Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA PADA PASIEN


DENGAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

SAMUDRA TITTO ALIF RAMADHAN


042SYE21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

Disusun oleh:
SAMUDRA TITTO ALIF RAMADHAN
042SYE21

Laporan pendahuluan telah dikonsultasikan dan disetujui.

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Klinik

Kurniati Prihatin, S.Kep., Ners., M.kep Siti Fatimah, S.Kep., Ners


( , , 20 ) ( , , 20 )
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN OKSIGENASI

Rumah Sakit : RSUD PROVINSI NTB Nama Mahasiswa : Samudra Titto Alif R.
Tanggal : 26 Desember 2022 NIM/Kelompok : 042SYE21 / 3
Inisial Pasien :
Umur/No.Reg :

I. Masalah Keperawatan Dasar


Oksigen adalah salah satu kebutuhan yang paling vital bagi tubuh. Otak masih
mampu mentoleransi kekurangan oksigen antara 3-5 menit. Apabila kekurangan oksigen
berlangsung lebih dari 5 menit, maka terjadi kerusakan sel otak secara permanen.. Selain
itu oksigen digunakan oleh sel tubuh untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme
sel. Oksigen akan digunakan dalam metabolisme sel membentuk ATP (Adenosin
Trifosfat) yang merupakan sumber energi bagi sel tubuh agar berfungsi secara optimal.
Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dengan cara
melancarkan saluran masuknya oksigen atau memberikan aliran gas oksigen (O2)
sehingga konsentrasioksigen meningkat dalam tubuh. Oksigenasi adalah memberikan
aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21% pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi
oksigen meningkat dalam tubuh.
II. Landasan Teori
a. Konsep Fisiologis
Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan
respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011).

Gambar Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson, 2014)

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan
bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan
sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair,
2011).
1) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama
dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian
internal. Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang
dan hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari
bagian eksternal hidung memiliki tiga fungsi :
a) Menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk.
b) Mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau).
c) Modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan
bergema.
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang
besar pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga
mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra and
Derrickson, 2014).
2) Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang
13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan.
Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan
ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan
pada reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014).
3) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3
bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid,
cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal
sebenarnya) untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian
tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya
berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan
mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate and Nair,
2011).
4) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan
didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak.
Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk,
memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair, 2011).
5) Bronkus

Gambar. Struktur bronkus (Martini et al., 2012)


6) Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua
paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi
jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang
disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding toraks
sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura
terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua
pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas.
Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain,
seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).

Gambar Alveoli (Sherwood, 2010)


Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu
bronchiole. Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal.
Di bagian akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung
udara kecil tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding
alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel
skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding alveolar.
Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel
alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas. Sel
alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang
mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini
mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap
lembab dan menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan
campuran kompleks fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara ruang udara dan darah terjadi secara difusi melewati
dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya membentuk membran respiratori
(Tortora dan Derrickson, 2014).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan
yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada
proses metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal
adalah serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014).
Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:
a) Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru.
b) Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi
darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru.
c) Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru ke
jaringan tubuh atau sebaliknya.
d) Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011).
b. Definisi
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam proses
kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh.
Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus terpenuhi karena apabila berkurang maka
akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila berlangsung lama akan
menyebabkan kematian Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat
dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasan
jalan nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan
memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara normal (Taqwaningtyas, Ficka
(2013)(Budyasih, 2014).
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh
bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen
merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses
penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya
berlaku apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga merupakan sumber tenaga
yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013, Eki, 2017).
Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari.
Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisiologis,
perkembangan, perilaku, dan lingkungan (Ernawati, 2012).
c. Karakteristik
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi.
1) Ventilasi Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan
atmosfer kedalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a) Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi
tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya.
b) Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspansi atau kembang kempis.
c) Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri
atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf
otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi
sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau
proses penyempitan.
d) Adanya reflek batuk dan muntah Adanya peran mukus sillialis sebagai
penangkal benda asing yang mengandung interferon dan dapat mengikat
virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complience recoil.
Complience yaitu kemampuan paru untuk meengembang dan dipengaruhi
oleh berbagai faktor yaitu adanya sulfaktor pada lapisan alveoli yang
berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara
yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan thoraks. Sulfaktor
diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan disekresi saat pasien
menerik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan
co2 atau kontraksi menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi
recoil terganggu maka co2 tidak dapat dikelurkan secara maksimal. Pusat
pernapasan yaitu medula oblongata dan pons dapat mempengaruhi proses
ventilasi, karena c02 memiliki kemampuan merangsang pusat pernapasan.
Peningkatan co2 dalam batas 6 mmhg dapat dengan baik merangsang pusat
pernapasan dan bila PaCO, kurang dari sama dengan 80 mmhg maka dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2) Difusi gas Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kamler paru
dan CO2 , di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor :
a) Luasnya permukaan paru
b) Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi antara epitel
alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi
apabila terjadi proses penebalan.
c) Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagai mana O2
dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2 dari rongga
alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam darah vena pulmonalis (masuk
dalam darah secara berdifusi ) dan PaCO. Dalam arteri pulmonalis juga
akan berdifusi ke dalam alveoli.
d) Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat hb.
3) Transportasi gas Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan
tubuh CO2 ,jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan berikatan
dengan hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut dalam plasma (3 %)
sedangkan co2 akan berikatan dengan hb membentuk karbominohemiglobin (3o
%) dan larut dalm plasma (50%) dan sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah
(65%). Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
a) Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah.
Normalnya 5 L/menit. Dalam kondisi patologi yang dapat menurunkan
kardiak output (misal pada kerusakan otot jantung, kehilangan darah) akan
mengurangi jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan umumnya jantung
menkompensasi dengan menambahkan rata-rata pemompaannya untuk
meningkatkan transport oksigen.
b) Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung berpengaruh
terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan menyebabkan peningkatkan
transport o2 (20 x kondisi normal). Meningkatkan kardiak output dan
penggunaan o2 oleh sel (Pradana, 2019).
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
1) Faktor fisiologis
a) Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.
b) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluaran
napas bagian atas.
c) Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan
transport O2 terganggu.
d) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam,ibu hamil, luka.
e) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta penyakit kronis
seperti TB paru.
2) Faktor perkembangan
a) Bayi premature.
b) Bayi dan toodler.
c) Anak usia sekolah dan pertengahan.
d) Dewasa tua
3) Faktor prilaku
a) Nutrisi.
b) Latihan fisik
c) Merokok
d) Penyalahgunaan substansi kecemasan
4) Faktor lingkungan
a) Tempat kerja
b) Suhu lingkungan
c) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita & Reni, 2017)
e. Masalah/ Gangguan Yang Timbul Pada Kebutuhan Dasar Manusia
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), tipe kekurangan Oksigen dalam tubuh di bagi
menjadi 7 bagian yaitu:
1) Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam
darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri ( SaO2 ) dibawah normal (normal
PaO 85-100 mmHg, SaO,95%). Pada neonates, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 <
88%. Pada dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%.
Keadaan ini disebabkan oleh ganguuan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt),
atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hivoksemia, tubuh
akan melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan,
meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkata nadi.
Tanda dan gejala hipoksemia di anaranya sesak nafas, frekuensi nafas dapat
mencapai 35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal, serta sianosis.

2) Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya
pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang diinspirasi
atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat
terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia
antara lain:
a) Menurunnya hemoglobin
b) Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika kita berada di puncak
gunung.
c) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti pada keracunan
sianida.
d) Menurunya difusi oksigen dan alveoli ke dalam darah seperti pada
pneumonia.
e) Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok.
f) Kerusakan atau gangguan ventilasi Tanda-tanda hipoksia di antaranya
kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi
meningkat, pernapasan cepat dan dalam sianosis sesak nafas, serta jari tabuh
(clubling finger).
3) Gagal nafas
Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan
oksigen karna pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekut sehingga
terjadi kegagalan pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal napas
ditandai oleh adanya peningkatan gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal nafas
di tandai oleh adanya peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara
signifikan. Gagal nafas dapat disebabkan oleh gangguan system saraf pusat yang
mengontrol system pernapasan, kelemahan neuromuscular, keracunan obat,
gangguan metabolism, kelemahan otot pernapsan, dan obstruktif jalan nafas.
4) Perubahan pola nafas
Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa sekitar 12-20
x/menit,dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola nafas dapat berupa hal-hal
sebagai berikut:
a) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan asma.
b) Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.
c) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih
dari 24 x/menit.
d) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan
frekuensi kurang dari 16x/menit.
e) Kussmaul, yaitu pernpasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama,
sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada pasien koma
dengan penyakit diabetes mellitus dan uremia.
f) Cheyne-stokes,merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian
berangsur-ansur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang secara
teratur. Misalnya pada keracunan obat bius,penyakit jantung, dan penyakit
ginjal.
g) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea dengan
periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis (Ambara, 2019).

III. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat
diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya.
b. Anamnase
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Batuk, sesak nafas, dahak tidak bisa keluar dan demam tidak terlalu
tinggi tiga hari yang lalu.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya sesak nafas, penyebab terjadinya
sesak nafas, serta upaya yang telah dilakukan oleh pasien untuk
mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat sesak nafas atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan pernafasan pada kasus terdahulu serta tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obatobatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat sakit yang sama pada keluarga atau penyakit lain
yang berpotensi menurun atau menular pada anggota keluarga lain
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
c. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integument
Kaji seluruh permukaan kulit, adakah turgor kulit menurun, luka
atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit, tekstur
rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan
terdapat retraksi dinding dada, serta suara tambahan nafas.
5) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan menurun,
nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal
Pengkajian untuk mengetahui adakah polifagi, polidipsi, mual,
muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7) Sistem urinary
Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine,
inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8) Sistem musculoskeletal
Kaji penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, apakah cepat lelah, lemah dan nyeri, apakah adanya gangren di
ekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental,
dan disorientasi.
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma.
2) Analisa gas darah:
a) Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk.
b) Kadang – kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi.
c) Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
d) Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan.
e) Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma
atopik.

3) Pemeriksaan sputum:
a) Kristal – kristal charcotleyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
b) Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan
silinder sel-sel cabang-cabang bronkus.
c) Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d) Terdapatnya neutrofileosinofil.
e. Pemeriksaan Radiologi
1) Jika disertai dengan bronkhitis, bercakanhilus akan bertambah.
2) Jika terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran
yang bertambah.
3) Jika terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat
pada paru.
f. Lain-lain
1) Tes fungsi paru: Untuk mengetahui fungsi paru, menetapkan luas
beratnya penyakit, mendiagnosis keadaan.
2) Spirometristatik: Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
2. Diagnose
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas.
b. Gangguan penyapihan ventilator b.d ketidakcukupan energy
c. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfisi.
d. Gangguan ventilasi spontan b.d gangguan metabolisme.
e. Pola napas tidak efektif b.d depresi pusat pernapasan.
f. Risiko aspirasi b.d gangguan menelan
3. Intervensi
No Dx. Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil (SLKI) (SIKI)
A D.0001 L.01001 1.01006
Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif
Efektif

Definisi: Ketidakmampuan Setelah dilakukan Definisi: Melatih pasien


membersihkan sekret atau intervensi keperawatan yang tidak memiliki
obstruksi jalan napas untukselama 3x 24 jam, maka kemampuan batuk
mempertahankan status
jalan kenyamanan secara efektif untuk
napas tetap paten. meningkat dengan membersihkan laring,
kriteria hasil : trakea dan brokiolus
Etiologi : 1. Batuk efektif dari sekret atau benda
- Fisiologis meningkat asing di jalan napas.
1. Spasme jalan napas 2. Produksi sputum
2. Hipersekresi jalan napas Tindakan :
menurun
3. Disfungsi neuromuskuler 3. Mengi menurun Observasi
1. dentifikasi
4. Benda asing dalam jalan 4. Wheezing menurun
kemampuan batuk
napas 5. Mekonium (pada 2. Monitor adanya
5. Adanya jalan napas neonates) menurun retensi sputum
buatan 6. Dyspnea menurun 3. Monitor tanda dan
6. Sekresi yang tertahan 7. Ortopnea menurun gejala infeksi
7. Hyperplasia dinding 8. Sulit bicara menurun saluran napas
jalan napas 9. Sianosis menurun 4. Monitor input dan
8. Proses infeksi 10. Gelisah menurun output cairan (mis.
9. Respon alergi 11. Frekuensi napas jumlah dan
10. Efek agen farmakologis membaik karakteristik)
(mis. anastesi) 12. Pola napas membaik
Terapeutik
- Situsional 1. Atur posisi
1. Merokok aktif semiFlower atau
2. Merokok pasif flower
3. Terpajan polutan 2. Pasang perlak dan
bengkok di
Gejala dan Tanda Mayor
- Subjektif (tidak tersedia) pangkuan pasien
- Objektif 3. Buang sekret pada
1. Batuk tidak efektif tempat sputum
2. Tidak mampu batuk
3. Sputum berlebih Edukasi
4. Mengi, wheezing 1. Jelaskan tujuan dan
dan/atau ronkhi kering prosedur batuk efektif
5. Meconium di jalan napas 2. Anjurkan tarik napas
(pada neonates) dalam melalui hidung
selama 4 detik,
Gejala dan Tanda Minor ditahan selama 2
- Subjektif detik, kemudian
1. Dispnea keluarkan dari mulut
2. Sulit bicara dengan bibir mencucu
3. Ortopnea (dibulatkan) selama 8
detik
- Objektif 3. Anjurkan mengulangi
1. Gelisah tarik napas dalam
2. Sianosis hingga 3 kali
3. Bunyi napas menurun 4. Anjurkan batuk
4. Frekuensi napas berubah dengan kuat langsung
5. Pola napas berubah setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kondisi Klinis Terkait
1. Gullian barre syndrome Kolaborasi
2. Sclerosis multiple 1. Kolaborasi pemberian
3. Myasthenia gravis bronkodilator,
4. Prosedur diagnostic ekspektoran,
(mis. bronkoskopi, mukolitik, jika perlu
transesophageal
echocardiography[TEE])
5. Depresi system saraf
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom aspirasi
meconium
10. Infeksi saluran napas
b D.0005 L.01004 1.01011
Pola Nafas Tidak Efektif Pola Napas Manajemen jalan napas
Setelah dilakukan Definisi: Manajemen
Definisi:
intervensi keperawatan jalan napas adalah
Inspirasi dan atau ekspirasi
yang tidak memberikan selama 3x 24 jam, maka intervensi yang
ventilasi adekuat. maka pola nafas dilakukan oleh perawat
membaik dengan untuk mengidentifikasi
Etiologi : kriteria hasil : dan mengelola
- Fisiologis 13. Dispnea menurun kepatenan jalan napas.
1. Depresi pusat
14. Penggunaan otot Tindakan :
pernapasan
bantu nafas menurun Observasi
2. Hambatan upaya napas
15. Pemanjangan fase 5. Monitor pola napas
(mis. Nyeri saat
ekspirasi menurun (frekuensi,
bernapas, kelemahan oto
16. Frekuensi napas kedalaman, usaha
pernapasan)
membaik napas)
3. Deformitas dinding dada
Kedalaman nafas 6. Monitor bunyi napas
4. Deformitas tulang dada membaik tambahan (misalnya:
5. Gangguan
gurgling, mengi,
Neuromuskuler
wheezing, ronchi
6. Gangguan Neurologis
kering)
(mis.
7. Monitor sputum
Elektroensefalogram
(jumlah, warna,
[EEG] positif, cedera
aroma.
kepala, gangguan
Terapeutik
kejang)
7. Imaturitas neurologis 1. Pertahankan
8. Penurunan energi kepatenan jalan napas
9. Obesitas dengan head-tilt dan
10. Posisi tubuh yang chin-lift (jaw thrust
menghambat ekspansi jika curiga trauma
paru fraktur servikal)
2. Posisikan semi-
11. Sindrom hipoventilasi
fowler atau fowler
12. Kerusakan inervasi 3. Berikan minum
diagfragma (kerusakan hangat
saraf C5 ke atas) 4. Lakukan fisioterapi
13. Cedera kepala Medula dada, jika perlu
spinalis 5. Lakukan penghisapan
14. Efek agen farmakologis lender kurang dari 15
detik
15. Kecemasan
6. Lakukan
hiperoksigenasi
Gejala & Tanda Mayor : sebelum penghisapan
- Subjektif : endotrakeal
1. Dispnea 7. Keluarkan sumbatan
- Objektif : benda padat dengan
1. Penggunaan otot bantu forsep McGill
pernapasan 8. Berikan oksigen, jika
2. Fase ekspirasi perlu
memanjang
Edukasi
3. Pola napas abnormal
5. Anjurkan asupan
(mis. takipnea, bradipnea,
cairan 2000 ml/hari,
hiperventilasi, kussmaul,
jika tidak ada
cheynestokes)
kontraindikasi
Gejala & Tanda Minor 6. Ajarkan Teknik batuk
- Subjektif : efektif
1. Ortopnea
- Objektif : Kolaborasi
1. Pernapasan pursed-lip Kolaborasi pemberian
2. Pernapasan cuping bronkodilator,
hidung ekspektoran, mukolitik,
jika perlu.
3. Diameter thoraks anterior
– posterior meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi
menurun
7. Tekanan inspirasi
menurun
8. Ekskursi dada berubah

Kondisi Klinis Terkait


1. Depresi sistem saraf
pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullain Bare Syndrome
5. Multiple Sclerosis
6. Stroke
7. Kuadriplegi
8. Intoksikasi Alkohol

4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaboraasi. Tindakan mandiri
adalah tindakan keperawatan berdasarkan abalisis dan kesimulan perawat serta
bukan atas petunjuk tenaga kesehatan yang lain. Sedangkan tindakan kolaborasi
adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama
dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi
Dalam proses keperawatan, evaluasi adalah suatu aktivitas yang
direncanakan, terus menerus, aktivitas yang disengaja dimana klien, keluarga
dan perawat serta tenaga kesehatan professional lainnya ikut serta dalam
menentukan (Potter & Perry, 2005).
a. Kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai.
b. Keefektifan dari rencana asuhan keperawatan..
(Wilkinsom, 2007)
Pada dasarnya tindakan evaluative adaalh sama dengan tindakan pengkajian,
tetapi dilakukan pada saat perawatan, dimana disisni juga akan disusun
keputusan tentang status klien dan kemajuan klien (Poter & Perry, 2005).
Maksud dari pengkajian adalah untuk mengidentifikasi apa yang harus
dilakukan jika terdapat suatu masalah. Sedangkan maksud dari evaluasi adaalh
menentukan apakah masalah yang di ketahui telah teratasi, memburuk atu
sebaliknya telah mengalami perubahan (Potter & Perry, 2005). Evaluasi daapt
dibagi dalam 2 jenis, yaitu :
a. Evaluasi akhir (sumatif)
Evaluasi sumatif menjelaskan perkembangan kondisi dengan menilai
apakah hasil yang di harapkan telah tercapai. Perawat enggunakan
pendokumentasian dari pengkajian dan criteria hasil yang diharapkan
sebagai dasar untuk menulis evaluasi sumatif. Tipe ecaluasi ini dilaksanakan
pada akhir asuhan keperawatan secaraaa paripurna. Format yang dipakai
adalah format SOAP (Setiadi, 2008).
b. Evaluasi berjalan (formatif)
Evaluasi ini menggunakan hasil observasi dan analisis perawat terhadap
respon klien segera setelah tindakan atau bisa juga disebut sebagai evaluasi
berjalan. Biasanya digunakan dalm catatan keperawatan, atau respon hasil
ketika melaksanakan implementasi (Deswani, 2009 dalam Mariati, Sumiati,
& Eliana, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Budyasih, S. (2014). Asuhan Keperawatan Pada... (S. Budyasih, Ed.) Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP.

Y, A. (2019). Konsep Kebutuhan Dasar Oksigenasi.

Eki. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pada Pasien
Dengan Congestive Heart Failure (Chf) Di Irna Penyakit Dalam Rsup Dr. M. Djamil
Padang Tahun 2017.

Pradana, F. A. A. (2019). Pada Pasien Dengan Gangguan Oksigenasi. (201902040042).

Sasmi, A. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Nn. R Dengan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi
Di. 0–27.

Nair, M., & Peate, I., (2011). Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta : Bumi Medika.

Tortora, Gj, Derrickson, B. 2014. Principles Of Anatomy & Physiology 13th Edition. United
States Of America: John Wiley & Sons, Inc

Haswita & Reni, 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Tim

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Anda mungkin juga menyukai