Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN OKSIGENASI

DOSEN PEMBIMBING :
Siska Christianingsih, S.Kep.,Ns.,M.Kep

DI SUSUN OLEH :
Intan Christi Maskikit
2019.01.011

PRODI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH
SURABAYA
2021
I. KONSEP OKSIGENASI
1.1 Pengertian Oksigenasi
Oksigen adalah salah satu unsur penting yang dibutuhkan tubuh
bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen.
Oksigen adalah unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit
kesemua proses penting dalam tubuh seperti pernapasan, peredaran,
fungsi otak, membuang zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh,
pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya berlaku apabila
terdapat banyak oksigen. Oksigen juga merupakan salah satu sumber
tenaga yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah &
Kusnadi, 2013).
Oksigenasi adalah suatu proses penambahan oksigen (O₂) ke
dalam sistem tubuh baik itu yang bersifat kimia maupun fisika.
Oksigen yang ditambahkan kedalam tubuh dapat terjadi secara alami
dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi adalah proses
pertukaran gas antara individu dengan lingkungan yang dilakukan
dengan cara menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari
lingkungan dan kemudian udara dihembuskan untuk mengeluarkan
karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).
Dalam memenuhi kebutuhan oksigen salah satu cara yang dapat
dilakukan yaitu dengan diberikan terapi oksigen. Terapi oksigen
merupakan masuknya oksigen tambahan dari luar ke dalam paru-paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat yang sesuai
dengan kebutuhan (Standar Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes.
RI, (2005).
Tujuan pemberian terapi oksigen yaitu untuk mempertahankan
oksigenasi jaringan tetap adekuat serta dapat menurunkan kerja
miokard akibat kekurangan suplai oksigen (Harahap, 2004).

1.2 Anatomi Fisiologi Oksigenasi


Sistem respirasi merupakan suatu sistem yang memiliki fungsi
utama untuk melakukan respirasi yang dimana respirasi adalah proses
mengumpulkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Sistem
respirasi memiliki fungsi utama yaitu memastikan bahwa tubuh dapat
mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk metabolisme sel
serta melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011).

Gambar organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson,


2014).
Sistem pernafasan terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan
sistem pernafasan bawah. Sistem pernapasan atas terdiri dari hidung,
faring dan laring. Sedangkan untuk sistem pernapasan bagian bawah
terdiri atas trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).
a) Hidung
udara pertama kali masuk melalui hidung. Hidung adalah organ
pertama pada sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal
(terlihat) dan internal. Dibagian eksternal pada hidung terdapat
rangka penunjang berupa tulang dan hyaline kartilago yang
terbungkus oleh otot dan kulit. Sedangkan untuk struktur interior
pada bagian eksternal hidung mempunyai tiga fungsi : (1)
menghangatkan, melembabkan, serta menyaring udara yang akan
masuk; (2) mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau); dan (3)
modifikasi getaran suara melalui bilik resonansi yang besar dan
bergema. Rongga hidung sebagai internal dapat digambarkan
sebagai ruang yang besar pada anterior tengkorak (Inferior pada
tulang hidung; superior pada rongga mulut); rongga hidung
dibatasi oleh otot dan membrane mukosa (Tortorra and Derrickson,
2014).

b) Faring
Faring atau biasa disebut dengan tenggorokan, merupakan saluran
berbentuk corong dan memeiliki panjang 13 cm. Dinding pada
faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otor rangka yang terelaksasi dapat membuat faring dalam
posisi tetap sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang
terjadi proses menelan. faring mempunyai fungsi sebagai saluran
untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk
suara pada saat akan berbicara, dan tempat bagi tonsil (yang
berperan pada reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and
Derrickson, 2014).

c) Laring
Pada laring tersusu atas 9 jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan
3 bagian berpasangan. pada 3 bagian laring yang berpasangan
adalah kartilago arytenoid, cuneiform, dan corniculate. Arytenoid
merupakan suatu bagian paling signifikan dimana jaringan ini
dapat mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal
sebenarnya) untuk menghasilkan suara. Sedangkan pada 3 bagian
lain yang merupakan bagian tunggal adalah tiroid, epiglotis, dan
cricoid. Pada tiroid dan cricoid keduanya memiliki fungsi untuk
melindungi pita suara. Epiglotis melindungi bagian saluran udara
dan mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus
(Peate and Nair, 2011).

d) Trakea
Trakea atau biasa disebut batang tenggorokan merupakan saluran
tubuler yang dilewati udara dari laring menuju ke paru-paru.
Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia sehingga dapat
menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong ke
bagian atas melewati esofagus unuk ditelan atau dikeluarkan lewat
dahak. Trakea dan bronkus juga mempunyai reseptor iritan yang
dapat menstimulasi batuk, memaksa partikel besar yang masuk
kembali ke atas (Peate and Nair, 2011).

e) Bronkus

Gambar. Struktur bronkus (Martini et al., 2012)


Trakea terbagi atas dua cabang utama, yaitu bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri.
Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin
sempit, pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti
percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan
bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK sekresi mukus
berlebih kedalam cabang bronkus sehingga menyebabkan bronkitis
kronis.

f) Paru-paru
pada paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut dengan
lobus. Terdapat tiga lobus di paru sebelah kanan dan dua lobus
diparu sebelah kiri. Diantara kedua paru terdapat ruang yang
bernama cardiac notch yang merupaka tempat bagi jantung.
Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis
yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi
dinding toraks sedangkan pada visceral pleura membatasi paru itu
snediri. Diantara kedua pleura tersebut terdapat lapisan tipis cairan
pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua pleura
sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain pada
saat bernafas. Cairan ini juga dapat membantu pleura visceral dan
parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang
melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).

Gambar Alveoli (Sherwood, 2010)


Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga menjadi beberapa
bagian kecil yaitu bronchiole.
Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole
terminal. Pada bagian akhir bronchiole terminal terdapat
sekumpulan alveolus, kantung udara kecil tempat dimana terjadi
pertukaran gas. (Sherwood, 2010). Pada dinding alveoli terdiri dari
dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel
skuamosa biasa yang membentuk sebagian besar dari lapisan
dinding alveolar. Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan
ditemukan berada diantara sel alveolar tipe I. Sel alveolar tipe I
merupakan tempat utama pertukaran gas. Sedangkan sel alveolar
tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang
mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Pada
cairan ini mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga
permukaan antar sel tetap lembab serta dapat menurunkan tekanan
pada cairan alveolar. Surfaktan adalah suatu campuran komplek
fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida
antara ruang udara dan darah terjadi secara difusi melewati dinding
alveolar dan kapiler eksternal. Respirasi seluler adalah prose
metabolisme intraseluler yang terjadi di mitokondria. Sedangkan
pada respirasi eksternal merupakan serangkian proses yang terjadi
pada saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
lingkungan eksternal dan sel-sel pada tubuh (Sherwood, 2014).
Ada empat proses utama pada proses respirasi yaitu: 1) Ventilasi
pulmonar adalah udara yang masuk dan keluar dari paru. 2)
Respirasi eksternal yaitu oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi
darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru. 3)
Transport gas adalah proses bagaimana oksigen dan
karbondioksida dibawa dari paru ke jaringan tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011).

1.3 Etiologi
a. Faktor fisiologis
1) Menurunnya kapasitas O₂ seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O₂ yang diinspirasi seperti pada
obstruksi saluran pernapasan bagian atas.
3) Hipovolemia adalah kondisi tekanan darah menurun
mengakibatkan transport O₂ terganggu.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu
hami, luka.
5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti
pada kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal,
serta penyakit kronis seperti TB paru.

b. Faktor Perkembangan
1) Bayi Prematur
2) Bayi dan toodler
3) Anak usia sekolah dan pertengahan
4) Dewasa tua

c. Faktor Prilaku
1) Nutrisi
2) Latihan fisik
3) Meroko
4) Penyalahgunaan substansi kecemasan

d. Faktor Lingkungan
1) Tempat kerja
2) Suhulingkungan
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita & Reni, 2017)

1.4 Patofisiologi
Pada proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan
transportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen
yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini
terdapat obstrukasi maka oksigen tidak akan dapat tersalur dengan baik
dan sumbatan tersebut akan direspon jalan napas sebagai benda asing
yang dapat menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan
menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakann yang
terjadi pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi
seperti perubahan volume sekuncep, afterload, preload, dan
kotraktilitas miokrad juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Sasmi,
2016).

1.5 Manifestasi Klinis


Terdapat tekanan inspirasi /ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaan otot nafas
tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping
hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi
tubuh menunjukkan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi
memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas
kurang, penurunan kapasitas vital menjadi gangguan oksigenasi
(NANDA, 2011). Berikut ini beberapa tanda dan gejala yang terjadi
pada kerusakan perukaran gas yaitu: takikardi, hiperkapnea, kelelahan,
somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingunan, AGS abnormal, sianosis,
warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia,
hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan
kedalaman nafas (NANDA, 2011).

1.6 Penatalaksanaan
Terapi oksigenasi merupakan tindakan tindakan pemberian oksigen
melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau FiO ₂ > 21 %.
Tujuan dari terapi oksigen yaitu untuk mengoptimalkan oksigenasi
jaringan serta mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksia
jaringan, menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta
mempertahankan PaO₂ > 60 % mmHg atau SaO₂ > 90 %. Indikasi
pemberian oksigen dapat dilakukan pada:
1) Perubahan frekuensi atau pola napas
2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3) Hipoksemia
4) Kerja napas menurun
5) kerja miokard menurun
6) Trauma berat (Tarwoto dan Wartonah, 2011).
Dalam memenuhi kebutuhan oksigen dapat menggunakan beberapa
metode, yaitu inhalasi oksigen (pemberian oksigen0 fisiotrapi dada,
napas dalam dan batuk efektif, dan penghisapan lendir atau subtioning
(Abdullah, 2004).
a. Inhalasi oksigen pemberian oksigen adalah suatu tindakan
keperawatan yang dilakukan dengan cara memberikan oksigen
kedalam paru-paru melalui saluran pernapasan dengan
menggunakan alat bantu oksigen.
Pemberian oksigen untuk pasien dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu melalui kanula, nasal, dan masker tujuannya untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan dapat mencegah terjadinya hipoksia.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem
inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1) Sistem aliran rendah
Ditunjukan untuk klien yang memerlukan oksigen dan masih
mampu bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang normal.
Sistem ini dapat diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan. Pemberian oksigen dengan menggunakan naal kanula,
sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong
rebreathing dan sungkup muka dengan kantong non
rebreathing.
 Nasal kanula atau binasal kanula. Merupakan suatu alat
sederhana yang dapat memberikan oksigen dengan aliran 1-
6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20%-40%.
 Sungkup muka sederhana. Dapat diberikan secara selang-
seling atau dengan aliran 5-10 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen 40-60%.
 Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Mmeiliki
kantong yang dapat terus mengembang baik pada saat
inspirasi maupun ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi,
oksigen akan masuk dari sungkup melalui lubang antara
sungkup dan kantong reservoir, ditambah oksigen dari
udara kamar yang akan masuk kedalam lubang ekspirasi
pada kantong. Aliran oksigennya adalah 8-10 liter/menit,
dengan konsentrasi 60-80%.
 Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing. Memiliki
dua katup, satu katup akan terbuka pada saat inspirasi
sedangkan akan tertutup pada saat ekspirasi. Pemberian
oksigen denga aliran 10-12 liter/menit dengan konsentrasi
oksigen 80-100%.
2) Sistem aliran tinggi. Pada sistem ini memungkinkan pemberian
oksigen FiO₂ lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe
pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen
yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem ini yaitu
dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury
dengan aliran sekitar 2-5 liter./menit. Prinsip pemberian
oksigen ventury yaitu oksigen yang menuju sungkup dapat
diatur dengan alat yang memungkinkan konsentrasi serta dapat
diatur sesuai dengan warna alat, misalnya: warna biru 24%,
putih 28%, hingga 31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau
60%.

b. Fisioterapi dada
Merupakan suatu tindakan keperawatan yang dilakukan dengan
cara postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien dengan
gangguan sistem pernapasan. Tujuan tindakan ini dilakukan untuk
meningkatkat efisiensi pola pernapasan dan membersihkan jalan
napas
(Eki, 2017).
1) Perkusi
Merupakan suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada
punggung pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatu
penuh dilakukan secara bergantian dengan tujuan untuk
melepaskan sekret pada dinding bronkus sehingga pernapasan
menjadi lancar.
2) Vibrasi
Adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan dengan
cara memberikan getaran yang kuat dengan menggunakan
kedua tangan yang diletakan pada pasien secara mendatar,
tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
turbulensi udara yang dihembuskan sehingga sputum yang ada
dalam bronkus terlepas.
3) Postural drainase
Adalah indakan keperawatan pengeluaran sekret dari berbagai
segmen paru denhan memanfaatkan gaya gravitasi bumi dan
dalam pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan posisi yang
berbeda di setiap segmen paru.
4) Nafas dalam dan batuk efektif
Latihan napas dalam dapat membantu memperbaiki ventilasi
alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasis,
meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan
batuk efektif merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk
melatih pasien guna memiliki kemampuan batuk secara efektif
serta mempunyai tujuan untuk membersihkan laring, trakea,
dan bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan napas (Eki,
2017).
5) Penghisapan lender
Penghisapan lender atau yang biasa disebut dengan suction
adalah suatu tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada
pasien yang tidak mampu mengeluarkan sekret atau lender
sendir i. Tujuan dari tindakan yang dilakukan adlah untuk
memberihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigen
(Eki, 2017).

1.7 Komplikasi
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), tipe kekurangan oksigen dalam
tubuh dibagi menjadi 7 bagian yaitu sebagai berikut:
1. Hipoksemia
Adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen di dalam darah arteri (PaO₂) atau saturasi O₂ arteri (SaO₂)
dibawah normal (normal PaO 85-100 mmHg, SaO 95%0. Pada
neonatus, PaO₂ < 50 mmHg atau SaO₂ < 88%. Sedangkan untuk
dewasa, anak, danbayi, PaO₂ < 60 mmHg atau SaO₂ < 90%.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi,
difusi, pirau (shunt), atau berada pada tempat yang kurang oksigen.
Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan melakukan kompensasi
dengan cara yang dapat meningkatkan pernapasan, meningkatkan
stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan nadi.
Terdapat tanda dan gejala hipoksemia yaitu sesak napas, frekuensi
nafas dapat mencapai 35 kali/menit, nadi cepat dan dangkal, serta
sianosis. dari gas yang diinspirasi ke jaringan.aitu
a. gangguan pernafasan
b. gangguan peredaran darah
c. gangguan sistem metabolisme
d. gangguan pemeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen
(nekrose)

2. Hipoksia
adalah suatu keadaan kekurangan oksigen dijaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defiensi
oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen
pada tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit
ventilasi berhenti spontan. Berikut ini beberapa penyebab lain
hipoksia, yaitu:
1) Homoglobin menurun
2) Kontraksi oksigen berkurang, misalnya jika kita berada di
puncak gunung.
3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperi keracunan
sianida
4) Difusi oksigen mnurun dan alveoli ke dalam darah seperti pada
pneumonia
5) Menurunnya perfusi jaringan seperti saat syok
6) Kerusakan atau adanya gangguan ventilasi. Tanda-tanda
seseorang mengalami hipksia yaitu kelelahan, kecemasa,
menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat,
pernapasan cepat dan dalam, sianosis, sesak napas, serta jari
tabuh (clubling finger).

3. Gagal nafas
Adalah suatu keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh dalam
memenuhi kebutuhan oksigen karna pasien kehilangan kemampuan
ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas
karbondioksida dan oksigen. Gagal nafas dapat ditandai dengan
adanya peningkatan CO₂ dan penurunan O₂ dalam dalam secara
signifikan. Gagal nafas dan juga disebabkan oleh adanya gangguan
sistem saraf pusat yang mengontrol sistem pernapasan, kelemahan
neuromuscular, keracuna obat, gangguan metabolisme, kelemahan
otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.

4. Perubahan pola nafas


Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa
sekitar 12-20 x/menit, dengan irama yang teratur serta inspirasi
lebih panjang dari ekspirasi. Pernapasan yang normal disebut
eupnea. Perubahan pola nafas dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1) Dispnea, adalah suatu keadaan dimana adanya kesulitan
bernapas, seperti pada pasien asma.
2) Apnea, merupakan suatu keadaan dimana tidak bernapas atau
berhenti bernapas.
3) Takipnea merupakan pernapasan yang lebih cepat dari pada
biasanya (normal) dengan frekuensi lebih dari 24 x/menit.
4) Bradipnea adalah suatu keadaan dimana pernapasan lebih
lambat (kurang) dari normal dengan frekuensi kurang dari 16
x/menit.
5) Kussmaul adalah kedaan dimana pernapasa dengan panjang
ekspirasi dan inspirasi sama, sehingga pernapasan akan
menjadi lambat dan dalam, seperti pada pasien koma dengan
penyakit diabetes melitus dan uremia.
6) Cheyne-Stokes, adalah pernapasan yang cepat dan dalam,
kemudian berangsur-ansur dangkal dan diikuti oleh periode
apnea yang berulang secara teratur. Misalnya keracunan obat
bius, penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
7) Biot yaitu pernapasan yang dalam dan dangkal disertai dengan
masa apnea serta periode yang tidak teratur, misalnya pada
meningitis.
1.8 WOC COS

Cedera

Cedera Cedera
Kepala Kepala

Trauma Cedera Gangguan


Cedera Fraktur Hematom
Tembak Di fusi Sistematik Traumatik

Hematoma Pendarahan Hematoma linea impresi Basis


epidural intracerebr subdural crani

Kebocoran
Kerusakan sawar Memicu respon liquor
darah otak pandangan
Port de’
Gangguan infiltrasi sel entree
autoregulasi arteriol PMU
MK: RISIKO
Inflamasi INFEKSI
Aliran darah ke Edema
otak menurun vasogenik
MK: HIPERTERMI

oksigen otak Edema


menurun cerebri
vasogen
MK: Peningkatan
GANGGUAN TIK
PERFUSI
JARINGAN
OTAK
Kerusakan Defisit Stress
otak sistematik
Ketokolamin
Penurunan abnormalitas meningkat
Gangguan Gangguan Gangguan kesehatan TTV
persepsi sensori bicara fungsi Sekresi asam
motorik MK: RISIKO lambung
JATUH meningkat
MK:
KERUSAKAN kesehatan
KOMUNIKASI
VERBAL muat dan
Heearing Penurunan Hemiplegia Hemiparese muntah
loss lapang
MK: NUTRISI
MK: RISIKO KURANG
JATUH MK: HAMBATAN DARI
MOBILITAS KEBUTUHAN
FISIK TUBUH

MK: GANGGUAN MK: DEFISIT


INTEGRITAS PERAWATAN DIRI
KULIT

Ketokolamin
meningkat
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
1. Identitas
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dimana
semua data dikumpulkan secara sistematis untuk menentukan
status kesehatan pasien.
Pengkajian juga di lakukan secara komprehensif terkait dengan
identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa,
nomor register, tanggal masuk RS dan diagnosa medis. Sedangkan
pengkajian pada oksigenasi meliputi masalah pernapasan duluh
dan sekarang; gaya hidup; adanya batuk; sputum; nyeri dan adanya
faktor resiko untuk gangguan status oksigenasi.
1) Masalah pernafasan duluh dan sekarang
2) Riwayat penyakit atau masalah pernapasan
a. Nyeri
b. Paparan lingkungan atau geografi
c. batuk
d. bunyi nafas mengi
e. faktor resiko penyakit paru
f. Frekuensi infeksi pernafasan
g. Masalah penyakit dahulu
h. Penggunaan obat
3) Adanya batuk dan penanganan
4) Kebiasaan Merokok
5) Masalah pada fungsi sistem kardiovaskuler
6) Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenasi
a. Riwayat hipertensi, penyakit jantung
b. Merokok
c. Usia paruh baya atau lanjut
d. Obesitas
e. Diet tinggi-lemat
f. Peningkatan kolesterol
7) Riwayat penggunaan medikasi
8) Stresor yang dialami
9) Status atau kondisi kesehatan (Mubarak, 2007).
10) Pola batuk dan Produksi Sputum
Tahap pengkajian dilakukan dengan cara menilai apakah batuk
tersebut termasuk batuk kering, keras, dan kuat dengan suara
yang mendesing, berat dan berubah-ubah. Serta dilakukan
pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada bagian
tenggorokan pada saat batuk kronis dan produktif atau saat
dimana pasien sedang makan, merokok, atau saat malam hari.

2. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan pengalaman klien saat
ini yang membentuk suatu kronologi dari terjadinya etiologi
hingga klien mengalami keluahan yang dirasakan.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu merupakan : suatu pengalaman atau
pernah mempunyai riwayat penyakit yang dirasakan dan di
rawat di rumah sakit, sepertimempunyai riwayat penyakit
diabetes militus.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Merupakan suatu penyakit yang pernah dialami atau sedang
dialami keluarga, baik penyakit yang sama dengan keluhan
klien ataupun penyakit lain.
4) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi
yang sedan dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit yang diderita klien.
5) Pemeriksaan Fisik
Merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan pada tubuh
seseorang.
a. Tanda-tanda vital
Pemeriksaan TTV yang dilakukan terdiri atas tekanan
darah, nadi, suhu, dan pernafasan.
b. Kepala dan rambut : warna rambut, distribusi, ada ketombe
atau ada kelainan atau tidak ada, ada nyeri tekan atau tidak,
ada luka atau tidak
c. Wajah : simetris/tidak pucat, ada nyeri tekan atau tidak
d. Mata : simetris/tidak, konjungtiva pucat/tidak,
ikterus/tidak
e. Hidung : bersih/tidak, ada polip/tidak, ada
secret/tidak
f. Telinga : bersih/tidak, ada serumen/tidak
g. Mulut dan gigi : bersih/tidak, ada stomatitits/tidak, ada
karies gigi/tidak, ada peradangan, pendarahan/tidak
h. Leher : ada pembesaran kelenjar tyroid/tidak, ada vena
jugularis/tidak
i. Dada : simetris/tidak, ada suara ronchi/tidak
j. Abdomen: Kembung/tidak, ada luka/tidak, ada suara bising
usus/tidak
k. Genetalia : bersih/tidak
l. Ekstermitas : ada luka/tidak, adanya nyeri/tidak pada saat
BAK
m. Inspeksi meliputi:
 penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah nafas
spontan melalui hidung, mulut, oral, nasal atau
menggunakan selang endotrakeal atau trakeostomi,
kemudia juga menentukan status kondisi seperti
kebersihan, ada atau tidaknya sekret, perdarahan,
bengkak, atau obstruksi mekanik
 Penghitungan frekuensi pernafasan dalam waktu 1
menit (umumnya pada wanita bernafas sedikit lebih
cepat)
 Pemeriksaan sifat pernafasan, meliputi torakal,
abdominal atau kombinasi keduanya
 Pengkajian irama pernapasan dengan cara menelaah
masa inspirasi dengan ekspirasi (irama pernafasan pada
orang dewasa yang sehat lebih teratur dan menjadi
cepat jika terjadi pengeluaran tenaga dalam keadaan
terangsang atau emosi. sehingga yang perluh
diperhatikan pada irama pernafasan yaitu perbandingan
antara inspirasi dan ekspirasi. Pada keadaan normal,
ekspirasi akan lebih lama dari pada inspirasi, yaitu 2:1.
Sedangkan pada orang yang mengalami sesak nafas,
ekspirasinya yang akan lebih pendek dari inspirasi.
 Pengkajian dalam/dangkalnya pernafasan (pada
pernafasan yang dangkal, dinding thoraks tampak
hampir tidak akan bergerak. Gejala ini dapat terjadi jika
terdapat empisema atau jika pergerakan dinding thoraks
menimbulkan rasa sakit dan juga jika pada rongga
thoraks terjadi proses desak ruang, seperti penimbunan
cairan dalam rongga pleura dan perikardium serta
konsolidasi yang dangkal dan lambat).
n. Palpasi
Pemeriksaan ini dapat berguna untuk mendeteksi kelainan,
seperti nyeri tekan yang dapat timbul akibat luka,
peredangan setempat, metastasis, tumor ganas, pleuritis,
atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi ini
dapat dilakukan untuk menentukan besar, konsistensi, suhu,
apakah dapat atau tidak digerakkan dari dasarnya. Melalui
palpasi ini juga dapat diteliti gerakan dinding thoraks pada
saat inspirasi dan ekspirasi terjadi. Cara ini dapat dilakukan
dari belakang dengan meletakkan kedua tangan pada kedua
sisi tulang belakang. Apabila pada pucak paru terdapat
fibrosis, proses tuberkolosis atau suatu tumor, maka tidak
ditemukannya pengembangan bagian atas pada thoraks.
o. Perkusi
Pada pengkajian ini memiliki tujuan menilai normal atau
tidaknya suara perkusi paru. Suara perkusi normal paru
adalah suara perkusi sonor, yang bunyinya seperti kata
“dug-dug”. Sedangkan suara perkusi lain seperti redup,
seperti pada infiltrat, komsolidasi, dan efusi pleura adalah
suara yang dianggap tidak normal.
p. Auskultasi
Bertujuan untuk menilai adanya suara nafas, diantaranya
suara nafas dasar dan suara nafas tambahan.
Suara nafas tambahan terdiri dar:
 Suara vesikuler, ketika suara inspirasi lebih keras dan
lebih tinggi.
 Suara bronkia, adalah suara yang bisa kita dengar pada
waktu inspirasi dan ekspirasi, bunyinya bisa sama atau
bisa lebih panjang, antara inspirasi dan ekspirasi
terdengar jarak pause (jeda) yang jelas. Suara bronkial
dapat terdengar didaerah trakea dekat bronkus.
 Suara bronkovaskuler, merupakan suara yang terdengar
antara vesikuler dan bronkial, ketika ekspirasi menjadi
lebih panjang, hingga hampir menyamai inspirasi suara
nafas tambahan, seperti suara ronki, yaitu suara yang
dapat terjadi dalam bronkus karena adanya penyimpitan
lumen bronkus. Suara mengi (wheezing), adalah ronki
kering yang tinggi, nadanya terputus, dan panjang, yang
dapat terjadi pada asma. Sedangkan suara ronki basah
merupakan suara berisik yang terputus akibat adanya
aliran udara yang melewati cairan. (A.Aziz Alimul,
2015).

2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut (SDKI, 2017) diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien dengan gangguan pemenuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Pola napas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas

2.3 Intervensi
Menurut (SIKI, 2018) intervensi keperawatan yang muncul pada
pasien dengan gangguan pemenuhan oksigenasi diantaranya adalah :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
dapat mempertahankan jalan napas tetap paten.
 Kriteria hasil: produksi sputum menurun, tidak ada mengi,
weezing, frekuensi napas membaik, pola napas membaik.
 Intervensi: latihan batuk efektif
a. Observasi
- Identifikasi kemampuan batuk
- Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
- Monitor input dan output cairan (mis. jumlah dan
karakteristik)
b. Terapeutik
- Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
- Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama
4 detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik napas dalam 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu

2. Pola napas tidak efektif


 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
ventilasi pernapasan pasien adekuat.
 Kriteria hasil: Dispnea menurun, tidak ada penggunaan otot
bantu napas, pemanjangan fase ekspirasi menurun, frekuensi
napas membaik, kedalam napas membaik.
 Intervensi: Manajemen jalan napas
a. Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
- Moitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
b. Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma
servikal)
- Posisikan semi-Fowler atau Fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
c. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

3. Gangguan pertukaran gas


 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
oksigenasi pasien dalam batas normal
 Kriteria hasil: dispnea menurun, tidak ada bunyi napas
tambahan, PCO2 membaik, PO2 membaik, takikardi membaik,
pH arteri membaik.
 Intervensi: Pemantauan respirasi
a. Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
napas
- Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AG D
- Monitor hasil x-ray toraks
b. Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2.4 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien
terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan sesuai rencana yang telah
didetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora, GJ, Derrickson, B. 2014. Principles of Anatomy & Physiology


13th Edition. United States of America: John Wiley & Sons, Inc
2. Nair, M., & Peate, I., (2011). Dasar-Dasar Patofisiologi Terapan. Jakarta :
Bumi Medika.
3. Sasmi, A. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn.R DENGAN
GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI DI. 0-27.
4. Eki. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN OKSIGEN PADA PASIEN DENGAN CONGESTIVE
HEART FAILURE (CHF) DI IRNA PENYAKIT DALAM RSUP DR. M.
DJAMIL PADANG TAHUN 2017.
5. Pamungkas, PN, Istiningtyas, A., & Wulandari, IS
(2015). Penatalaksanaan terapi oksigen oleh perawat di ruang instalasi
gawat darurat RSUD Karanganyar. Jurnal Keperawatan, hal. , 3 .
6. KHOIRUNNISAK, L. LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN DASAR PADA Tn. D DENGAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI.
7. Alimul, A. (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : aplikasi
konsep dan proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
8. Silalahi, K. N. (2017). Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan Prioritas
Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi: Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Nafas di RSUD H. Adam Malik Medan.
9. Ackley, B. J., Ladwig, G. B., & Makic, M. B. F. (2017). Nursing
Diagnosis Handbook, An Evidence-Based Guide to Planning Care. 11th
Ed. St. Louis: Elsevier.
10. Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). Nursing Diagnosis Definitions
and Classification 2015-2017. 10th Ed. Oxford: Wiley Blackwell.
11. Sousa, V., Lopes, M., Rocha, D., Pascoal, L., Montoril, M., & de Melo, R.
(2008). Impared gas exchange: analysis in patients with acute myocardial
infraction. Revista Enfermagem UERJ, 16(4),545-549.
12. PPNI.(2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) Edisi 1.
Jakarta: Persatuan Indonesia
13. PPNI.(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
14. PPNI.(2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai