi
kronik saluran napas yang bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan (Tarwoto, 2016).
Menurut Global Initiative For Asthma (GINA, 2018) asma merupakan penyakit
heterogen yang ditandai dengan adanya peradangan saluran napas kronis diikuti dengan
gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas dan batuk yang bervariasi dari waktu ke 2
waktu dengan intensitas yang berbeda dan bersamaan dengan keterbatasan aliran udara
saat ekspirasi.

B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Asma Bronchial
2. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Teorotis Asma Bronchial

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR ASMA BRONCHIAL 1. Definisi


Asma Bronchial adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan napas
dikarakteristikkan dengan hipersensitivitas, produksi mucus dan edema mukosa.
Inflamasi ini berkembang menjadi episode gejala asma bronchial yang meliputi batuk,
nyeri dada, mengi dan dipsnea (Suddarth, 2017).
Asma Bronchial adalah penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat
penyempitan saluran napas yang sifatnya reversible (penyempitan dapat hilan dengan
sendirinya) yang ditandai oleh episode obstruksi pernapasan diantara dua interval
asimtomatik (Djojodibroto, 2017).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Asma Bronchial adalah
penyakit saluran pernapasan yang terjadi karena adanya penyempitan saluran napas
yang mengakibatkan sesak dimana fase inspirasi lebih pendek daripada fase ekspirasi
dan diikuti dengan bunyi mengi (wheezing).

2. Etiologi Dan Faktor Resiko


etiologi asma di bagi atas : 1)
Asma ekstrinsik/alergi
Asma yang disebabkan oleh allergen yang diketahui masanya sudah terdapat
semenjak anak-anak, seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus,
binatang dan debu.
2) Asma Intrinsik/idiopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor-faktor
non spesifik seperti flu, latihan fisik atau emosi sering memicu serangan asma.
Asma ini sering muncul/timbul sesudah usia 40 tahun setelah menderita infeksi
sinus/cabang trakeobonchial.

3) Asma campuran
Asma yang terjadi karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsic
Faktor Resiko asma :
Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh
a. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.
b. Pembengkakan membrane bronkus
c. Bronkus berisi mucus yang kental Adapun faktor predisposisi pada asma

yaitu:

a. Genetik Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat
alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan
faktor pencetus

Adapun faktor pencetus dari asma adalah:

a. Alergen Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi
tiga, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatan
tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
3) Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris lainnya
yang masuk melalui kontak dengan kulit.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan
cuaca menjadi pemicu serangan asma.
c. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien
asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu
jalanan.

d. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila sedang
bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
asma
e. Stres
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain itu
juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres harus diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalahnyaa (Wahid & Suprapto, 2018)

3. Tanda Dan Gejala


Gejala Asma Bronkial bersifat episodik, seringkali reversible dengan atau tanpa
pengobatan. Gejala awal berupa :
1. Batuk terutama pada malam atau dini hari
2. Sesak napas
3. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar saat menghembuskan napas
4. Rasa berat di dada
5. Dahak sulit keluar

Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa, yang
termasuk gejala yang berat adalah :

1. Serangan batuk yang hebat


2. Sesak nafas yang berat dan tersengal-sengal
3. Sianosis
4. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
5. Kesadaran menurun.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Sudoyo (2020) : a.
Spirometri

Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah
melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler dan
nebulizer) golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP 1 sebanyak ≥ 12 % atau (2
200 ml) menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari > 12 %
atau
(≥ 200 ml) tidak berarti bukan asma. Pemeriksaan spirometri selain penting untuk
menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi. Hal ini mengakibatkan pasien mudah mendapat serangan
asma dan bahkan bila berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi
penyakit paru obstruktif kronik.
b. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi dilakukan beberapa cara seperti uji provokasi dengan histamin,
metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garamhipertonik, dan bahkan
dengan aqua destilata. VEP 1 sebesar 20 % atau lebih dianggap bermakna.
Dianggap bermakna bila APE paling sedikit 10 %. Akan halnya uji provokasi
pada pasien alergi terhadap alergen yang di uji.
c. Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat
dominan pada bronkitis kronik.
d. Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini
dapat membantu dalam membedakan antar asma dan bronchitis kronik.
Pemeriksaan ini dapat juga dipakai sebagal patokan untuk menentukan cukup
tidaknya dosis kortkosteroid yang dibutuhkan pasien asma.
e. Uji kulit
Tujuan uji kulit adalah untuk membedakan adanya antibodi IgE spesifik dalam
tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis karena ji alergen yang positif tidak
selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya.

f. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum


Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi.
Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat
dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya.
g. Foto dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran
nafas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologi di paru atau komplikasi
asma seperti pneumotoraks, pneumodiastinum, atelektasis, dan lain-lain.
h. Analisa gas darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2, 35 mmHg) kemudian pada stasium
yang lebih berat PaCO2 Justru mendekati normal sampal normo-kapnia.
Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadi hiperkapnia (PaCO2 > 45
mmHg). hipoksemia, dan asidosis respiratorik.

5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada asma antara lain : a.
Pneumotoraks
b. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
c. Ateletaksis
d. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
e. Gagal napas
f. Bronchitis
g. Fraktur iga

6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Golongan adrenergic
Adrenalin larutan 1: 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila
belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15
menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 - 0,2 cc.

2) Golongan methylxanthine
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara
intravena, pelan-pelan 5-10 menit, diberikan 5 - 10 cc. Aminophilin dapat
diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi
hasil.
3) Golongan antikolinergik
Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat
enzym Guanylcyclase.
4) Antihistamin.
Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang
setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
5) Kortikosteroid.
Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik.
Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
6) Antibiotika.
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak pedu, kecuall: sebagai profilaksis
infeksi, ada infeksi sekunder.
7) Ekspektoransia.
Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa
ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat
(ekspektorans)

b. Penatalaksanaan keperawatan di rumah


Menurut mutaqqin, (2018) jika pasien tidak mendapat serangan asma maka
perawatan dirumah ditujukan untuk mencegah timmbulnya serangan asma dengan
memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga pasien. Mencegah serangan
asma dengan menghilangkan faktor pencetus timmbulnya serangan. Pendidikan
kesehatan yang diberikan tersebut antara lain :
1) Menghilangkan faktor pencetus misalnya debu rumah, bau-bau yang
merangsang, hawa dingin dan lainnya
2) Keluarga harus mengenali tanda-tanda akan terjadi serangan asma
3) Cara memberikan obat bronkodilator sebagai pencegahan bila dirasakan akan
mengalami serangan asma serta wajib mengetahui obat mana yang lebih
efektif bila mendapat serangan asma
4) Menjaga kesehatan anak dengan memberi makanan yang cukup bergizi tetapi
menghindari makanan yang mengandung cukup alergen bagi anaknya.
5) Kapan harus dibawa untuk konsultasi. Persediaan obat tidak boleh sammpai
habis. Lebih baik jika obat tinggal 1-2 kall pemakaian anak sudah dibawa
kontrol ke dokter atau jika anak batuk/ pilek walaupun belum terlihat sesak
napas harus segera dibawa berobat.

7. Pathway
Infeksi Merokok Polusi Alergen Genetik
Masuk kesaluran napas

Iritasi mukosa saluran pernafasan

Reaksi inflamasi

Hipertropi dan hyperplasia mukosa bronkus

Metaplasia sel gobet Produksi Sputum

Pola Napas tidak Penyempitan saluran pernafasan Batuk


efektif

Bersihan Jalan Napas


Penuruanan ventilasi Obstruksi Tidak efektif

Supply O² Penyebaran udara ke alveoli

Kelemahan Vasokontriksi pembuluh darah


Paru-paru
Gangguan Pertukaran
Intoleransi Aktivitas gas
Supply O² berkurang
Sesak napas

Kebutuhan tidur tidak efektif

Gangguan Pola Tidur


B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS ASMA BRONCHIAL

A. Pengkajian
Menurut Rohmah & Walid (2019) Pengkajian adalah proses melakukan pemeriksaan
atau penyelidikan oleh seorang perawat untuk mempelajari kondisi pasien sebagai
langkah awal yang akan dijadikan pengambilan keputusan klinik keperawatan. Oleh
karena itu pengakjian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh
kebutuhan keperawatan dapat teridentifikasi. Pada pasien OMSK pengkajian
meliputi:
1. Anamnesa
a) Identitas diri pasien dan penanggung jawab
Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan lain-lain
b) Keluhan utama
Termasuk dalam keluhan utama pada sistem pemapasan, yaitu batuk, batuk
berdarah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri dada.
1) Proboking insiden: apa ada peristiwa faktor nyeri
2) Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah
panas, berdenyut / menusuk
3) Region Radiation of pain apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa terasa
sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
4) Severity/scale of pain berdasarkan skala nyeri
5) Time: berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada
waktu malam hari atau pagi hari.
2. Riwayat Kesehatan seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien a. Riwayat
Kesehatan sekarang
Biasanya pasien asma mnegalami sesak nafas, batuk disertai sputum, dada
terasa berat, nyeri dada, terdapat suara tambahan wheezing pasien juga sering
mengeluh kelelahan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama ataupun penyakit
pernafasan lain.

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi hidup sehat Klien asma apakah akan mengalami perubahan pada
status kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolism
Dikaji tentang frekuensi makan, porsi makan, riwayat alergi terhadap suatu
jenis makanan tertentu dan jenis minuman, jumlah minuman, adakah
pantangan.
c. Pola eliminasi Perubahan
BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami kesulitan waktu BAB di
kaenakan imobilisasi, feses warna kuning.
d. Pola istirahat dan tidur
Waktu tidur, lamanya tidur setiap hari, apakah ada kesulitan dalam tidur. Pada
klien asma sering sesak dan hal ini mungkin akan mengganggu istirahat tidur
klien
e. Pola aktivitas dan Latihan
Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan mengakibatkan kebutuhan
pasien perlu dibantu oleh perawat atau keluarga.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Klien mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya perubahan pasien
takut cacat/ tidak dapat bekerja lagi.
g. Pola hubungan peran
Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak berguna
sehingga menarik diri.
h. Pola penggulangan stress
Penting ditanyakan apakah membuat pasien menjadi depresi / kepikiran
mengenai kondisinya.

i. Pola reproduksi seksual


Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola seksual dan
reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak mengalami gangguan
pola reproduksi seksual.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan klien meminta mendekatakan diri
pada Allah SWT

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis : nyeri
saat bernafas, kelemahan otot pernapasan)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasiperfusi
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur, sesak napas
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, kelemahan,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

C. Intervensi
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Bersihan pada jalan nafa Setelah dilakukan intervensi Observasi
b.d sekresi yang tertahan Keperawatan selama 2 x 24 1. Monitor
Dibuktikan dengan : Jam diharapkan bersihan jalan pola nafas
1. Sputum berlebih nafas meningkat dengan 2. Monitor
2. Batuk tidak efektif kriteria hasil bunyi
3. Tidak mampu batuk : nafas
4. Mengi, Wheezing, 1. Produksi sputum 3. Identifikasi
atau ronki kering Menurun Kemampuan
5. Dispnea 2. Pola nafas membaik Batuk
3. Dyspnea berkurang
6. Pola nafas berubah 4. Monitor sputum
7. Frekuensi nafas (jumlah, warna,
bertambah aroma)
5. Monitor tanda &
gejala infeksi
saluran nafas
Teraupetik
1. Posisikan semi
fowler
2. Berikan minum
air hangat
3. Lakukan
suction selama
15 detik
4. Berikan
oktisgen, jika
perlu Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari
2. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat

2 Pola napas tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi Observasi


kelemahan otot pernapasan. keperawata selama 2x24 jam 1. Monitor pola
diharapkan pola napas nafas (frekuensi,
Dibuktikan dengan : membaik dengan kriteria
hasil :
1. penggunaan otot 1. kapasitas vital kedalaman,
bantu pernapasan membaik. usaha nafas)
2. fase ekspirasi 2. Tekanan ekspirasi 2. Monitor bunyi
memanjang meningkat Nafas tambahan
3. dispnea 3. Tekanan inspirasi (Gurgling,mengi,
4. pola napas abnormal meningkat wheezing, ronki)
(takipnea, 4. Dyspnea menurun 3. Auskultasi bunyi
bradipnea, 5. Penggunaan otot bantu nafas
hipoventilasi) napas menurun 4. Monitor saturasi
5. pernapasan cuping 6. Frekuensi napas oksigen
hidung membaik Teraupetik
6. tekanan 1. Posisikan
ekspirasi semi
menurun fowler
7. tekanan 2. Lakukan
inspirasi fisioterapi dada
menurun
3. Berikan oksigen,
jika perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator

3 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intrvensi Observasi


b.d ketidakseimbangan keperawatan selama 2x 24 jam 1. Monitor
ventilasi-perfusi Dibuktikan diharapkan pertukaran gas frekuensi irama
dengan : meningkat dengan kriteria kedalaman dan
1. Dispnea hasil upaya nafas
2. Takikardi : 2. Monitor adanya
3. Bunyi nafas 1. Dispnea menurun sumbatan jalan
tambahan 2. Bunyi napas tambahan nafas
4. PCO₂ mnurun 3. Auskultasi bunyi
meningkat/menurun 3. Pusing menurun nafas

4. Penglihatan kabur
5. P0₂ menurun Menurun 4. Monitor saturasi
6. Pusing 5. Gelisah menurun oksigen
7. Penglihatan kabur 6. Nafas cuping hidung 5. Monitor
8. Sianosis menurun kecepatan
9. Gelisah 7. PCO₂ membaik oksigen
10. Nafas cuping 8. PO₂ membaik 6. Monitor
hidung 9. Takikardi membaik kemampuan
11. Pola nafas abnormal 10. Sianosis membaik melepaskan
12. Kesadaran menurun 11. Pola nafas membaik oksigen

12. Warna kulit membaik saat


makan
Teraupetik
1. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
2. Berikan oksigen
tambahan
jika
perlu
Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktivitas dan
tidur
4 Gangguan pola tidur Setelah intervensi keperawatan Observasi
berhubungan dengan selama 2x24 jam diharapkan 1. Identifikasi pola
Kontrol tidur. kurang pola tidur membaik dengan aktivitas dan
Kontrol Ditandai dengan : kriteria hasil: tidur
1. Mengeluh sulit tidur 1. Keluhan sulit tidur

2. Mengeluh sering Menurun 2. Identifikasi penyebab


terjaga 2. Mengeluh sering terjaga susah
3. Mengeluh tidak puas menurun tidak tidur
tidur 3. Mengeluh tidak puas Teraupetik
4. Mengeluh pola tidur tidur menurun 1. Lakukan
berubah 4. Melaporkan pola tidur prosedur untuk
5. Mengeluh istirahat membaik meningkatkan
tidak cukup 5. Melaporkan kenyamanan
6. istirahat cukup (posisi tidur)
Edukasi
1. Jelaskan
pentingnya
tidur selama
sakit
2. Anjurkan
pasien untuk
tidur tepat
waktu
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
tidur agar tidak
terjaga
5 Intoleransi aktivitas b.d tirah Setelah dilakukan intervensi Observasi
baring, kelemahan, keperawatan selama 2x24 jam 1. monitor kelelahan
ketidakseimbangan antara diharapkan toleransi aktivitas fisik
suplai dan kebutuhan oksigen. meningkat dengan kriteria hasil 2. identifikasi
Dibuktikan dengan : kemampuan
: 1. kemudahan dalam berpatisipasi dalam
1. Mengeluh Lelah melakukan aktivitas aktivitas
sehari-hari meningkat tertentu

2. Frekuensi jantung 2. kekuatan tubuh bagian atas Teraupetik


Meningkat dan bawah 1. Latihan gerak
3. Dyspnea meningkat pasir dan aktif
4. sianosis 3. keluhan Lelah membaik 2. Libatkan
4. dispneu saat aktivitas keluargabdalam
menurun aktivitas
Kolaborasi
1. Anjurkan
melakukan
aktivitas

D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan yang
telah disusun selama fase perencanaan. Hal ini terdiri dari aktivvitas perawat dalam
membantu pasien mengatasi masalah kesehatannya dan juga untuk mencapai hasil
yang diharapkan dari pasien (Pangkey et al., 2021).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, di mana pada
dokumentasi ini akan membandingnkan secara sistematis dan terencana tentang
kesehatan pada pasien dengan tujuan yang telah diformulasikan dengan kenyataan
yang dialami oleh pasien dengan melibatkan pasien dan tenaga Kesehatan lainnya
(Pangkey et al., 2021).

Anda mungkin juga menyukai