Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA


DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI
DI NURSE STATION 3B RS TMC TASIKMALAYA
(MINGGU PERTAMA STASE PPKD)

Tugas Mandiri

STASE PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN DASAR

Disusun Oleh:
TRI HARTINI
231FK09067

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
PDSKU TASIKMALAYA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI


1. DEFINISI
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan
timbul terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran
pernapasan (Djamil, 2020). Asma adalah penyakit obstruktif jalan napas yang
ditandai oleh penyempitan jalan napas. Penyempitan jalan napas akan
mengakibatkan klien mengalami dyspnea, batuk dan mengi. Eksaserbasi akut terjadi
dari beberapa menit sampai jam, bergantian dengan periode bebas gejala (Puspasari,
2019).
Asma adalah suatu kelainan berupa peradangan kronik saluran napas yang
menyebabkan penyempitan saluran napas (hiperaktifitas bronkus) sehingga
menyebabkan gejala episodic berulang berupa mengi, sesak napas, dada berat, dan
batuk terutama pada malam atau dini hari (Kemenkes, 2018). Berdasarkan tiga
pengertian asma menurut beberapa referensi maka penulis menyimpulkan bahwa
asma adalah penyakit berupa peradangan pada sakuran napas yang ditandai adanya
mengi, batuk, sesak napas, dada terasa berat yang dapat terjadi secara berulang.
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam proses
kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh.
Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus terpenuhi karena apabila berkurang maka
akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila berlangsung lama akan
menyebabkan kematian. Proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat
dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasan
jalan nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan
memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara normal (Taqwaningtyas,
Ficka, 2013 & Budyasih, 2014).
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh
bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen
merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses
penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya
berlaku apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga merupakan sumber tenaga
yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah, Kusnadi, 2013 & Eki, 2017)
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem
tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam tubuh
secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses
pertukaran gas antara individu dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara
menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara
dihembuskan untuk mengeluarkan karbondioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).
Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan
kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari.
Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisiologis,
perkembangan, perilaku, dan lingkungan (Ernawati, 2012).

2. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk


melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen
dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011).

Gambar. Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson, 2014)


Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem
pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring.
Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru
(Peate and Nair, 2011).
a. Hidung

Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama dalam
sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal.
Di hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan hyaline
kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian
eksternal hidung memiliki tiga fungsi : (1) menghangatkan, melembabkan, dan
menyaring udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi olfaktori (indra
pembau); dan (3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang
besar dan bergema. Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai
ruang yang besar pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior
pada rongga mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa
(Tortorra and Derrickson, 2014)
b. Faring

Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13


cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane
mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan.
Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan
ruang resonansi untuk suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada
reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014)
c. Laring

Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian
berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform,
dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan dimana jaringan
ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya)
untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah
tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi
pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan
minuman agar melewati esofagus (Peate and Nair, 2011).
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati udara
dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia
sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong
keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak. Trakea
dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk, memaksa
partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair, 2011).
e. Bronkus

Gambar. Struktur bronkus (Martini et al., 2012)

Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula.
Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit,
pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada
pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010).
Pada pasien PPOK sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga
menyebabkan bronkitis kronis.
f. Paru

Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga


lobus di paru sebelah kanan dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua
paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi
jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis
yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding
toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua
pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan
antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain
saat bernapas. Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal melekat
satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate and
Nair, 2011).

Gambar Alveoli (Sherwood, 2010)

Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole.


Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian
akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil
tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding alveoli terdiri
dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa
yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding alveolar. Sel alveolar tipe
II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel alveolar tipe I. sel
alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas. Sel alveolar tipe II
mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang mengandung mikrofili
yang mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini mengandung surfaktan
sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab dan menurunkan
tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks
fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang
udara dan darah terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler,
dimana keduanya membentuk membran respiratori (Tortora dan Derrickson,
2014).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan yaitu
respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada proses
metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal adalah
serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan karbondioksida
antara lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014).
Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:

1) Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru


2) Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi
darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru
3) Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari
paru ke jaringan tubuh atau sebaliknya
4) Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011)

3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

1. Faktor fisiologis

a. Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.

b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruk si sa


luaran napas bagian atas.
c. Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan
transport O2 terganggu.
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka.
e. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta penyakit
kronis seperti TB paru.
2. Faktor perkembangan

a. Bayi prematur

b. Bayi dan toodler

c. Anak usia sekolah dan pertengahan


d. Dewasa tua

3. Faktor prilaku

a. Nutrisi

b. Latihan fisik

c. Merokok

d. Penyalahgunaan substansi kecemasan

4. Faktor lingkungan

a. Tempat kerja

b. Suhu lingkungan

c. Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita & Reni, 2017)

4. MACAM-MACAM GANGGUAN YANG MUNGKIN TERJADI

Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), tipe kekurangan Oksigen dalam tubuh di bagi
menjadi 7 bagian yaitu:
1) Hipoksemia

Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam


darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri ( SaO2 ) dibawah normal (normal
PaO 85-100 mmHg, SaO,95%). Pada neonates, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 <
88%. Pada dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%.
Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt),
atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hivoksemia, tubuh
akan melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan,
meningkatkan stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkatan
nadi. Tanda dan gejala hipoksemia di anaranya sesak nafas, frekuensi nafas
dapat mencapai 35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal, serta sianosis.
2) Hipoksia

Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya


pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang
diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler.
Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab
lain hipoksia antara lain:
a. Menurunnya hemoglobin

b. Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika kita berada di puncak


gunung
c. Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti pada keracunan
sianida
d. Menurunya difusi oksigen dan alveoli ke dalam darah seperti pada
pneumonia;
e. Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok;

f. Kerusakan atau gangguan ventilasi tanda-tanda hipoksia di antaranya


kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi
meningkat, pernapasan cepat dan dalam sianosis sesak nafas, serta jari
tabuh (clubling finger).
3) Gagal nafas

Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan


oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekut sehingga
terjadi kegagalan pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal napas
ditandai oleh adanya peningkatan gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal nafas
di tandai oleh adanya peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara
signifikan. Gagal nafas dapat disebabkan oleh gangguan system saraf pusat
yang mengontrol system pernapasan, kelemahan neuromuscular, keracunan
obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruktif jalan
nafas.
4) Perubahan pola nafas

Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa sekitar 12-20
x/menit,dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola nafas dapat berupa hal-hal
sebagai berikut:
a. Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan asma.

b. Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.

c. Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih
dari 24 x/menit.
d. Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan
frekuensi kurang dari 16x/menit.
e. Kussmaul, yaitu pernpasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama,
sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada pasien
koma dengan penyakit diabetes mellitus dan uremia.
f. Cheyne-stokes,merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian
berangsur-ansur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang secara
teratur. Misalnya pada keracunan obat bius, penyakit jantung, dan penyakit
ginjal.
g. Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea dengan
periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis. (Ambara, 2019)

II. RENCANA ASUHAN KLIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


OKSIGENASI
1. PENGKAJIAN

Wahid dan Suprapto (2013) data pengkajian sebagai berikut:


Pengumpulan data: Identitas klien
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu dikaji pada penyalit
status asmatikus. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa
sangat mungkin terdapat status atopi. Sedangkan pada usia dewasa
dimungkinkan adanya faktor non atopi. Alamat menggambarkan kondisi
lingkungan tempat klien berada, dapat mengetahui kemungkinan faktor
pencetus serangan asma. Status perkawinan, gangguan emosional yang timbul
dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma,
pekerjaan, serta bangsa perlu juga dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan
bahan allergen. Hal ini yang perlu dikaji tentang: tanggal MRS, nomor rekaman
medik, dan diagnosis keperawatan medis.

2. RIWAYAT KEPERAWATAN
1) Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan serangan asma sering mencari pertolongan dengan keluhan,
terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian diikuti dengan
gejala-gejala yang lain yaitu: whezzing, pengunaan otot bantu pernapasan,
kelelahan gangguan kesadaran, sianosis, serta perubahan tekanan darah.
Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya serangan.

2) Riwayat penyakit dahulu

Seperti yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi


saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung.
Riwayat serangan asma frekuensi, waktu, allergen-alergen yang dicurigai
sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk
meringankan gejala asma.
3) Riwayat kesehatan keluarga

Pada klien dengan serangan status asmatikus perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asma atau penyakit allergen yang lain pada anggota keluarganya
karena hipersensitifitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor
genetic oleh lingkungan.
4) Riwayat psikososial

Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi


serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan
sekitar sampai lingkungan kerja. Seorang yang punya beban hidup yang
berat berpotensi terjadi serangan asma, yatim piatu, ketidak harmonisan
hubungan dengan orang lain sampai ketakutan tidak bias menjalankan
peran semula. Integritas ego: ansietas, ketakutan, peka rangsang.

3. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum: tampak lemah
2) Tanda-tanda vital: hipotensi, dyspnea, tachycardi, hipertermi, distress
pernapasan, cyanosis.
3) TB/BB: sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan.
4) Kulit: tampak pucat, sianosis, biasanya turgor jelek.
5) Kepala: sakit kepala.
6) Mata: tidak ada yang spesifik.
7) Hidung: napas cuping hidung, sianosis.
8) Mulut: pucat, sianosis, membrane mukosa kering, bibir kering, bibir kuning.
9) Telinga: lihat secret, kebersihan, biasanya tidak ada spesifik pada kasus ini.
10) Leher: tidak ada pembesaran KGB dan kelenjar tiroid.
11) Jantung: pada kasus komplikasi ke endocarditis, terjadi bunyi tumbuhan.
12) Paru-paru: infiltrasi pada lobus paru, perkusi pekak (redup), wheezing (+),
sesak istirahat dan bertambah saat beraktivitas.
13) Punggung: tidak ada spesifik.
14) Abdomen: bising usus (+), distensi abdomen, nyeri biasanya tidak ada.
15) Genetalia: tidak ada gangguan.
16) Ekstremitas: kelemahan, penurunan aktivitas, sianosis ujung jari dan kaki.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan dignostik menurut wahid (2013) ada dua yaitu pemeriksaan


laboratorium dan pemeriksaan penunjang yaitu meliputi:
1) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaa seputum, pemeriksaan ini untuk melihat adanya:
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan granulasi dari
kristal esinopil.
b) Spiral chrusmen, yakni merupakan cast cell dari cabang bronkus
c) Crole yang merupakan figmen dari epitel bronkus
d) Netrofil dan eosinophil yang terdapat pada seputum umumnya
bersifat mukoid dengan vikositas yang tinggi dan kadang terdapat
mucus plug.
b. Pemeriksaan darah
a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat
terjadi hipoksemia, hipercapnia atau sianosis.
b) Kadang pada darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH
c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang di atas
15.00/mm3 yang menandakan adanya infeksi.
d) Pemeriksaan alergi menunjukkan peningkatan igE pada waktu
serangan dan menurun saat bebas serangan asma.
2) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi paru yakni
raadiolensi yang bertambah dan peleburan rongga interkostalis, serta
difragma yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat
gambaran sebagai berikut:
a) Bila disertai dengan bronchitis, maka becak-bercak dihalus akan
bertambah.
b) Bila ada episema (COPD) gambaran radiolusen semakin bertambah
c) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
d) Dapat menimbulkan gambaran atelektasi paru
e) Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor allergen yang dapat beraksi positif
pada asma.
a) Elektrokardiografi
 Terjadi right aksis deviation
 Adanya hipertrofi otot jantung right budlebranch bock
 Tanda hipoksemia yaitu takikardi, SVES, VES, atau terjadi depresi
 Segemen ST negative.
c. Scanning paru
Melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru
d. Spirometri
Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat
diagnosis asma salah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum atau sesudah pemberian
aerosol bronkodilator, peningkatan FEVI atau FCV sebnyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma.
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

No. Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI Rasional


Dx (SDKI)
I Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan Jalan Napas (L.01001) Latihan Batuk Efektif
Efektif (D.0001) Definisi: (I.01006)
Kategori: Fisiologis Kemampuan membersihkan secret Tindakan:
Subkategori: Respirasi atau obstruksi jalan napas untuk Observasi: Observasi:
mempertahankan jalan napas tetap 1. Identifikasi kemampuan 1. Mengetahui kemampuan pasien dalam
Definisi: paten. batuk. mengelurkan sputum.
Ketidakmampuan Kriteria hasil: 2. Monitor adanya retensi 2. Memastikan adanya sputum di saluran
membersihkan secret atau Setelah dilakukan intervensi sputum. napas.
obstruksi jalan napas untuk keperawatam selama….x….maka 3. Monitor tanda dan gejala
mempertahankan jalan napas diharapkan bersihan jalan napas infeksi saluran napas. 3. Melihat tingkat keparahan serangan asma
tetap paten. membaik dengan indikator: dan menentukan intervensi lebih lanjut.
1. Batuk efektif meningkat (Octaviany, A., Rahmawati, I., & Pratiwi, R. M.
(2022). Asuhan Keperawatan Dengan Bersihan
Penyebab: 2. Produksi sputum menurun
Jalan Napas Tidak Efektif Pada Asma Di RSUD
1. Spasme jalan napas 3. Mengi menurun
Dr. R Soedarsono Kota Pasuruan (Doctoral
2. Hipersekresi jalan napas 4. Dispnea menurun dissertation, Perpustakaan Universitas Bina
3. Disfungsi neuromuskuler 5. Sianosin menurun 4. Monitor input dan output
Sehat)).
cairan (mis. Jumlah dan
4. Benda asing dalam jalan 6. Orthopnea menurun 4. Mempengaruhi keseimbangan cairan.
karakteristik)
napas 7. Gelisah menurun
5. Adanya jalan napas buatan 8. Frekuensi napas membaik
6. Secresi yang tertahan 9. Pola napas membaik
7. Hyperplasia dinding jalan
napas 2.
8. Proses infeksi
9. Respon alergi Terapeutik
10. Efek agen farmakologis 1. Atur posisi semi fowler atau Terapeutik:
fowler. 1. Melatih pasien yang tidak memiliki
1. kemampuan batuk secara efektif dan
bertujuan untuk membersihkan laring dan
trakea dari secret.
(DAPIT EDWAR, D. E., Arif, N. M., Kep, M., Arif,
N. M., Kep, M., TARI, N. A., & TARI, N. A.
(2019). Penerapan pengaruh batuk efektif pada
kasus asma pada tn. d di ruang igd rsud h.
Hanafie muara bungo tahun 2019 (Doctoral
2. Pasang perlak dan bengkok dissertation, STIKes PERINTIS PADANG))
di pangkuan pasien 2. Apabila sputum keluar tidak mengotori
3. Buang secret pada tempat pasien dan tempat tidur.
sputum. 3. Agar virus tidak menyebar kemana-mana.
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur Edukasi:
batuk efektif. 1. Agar pasien mengethaui dan berpartisipasi
dalam setiap tindakan keperawatan.
(Suwaryo, P. A. W., Amalia, W. R., & Waladani,
B. (2021, May). Efektifitas Pemberian Semi
Fowler dan Fowler terhadap Perubahan Status
Pernapasan pada Pasien Asma. In Prosiding
2. Anjurkan Tarik napas dalam University Research Colloquium (pp. 1-8)
melalui hidung selama 4 2. Membantu mengelurkan sputum yang sulit
detik, ditahan selama 2 detik, keluar.
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir
dibulatkan selama 8 detik.
3. Anjurkan mengulangi Tarik
napas dalam hingga 3 kali. 3. Membantu sputum kesempatan untuk
bergerak ke jalan napas bagian atas (Potter
4. Anjurkan batuk dengan kuat & Perry, 2010)
langsung setelah tarik napas 4. Membantu mengelurkan sputum yang sulit
dalam yang ketiga. keluar.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian Kolaborasi:
bronkodilator, mukolitik, 1. Bronkodilator bermanfaat untuk meredakan
ekspektoran, jika perlu. akibat penyempitan saluran pernapasan.
Mukolitik bermanfaat untuk mengeluarkan
secret. Dan ekspektoran bermanfaat untuk
mengatasi batuk berdahak.
II Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas (I.01004) Manajemen Jalan Napas
(D.0005) Definisi: (I.010011)
Kategori: Fisiologis Inspirasi dan/atau ekspirasi yang Definisi:
Subkategori: Respirasi tidak memberikan ventilasi adekuat. Mengidentifikasi dan mengelola
Kriteria hasil: jalan napas.
Definisi: Setelah dilakukan tindakan
Inspirasi dan/atau ekspirasi keperawatan selama …..x…… jam Tindakan:
yang tidak memberikan masalah pola napas tidak efektif Observasi: Observasi:
ventilasi adekuat. pada pasien membaik dengan 1. Monitor pola napas. 1. Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan
indikator: atelectasis. Ronchi, mengi menunjukkan
Penyebab: 1.Dispnea menurun akumulasi secret/ketidakmampuan untuk
1. Depresi pusat pernapasan 2.Penggunaan otot bantu napas membersihkan jalan napas yang dapat
2. Hambatan upaya napas menurun menimbulkan penggunaan otot aksesori
(mis.nyeri saat 3.Pemanjangan fase ekspirasi pernapasan dan peningkatan kerja
bernapas,kelemahan otot menurun pernapasan.
pernapasan) 4.Frekuensi napas membaik 2. Monitor bunyi napas. 2. Pengeluaran sulit bila secret sangat tebal
3. Deformitas dinding dada 5.Kedalaman napas membaik. (mis. Efek infeksi dan/atau tidak adekuat
4. Deformitas tulang dada hidrasi). Sputum berdarah kental atau darah
5. Gangguan neuromuscular cerah diakibatkan oleh kerusakan (kavitasi)
6. Gangguan neurologis paru atau luka bronkial dan dapat
(mis.elektroensefalogram memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.
(EEG) positif, cedera 3. Monitor sputum. 3. Untuk melihat karakteristik sputum (jumlah,
kepala, gangguan kejang) warna, mau, konsistensi) dan menentukan
7. Maturitas neurologis intervensi selanjutnya.
8. Penurunan energy Terapeutik Terapeutik:
9. Obesitas 1. Posisikan semi fowler. 1. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi
10. Posisi tubuh yang paru dan menurunkan upaya pernapasan.
menghambat. 2. Berikan minum air hangat. 2. Untuk melembabkan secret.
3. (2000 ml/24 jam).
3. Berikan oksigenasi 2-3 3. Mengurangi sesak napas dan meningkatkan
liter/mnt. saturasi oksigen pada pasien asma.
(Sukadewanata, R. D. (2019). ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI (Doctoral dissertation, STIKes
Kusuma Husada Surakarta)).
Edukasi: Edukasi:
1. Anjurkan asupan cairan 2000 1. Melembabkan dan memudahkan
ml/hari, jika tidak ada kontra pengeluaran dahak.
indikasi.

2. Pemberian intervensi teknik batuk efektif


2. Ajarkan napas dalam dan dan teknik relaksasi nafas dalam memiliki
batuk efektif. dampak untuk mengeluarkan sputum dan
dapat membuat frekuensi pernapasan
membaik.
(PRATIWI, R. N. (2023). Studi Kasus Teknik
Batuk Efektif & Teknik Relaksasi Nafas Dalam
pada Pasien An. A dengan Asma
Bronkhial (Doctoral dissertation, Universitas
Jenderal Soedirman)).

Kolaborasi:
1. Pemberian bronkodilator via inhalasi akan
Kolaborasi:
langsung menuju area bronchus yang
1. Kolaborasi pemberian
mengalami spasme lebih cepat berdilatasi.
bronkodilator, ekspektoran,
Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
mukolitik
perlengketan secret paru untuk memudahkan
pembersihan.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Abd.Wahid, Imam Suprapto. (2013). Keperawatan Medika Bedah Asuhan
Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: CV Trans Media
Atoilah, Elang M.Kusnadi, Engkus. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Garut: In Media
Dapit Edwar, D. E., Arif, N. M., Kep, M., Arif, N. M., Kep, M., TARI, N. A., & TARI, N. A.
(2019). Penerapan pengaruh batuk efektif pada kasus asma pada tn. d di ruang
igd rsud h. Hanafie muara bungo tahun 2019 (Doctoral dissertation, STIKes
PERINTIS PADANG
Djamil, A. (2020). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Asma Pada
Pasien Dewasa. Wellmes And Healthy Magazine, 29-40
Ernawati. (2012). Konsep dan Aplikasi Keperawatan Dalam Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Manusai. Jakarta: Penerbit CV. Trans Info Medika.
Kemenkes RI. (2018). Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang Pedoman
Pengendalian Asma.
Martini, F. (2012). Fundamentals of Anatomy & Physiology (9 ed.). San Fransisco:
Pearson Education.
Octaviany, A., Rahmawati, I., & Pratiwi, R. M. (2022). Asuhan Keperawatan Dengan Bersihan
Jalan Napas Tidak Efektif Pada Asma Di RSUD Dr. R Soedarsono Kota
Pasuruan (Doctoral dissertation, Perpustakaan Universitas Bina Sehat)
Peate I, Nair M. (2017). Fudamentals Of Anatomy and Physiology For Nursing and
Healthcare Student. Uk: John Wiley & Sons
Pratiwi, R. N. (2023). Studi Kasus Teknik Batuk Efektif & Teknik Relaksasi Nafas Dalam pada
Pasien An. A dengan Asma Bronkhial (Doctoral dissertation, Universitas
Jenderal Soedirman)).
Puspasari, S.F.A. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.
Saputra, L. (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa
Sukadewanata, R. D. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA DALAM
PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI (Doctoral dissertation, STIKes
Kusuma Husada Surakarta
Suwaryo, P. A. W., Amalia, W. R., & Waladani, B. (2021, May). Efektifitas Pemberian Semi
Fowler dan Fowler terhadap Perubahan Status Pernapasan pada Pasien Asma.
In Prosiding University Research Colloquium (pp. 1-8)
Sherwod,L. (2010). Human Physiology From Cells to System. 7th Ed. Canada:
Yolanda Cossio
Tarwoto & Wartonah. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
Tortora, G.J & Derrickson, B. (2014). Principles of Anatomy and physiology in
Principles of Anatomy and Physiology. 14th edn. United States of
America: John Wiley & Sons
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tasikmalaya, Oktober 2023


Pembimbing

(Ns.Hilman Mulyana, S.Kep.,M.Kep.,Ph.D)

Anda mungkin juga menyukai