DISUSUN OLEH :
1914201027
TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma bronkial adalah obstruksi jalan napas yang bersifat reversible. Ditandai
dengan serangan intermitten bronkus yang disebabkan oleh rangsangan alergi
(Manurung, 2016).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkopasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan
trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal,
endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari
dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah
penyempitan saluran nafas secara menyeluruh. Asma merupakan penyakit obstruksi
kronik saluran napas yang bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan (Tarwoto, 2016).
Menurut Global Initiative For Asthma (GINA, 2018) asma merupakan penyakit
heterogen yang ditandai dengan adanya peradangan saluran napas kronis diikuti dengan
gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas dan batuk yang bervariasi dari waktu ke 2
waktu dengan intensitas yang berbeda dan bersamaan dengan keterbatasan aliran udara
saat ekspirasi.
B. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Asma Bronchial
2. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Teorotis Asma Bronchial
BAB II
TINJAUAN TEORI
3) Asma campuran
Asma yang terjadi karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsic
Faktor Resiko asma :
Obstruksi jalan napas pada asma disebabkan oleh
a. Kontraksi otot sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan napas.
b. Pembengkakan membrane bronkus
c. Bronkus berisi mucus yang kental Adapun faktor predisposisi pada asma
yaitu:
a. Genetik Diturunkannya bakat alergi dari keluarga dekat, akibat adanya bakat
alergi ini penderita sangat mudah terkena asma apabila dia terpapar dengan
faktor pencetus
a. Alergen Merupakan suatu bahan penyebab alergi. Dimana ini dibagi menjadi
tiga, yaitu:
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, bakteri, dan polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan dan obat-obatan
tertentu seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein, dan sebagainya.
3) Kontaktan, seperti perhiasan, logam, jam tangan, dan aksesoris lainnya
yang masuk melalui kontak dengan kulit.
b. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa yang dingin sering mempengaruhi asma, perubahan
cuaca menjadi pemicu serangan asma.
c. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja merupakan faktor pencetus yang menyumbang 2-15% klien
asma. Misalnya orang yang bekerja di pabrik kayu, polisi lalu lintas, penyapu
jalanan.
d. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapatkan serangan asma bila sedang
bekerja dengan berat/aktivitas berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
asma
e. Stres
Gangguan emosi dapat menjadi pencetus terjadinya serangan asma, selain itu
juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma harus segera diobati penderita asma yang mengalami stres harus diberi
nasehat untuk menyelesaikan masalahnyaa (Wahid & Suprapto, 2018)
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa, yang
termasuk gejala yang berat adalah :
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Sudoyo (2020) : a.
Spirometri
Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah
melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri
dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler dan
nebulizer) golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP 1 sebanyak ≥ 12 % atau (2
200 ml) menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari > 12 %
atau
(≥ 200 ml) tidak berarti bukan asma. Pemeriksaan spirometri selain penting untuk
menegakkan diagnosis, juga penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek
pengobatan. Banyak pasien asma tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan spirometrinya
menunjukkan obstruksi. Hal ini mengakibatkan pasien mudah mendapat serangan
asma dan bahkan bila berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi
penyakit paru obstruktif kronik.
b. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi dilakukan beberapa cara seperti uji provokasi dengan histamin,
metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garamhipertonik, dan bahkan
dengan aqua destilata. VEP 1 sebesar 20 % atau lebih dianggap bermakna.
Dianggap bermakna bila APE paling sedikit 10 %. Akan halnya uji provokasi
pada pasien alergi terhadap alergen yang di uji.
c. Pemeriksaan sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat
dominan pada bronkitis kronik.
d. Pemeriksaan eosinofil total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal ini
dapat membantu dalam membedakan antar asma dan bronchitis kronik.
Pemeriksaan ini dapat juga dipakai sebagal patokan untuk menentukan cukup
tidaknya dosis kortkosteroid yang dibutuhkan pasien asma.
e. Uji kulit
Tujuan uji kulit adalah untuk membedakan adanya antibodi IgE spesifik dalam
tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis karena ji alergen yang positif tidak
selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya.
5. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada asma antara lain : a.
Pneumotoraks
b. Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
c. Ateletaksis
d. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
e. Gagal napas
f. Bronchitis
g. Fraktur iga
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Golongan adrenergic
Adrenalin larutan 1: 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila
belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15
menit kemudian. Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 - 0,2 cc.
2) Golongan methylxanthine
Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara
intravena, pelan-pelan 5-10 menit, diberikan 5 - 10 cc. Aminophilin dapat
diberikan apabila sesudah 2 jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi
hasil.
3) Golongan antikolinergik
Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat
enzym Guanylcyclase.
4) Antihistamin.
Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang
setuju tetapi juga ada yang tidak setuju.
5) Kortikosteroid.
Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik.
Kortikosteroid sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
6) Antibiotika.
Pada umumnya pemberian antibiotik tidak pedu, kecuall: sebagai profilaksis
infeksi, ada infeksi sekunder.
7) Ekspektoransia.
Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa
ekspektoran adalah: air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat
(ekspektorans)
7. Pathway
Infeksi Merokok Polusi Alergen Genetik
Masuk kesaluran napas
Reaksi inflamasi
A. Pengkajian
Menurut Rohmah & Walid (2019) Pengkajian adalah proses melakukan pemeriksaan
atau penyelidikan oleh seorang perawat untuk mempelajari kondisi pasien sebagai
langkah awal yang akan dijadikan pengambilan keputusan klinik keperawatan. Oleh
karena itu pengakjian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh
kebutuhan keperawatan dapat teridentifikasi. Pada pasien OMSK pengkajian
meliputi:
1. Anamnesa
a) Identitas diri pasien dan penanggung jawab
Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan lain-lain
b) Keluhan utama
Termasuk dalam keluhan utama pada sistem pemapasan, yaitu batuk, batuk
berdarah, produksi sputum berlebih, sesak napas, dan nyeri dada.
1) Proboking insiden: apa ada peristiwa faktor nyeri
2) Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah
panas, berdenyut / menusuk
3) Region Radiation of pain apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa terasa
sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
4) Severity/scale of pain berdasarkan skala nyeri
5) Time: berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada
waktu malam hari atau pagi hari.
2. Riwayat Kesehatan seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien a. Riwayat
Kesehatan sekarang
Biasanya pasien asma mnegalami sesak nafas, batuk disertai sputum, dada
terasa berat, nyeri dada, terdapat suara tambahan wheezing pasien juga sering
mengeluh kelelahan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama ataupun penyakit
pernafasan lain.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis : nyeri
saat bernafas, kelemahan otot pernapasan)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasiperfusi
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur, sesak napas
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, kelemahan,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
C. Intervensi
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Bersihan pada jalan nafa Setelah dilakukan intervensi Observasi
b.d sekresi yang tertahan Keperawatan selama 2 x 24 1. Monitor
Dibuktikan dengan : Jam diharapkan bersihan jalan pola nafas
1. Sputum berlebih nafas meningkat dengan 2. Monitor
2. Batuk tidak efektif kriteria hasil bunyi
3. Tidak mampu batuk : nafas
4. Mengi, Wheezing, 1. Produksi sputum 3. Identifikasi
atau ronki kering Menurun Kemampuan
5. Dispnea 2. Pola nafas membaik Batuk
3. Dyspnea berkurang
6. Pola nafas berubah 4. Monitor sputum
7. Frekuensi nafas (jumlah, warna,
bertambah aroma)
5. Monitor tanda &
gejala infeksi
saluran nafas
Teraupetik
1. Posisikan semi
fowler
2. Berikan minum
air hangat
3. Lakukan
suction selama
15 detik
4. Berikan
oktisgen, jika
perlu Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000
ml/hari
2. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
4. Penglihatan kabur
5. P0₂ menurun Menurun 4. Monitor saturasi
6. Pusing 5. Gelisah menurun oksigen
7. Penglihatan kabur 6. Nafas cuping hidung 5. Monitor
8. Sianosis menurun kecepatan
9. Gelisah 7. PCO₂ membaik oksigen
10. Nafas cuping 8. PO₂ membaik 6. Monitor
hidung 9. Takikardi membaik kemampuan
11. Pola nafas abnormal 10. Sianosis membaik melepaskan
12. Kesadaran menurun 11. Pola nafas membaik oksigen
D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan yang
telah disusun selama fase perencanaan. Hal ini terdiri dari aktivvitas perawat dalam
membantu pasien mengatasi masalah kesehatannya dan juga untuk mencapai hasil
yang diharapkan dari pasien (Pangkey et al., 2021).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, di mana pada
dokumentasi ini akan membandingnkan secara sistematis dan terencana tentang
kesehatan pada pasien dengan tujuan yang telah diformulasikan dengan kenyataan
yang dialami oleh pasien dengan melibatkan pasien dan tenaga Kesehatan lainnya
(Pangkey et al., 2021).