Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHN DASAR OKSIGENISASI DENGAN

PEMBERIUAN TINDAKAN KEPERAWATAN

MELATIH BATUK EFEKTIF

OLEH :

Nisma Khairani

NIM : 2314901050

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( Ns. Amelia Susanti,S.Kep.,M.Kep.,Sp.,Kep.,J) (Ns. Elia Fitria, S.Kep)

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN DASAR (PPKD)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

TA. 2023/20204
KONSEP DASAR OKSIGENASI

A. Pengertian
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam
tubuh, oksigen berperan penting di dalam metabolisme sel. Kekurangan oksigen akan
menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian. Karenanya,
berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini terpenuhi
dengan baik.
Oksigenasi adalah proses penambahan O₂ ke dalam sistem (kimia/fisika). Oksigen
merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses
metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbondioksida, energi, dan air. Akan
tetapi, penambahan CO₂ yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan
dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel.
Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara individu dan lingkungan
yang berfungsi untuk memperoleh O₂ agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan
mengeluarkan CO₂ yang dihasilkan oleh sel. Saat bernapas, tubuh mengambil O₂dari
lingkungan untuk kemudian diangkut keseluruh tubuh (sel-selnya) melalui darah guna
dilakukan pembakaran. Selanjutnya, sisa pembakaran berupa CO₂ akan kembali diangkut
oleh darah ke paru-paru untuk dibuang ke lingkungan karena tidak berguna lagi oleh
tubuh.

B. Anatomi Fisiologi
Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan
respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011).
Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan
bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem
pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan
paru-paru (Peate and Nair, 2011).
a) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama dalam
sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal. Di
hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan hyaline
kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian eksternal
hidung memiliki tiga fungsi : (1) menghangatkan, melembabkan, dan menyaring
udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau); dan (3)
modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema.
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar pada
anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga mulut); rongga
hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra and Derrickson, 2014)
b) Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13 cm.
Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa. Otot
rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan apabila otot
rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah sebagai
saluran untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk suara saat
berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun terhadap benda asing)
(Tortorra and Derrickson, 2014)
c) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian
berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform, dan
corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan dimana jaringan ini
mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk
menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah tiroid,
epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi pita suara.
Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan minuman agar
melewati esofagus (Peate and Nair, 2011).
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati udara dari
laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia sehingga
dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong keatas melewati
esofagus untukditelan atau dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan bronkus juga
memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk, memaksa partikel besar yang
masuk kembali keatas (Peate and Nair, 2011).
e) Bronkus

Gambar. Struktur bronkus (Martini et al., 2012)


Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri, yang
mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam masing-masing
paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan semakin banyak
jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan
sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK sekresi mukus berlebih ke
dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan bronkitis kronis.
f) Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga lobus di
paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua paru terdapat
ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi jantung. Masing-
masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang disebut parietal dan
visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura
membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis cairan
pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga kedua lapisan
dapat bersinggungan
satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal
melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate and
Nair, 2011).

Gambar Alveoli (Sherwood, 2010)


Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole.
Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian akhir
bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil tempat dimana
terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel
alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa yang membentuk sebagian
besar dari lapisan dinding alveolar. Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan
ditemukan berada diantara sel alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama
pertukaran gas. Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas
yang mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini
mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab dan
menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks
fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang udara
dan darah terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana
keduanya membentuk membran respiratori (Tortora dan Derrickson, 2014).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan yaitu
respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada proses
metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal adalah
serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014).
Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:
1) Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru
2) Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi darah dan
karbondioksida berdifusi dari darah ke paru
3) Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru ke
jaringan tubuh atau sebaliknya
4) Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan karbondioksida
diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011)
C. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan oksigenasi
menurut yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,
cemas, penurunan, energi/kelelahan, kerusakan neuromusculer, kerusakan kognitif,
obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pemafasan dan adanya
perubahan membrane kapiler-alveoli
D. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses
ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-
paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan
baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang
menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke
jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain
kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti
perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas(Sasmi, 2016).
Gangguan-Gangguan pada Fungsi Pernafasan
 Perubahan Pola nafas
a. Takipnea
Frekuensi pernafasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi demam,
asidosis metabolic, nyeri dan pada kasus hiperkapnia atau hipoksemia.
b. Bradipnea
Frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal. Biasanya terlihat pada orang
yang baru menggunakan obat-obatan seperti morfin dan pada kasus alkalosis
metabolic, dan lain-lain.
c. Apnea
Biasanya juga disebut dengan henti napas.
d. Hiperventilasi
Peningkatan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini terjad saat
kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolic untuk pembuangan
karbondioksida.
e. Hipoventilasi
Penurunan jumlah udara yang memasuki paru-paru. Kondisi ini terjadi saat
ventilasi alveolar tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolic untuk
penyaluran oksigen dan pembuangan karbondioksida.
f. Pernapasan Kusmal
Salah satu jenis hiperventilasi yang menyertai asidosis metabolic.
g. Orthopnea
Ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dalam posisi tegak atau berdiri.
h. Dispnea
Kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas.

E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu:
1) EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi
impuls dan posisi listrik jantung.
2) Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond jantung terhadap
stres fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respond miokard terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner
3) Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasidan oksigenasi; pemeriksaan
fungsi paru, analisis gas darah (AGD).
F. Penatalaksaan Medis
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan pemberian
oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi
oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi respiratorik,
mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta
mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian oksigen
dapat dilakukan pada :

1. Perubahan frekuensi atau pola napas


2. Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3. Hipoksemia
4. Menurunnya kerja napas
5. Menurunnya kerja miokard
6. Trauma berat

Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa metode diantar


adalah inhalasi oksigen (pemberian oksigen) fisioterapi dada napas dalam dan batuk efektif
dan penghisapan lendir atau sobtioning ( Abdullah 2014).

a. Inhalasi oksigen Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan dengan cara


memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran pernapsan dengan menggunakan alat
bantu oksigen. Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi kebutuhan oksigen dan mencega
terjadinya hipoksia. Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi
oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.

1) Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien yang memerlukan oksigen
dan masih mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini
diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen diantaranya
dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong
rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non rebreathing.

1. Nasal kanula/binasal kanula. Nasal kanula merupakan alat yang sederhana dan dapat
memberikan oksigen dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar
20% - 40%.
2. Sungkup muka sederhana Sungkup muka sederhana diberikan secara selang-seling
atau dengan aliran 5 – 10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.
3. Sungkup muka dengan kantong rebreathing Sungkup muka dengan kantong
rebreathing memiliki kantong yang terus mengembang baik pada saat inspirasi dan
ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang
antara sungkup dan kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar yang
masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit,
dengan konsentrasi 60 – 80%.
4. Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing Sungkup muka nonrebreathing
mempunyai dua katup, satu katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat
ekspirasi dan satu katup yang fungsinya mencegah udara masuk pada saat inspirasi
dan akan membuka pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran 10 – 12
liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 – 100%

2) Sistem aliran tinggi Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen dengan FiO2 lebih stabil
dan tidak terpengaruh oleh tipe pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen
yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah dengan ventury mask
atau sungkup muka dengan ventury dengan aliran sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip
pemberian oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju sungkup diatur dengan alat
yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur sesuai dengan warna alat, misalnya : warna
biru 24%, putih 28%, jingga 31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.

b.Fisioterapi dada

merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara postural drainase,


clapping, dan vibrating, pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini
dilakukan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan
napas (Eki, 2017)

1. Perkusi

Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada punggung pasien
yang menyerupai mangkok dengan kekuatan penuh yang dilakukan secara bergantian
dengan tujuan melepaskan sekret pada dinding bronkus sehingga pernapasan menjadi
lancar.
2. Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara memberikan getaran
yang kuat dengan menggunakan kedua tangan yang diletakkan pada dada pasien
secara mendatar, tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan turbulensi udara yang
dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus terlepas.
3. Postural drainase Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran
sekret dari berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan
dalam pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen paru.
4. Napas dalam batuk efektif Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk
memperbaiki ventilasi alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasis, meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk
efektif merupakan cara yang dilakukan untuk melatih pasien untuk memiliki
kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea,
dan bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan napas (Eki, 2017) 5) Penghisapan
lendir Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lender sendiri. Tindakan ini
memiliki tujuan untuk membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigen
(Eki, 2017) .
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan

Menurut Brunner & Suddarth (2016), pengkajian keperawatan untuk pasien


gagal jantung berfokus pada pemantauan keefektifan terapi dan kemampuan pasien
untuk memahami dan menjelaskan strategi manajemen diri. Tanda dan gejala kongesti
paru dan kelebihan beban cairan harus segera dilaporkan yang akan mengganggu
pemenuhan kebutuhan oksigen atau timbulnya masalah oksigenasi.

1. Pengkajian

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam


menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan,
kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese,
pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

b. Anamnese

1) Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.

2) Keluhan Utama

Batuk, sesak nafas, dahak tidak bisa keluar dan demam tidak terlalu tinggi tiga hari
yang lalu.

3) Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya sesak nafas, penyebab terjadinya sesak nafas, serta
upaya yang telah dilakukan oleh pasien untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat sesak nafas atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
pernafasan pada kasus terdahuluserta tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat sakit yang sama pada keluarga atau penyakit lain yang berpotensi
menurun atau menular pada anggota keluarga lain

6) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.

c. Pemeriksaan fisik

1) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda
– tanda vital.

2) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

3) Sistem integument

Kaji seluruh permukaan kulit, adakah turgor kulit menurun, luka atau warna
kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit, tekstur rambut dan kuku

4) Sistem pernafasan
Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan terdapat retraksi dinding
dada, serta suara tambahan nafas.

5) Sistem kardiovaskuler

Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang,takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,kardiomegalis.

6) Sistem gastrointestinal

Pengkajian untuk mengetahui adakah polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,


konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

7) Sistem urinary

Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa
panas atau sakit saat berkemih.

8) Sistem musculoskeletal

Kaji penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, apakah cepat
lelah, lemah dan nyeri, apakah adanya gangren di ekstrimitas.

9) Sistem neurologis

Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi penurunan sensoris, parasthesia,


anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, dan disorientasi.

d. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:

1) Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil

meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal,walaupun terdapat


komplikasi asma

2) Analisa gas darah:


- Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian
PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk.

- Kadang – kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi.

- Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.

- Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan,
dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

- Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

3) Pemeriksaan sputum:

- Kristal –kristal charcotleyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.

- Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-
cabang bronkus.

- Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

- Terdapatnya neutrofileosinofil.

e. Pemeriksaan Radiologi Foto Thoraks:

1) Jika disertai dengan bronkhitis, bercakanhilus akan bertambah.

2) Jika terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang


bertambah.

3) Jika terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.

f. Lain –Lain

1) Tes fungsi paru: Untuk mengetahui fungsi paru, menetapkan luas beratnya
penyakit, mendiagnosis keadaan.

2) Spirometristatik: Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.


B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk yang tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d dispnea
NO DIAGNOSA TUJUAN SLKI SIKI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Bersihnya jalan Setelah Bersihan Jalan Latihan Batuk Efektif 1. Untuk
napas tidak efektif dilakukan Napas Definisi : melatih memaksimalkan
b.d batuk yang intervensi pasien yang tidak ventilasi
tidak efektif selama 3 x 24 1.Batuk efektif: 3 memiliki kemampua
jam maka sedang batuk efektif untuk 2.untuk
Pernapasan membersihkan laring, mengetahui
Akan 2.Sulit berbicara: 4 trakea, dan bronkiolus adanya suara
meningkat cukup membaik dari jalan napas atau tambahan
bendaasing di dalam
3.Sianosi: 3 sedang jalan napas 3. untuk
Tindakan/ observasi memenuhi
4.Gelisah: 3 sedang → Identifikasi kebutuhan
kemampuan batuk oksigen
5.Frekuensi napas → Monitor tanda dan
gejala infeksi saluran 4.untuk
6.cukup membaik napas memperbaiki
pola napas
7.Pola napas: 4 → Monitor input dan
cukup membaik output cairan (mis. 5.untuk
Jumlah dan karateristik mengoktimalkan
Kontol Gejala T erapeutik pernapasan
a. Kemampuan → Atur posisi semi
memonitor fowler atau fowler
munculnya gejala → Pasang perlak dan
secara mandiri: 3 bengkok di pangkuan
sedang pasien → Buang sekret
pada tempat sputum
b. Kemampuan Edukasi
memonitor lama → Jelaskan tujuan dan
bertahannya gejala: prosedur batuk efektif
3 sedang
cv → Anjurkan tarik
c. Kemampuan napas melaluihidung
memonitor selama 4 detik, diahan
selama 2 detik
gejala (2 menurun) kemudian dari mulut
dengan bibir mecucu
Tingkat Infeksi selama 8 detik
→ Anjurkan
variasi cukup mengulangi tarik napas
dalam hingga 3kali
1. Nafsu makan: 1
menurun Kolaborasi

→ Kolaborasi
pemberian mukolitik
2. Demam: 2 cukup atau ekspektoran jika
meningkat perlu Edukasi
Fisioterapi Dada
3. Kemerahan: 3 Definisi : Mengajarkan
sedang memobilisasi sekresi
napas melalui perkusi,
getaran, dan drainase
postural Tindakan
/observasi
→ Identifikasi
kemampuan pasien dan
keluarga menerima
informasi T erapeutik
→ Persiapan materi
dan edukasi
→ Jadwalkan
waktuyang tepat untuk
memberikan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan dengan
pasien dan keluarga

→ Berikan kesempatan
pasien dan keluarga
untuk bertanya

Edukasi

→ Jelaskan
kontraindikasi
fisioterapi dada
→ Jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi
dada → Ajarkan
mengeluarkan sekret
melalui pernapasan
dalam

→ Ajarkan batuk
selama dan setelah
prosedur

2 Pola napas tidak Setelah Kriteria Hasil: 1. Pemantauan Respirasi → Untuk


efektif b.d dilakukan mengetahui
hambatan upaya intervensi 1.Tekanan ekpirasi: Observasi frekuenasi,
napas d.d dispnea selama 3 x 24 4 cukup meningkat irama,
jam maka kedalamandan
pola napas 2.Teknan inspirasi: → Monitor frekuensi, upaya napas baik
akan membai 4 cukup meningkat irama, kedalaman, dan atau buruk
upaya napas
3. Dispnea: 3 → Untuk
sedang → Monitor pola napas mengetahui
(seperti bradipnea, kemampuan
4. Frekuensi napas: takipnea, hiperventilasi, batuk
3 sedang Kussmaul, Cheyne
Stokes, Biot, ataksik0
→Untuk
5.Kedalaman napas mengetahui
: 4 cukup membaik → Monitor kemampuan adanya bunyi
batuk efektif tambahan saat
6.Ekskursi dada: 3 bernapas
sedang → Monitor adanya
produksi sputum → Untuk
mngetahui
→ Monitor adanya adanya sputum
sumbatan jalan napas

→ Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru

→ Auskultasi bunyi
napas

→ Monitor saturasi
oksigen

→ Monitor nilai AGD

→ Monitor hasil x-ray


toraks Terapeutik

→ Atur interval waktu


pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien

→ Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi

→ Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan

→ Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Manajemen Jalan
Napas

Observasi

→ Monitor pola napas


(frekuensi, kedalaman,

usaha napas)

→ Monitor bunyi napas


tambahan (mis.
Gurgling,

mengi, weezing, ronkhi


kering)

→ Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

→ Pertahankan
kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust jika
curigatrauma cervical)

→ Posisikan semi-
Fowler atau Fowler

→ Berikan minum
hangat

→ Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu

→ Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik

→ Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum

→ Penghisapan
endotrakeal
→ Keluarkan
sumbatan benda padat
denganforsepMcGill

→ Berikan oksigen,
jika perlu Edukasi

→ Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jikatidak kontraindikasi
ajarkan teknik batuk
efektif.

Kalaborasi

Kalaborasi pemberian
bronkodilator
ekspektron mukolitik
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, Judith. M. 2006. Diagnosa Keperawatan NIC dan NOC, Edisi 7.Jakarta: EGC

Mubarak,Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta : EGC.

Arief mansjoer. 2011. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3, jakarta FKUI.

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah. Edisi 8, Vol. 3, jakarta,
EGC.

Doengoes. E. marlynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan keperawatan, jakarta, EGC.

Elisabeth j.corwin, 2011 buku saku patofisiologi.jakarta EGC.

Anda mungkin juga menyukai