Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


KEBUTUHAN OKSIGENASI

Dosen Pembimbing :

Yuliati Amperaningsih,. SKM., M. Kess

Pembimbing Lapangan :

Ns. Trisilo Wahyudi, S.Kep., M.Kes

DISUSUN OLEH :

RIVAN MIRANDO

2014401086

TINGKAT 2 REGULER 2

JURUSAN DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES TANJUNG KARANG
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN AJARAN 2021/2022
A. KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI (Fundamental Of Nursing)

1. Definisi Oksigenasi
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh bersama
dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen merupakan unsur yang
diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua proses penting tubuh seperti
pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh,
pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya berlaku apabila terdapat banyak
oksigen. Oksigen juga merupakan sumber tenaga yang dibutuhkan untuk metabolisme
tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013).

Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem tubuh baik itu
bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam tubuh secara alami dengan cara
bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara individu
dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup udara untuk mendapatkan
oksigen dari lingkungan dan kemudian udara dihembuskan untuk mengeluarkan karbon
dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).

Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan
berbagai aktivitas sel tubuh dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan oksigenasi
dipengaruhi oleh beberapa factor seperti fisiologis, perkembangan, perilaku, dan
lingkungan (Ernawati, 2012).

2. Tujuan Pemberian Oksigenasi


a. Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah,
b. Untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.

3. Anatomi fisiologi system oksigenasi


Organ pernafasan manusia terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus. Udara masuk ke dalam lubang hidung melalui rongga hidung yang didalamnya
terdapat conchae dan rambut-rambut hidung. Udara inspirasi berjalan menuruni trakea,
melalui bronkiolus ke alveolus.

Dinding bronkus dan bronkiolus ditunjang juga oleh cincin tulang rawan. Di ujung
bronkiolus terkumpul alveolus, yaitu kantung udara kecil yang dipenuhi oleh pembuluh
kapiler darah dan tempat terjadinya pertukaran gas antara udara dan darah. Dinding
sebelah dalam trakea, bronkus dan bronkiolus dilapisi oleh epitel bersilium penghasil
lendir sehingga partikel debu yang tidak tertepis di hidung, terjerat dalam lendir tersebut.
Silium-silium menyapu partikel ke trakea, ketika partikel mendekati glotis terjadilah
batuk sehingga dahak keluar dari mulut. Sedangkan partikel halus akan difagosit di
dinding alveolus. Tiap alveolus dilapisi oleh dua jenis sel epitel. Sel tipe I merupakan sel
gepeng yang memiliki perluasan sitoplasma yang besar dan merupakan sel pelapis utama.
Sel tipe II (pneumosit granular) lebih tebal dan banyak badan inklusi lamellar. Sel-sel ini
mensekresi surfaktan. Terdapat pula sel epitel jenis khusus lainnya dan paru juga
memiliki
makrofag alveolus paru (PAMs = Pulmonary Alveolar Macrophages), limfosit, sel
plasma, dan sel mast.

4. Fisiologis Proses Oksigenasi


Proses pernapasan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernapasan eksternal dan
pernapasan internal. Pernapasan eksternal adalah proses pertukaran gas secara
keseluruhan antara lingkungan eksternal dan pembuluh kapiler paru (kapiler pulmonalis),
sedangkan pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas antara pembuluh darah
kapiler dan jaringan tubuh (Saputra, 2013).

Tercapainya fungsi utama dari sistem pernapasan sangat tergantung dari


proses fisiologi sistem pernapasan itu sendiri yaitu ventilasi pulmonal, difusi gas,
transfortasi gas serta perfusi jaringan. Keempat proses oksigenasi ini didukung ole baik
atau tidaknya kondisi jalan napas, keadaan udara di atmosfir, otot-otot pernapasan, fungsi
sistem kardiovaskuler serta kondisi dari pusat pernapasan (Atoilah & Kusnadi, 2013). Sel
di dalam tubuh sebagian besarnya memperoleh energi melalui reaksi kimia yang
melibatkan oksigenasi dan pembuangan karbondioksida. Proses Pertukaran gas dari
pernapasan terjadi di lingkungan dan darah (Ernawati, 2012).
a. Pernapasan eksternal Pernapasan eksternal dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu
ventilasi pulmoner, difusi gas, dan transfor oksigen serta karbon dioksida ( Saputra,
2013).
1) Ventilasi
Ventilasi merupakan pergerakan udara masuk dan kemudian keluar dari paru-paru
(Tarwoto & Wartonah, 2011). Keluar masuknya udara dari atmosfer kedalam
paru-paru terjadi karenaadanya perbedaan tekanan udara yang menyebabkan
udarabergerak dari tekanan yang tinggi ke daerah yang bertekananlebih rendah.
Satu kali pernapasan adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Inspirasi
merupakan proses aktif dalam menghirup udara dan membutuhkan energi yang
lebih banyak dibanding dengan ekspirasi. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali
inspirasi ± 1 – 1,5 detik, sedangkan ekspirasi lebih lama yaitu ± 2 – 3 detik dalam
usaha mengeluarkan udara (Atoilah, 2013).

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), ada tiga kekuatan yang berperan dalam
ventilasi, yaitu ; compliance ventilasi dan dinding dada, tegangan permukaan
yang disebabkan oleh cairan alveolus, dan dapat diturunkan oleh adanya surfaktan
serta alveolus, dan dapat diturunkan oleh adanya surfaktan serta pengaruh otot-
otot inspirasi.
a) Compliance atau kemampuan untuk meregang merupakan sifat yang dapat
diregangkannya paru-paru dan dinding dada, hal ini terkait dengan volume
serta tekanan paru-paru. Struktur paru-paru yang elastic akan memungkinkan
paru-paru untuk meregang dan mengempis yang menimbulkan perbedaan
tekanan dan volume, sehingga udara dapat keluar masuk paru-paru.
b) Tekanan surfaktan. Perubahan tekanan permukaan alveolus mempengaruhi
kemampuan compliance paru. Tekanan surfaktan disebabkan oleh adanya
cairan pada lapisan alveolus yang dihasilkan oleh sel tipe II.
c) Otot-otot pernapasan. Ventilasi sangat membutuhkan otot-otot pernapasan
untuk megembangkan rongga toraks.

2) Difusi
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), difusi adalah proses pertukaran oksigen
dan karbon dioksida dari alveolus ke kapiler pulmonal melalui membrane, dari
area dengan konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi yang rendah. Proses
difusi dari alveolus ke kapiler paru-paru antara oksigen dan karbon dioksida
melewati enam rintangan atau barier, yaitu ; melewati surfaktan, membran
alveolus, cairan intraintestinal, membran kapiler, plasma, dan membran sel darah
merah. Oksigen berdifusi masuk dari alveolus ke darah dan karbon dioksida
berdifusi keluar dari darah ke alveolus. Karbon dioksida di difusi 20 kali lipat
lebih cepat dari difusi oksigen, karena CO2daya larutnya lebih tinggi. Beberapa
faktor yang memengaruhi kecepatan difusi adalah sebagai berikut ;
a) Perbedaan tekanan pada membran. Semakin besar perbedaan tekanan maka
semakin cepat pula proses difusi.
b) Besarnya area membrane. Semakin luas area membrane difusi maka akan
semakin cepat difusi melewati membran.
c) Keadaan tebal tipisnya membran. Semakin tipis maka akan semakin cepat
proses difusi.
d) Koefisien difusi, yaitu kemampuan terlarut suatu gas dalam cairan membran
paru. Semakin tinggi koefisien maka semakin cepat difusi terjadi.

3) Transfor oksigen Sistem transfor oksigen terdiri atas paru-paru dan sistem
kardiovaskuler. Penyampaian tergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke
dalm paru-paru (ventilasi), darah mengalir ke paru-paru dan jaringan (perfusi),
kecepatan difusi, serta kapasitas kandungan paru ( Perry & Potter, 2009).

Menurut Atoilah (2013), untuk mencapai jaringan sebagian besar (± 97 %)


oksigen berikatan dengan haemoglobin, sebagian kecil akan berikatan dengan
plasma (± 3 %). Setiap satu gram Hb dapat berikatan dengan 1,34 ml oksigen bila
dalam keadaankonsentrasi drah jenuh (100 %). Ada beberapa faktor-faktor yang
memengaruhi transportasi oksigen, yaitu ;
a) Cardiac Output Saat volume darah yang dipompakan oleh jatung berkurang
maka jumlah oksigen yang ditransport juga akan berkurang.
b) Jumlah eritrosit atau HB Dalam keadaan anemia oksigen yang berikatan
dengan Hb akan berkurang juga sehingga jaringan akan kekurangan oksigen.
c) Latihan fisik Aktivitas yang teratur akan berdampak pada keadaan
membaiknya pembuluh darah sebagai sarana transfortasi, sehingga darah akan
lancar menuju daerah tujuan.Hematokrit Perbandingan antara zat terlarut atau
darah dengan zat pelarut atau plasma darah akan memengaruhi kekentalan
darah, semakin kental keadaan darah maka akan semakin sulit untuk
ditransportasi. Suhu lingkungan panas lingkungan sangat membantu
memperlancar peredaran darah.

b. Pernapasan internal
Pernapasan internal merupakan proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler
dan jaringan tubuh. Setelah oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah, darah yang
banyak mengandung oksigen akan diangkut ke seluruh tubuh hingga mencapai
kapiler sistemik. Di bagian ini terjadi pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara
kapiler sistemik ke sel jaringan, sedangkan karbon dioksida berdifusi dari sel jaringan
ke kapiler sistemik (Saputra,2013). Pertukaran gas dan penggunaannya di jaringan
merupakan proses perfusi. Proses ini erat kaitannya dengan metabolisme atau proses
penggunaan oksigen di dalam paru (Atoilah & Kusnadi, 2013).

5. Masalah-Masalah pada Oksigenasi


Permasalahan yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidakterlepasdari
adanya gangguan yang terjadi pada sistim respirasi, baik pada anatomi maupun fisiologis
dari orga-organ respirasi. Permasalahan dalam pemenuhan masalah tersebut juga dapat
disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem tubuh lain, seperti sistem kardiovaskuler
(Abdullah, 2014).

Gangguan respirasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti adanya peradangan,
obstruksi, trauma, kanker, degenerative, dan lain-lain. Gangguan tersebut akan
menyebabkan kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak terpenuhi secara adekuat. Menurut
Abdullah (2014) secara garis besar, gangguan pada respirasi dikelompokkan menjadi tiga
yaitu gangguan irama atau frekuensi, insufisiensi pernapasan dan hipoksia, yaitu ;
a) Gangguan irama/frekuensi pernapasan
1) Gangguan irama pernapasan
a. Pernapasan Cheyne stokes
Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya
mula-mula dangkal, makin naik, kemudian menurun dan berhenti, lalu
pernapasan dimulai lagi dengan siklus yang baru. Jenis pernapasan Ini
biasanya terjadi pada klien gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan
intrakranial, overdosis obat. Namun secara fisiologis jenis pernapasan ini,
terutama terdapat pada orang di ketinggian 12.000 – 15.000 kaki diatas
permukaan air laut dan pada bayi saat tidur.
b. Pernapasan Biot
Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan
pernapasan cheyne stokes, tetapi amplitudonya rata dan
disertai apnea. Keadaan ini kadang ditemukan pada penyakit radang selaput
otak.
c. Pernapasan Kussmaul
Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang jumlah dan kedalamannya
meningkat dan sering melebihi 20 kali/menit. Jenis pernapasan ini dapat
ditemukan pada klien dengan asidosis metabolic dan gagal ginjal.
2) Gangguan frekuensi pernapasan
a. Takipnea
Takipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya meningkat dan melebihi
jumlah frekuensi pernapasan normal.
b. Bradipnea
Bradipnea merupakan pernapasan yang frekuensinyamenurun dengan jumlah
frekuensi pernapasan dibawah frekuensi pernapasan normal.
b) Insufisiensi pernapasan
Penyebab insufisiensi pernapasan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok utama yaitu ;
1) Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti :
a. Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis,
transeksi servikal.
b. Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma,
emfisema, TBC, dan lain-lain.
2) Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru
a. Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi berkurang misalnya
kerusakanjaringan paru, TBC, kanker dan lain-lain.
b. Kondisi yang menyebabkan penebalan membrane
pernapasan, misalnya pada edema paru, pneumonia, dan lainnya.
c. Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yangtidak normal
dalam beberapa bagian paru, misalnya pada
thrombosis paru.
3) Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari paru-paru
ke jaringan
a. Anemia merupakan keadaan berkurangnya jumla total hemoglobin yang
tersediauntuk transfor oksigen.
b. Keracunan karbon dioksida yang menyebabkan sebagian besar hemoglobin
menjadi tidak dapat mengangkut oksigen.
c. Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh curah jantung yang
rendah.
c) Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan oksigen di dalam jaringan.
Hipoksia dapat dibagi kedalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia
hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan hipoksia histotoksik.
 Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen didalam darah arteri.
Hipoksemia terbagi menjadi dua jenis yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia
anoksik) dan hipoksemia isotonic (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik terjadi
jika tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida dalam darah
tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik
terjadi jika oksigen normal, tetapi jumlah oksigen yang dapatdiikat hemoglobin
sedikit. Hal ini dapat terjadi pada kondisi anemia dan keracunan karbondioksida.
1) Hipoksia hipokinetik Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia yang terjadi
akibat adanya bendungan atau sumbatan. Hipoksia
hipokinetik dibagi menjadi dua jenis yaitu hipoksia
hipokinetik iskemik dan hipoksia hipokinetik kongestif.
2) Overventilasi hipoksia
Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang berlebihan
sehingga kemampuan penyediaanoksigen lebih rendah dari penggunaannya.
3) Hipoksia histotoksik
Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di kapiler jaringan
mencukupi, tetapi jaringan tidak dapt menggunakan oksigen karena pengaruh
racun sianida. Hal tersebut mengakibatkan oksigen kembali dalam darah vena
dalam jumlah yang lebih banyak daripada normal (oksigen darah vena
meningkat).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KEBUTUHAN


OKSIGENASI

1. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian (Fundamental Of Nursing)
 Riwayat Keperawatan Pengkajian Fisik Kebutuhan Dasar Oksigenasi
 Pemeriksaan penunjang.
1) Metode Morfologisa.
a) Radiologi
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil
terhadap jalannya sinar X sehingga memberi bayangan yang sangat
memancar. Bagian padat udara akan memberikan udara bayangan yang
lebih padat karena sulit ditembus sinar X. benda yang padat member
kesan warna lebih putih dari bagian berbentuk udara.
b) Bronkoskopi
Merupakan teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trachea
dan cabang utamanya. Biasanya digunakan untuk memastikan
karsinoma bronkogenik, atau untuk membuang benda asing. Setelah
tindakan ini pasien tidak bolelh makan atau minum selama 2 -3 jam
sampai tikmbul reflex muntah. Jika tidak, pasien mungkin akan
mengalami aspirasi kedalam cabang trakeobronkialtrakeobronkial.
c) Pemeriksaan biopsi
Manfaat biopsi paru-paru terutama berkaitan dengan penyakit paru yang
bersifat menyebar yang tidak dapat didiagnosis dengan cara lain.
d) Pemeriksaan sputum
Bersifat mikroskopis dan penting untuk diagnosis etiologi berbagai
penyakit pernapasan. Dapat digunakan untuk menjelaskan organisme
penyebab penyakit berbagai pneumonia, bakterial tuberkulosa, serta
jamur. Pemeriksaan serologi eksploitatif pada Sekutu membantu proses
regenerasi karsinoma paru. Waktu yang baik untuk pengumpulan sputum
adalah pagi hari bangun tidur karena sekresi abnormal bronkus cenderung
berkumpul waktu tidur.
2) Metode Fisiologis
Tes fungsi paru menggunakan spirometer akan menghasilkan:
a) Volume Alun Napas (Tidal Volume –TV), yaitu volume udara yang
keluar masuk paru pada keadaan istirahat (±500ml).
b) Volume Cadangan Inspirasi (Inspiration Reserve Volume –IRV), yaitu
volume udara yang masih dapat masuk paru pada inspirasi maksimal
setelah inspirasisecara biasa. L = ±3300 ml, P = ±1900 ml.
c) Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspirasi Reserve Volume –ERV), yaitu
jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara aktif dari paru melalui
kontraksi otot ekspirasi setelah ekspirasi biasa L= ± 1000ml, P = ± 700
ml.
d) Volume residu (Residu Volume - RV), yaitu udara yang masih tersisa
dalam paru setelah ekspirasi maksimal L = ± 1200 ml, P = ± 1100 ml
kapasitas pulmonal sebagai hasil penjumlahan dua jenis Volume atau lebih
dalam satu kesatuan
e) Kapasitas inspirasi (Ispiration Capacity - PC), yaitu Jumlah udara yang
dapat dimasukkan ke dalam paru-paru setelah akhir ekspirasi biasa (IC =
IRV + TV)
f) Kapasitas residu fungsional (Fungsional Residual Capacity - FRC) yaitu
Jumlah udara paru pada akhir respirasi biasa (FRC = ERV + RV)
g) Kapasitas vital (Vital Capacity - VC) yaitu volume udara maksimal yang
dapat masuk dan keluar paru-paru selama satu siklus pernapasan yaitu
setelah inspirasi dan ekspirasi maksimal (VC = IRV+ TV + ERV)
Kapasitas paru-paru total (Total Lung Capacity - TLC) yaitu jumlah udara
maksimal yang masih ada di paru-paru (TLC = VC + RV) L = ±6000 ml,
P = ±4200 ml
h) Ruang Rugi (Anatomical Dead Space) yaitu area di sepanjang saluran
napas yang tidak terlibat proses pertukaran gas ( ±150 ml). L = ± 500 ml
i) Frekuensi nafas yaitu jumlah pernapasan yang dilakukan per menit ( ±15
x/menit). Secara umum volume dan kapasitas paru akan menurun Bila
seseorang berbaring dan meningkat saat berdiri menurun karena isi perut
menekan ke atas atau ke diafragma sedangkan volume udara baru
meningkat sehingga ruangan yang diisi udara berkurang.
j) Analisis Gas Darah Analysis Blood Gasess - ABGs) sampel darah yang
digunakan adalah Arteri radialis (mudah diambil).

b. Diagnosa Keperawatan Kebutuhan Oksigenasi (Sdki)


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan ditandai dengan batuk
tidak efektif, sputum berlebih, mengi, dispnea.

2. Pola nafas tidak efektif b.d kecemasan ditandai dengan fase ekspirasi memanjang,
pola nafas abnormal, dispnea, pernafasan cuping hidung dan kapasitas vital
menurun.

3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidak seimbangan ventilasi-perfusi ditandai


dengan dispnea, takikardi, bunyi nafas tambahan, penglihatan kabur, sianosis,
PO2 menurun.

c. Perencanaan

No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)


Dx. Kep.
1. Bersihan jalan nafas Setelah diberikan asuhan INTERVENSI UTAMA
tidak efektif b.d sekresi keperawatan 3 x 24jam 1. Latihan batuk efektif
DS : bersihan jalan napas klien Definisi : melatih pasien yang tidak
1. Dispnea efektif dengan kriteria: memiliki kemampuan waktu secara
DO : 1. Dispnea menurun efektif untuk membersihkan laring
1. Batuk tidak efektif 2. Batuk efektif trakea dan bronkiolus dari sekret
2. Sputum berlebih meningkat atau benda asing di jalan nafas.
3. Mengi 3. Produksi sputum Tidakan :
menurun Observasi :
4. Mengi menurun 1. Identifikasi kemampuan
batuk
2. Monitor adanya retensi
sputum
3. Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran nafas
4. Monitor input dan output
cairan

Terapeutik :
1. Atur posisi semifowler atau
fowler
2. Pasang Perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
3. Buang sekret pada tempat
sputum

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur waktu efektif
2. Anjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4
detik, di tahan selama 2
detik, kemudian keluarkan
dari mulut dengan bibir
mencucu selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga tiga
kali
4. Anjurkan batu dengan kuat
langsung setelah Tarik
nafas dalam yang ketiga
Kolaborasi :
1. kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
Jika perlu.

2. Manajemen jalan nafas


Definisi : mengidentifikasi dan
mengelola kepatenan jalan napas.
Tindakan :
Observasi
1. monitor pola nafas
(frekuensi, kedalaman,
usaha nafas)
2. Monitor bunyi nafas
tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing, ronki
kering)
3. Monitor sputum ( jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan
headhead-tilt dan Chin lift
2. Posisikan semifowler atau
Fowler
3. Berikan Minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
5. Lakukan pengisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen Jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan
2000 mil perhari jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, Jika perlu

INTERVENSI PENDAMPING
1. Manajemen asma
Definisi : mengidentifikasi dan
mengelola abstraksi aliran udara
yang akibat reaksi alergi atau
hipersensitifitas Jalan napas yang
menyebabkan bronkospasme.
Tindakan
Observasi :
1. Monitor frekuensi dan
kedalaman napas.
2. Monitor tanda dan gejala
hipoksia (mis. gelisah,
agitasi, penurunan
kesadaran)
3. Monitor bunyi napas
tambahan (mis. wheezing,
mengi)
4. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik :
1. Berikan posisi semi fowler
30-40°
2. Pasang oksimetri nadi
3. Lakukan pengisapan lendir,
Jika perlu
4. Berikan oksigen 6-15L via
sungkup untuk
mempertahankan SpO2 >
90%
5. Pasang jalur intravena
untuk memberikan obat dan
hidrasi
6. Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan hitung darah
lengkap dan AGD
Edukasi :
1. Anjurkan meminimalkan
ansietas yang dapat
meningkatkan kebutuhan
oksigen
2. Anjurkan pernapasan
lambat dan dalam
3. Ajarkan teknik pursed lip
breathing
4. Ajarkan mengidentifikasi
dan menghindari pemicu
(mis. debu, bulu hewan,
serbuk bunga, asap rokok)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator sesuai
indikasi (mis. albuterol,
metaproterenol)
2. Kolaborasi pemberian obat
tambahan jika tidak
responsif dengan
bronkodilator (mis.
methylprednise,
aminophiline)

2. Edukasi fisioterapi dada


Definisi : mengajarkan
memobilisasi sekresi Jalan napas
melalui perkusi getaran dan
drainase postural.
Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi kemampuan
pasien dan keluarga
menerima informasi
Edukasi :
1. Jelaskan kontraindikasi
fisioterapi dada
2. Jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi dada
3. Jelaskan teknik paru-paru
yang mengandung sekresi
berlebihan
4. Jelaskan cara modifikasi
posisi agar dapat
mentoleransi posisi yang
ditentukan
5. Jelaskan alat perkusi dada
pneumatik akustik atau
listrik yang digunakan Jika
perlu
6. Jelaskan cara menggunakan
alat dengan cepat dan
kencang bahu dan lengan
lurus pergelangan tangan
kaku di daerah yang akan
dikeringkan saat pasien
mengisap atau batuk 3-4
kali
7. Anjurkan menghindari
perkusi pada tulang
belakang ginjal payudara
wanita inci dan tulang
rusuk yang patah
8. Ajarkan mengeluarkan cek
resi melalui pernapasan
dalam
9. Ajarkan batuk selama dan
setelah prosedur
10. Jelaskan cara memantau
aktivitas prosedur

Pola nafas tidak efektif b.d Setelah diberikan asuhan INTERVENSI UTAMA
kecemasan keperawatan 3 x 24 jam pola 1. Manajemen jalan nafas
DS : napas efektif dengan kriteria Definisi : mengidentifikasi dan
1. Dispnea : mengelola kepatenan jalan nafas
DO : 1. Dispnea menurun Tindakan :
1. Fase ekspirasi 2. Pemanjangan fase Observasi :
memanjang ekspirasi menurun 1. Monitor pola nafas
2. Pola nafas 3. Pernapasan cuping (frekuensi, kedalaman,
abnormal hidung menurun usaha nafas)
3. Pernafasan cuping 4. Kapasitas vital 2. Monitor bunyi nafas
hidung meningkatkan tambahan (misal gurgling,
4. Kapasitas vital mengi, wheezing, ronki
menurun kering)
3. Monitor sputum ( jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan
headhead-tilt dan Chin lift
2. Posisikan semifowler atau
Fowler
3. Berikan Minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
5. Lakukan pengisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda
padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen Jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan
2000 mil perhari jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, Jika perlu

2. Pemantauan respirasi
Definisi : mengumpulkan dan
menganalisis data untuk
memastikan kepatenan jalan nafas
dan keefektifan pertukaran gas.
Tindakan
Observasi :
1. Monitor frekuensi Irama,
kedalaman dan upaya napas
2. Monitor pola nafas
3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan
Jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspektasi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray thorax
Terapeotik :
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan Jika perlu

INTERVENSI PENDAMPING
1. Dukungan ventilasi
Definisi : memfasilitasi dalam
mempertahankan pernapasan
spontan untuk memaksimalkan
pertukaran gas di paru-paru
Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu nafas
2. Identifikasi efek perubahan
posisi terhadap status
pernapasan
3. Monitor status respirasi dan
oksigeasi
Terapeutik :
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
2. Berikan posisi semifowler
atau fowler
3. Fasilitasi pengubah posisi
senyaman mungkin
4. Berikan oksigen sesuai
kebutuhan
5. Gunakan bag valve Mas,
Jika perlu
Edukasi :
1. Ajarkan melakukan teknik
relaksasi nafas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. kolaborasi pemberian
bronkodilator Jika perlu

2. Manajemen jalan nafas buatan


Definisi : mengidentifikasi dan
mengelola selang endotrakeal dan
trakeostomi
Tindakan :
Observasi
1. Monitor posisi selang
endotrakeal (ETT),
terutama setelah mengubah
posisi.
2. Monitor tekanan balon ETT
setiap 4-8 jam.
3. Monitor kulit area stoma
trakeostomi (mis.
Kemerahan, drainase
perdarahan).

Terapeutik :
1. Kurangi tekanan balon
secara periodik setiap sift.
2. Pasang oropharyngeal
Airway untuk mencegah
ETT tergigit.
3. Cegah ETT terlipat.
4. Berikan pre-osigenasi
100% selama 30 detik (3-6
kali ventilasi) sebelum dan
setelah pengisapan.
5. Berikan volume
preoksigenasi (bagging atau
ventilasi mekanik) 1,5 kali
volume tidal.
6. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik jika
diperlukan (bukan secara
berkala/rutin) .
7. Ganti fiksasi selama 24
jam.
8. Ubah posisi ETT secara
bergantian (kiri dan kanan)
setiap 24 jam.
9. Lakukan perawatan mulut
(misal dengan sikat gigi,
kasa, pelembab bibir ).
10. Lakukan perawatan stoma
trakeostomi
Edukasi :
1. Jelaskan pasien atau
keluarga tujuan dan
prosedur pemasangan jalan
nafas buatan
Kolaborasi :
1. kolaborasi intubasi ulang
jika terbentuk mucus plug
yang tidak dapat dilakukan
penghisapan

Gangguan pertukaran gas Setelah diberikan asuhan INTERVENSI UTAMA


b.d ketidak seimbangan keperawatan 3 x 24 jam 1. Pemantauan respirasi
ventilasi-perfusi gangguan pertukaran gas Definisi : mengumpulkan dan
DS : klien efektif dengan kriteria : menganalisis data untuk
1. Dispnea 1. Dispnea menurun memastikan kepatenan jalan nafas
2. Penglihatan kabur 2. Penglihatan kabur dan keefektifan pertukaran gas.
DO : menurun Tindakan
1. PO2 menurun 3. PO2 membaik Observasi :
2. Takikardi 4. Takikardi membaik 1. Monitor frekuensi Irama,
3. Bunyi nafas 5. Bunyi napas kedalaman dan upaya napas
tambahan tambahan menurun 2. Monitor pola nafas
4. Sianosis Sianosis membaik 3. Monitor kemampuan batuk
efektif
4. Monitor adanya produksi
sputum
5. Monitor adanya sumbatan
Jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspektasi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray thorax
Terapeotik :
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan Jika perlu

2. Terapi oksigen
Definisi : memberikan tambahan
oksigen untuk mencegah dan
mengatasi kondisi kekurangan
oksigen jaringan
Tindakan
Observasi :
1. Monitor Kecepatan aliran
oksigen
2. Monitor posisi alat terapi
oksigen
3. Monitor aliran oksigen
secara periodik dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi
oksigen
5. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
6. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala
psikosis oksigen dan tingkat
kecemasan akibat terapi
oksigen
8. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik :
1. Bersihan sekret pada mulut,
hidung dan trakea, Jika
perlu
2. Mempertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen berikan
oksigen tambahan Jika
perlu
4. Tetap berikan oksigen saat
pasien di transportasi
5. Gunakan perangkat
Oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi :
1. Ajarkan pasien dan
keluarga cara menggunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi :
1. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan
tidur

INTERVENSI PENDUKUN
1. Fisioterapi dada
Definisi : mobilisasi sekresi Jalan
napas melalui perkusi, getaran dan
drainase postural
Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi indikasi
dilakukan fisioterapi dada
2. Identifikasi kontraindikasi
fisioterapi dada
3. Monitor status pernapasan
4. Periksa segmen paru yang
mengandung sekresi
berlebihan
5. Monitor jumlah dan
karakter sputum
6. Monitor toleransi selama
dan setelah prosedur
Terapeutik :
1. Posisikan pasien sesuai
dengan area baru yang
mengalami penumpukan
sputum
2. Gunakan bantal untuk
membantu pengaturan
posisi
3. Lakukan perkusi dan posisi
telapak tangan ditangkap
selama 3-5 menit
4. Lakukan vibrasi dengan
posisi telapak tangan rata
bersama inspirasi melalui
mulut
5. Lakukan fisioterapi dada
setidaknya 2 jam Setelah
makan
6. Hindari perkusi pada tulang
belakang, ginjal, payudara
wanita, inisi dan tulang
rusuk yang patah
7. Lakukan pengisapan lendir
untuk mengeluarkan suara
Jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi dada
2. Anjurkan batuk segera
setelah prosedur selesai
3. Ajarkan inspirasi perlahan
dan dalam melalui hidung
selama Fisioterapi dada

2. Dukungan berhenti merokok


Definisi : meningkatkan keinginan
dan kesiapan proses berhenti
merokok
Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi keinginan
berhenti merokok
2. Identifikasi upaya berhenti
merokok
Terapautik :
1. Diskusikan motivasi
penghentian merokok
2. Diskusikan persiapan
perubahan gaya hidup
3. Lakukan pendekatan
produksi untuk mendukung
dan pemilihan upaya
berhenti merokok
Edukasi :
1. Jelaskan efek langsung
berhenti merokok
2. Jelaskan berbagai intervensi
dengan farmakoterapi
DAFTAR PUSTAKA

Atoilah, Elang Mohamad dan Engkus Kusnadi. 2013. Askep pada Klien dengan Gangguan
Kebutuhan Dasar Manusia. Garut : Media,

Ernawati. 2012. Buku Ajar Konsep dan Aplikasi Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta : TIM.

Saputra, Lyndon. 2013. Catatan Ringkas : Kebutuhan Dasar Manusia. Tanggerang Selatan :
Binarupa aksara publisher

Anda mungkin juga menyukai