Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI: BERSIHAN JALAN NAPAS
TIDAK EFEKTIF

LUKISA WIJAYANTI
NIM : 30190121131

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2022
A. KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI
1. Definisi Kebutuhan Oksigenasi
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam proses
kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh.
Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus terpenuhi karena apabila berkurang maka
akan terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila berlangsung lama akan
menyebabkan kematian proses pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat
dilakukan dengan cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasan
jalan nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan
memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara normal (Taqwaningtyas, Ficka
(2013). (Budyasih, 2014).
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh
bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen
merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses
penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya berlaku
apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga merupakan sumber tenaga yang
dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013).(Eki, 2017).
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem
tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam tubuh secara
alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran
gas antara individu dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup udara
untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara dihembuskan untuk
mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).
Oksigenasi adalah sebuah proses pemenuhan O2 dan pembuangan CO2.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan
secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka
kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Apabila lebih dari 4 menit seseorang
tidak mendapatkan oksigen, maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak
dapat diperbaiki dan kemungkinan berujung fatal seperti meninggal (Kusnanto, 2016).

2. Anatomi Fisiologi Sistem pernapasan


Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan
respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk
memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair, 2011).

Gambar Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson, 2014)


Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem  pernafasan
bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem
pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan  paru-paru (Peate and Nair, 2011).
a) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ  pertama dalam
sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal. Di
hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan hyaline
kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian
eksternal hidung memiliki tiga fungsi :
(1) Menghangatkan, melembabkan dan menyaring udara yang masuk;
(2) Mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau); dan
(3) Modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan bergema.
Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang besar
pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga
mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra and
Derrickson, 2014) .
b) Faring
Faring atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13 cm.
Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa. Otot
rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan apabila otot
rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah
sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk
suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun terhadap
benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014).
c) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian
berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform,
dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan dimana jaringan
ini mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya)
untuk menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah
tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi
pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan
minuman agar melewati esofagus (Peate and Nair, 2011).
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati udara
dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia
sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong keatas
melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan
bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk, memaksa partikel
besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair, 2011).
e) Bronkus

Gambar. Struktur bronkus (Martini et al., 2012)


Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan kiri,
yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam
masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek, dan
semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada pohon. Cabang
terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK
sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan bronkitis
kronis.
f) Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga lobus di
paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara kedua paru
terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi jantung.
Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung tipis yang disebut
parietal dan visceral pleura. Parietal pleura membatasi dinding toraks sedangkan
visceral pleura membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan
tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga
kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga
membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua
kaca yang melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).

Gambar Alveoli (Sherwood, 2010)


Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole.
Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian
akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil
tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding alveoli terdiri
dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa
yang membentuk sebagian besar dari lapisan dinding alveolar. Sel alveolar tipe II
jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel alveolar tipe I. sel
alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas. Sel alveolar tipe II
mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas yang mengandung mikrofili yang
mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini mengandung surfaktan sehingga
dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab dan menurunkan tekanan pada
cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks fosfolipid dan
lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang udara dan darah
terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya
membentuk membran respiratori (Tortora dan Derrickson, 2014). Respirasi
mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan yaitu respirasi
seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada proses metabolism
intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal adalah serangkaian
proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan
eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014). Terdapat empat proses utama dalam
proses respirasi ini yaitu:
1) Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru
2) Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke sirkulasi darah
dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru
3) Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari paru ke
jaringan tubuh atau sebaliknya
4) Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011).

3. Konsep Tumbuh Kembang


Pertumbuhan (Growth) dan perkembangan (Development) memiliki definisi
yang sama yaitu sama-sama mengalami perubahan, namun secara khusus keduanya
berbeda. Pertumbuhan menunjukan perubahan yang bersifat kuantitas sebagai akibat
pematangan fisik yang di tandai dengan makin kompleksnya sistem jaringan otot,
sistem syaraf serta fungsi sistem organ tubuh lainnya dan dapat di ukur (Depkes,
2006).
Perkembangan berarti perubahan secara kualitatif. Perkembangan adalah
bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan
gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian (Depkes,
2006).
Tumbuh kembang merupakan proses yang dinamis dan terus menerus. Prinsip
tumbuh kembang : Perkembangan merupakan hal yang teratur dan mengikuti
rangkaian tertentu, perkembangan merupakan hal yang kompleks, dapat diprediksi,
dengan pola konsisten dan kronologis dan perkembangan adalah sesuatu yang terarah
dan berlangsung terus menerus, dalam pola sebagai berikut (Dwienda, dkk 2014) :
a. Cephalocaudal : merupakan rangkaian pertumbuhan berlangsung terus dari kepala
ke arah bawah bagian tubuh. Contohnya bayi biasanya menggunakan tubuh
bagian atas sebelum mereka menggunakan tubuh bagian bawahnya (Santrock,
2011).
b. Proximodistal : perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat (proximal)
tubuh ke arah luar tubuh (distal). Contohnya, anak-anak belajar mengembangkan
kemampuan tangan dan kaki bagian atas baru kemudian bagian yang lebih jauh,
dilanjutkan dengan kemampuan menggunakan telak tangan dan kaki dan akhirnya
jari-jari tangan dan kaki (Papilia, dkk, 2010).
c. Differentiation yaitu ketika perkembangan berlangsung terus dari yang mudah ke
arah yang lebih kompleks. Sedangkan sequential yaitu perkembang yang
kompleks, dapat diprediksi, terjadi dengan pola yang konsisten dan kronologis
seperti tengkurap – merangkak – berdiri - berjalan. Setiap individu cenderung
mencapai potensi maksimum perkembangannya (Yuniarti, 2015).
Pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran
fisik, seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada,
dan lain-lain. Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri-ciri lama
yang ada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya kelenjer timur, lepasnya gigi
susu, atau hilangnya refleks-refleks tertentu. Dalam pertumbuhan juga terdapat ciri
baru seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis atau dada sedangkan
perkembangan selalu melibatkkan proses pertumbuhan yang diikuti dengan perubahan
fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi akan diikuti perubahan fungsi
kelamin. Perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju ke arah kaudal atau
bagian proksimal ke bagian distal. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan
dari kemampuan melakukan hal yang sederhana menuju hal kemampuan hal yang
sempurna. Setiap individu memiliki kecepatan perkembangan yang berbeda (Hidayat,
2008).
Tahapan perkembangan memiliki beberapa masa pertumbuhan, sebagai
berikut (Yuniarti, 2015) :
1) Masa pranatal, sejak konsepsi sampai kelahiran. Proses pertumbuhan berlangsung
cepat 9 bulan 10 hari.
2) Masa bayi dan anak 3 tahun pertama. Pada anak usia tersebut anak batita memiliki
kelekatan emosi dengan orang tua, suka berkhayal, egosentris.
3) Masa anak- anak awal (early childhood), dimulai usia 4-5 tahun 11 bulan. Anak
masih terikat kepada orang tua, namun sudah mulai belajar mandiri, keinginanan
besosialisasi dengan temans sebaya, dan masa ini masih meliputi kegiatan bermain
sendiri.
4) Masa anak tengah (Middle childhood), dimulai usia 6-9 tahun. Pada usia ini anak
berada pada taraf operasional konkrit, anak mampu melakukan tugas-tugas seperti
berhitung sederhana tetapi belum bersifat kompleks. Dimana anak mulai
mengembangkan kepribadiaan, konsep diri, sosial, dan akademis.
5) Masa anak akhir (Late childhood), dimulai usia 10-12 tahun. Pada masa ini anak
melakukan aktifitas menyita energi, karena pertumbuhannya masuk ke awal
remaja dimana fungsi-fungsi hormon mulai aktif dan anak pada usia tersebut lebih
banyak terlibat dalam kegiatan games with rules dimana kegiatan anak lebih
banyak dikendalikan oleh peraturan permainan.
6) Masa remaja (adolecence), dimulai usia 13-21 tahun. Pada masa ini merupakan
masa transisi, yaitu dari masa anak-anak ke masa dewasa, biasanya pada usia
tersebut cendrung egosentris, tidak mau dikekang, revolusioner guna mencari jati
diri.
7) Masa dewasa muda (young adulthood), dimulai usia 22-40 tahun. Secara kognitif
pada usia tersebut mereka sudah menyelesaikan pendidikan dan mulai
mengembangkan karir.
8) Masa dewasa tengah (Middle adulthood), dimulai usia 41-60 tahun. Masa ini
dimana kondisi fisik menurun, masa penuh tantangan, tetapi mereka berhasil
membentuk kepribadian terintegritas justru akan bersikap bijaksana dan mampu
membmbing anak-anaknya.
9) Masa dewasa akhir (Late adulthood), usia 60 tahun keatas. Pada usia tersebut,
kondisi fisik sudah menurun, cepat lelah dan stimulus lambat sehingga sering
terjadi stress.
Menurut Piaget dalam Syamsussabri (2013), perkembangan kognitif anak dari
usianya sangat berbeda. Perkembangan kognitif ini meliputi kemampuan intelegensi,
kemampuan berpersepsi dan kemampuan mengakses informasi, berfikir logis,
memecahkan masalah kompleks menjadi simpel dan memahami ide yang abstrak
menjadi konkrit.
1) Pada tahap sensori-motor (0-2 tahun) perilaku anak banyak melibatkan motorik,
belum terjadi kegiatan mental yang bersifat berpikir.
2) Pada tahap pra operasional (2-7 tahun) pada tahap ini operasi mental yang jarang
dan secara logika tidak memadai. Anak belajar menggunakan dan
merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Mereka hanya
menggunakan penalaran intuitif bukan logis dan mereka cenderung egosentris.
3) Pada tahap operasional konkrit (7-12) anak sudah mampu menggunakan logika
serta mampu mengklasifikasikan objek menurut berbagai macam cirinya seperti,
tinggi, besar, kecil, warna, bentuk, dan seterusnya.
4) Pada tahap operasional-formal (mulai 12 tahun) anak dapat melakukan
representasi simbolis tanpa menghadapi objek-objek yang ia pikirkan. Pola pikir
menjadi lebih fleksibel melihat persoalan dari berbagai sudut yang berbeda.
Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang :
1) Faktor Herediter
Faktor herediter meliputi bawaan, jenis kelamin, ras dan suku bangsa. Faktor ini
ditentukan dengan intensitas, kecepatan dalam pembuahan sel telur, tingkat
sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, usia pubertas dan berhentinya
pertumbuhan tulang. Pertumbuhan dan perkembangan anak dengan jenis kelamin
laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak
perempuan serta akan bertahan sampai usia tertentu. Baik anak laki-laki maupun
perempuan akan mengalamai pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka
mencapai masa pubertas (Hidayat, 2008).
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan memiliki faktor yang memegang peran penting dalam
menentukan tercapai dan tidaknya potensi yang sudah di miliki. Faktor
lingkungan ini meliputi lingkungan prenatal dan lingkungan postnatal.
Lingkungan prenatal atau lingkungan dalam kandungan juga meliputi gizi pada
saat ibu hamil, lingkungan mekanis, zat kimia atau toksin dan hormonal.
Sedangkan lingkungan postnatal atau lingkungan setelah lahir dapat
mempengaruhi tumbuh kembang anak seperti budaya lingkungan, sosial; ekonomi
keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca, olahraga, posisi anak dalam keluarga dan status
kesehatan (Hidayat, 2008).
3) Faktor Hormonal
Hormon somatotropin (growth hormone) berperan dalam mempengaruhi
pertumbuhan tinggi badan dengan menstimulasi terjadinya proliferasi sel kartilago
dan sistem skeletal. Hormon tiroid berperan menstimulasi metabolisme tubuh.
Hormon glukokortikoid mempunyai fungsi menstimulasi pertumbuhan sel
interstisial dari testis (untuk memproduksi testoteron) dan ovarium (untuk
memproduksi estrogen), selanjutnya hormone tersebut akan menstimulasi
perkembangan seks, baik pada laki-laki maupun perempuan yang sesuai dengan
peran hormonnya (Kompasiana, 2010).

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Sistem Pernapasan


a. Faktor fisiologis
1) Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluaran
napas bagian atas.
3) Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan
transport O2 terganggu.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam,ibu hamil, luka.
5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta penyakit kronis seperti TB
paru.
b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur
2) Bayi dan toodler
3) Anak usia sekolah dan pertengahan
4) Dewasa tua
c. Faktor prilaku
1) Nutrisi
2) Latihan fisik
3) Merokok
4) Penyalahgunaan substansi kecemasan
d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja
2) Suhu lingkungan
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita & Reni, 2017)

5. Macam-Macam Gangguan yang Mungkin Terjadi pada Sistem Pernapasan


Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), tipe kekurangan Oksigen dalam tubuh
di bagi menjadi 7 bagian yaitu:
a. Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri ( SaO2 ) dibawah normal (normal PaO 85-
100 mmHg, SaO,95%). Pada neonates, PaO2 < 50 mmHg atau SaO2 < 88%. Pada
dewasa, anak, dan bayi, PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90%. Keadaan ini
disebabkan oleh ganguuan ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau berada
pada tempat yang kurang oksigen. Pada keadaan hipoksemia, tubuh akan
melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan
stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkata nadi. Tanda dan
gejala hipoksemia di anaranya sesak nafas, frekuensi nafas dapat mencapai 35 kali
per menit, nadi cepat dan dangkal, serta sianosis.
b. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya
pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang diinspirasi
atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat
terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia antara
lain :
1) Menurunnya hemoglobin
2) Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika kita berada di puncak
gunung
3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti pada keracunan sianida
4) Menurunnya difusi oksigen dan alveoli ke dalam darah seperti pada
pneumonia;
5) Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok;
6) Kerusakan atau gangguan ventilasi Tanda-tanda hipoksia di antaranya
kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan konsentrasi, nadi meningkat,
pernapasan cepat dan dalam sianosis sesak nafas, serta jari tabuh (clubling
finger).
c. Gagal nafas
Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan
oksigen karna pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekut sehingga
terjadi kegagalan pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal napas
ditandai oleh adanya peningkatan gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal nafas di
tandai oleh adanya peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara
signifikan. Gagal nafas dapat disebabkan oleh gangguan system saraf pusat yang
mengontrol system pernapasan, kelemahan neuromuscular, keracunan obat,
gangguan metabolism, kelemahan otot pernapsan, dan obstruktif jalan nafas.
d. Perubahan pola nafas
Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa sekitar 12-20
x/menit,dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola nafas dapat berupa hal-hal
sebagai berikut:
1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan asma.
2) Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.
3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi lebih
dari 24 x/menit.
4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan
frekuensi kurang dari 16x/menit.
5) Kussmaul, yaitu pernpasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi sama,
sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada pasien koma
dengan penyakit diabetes mellitus dan uremia.
6) Cheyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian berangsur-
ansur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang secara teratur.
Misalnya pada keracunan obat bius,penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea dengan
periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis. (Ambara, 2019)
B. Konsep Dasar Rencana Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Brunner & Suddarth (2016), pengkajian keperawatan untuk pasien
gagal jantung berfokus pada pemantauan keefektifan terapi dan kemampuan pasien
untuk memahami dan menjelaskan strategi manajemen diri. Tanda dan gejala kongesti
paru dan kelebihan beban cairan harus segera dilaporkan yang akan mengganggu
pemenuhan kebutuhan oksigen atau timbulnya masalah oksigenasi.
a. Pengkajian
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh
melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
2) Anamnese
a) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Batuk, sesak nafas, dahak tidak bisa keluar dan demam tidak terlalu tinggi
tiga hari yang lalu.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya sesak nafas, penyebab terjadinya sesak
nafas, serta upaya yang telah dilakukan oleh pasien untuk mengatasinya. 4
d) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat sesak nafas atau penyakit-penyakit lain yang ada
kaitannya dengan pernafasan pada kasus terdahulu serta tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
e) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat sakit yang sama pada keluarga atau penyakit lain yang
berpotensi menurun atau menular pada anggota keluarga lain.
f) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
3) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda-tanda vital.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
c) Sistem integument
Kaji seluruh permukaan kulit, adakah turgor kulit menurun, luka atau
warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit, tekstur rambut
dan kuku.
d) Sistem pernafasan
Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan terdapat
retraksi dinding dada, serta suara tambahan nafas.
e) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan menurun, nadi
perifer lemah atau berkurang takikardi/ bradikardi, hipertensi/hipotensi,
aritmia, kardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal
Pengkajian untuk mengetahui adakah polifagi, polidipsi, mual, muntah,
diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas.
g) Sistem urinary
Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine, inkontinensia
urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h) Sistem musculoskeletal
Kaji penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
apakah cepat lelah, lemah dan nyeri, apakah adanya gangren di
ekstrimitas.
i) Sistem neurologis
Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi penurunan sensoris,
parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, dan
disorientasi.
4) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
a) Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi,
sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat
komplikasi asma.
b) Analisa gas darah:
- Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis
yang buruk.
- Kadang-kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi.
- Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada
waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari
serangan Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe
asma atopik.
c) Pemeriksaan sputum:
- Kristal-kristal charcotleyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
- Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder
sel-sel cabang-cabang bronkus.
- Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
- Terdapatnya neutrofileosinofil.
5) Pemeriksaan Radiologi Foto Thoraks:
a) Jika disertai dengan bronkhitis, bercakanhilus akan bertambah.
b) Jika terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
c) Jika terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.
6) Lain-Lain
a) Tes fungsi paru: Untuk mengetahui fungsi paru, menetapkan luas beratnya
penyakit, mendiagnosis keadaan.
b) Spirometristatik: Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.

2. Diagnosa keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan 1 : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (D.0001)
- Definisi: Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas
untuk mempertahankan jalan napas tetap paten
- Batasan karakteristik:
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif :
(Tidak tersedia)
Objektif :
1) Batuk tidak efektif
2) Tidak mampu batuk
3) Sputum berlebih
4) Mengi, wheezing dan/ atau ronkhi kering
5) Meconium di jalan napas (pada neonatus)
Gejala dan tanda minor :
Subjektif :
1) Dispnea
2) Sulit bicara
3) Ortopnea
Objektif :
1) Gelisah
2) Sianosis
3) Bunyi napas menurun
4) Frekuensi napas berubah
5) Pola napas berubah
- Faktor yang berhubungan:
Fisiologis
1) Spasme jalan napas
2) Hipersekresi jalan napas
3) Disfungsi neuromuskuler
4) Benda asing dalam jalan napas
5) Adanya jalan napas buatan
6) Sekresi yang tertahan
7) Hiperplasia dinding jalan napas
8) Proses infeksi
9) Respon alergi
10) Efek agen farmakologia (mis. anastesi)
Situasional
1) Perokok aktif
2) Perokok pasif
3) Terpajan polutan
Kondisi terkait :
1) Gullian barre syndrome
2) Sklerosis multipel
3) Myasthenia gravis
4) Prosedur diagnostik (misal bronkoskopi, trsnsesophageal
echocaerdiodraphy (TEE))
5) Depresi system srap pusat
6) Cedera kepala
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Sindrom aspirasi meconium
10) Infeksi saluran napas (Tim Pokja Sdki PPNI, 2017)
b. Diagnosa Keperawatan 2 : Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
- Definisi: Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
- Batasan karakteristik:
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif :
1) Dispnea
Objektif:
1) Penggunaan otot bantu pernapasan
2) Fase ekspirasi memanjang.
3) Pola napas abnormal (mis. takipnea. bradipnea, hiperventilasi kussmaul
cheyne-stokes).
Gejala dan Tanda Minor :
Subjektif :
1) Ortopnea
Objektif :
1) Pernapasan pursed-lip.
2) Pernapasan cuping hidung.
3) Diameter thoraks anterior—posterior meningkat
4) Ventilasi semenit menurun
5) Kapasitas vital menurun
6) Tekanan ekspirasi menurun
7) Tekanan inspirasi menurun
8) Ekskursi dada berubah
- Faktor yang berhubungan:
Penyebab :
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (misalnya nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuscular
6) Gangguan neurologis (misal Elektroensefalogram (EEG) positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energi
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11) Sindrom hipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C% ke atas)
13) Cedera pada medulla spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan
Kondisi klinis terkait :
1) Depresi sistem saraf pusat
2) Cedera kepala
3) Trauma thoraks
4) Gullian barre syndrome
5) Multiple sclerosis
6) Myasthenia gravis
7) Stroke
8) Kuadriplegia
9) Intoksikasi alkohol. (Tim Pokja Sdki PPNI, 2017)
c. Diagnosa Keperawatan 3 : Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)
- Definisi: Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eleminasi
karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.
- Batasan karakteristik:
Gejala dan tanda mayor
Subjektif :
10) Dispnea.
Objektif :
1) PCO2 meningkat / menurun.
2) PO2 menurun.
3) Takikardia.
4) pH arteri meningkat/menurun.
5) Bunyi napas tambahan.
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1) Pusing.
2) Penglihatan kabur.
Objektif :
1) Sianosis.
2) Diaforesis.
3) Gelisah.
4) Napas cuping hidung.
5) Pola napas abnormal (cepat / lambat, regular/ iregular, dalam/ dangkal).
6) Warna kulit abnormal (misalnya pucat, kebiruan).
7) Kesadaran menurun.
- Faktor yang berhubungan:
Penyebab :
1) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
2) Perubahan membran alveolus-kapiler.
Kondisi klinis terkait :
1) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
2) Gagal jantung kongestif.
3) Asma.
4) Pneumonia.
5) Tuberkulosis paru.
6) Penyakit membran hialin.
7) Asfiksia.
8) Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN).
9) Prematuritas.
10) Infeksi saluran napas. (Tim Pokja Sdki PPNI, 2017)
3. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


DX KEPERAWATAN HASIL

1 Bersihan Jalan Nafas Setelah dilakukan intervensi 1. Latihan batuk efektif (I.01006) 1
Tidak Efektif (D.0001) keperawatan selama 2x24jam Tindakan
maka diharapkan bersihan jalan Observasi :
napas membaik dengan kriteria - Identifikasi kemampuan batuk - Mengetahui kemampuan batuk
hasil: - Monitor adanya retensi sputum - Mengetahui produksi sputum yang
Bersihan jalan napas dihasilkan
(L.01001) - Monitor tanda dan gejala infeksi - Menentukan intervensi selanjutnya
- Batuk efektif meningkat (5) saluran napas
- Produksi sputum menurun (1) Terapeutik :
- Wheezing menurun (1) - Atur posisi semi-fowler atau - Memberikan posisi yang nyaman
- Dispnea menurun (1) fowler untuk pasien, mengurangi sesak
- Gelisah menurun (1) nafas
- Frekuensi napas membaik (5) - Pasang perlak dan bengkok di - Agar kebersihan pasien tetap terjaga
- Pola napas membaik (5) pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat - Agar tidak menimbulkan bau tidak
sputum enak kemana-mana dan
Edukasi : menyebabkan infeksi baru
- Jelaskan tujuan dan prosedur - Memudahkan sputum keluar
batuk efektif
- Anjurkan tarik nafas dalam - Agar sputum yang tertahan dapat
melalui hidung selama 4 detik, keluar
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
- Anjurkan mengulangi tarik - Sesuai prosedur batuk efektif
napas dalam hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat - Agar Sekret/ sputum dapat
langsung setelah tarik napas dikeluarkan
dalam yang ke-3
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian mukolitik - Membantu mengencerkan sputum
atau ekspektoran, jika perlu sehingga melancarkan saluran
2. Manajemen Jalan Napas pernafasan
(I.01011)
Tindakan:
Observasi:
- Monitor pola napas - Mengetahui tanda dan gejala awal
(frekuensi, kedalaman, usaha bersihan jalan napas tidak efektif
napas)
- Monitor bunyi napas
tambahan (mis. gurgling, - Mengetahui adanya sumbatan pada
mengi, wheezing, ronchi jalan nafas dan perkembangan status
kering) kesehatan pasien
- Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma) - Mengetahui produksi sputum yang
Terapeutik: dihasilkan dan untuk menegakkan
- Posisikan semi-fowler atau diagnosa
fowler - Memberikan posisi yang nyaman
untuk pasien, mengurangi sesak
- Berikan minum hangat nafas
- Membantu mengencerkan produksi
- Lakukan fisioterapi dada, jika sputum
perlu - Membantu untuk mengeluarkan
- Berikan oksigen, jika perlu produksi sputum
Edukasi: - Memberikan tambahan oksigen dan
- Anjurkan asupan cairan 2000 mengurangi perburukan keadaan
ml/hari, jika tidak kontra - Mencukupi jumlah kebutuhan cairan
indikasi klien untuk mencegah dehidrasi
- Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi: - Memudahkan pasien untuk dapat
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mengeluarkan sputum
mukolitik, jika perlu - Mengencerkan sputum sehingga
3. Pemantauan Respirasi (I.01014) melancarkan saluran pernafasan
Tindakan:
Observasi:
- Monitor frekuensi, irama,
kedalam dan upaya napas
- Monitor pola napas - Mengetahui tanda dan gejala awal
- Monitor kemampuan batuk bersihan jalan napas tidak efektif
efektif - Menentukan intervensi selanjutnya
- Monitor adanya produksi - Mengetahui kemampuan untuk batuk
sputum efektif
- Monitor adanya sumbatan - Mengetahui produksi sputum yang
jalan napas dihasilkan
- Auskultasi bunyi napas - Menentukan intervensi selanjutnya

- Monitor saturasi oksigen - Mengetahui ada atau tidak bunyi


napas tambahan
- Monitor x-ray thoraks - Mengetahui kadar Oksigen di dalam
Terapeutik: tubuh
- Atur internal pemantau - Menentukan diagnosa dan intervensi
respirasi sesuai kondisi
pasien selanjutnya
- Dokumentasikan hasil - Mengetahui interval respirasi kondisi
pemantauan pasien
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur - Agar memantau intervensi yang
pemantauan telah dilakukan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu - Agar pasien dan keluarga merasa
nyaman
- Agar pasien dan keluarga
mengetahui kondisi pasien

2 Pola Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen Jalan Napas


Efektif (D.0005) keperawatan selama 2 x 24 jam (I.01011)
pola nafas kembali efektif dengan Tindakan:
kriteria hasil: Observasi:
Pola Nafas (SLKI, L.01004) - Monitor pola napas - Mengetahui tanda dan gejala awal
1. Dipsneu menurun (1) (frekuensi, kedalaman, usaha pola napas tidak efektif
2. Penggunaan otot bantu nafas napas)
menurun (1) - Monitor bunyi napas - Mengetahui adanya sumbatan pada
3. Pernafasan cuping hidung tambahan (mis. gurgling, jalan nafas dan perkembangan status
menurun (1) mengi, wheezing, ronchi
4. Frekuensi nafas membaik (5) kering) kesehatan pasien
5. Kedalaman nafas membaik (5) - Monitor sputum (jumlah,
Tingkat Keletihan (SLKI, L warna, aroma) - Mengetahui produksi sputum yang
05046) Terapeutik: dihasilkan dan untuk menegakkan
1. Mengi menurun (1) - Posisikan semi-fowler atau diagnosa
2. Gelisah menurun (1) fowler - Memberikan posisi yang nyaman
3. Frekuensi nafas menurun (1) untuk pasien, mengurangi sesak
4. Pola nafas membaik (5) - Berikan minum hangat nafas
- Membantu mengencerkan produksi
- Lakukan fisioterapi dada, jika sputum
perlu - Membantu untuk mengeluarkan
- Berikan oksigen, jika perlu produksi sputum
Edukasi: - Memberikan tambahan oksigen dan
- Anjurkan asupan cairan 2000 mengurangi perburukan keadaan
ml/hari, jika tidak kontra - Mencukupi jumlah kebutuhan cairan
indikasi klien untuk mencegah dehidrasi
- Ajarkan tehnik batuk efektif
Kolaborasi: - Memudahkan pasien untuk dapat
- Kolaborasi pemberian mengeluarkan sputum
bronkodilator, ekspektoran, - Mengencerkan sputum sehingga
mukolitik, jika perlu melancarkan saluran pernafasan
2. Pemantauan Respirasi (I.01014)
Tindakan:
Observasi:
- Monitor frekuensi, irama,
kedalam dan upaya napas - Mengetahui tanda dan gejala awal
- Monitor pola napas bersihan jalan napas tidak efektif
- Monitor kemampuan batuk - Menentukan intervensi selanjutnya
efektif - Mengetahui kemampuan untuk batuk
- Monitor adanya produksi efektif
sputum - Mengetahui produksi sputum yang
- Monitor adanya sumbatan dihasilkan
jalan napas - Menentukan intervensi selanjutnya
- Auskultasi bunyi napas
- Mengetahui ada atau tidak bunyi
- Monitor saturasi oksigen napas tambahan
- Mengetahui kadar Oksigen di dalam
- Monitor x-ray thoraks tubuh
Terapeutik: - Menentukan diagnosa dan intervensi
- Atur internal pemantau selanjutnya
respirasi sesuai kondisi - Mengetahui interval respirasi kondisi
pasien pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi: - Agar memantau intervensi yang
- Jelaskan tujuan dan prosedur telah dilakukan
pemantauan
- Informasikan hasil - Agar pasien dan keluarga merasa
pemantauan, jika perlu nyaman
- Agar pasien dan keluarga
mengetahui kondisi pasien

3 Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan intervensi 1. Pemantauan Respirasi (I.01014)


Gas (D.0003) keperawatan selama 2x24jam Tindakan:
diharapkan karbondioksida pada Observasi:
membrane alveolus-kapiler dalam - Monitor frekuensi, irama, - Mengetahui tanda dan gejala awal
batas normal dengan kriteria hasil : kedalam dan upaya napas bersihan jalan napas tidak efektif
1. Dispneu menurun (1) - Monitor pola napas - Menentukan intervensi selanjutnya
2. Penggunaan otot bantu napas - Monitor kemampuan batuk - Mengetahui kemampuan untuk batuk
menurun (1) efektif efektif
3. Bunyi napas tambahan menurun - Monitor adanya produksi - Mengetahui produksi sputum yang
(1) sputum dihasilkan
4. Gelisah menurun (1) - Monitor adanya sumbatan - Menentukan intervensi selanjutnya
5. Takikardi membaik (5) jalan napas
- Mengetahui ada atau tidak bunyi
6. Sianosis membaik (5) - Auskultasi bunyi napas napas tambahan
7. Pola napas membaik (5) - Mengetahui kadar Oksigen di dalam
8. Warna kulit membaik (5) - Monitor saturasi oksigen tubuh
- Menentukan diagnosa dan intervensi
- Monitor x-ray thoraks selanjutnya
Terapeutik: - Mengetahui interval respirasi kondisi
- Atur internal pemantau pasien
respirasi sesuai kondisi
pasien - Agar memantau intervensi yang
- Dokumentasikan hasil telah dilakukan
pemantauan
Edukasi: - Agar pasien dan keluarga merasa
- Jelaskan tujuan dan prosedur nyaman
pemantauan - Agar pasien dan keluarga
- Informasikan hasil mengetahui kondisi pasien
pemantauan, jika perlu
2. Terapi oksigen (I.01026)
Observasi: - Mengetahui posisi alat terapi
- Monitor posisi alat terapi oksigen apakah masih baik
oksigen - Menentukan intervensi selanjutnya
- Monitor tanda-tanda
hipoventilasi - Mengetahui adanya kecemasan
- Monitor tingkat kecemasan dalam penggunaan oksigen
akibat terapi oksigen - Mengetahui adanya efeksamping
- Monitor integritas mukosa penggunaan oksigen
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik: - Menjaga agar tidak ada sekret yang
- Bersihkan sekret pada mulut, menumpuk di jalan napas
hidung dan trakea jika perlu - Agar saturasi oksigen tetap terjaga
- Pertahankan kepatenan jalan
napas - Mencegah terjadinya kekurangan
- Berikan oksigen tambahan, oksigen di dalan tubuh
jika perlu
Edukasi : - Agar pasien dan keluarga dapat
- Ajarkan pasien dan keluarga menggunakan oksigen di rumah saat
cara menggunakan oksigen di diperlukan
rumah
Kolaborasi : - Agar kebutuhan oksigen tetap
- Kolaborasi penentuan dosis terpenuhi
oksigen - Agar mempertahankan kebutuhan
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas mauoun
oksigen saat aktivitas dan/ istirahat
atau tidur.
C. Daftar pustaka

Alimul Hidayat. (2008).Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Salemba Medika.


Ambara, Didith Pramunditya dkk. (2014). Asesmen Anak Usia Dini. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Atoilah, E.M. & Engkus Kusnadi. 2013. Askep Pada Klien Dengan Gangguan Kebutuhan
Dasar Manusia. Garut: IN MEDIA
Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
DepKes RI. (2006). Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit
di Indonesia Revisi II. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik.
Dwienda dkk. (2014). Asuhan Kebidanan Neonatu, Bayi/Balita Dan Anak Prasekolah
Untuk Para Bidan,Yogyakarta: CV BUDI UTAMA.
Haswita, dan Reni Sulistyowati. (2017) Kebutuhan Dasar Manusia untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Media
Kusnanto. (2016). Modul Pembelajaran Pemenuhan Kebutuhan Oksigen. Surabaya ;
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Martini FH. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 9th ed. Development. San
Francisco: Pearsin Education, Inc.; 2012.
Papalia, D. E., Old s, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development
Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika.
Peate I, Nair M, editors. Fundamentals Of Anatomy and Physiology For Nursing and
Healthcare Students. UK: John Wiley & Sons; 2017.
Santrock, John W. (2011). Perkembangan Anak Edisi 7 Jilid 2. (Terjemahan: Sarah Genis
B) Jakarta: Erlangga.
Saputra, Lyndon. 2013. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara
Sherwood L.2010. Human Physiology From Cells to System. 7th ed. United States of
America : Boorks/cole.
Sherwood L. (2011). Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Tim Pokja Sdki PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.
Tim Pokja Siki PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan.
Tim Pokja Slki PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.JakartaSelatan.
Tortora, G. J. dan Derrickson, B. (2014) ‘Principles of Anatomy and Physiology’, in
Principles of Anatomy and Physiology. 14th edn. United States of America:
John Wiley & Sons, pp. 712–748. doi: 10.1016/S0031- 9406(05)60992-3.
Yuniarti, Sri. (2015). Asuhan Tumbuh Kembang Neonatus Bayi: Balita dan Anak
Prasekolah. Bandung : PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai