Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan dalam
proses kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus terpenuhi
karena apabila berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan otak
dan apabila berlangsung lama akan menyebabkan kematian Proses
pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan dengan cara
pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasan jalan nafas
dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan dan
memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara normal
(Taqwaningtyas, Ficka (2013)(Budyasih, 2014)
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh
tubuh bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen.
Oksigen merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit
ke semua proses penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak,
membuang zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan
jaringan, serta pembiakan hanya berlaku apabila terdapat banyak oksigen.
Oksigen juga merupakan sumber tenaga yang dibutuhkan untuk
metabolisme tubuh (Atoilah & Kusnadi, 2013).(Eki, 2017)
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam
sistem tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan
kedalam tubuh secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau
respirasi merupakan proses pertukaran gas antara individu dengan
lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup udara untuk
mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara dihembuskan
untuk mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).
Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam
mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh
dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh
beberapa factor seperti fisiologis, perkembangan, perilaku, dan lingkungan
(Ernawati, 2012).

B. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk
melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi
adalah untuk memastikan bahwa tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah
yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate
and Nair, 2011).

Gambar Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson, 2014)


Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem
pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan
laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan
paru-paru (Peate and Nair, 2011).
a) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ
pertama dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal
(terlihat) dan bagian internal. Di hidung bagian eksternal terdapat
rangka penunjang berupa tulang dan hyaline kartilago yang
terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian eksternal
hidung memiliki tiga fungsi : (1) menghangatkan, melembabkan, dan
menyaring udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi olfaktori
(indra pembau); dan (3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik
resonansi yang besar dan bergema. Rongga hidung sebagai bagian
internal digambarkan sebagai ruang yang besar pada anterior
tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga mulut);
rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra
and Derrickson, 2014)
b) Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan
panjang 13 cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi
oleh membrane mukosa. Otot rangka yang terelaksasi membuat faring
dalam posisi tetap sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka
sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah sebagai saluran
untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk suara
saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun
terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014)
c) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan
3 bagian berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago
arytenoid, cuneiform, dan corniculate. Arytenoid adalah bagian yang
paling signifikan dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan
membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk menghasilkan
suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah tiroid,
epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi
melindungi pita suara. Epiglotis melindungi saluran udara dan
mengalihkan makanan dan minuman agar melewati esofagus (Peate
and Nair, 2011).
d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang
dilewati udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh
epitel kolumnar bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara
yang masuk lalu akan didorong keatas melewati esofagus untuk
ditelan atau dikeluarkan lewat dahak. Trakea dan bronkus juga
memiliki reseptor iritan yang menstimulasi batuk, memaksa partikel
besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair, 2011).
e) Bronkus

Gambar. Struktur bronkus (Martini et al., 2012)


Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus
kanan dan kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan
dan kiri pula. Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang
dan semakin sempit, pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya,
seperti percabangan pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan
sebutan bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK sekresi
mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga menyebabkan
bronkitis kronis.
f) Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat
tiga lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri.
Diantara kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang
merupakan tempat bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh
dua membran pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura.
Parietal pleura membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura
membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan
tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan antar kedua
pleura sehingga kedua lapisan dapat bersinggungan satu sama lain saat
bernafas. Cairan ini juga membantu pleura visceral dan parietal
melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca yang melekat saat
basah (Peate and Nair, 2011).

Gambar Alveoli (Sherwood, 2010)


Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu
bronchiole. Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole
terminal. Di bagian akhir bronchiole terminal terdapat sekumpulan
alveolus, kantung udara kecil tempat dimana terjadi pertukaran gas
(Sherwood, 2010). Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel
alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa yang
membentuk sebagian besar dari lapisan dinding alveolar. Sel alveolar
tipe II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel
alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama pertukaran gas.
Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas
yang mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan
alveolar ini mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga
permukaan antar sel tetap lembab dan menurunkan tekanan pada
cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks fosfolipid
dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang
udara dan darah terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan
kapiler, dimana keduanya membentuk membran respiratori (Tortora
dan Derrickson, 2014).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap
berhubungan yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi
seluler mengacu pada proses metabolism intraseluler yang terjadi di
mitokondria. Respirasi eksternal adalah serangkaian proses yang
terjadi saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara lingkungan
eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014).
Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:
1) Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari
paru
2) Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke
sirkulasi darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru
3) Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa
dari paru ke jaringan tubuh atau sebaliknya
4) Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate and Nair, 2011)

C. KLASIFIKASI
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan
yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
1. Ventilasi Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen
dan atmosfer kedalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru,
semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.
Demikian pula sebaliknya.
b. Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli
yang terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat
dipengaruhi oleh sistem saraf otonom. Terjadinya rangsangan
simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi
vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
menyebabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan
vasokontriksi atau proses penyempitan
d. Adanya reflek batuk dan muntah Adanya peran mukus sillialis
sebagai penangkal benda asing yang mengandung interferon dan
dapat mengikat virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya
adalah complience recoil. Complience yaitu kemampuan paru
untuk meengembang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
adanya sulfaktor pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang
menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan thoraks.
Sulfaktor diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan
disekresi saat pasien menerik napas, sedangkan recoil adalah
kemampuan untuk mengeluarkan co2 atau kontraksi
menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi recoil
terganggu maka co2 tidak dapat dikelurkan secara maksimal.
Pusat pernapasan yaitu medula oblongata dan pons dapat
mempengaruhi proses ventilasi, karena c02 memiliki
kemampuan merangsang pusat pernapasan. Peningkatan co2
dalam batas 6 mmhg dapat dengan baik merangsang pusat
pernapasan dan bila PaCO, kurang dari sama dengan 80 mmhg
maka dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2. Difusi gas Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kamler paru dan CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Luasnya permukaan paru
b. Tebalnya membran respirasi atau permeabilitas yang terjadi
antara epitel alveoli dan intertisial. Keduanya ini dapat
mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi
sebagai mana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena
tekanan O2 dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2
dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara
berdifusi ) dan PaCO. Dalam arteri pulmonalis juga akan
berdifusi ke dalam alveoli
d. Afinitas gas Yaitu kemampuan untuk menembus dan saling
mengikat hb
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan
tubuh CO2,jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan
berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut
dalam plasma (3 %) sedangkan co2 akan berikatan dengan hb
membentuk karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma
(50%) dan sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah (65%).
Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
a. Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh
darah. Normalnya 5 L/menit. Dalam kondisi patologi yang dapat
menurunkan kardiak output (misal pada kerusakan otot jantung,
kehilangan darah) akan mengurangi jumlah oksigen yang
dikirim ke jaringan umumnya jantung menkompensasi dengan
menambahkan rata-rata pemompaannya untuk meningkatkan
transport oksigen.
b. Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung
berpengaruh terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan
menyebabkan peningkatkan transport o2 (20 x kondisi normal).
Meningkatkan kardiak output dan penggunaan o2 oleh sel.
(Pradana, 2019)
D. MANIFESTASI KLINIS
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda
gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot
nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping
hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi
tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang,
peningkatan diameter anterior- posterior, frekuensi nafas kurang,
penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang
tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2011).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan,
AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman),
hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi,
irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011).

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


a. Faktor fisiologis
1) Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluaran napas bagian atas.
3) Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah menurun
mengakibatkan transport O2 terganggu.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam,ibu
hamil, luka.
5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta penyakit
kronis seperti TB paru.
b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur
2) Bayi dan toodler
3) Anak usia sekolah dan pertengahan
4) Dewasa tua
c. Faktor prilaku
1) Nutrisi
2) Latihan fisik
3) Merokok
4) Penyalahgunaan substansi kecemasan
d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja
2) Suhu lingkungan
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita & Reni, 2017)

F. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI


Menurut Tarwoto & Wartonah (2015), tipe kekurangan Oksigen dalam
tubuh di bagi menjadi 7 bagian yaitu:
1. Hipoksemia
Merupakan keadaan di mana terjadi penurunan konsentrasi oksigen
dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri ( SaO2 ) dibawah
normal (normal PaO 85-100 mmHg, SaO,95%). Pada neonates, PaO2
< 50 mmHg atau SaO2 < 88%. Pada dewasa, anak, dan bayi, PaO2 <
60 mmHg atau SaO2 < 90%. Keadaan ini disebabkan oleh ganguuan
ventilasi, perfusi, difusi, pirau (shunt), atau berada pada tempat yang
kurang oksigen. Pada keadaan hivoksemia, tubuh akan melakukan
kompensasi dengan cara meningkatkan pernapasan, meningkatkan
stroke volume, vasodilatasi pembuluh darah, dan peningkata nadi.
Tanda dan gejala hipoksemia di anaranya sesak nafas, frekuensi nafas
dapat mencapai 35 kali per menit, nadi cepat dan dangkal, serta
sianosis.
2. Hipoksia
Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak
adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi
oksigen yang diinspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada
tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi
berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia antara lain:
1) Menurunnya hemoglobin
2) Berkurangnya konsentrasi oksigen, misalnya jika kita berada di
puncak gunung
3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen, seperti pada
keracunan sianida
4) Menurunya difusi oksigen dan alveoli ke dalam darah seperti pada
pneumonia;
5) Menurunnya perfusi jaringan seperti pada syok;
6) Kerusakan atau gangguan ventilasi Tanda-tanda hipoksia di
antaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan
konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam sianosis
sesak nafas, serta jari tabuh (clubling finger).
c. Gagal nafas
Merupakan keadaan di mana terjadi kegagalan tubuh memenuhi
kebutuhan oksigen karna pasien kehilangan kemampuan ventilasi
secara adekut sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbon
dioksida dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan
gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal nafas di tandai oleh adanya
peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara signifikan.
Gagal nafas dapat disebabkan oleh gangguan system saraf pusat yang
mengontrol system pernapasan, kelemahan neuromuscular, keracunan
obat, gangguan metabolism, kelemahan otot pernapsan, dan obstruktif
jalan nafas.
d. Perubahan pola nafas
Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa sekitar
12-20 x/menit,dengan irama teratur serta inspirasi lebih panjang dari
ekspirasi. Pernafasan normal disebut eupnea. Perubahan pola nafas
dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan
asma.
2) Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti bernapas.
3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan
frekuensi lebih dari 24 x/menit.
4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal
dengan frekuensi kurang dari 16x/menit.
5) Kussmaul, yaitu pernpasan dengan panjang ekspirasi dan inspirasi
sama, sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya
pada pasien koma dengan penyakit diabetes mellitus dan uremia.
6) Cheyne-stokes,merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian
berangsur-ansur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang
secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius,penyakit
jantung, dan penyakit ginjal.
7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea
dengan periode yang tidak teratur, misalnya pada meningitis.
(Ambara, 2019)

G. PATOFISIOLOGI
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan
keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi
maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan
direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran
mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang
terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain
kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi
seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas
miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas(Sasmi, 2016).
H. PENATALAKSANAAN
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah tindakan
pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui atmosfir atau
FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah mengoptimalkan oksigenasi
jaringan dan mencegah respirasi respiratorik, mencegah hipoksia jaringa,
menurunkan kerja napas dan kerja otot jantung, serta mempertahankan
PaO2 > 60 % mmHg atau SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian oksigen dapat
dilakukan pada :
1) Perubahan frekuensi atau pola napas
2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3) Hipoksemia
4) Menurunnya kerja napas
5) Menurunnya kerja miokard
6) Trauma berat
Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa
metode, diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian oksigen),
fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan penghisapan lender atau
subtioning (Abdullah ,2014).
a. Inhalasi oksigen Pemberian oksigen merupakan tindakan keperawatan
dengan cara memberikan oksigen kedalam paru-paru melalui saluran
pernapsan dengan menggunakan alat bantu oksigen. Pemberian
oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui
kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi kebutuhan
oksigen dan mencega terjadinya hipoksia.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem inhalasi
oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.
1) Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien
yang memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas sendiri
dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan untuk
menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen
diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka
sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing dan
sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula. Nasal kanula merupakan
alat yang sederhana dan dapat memberikan oksigen
dengan aliran 1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen
sebesar 20% - 40%.
b) Sungkup muka sederhana Sungkup muka sederhana
diberikan secara selang-seling atau dengan aliran 5 –
10 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing Sungkup
muka dengan kantong rebreathing memiliki kantong
yang terus mengembang baik pada saat inspirasi dan
ekspirasi. Pada saat pasien inspirasi, oksigen akan
masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan
kantong reservoir, ditambah oksigen dari udara kamar
yang masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong.
Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan konsentrasi
60 – 80%.
d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing
Sungkup muka nonrebreathing mempunyai dua katup,
satu katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada
saat ekspirasi dan satu katup yang fungsinya mencegah
udara masuk pada saat inspirasi dan akan membuka
pada saat ekspirasi. Pemberian oksigen dengan aliran
10 – 12 liter/menit dengan konsentrasi oksigen 80 –
100%
2) Sistem aliran tinggi Sistem ini memungkinkan pemberian oksigen
dengan FiO2 lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe
pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen yang
lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi adalah
dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury dengan
aliran sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip pemberian oksigen
dengan ventury adalah oksigen yang menuju sungkup diatur
dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat diatur sesuai
dengan warna alat, misalnya : warna biru 24%, putih 28%, jingga
31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau 60%.
b. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
dengan cara postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien
dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan membersihkan
jalan napas (Eki, 2017)
1) Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada
punggung pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatan
penuh yang dilakukan secara bergantian dengan tujuan melepaskan
sekret pada dinding bronkus sehingga pernapasan menjadi lancar.
2) Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara
memberikan getaran yang kuat dengan menggunakan kedua tangan
yang diletakkan pada dada pasien secara mendatar, tindakan ini
bertujuan untuk meningkatkan turbulensi udara yang dihembuskan
sehingga sputum yang ada dalam bronkus terlepas.
3) Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran
sekret dari berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya
gravitasi bumi dan dalam pengeluaran sekret tersebut dibutuhkan
posisi berbeda pada stiap segmen paru.
4) Napas dalam dan batuk efektif
Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk memperbaiki
ventilasi alveolus atau memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasis, meningkatkan efisiensi batuk, dan mengurangi stress.
Latihan batuk efektif merupakan cara yang dilakukan untuk melatih
pasien untuk memiliki kemampuan batuk secara efektif dengan
tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan bronkiolus, dari
sekret atau benda asing di jalan napas (Eki, 2017)
5) Penghisapan lendir
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan
yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan
sekret atau lender sendiri. Tindakan ini memiliki tujuan untuk
membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigen (Eki,
2017)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
Menurut Brunner & Suddarth (2016), pengkajian keperawatan untuk
pasien gagal jantung berfokus pada pemantauan keefektifan terapi dan
kemampuan pasien untuk memahami dan menjelaskan strategi manajemen
diri. Tanda dan gejala kongesti paru dan kelebihan beban cairan harus segera
dilaporkan yang akan mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen atau
timbulnya masalah oksigenasi.
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan
penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan
penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan
fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang
lainnya.
b. Anamnese
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Batuk, sesak nafas, dahak tidak bisa keluar dan demam tidak
terlalu tinggi tiga hari yang lalu.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya sesak nafas, penyebab
terjadinya sesak nafas, serta upaya yang telah dilakukan oleh
pasien untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat sesak nafas atau penyakit – penyakit lain
yang ada kaitannya dengan pernafasan pada kasus terdahulu
serta tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat sakit yang sama pada keluarga atau penyakit
lain yang berpotensi menurun atau menular pada anggota
keluarga lain
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi
yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
c. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah
gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak
dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
3) Sistem integument
Kaji seluruh permukaan kulit, adakah turgor kulit menurun,
luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu
kulit, tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan
terdapat retraksi dinding dada, serta suara tambahan nafas.
5) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan
menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal
Pengkajian untuk mengetahui adakah polifagi, polidipsi,
mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7) Sistem urinary
Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine,
inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8) Sistem musculoskeletal
Kaji penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn
tinggi badan, apakah cepat lelah, lemah dan nyeri, apakah
adanya gangren di ekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi penurunan
sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, dan disorientasi.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1) Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil
meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal,
walaupun terdapat komplikasi asma
2) Analisa gas darah:
- Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila
terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH
menunjukkan prognosis yang buruk.
- Kadang – kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH
yang meninggi.
- Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang
meninggi pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu
penderita bebas dari serangan.
- Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang
positif pada tipe asma atopik.
3) Pemeriksaan sputum:
- Kristal –kristal charcotleyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinofil.
- Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang
merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus.
- Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus.
- Terdapatnya neutrofileosinofil.
e. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thoraks:
1) Jika disertai dengan bronkhitis, bercakanhilus akan
bertambah.
2) Jika terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan
gambaran yang bertambah.
3) Jika terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran
infiltrat pada paru.
f. Lain –Lain
1) Tes fungsi paru: Untuk mengetahui fungsi paru, menetapkan
luas beratnya penyakit, mendiagnosis keadaan.
2) Spirometristatik: Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
2. Diagnosa
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk
yang tidak efektif
3. Analisa Data

1. DS: Faktor lingkungan (udara, Bersihan jalan napas


→ ibu klien bakteri, virus, jamur) masuk tidak efektif b.d
mengatakan batuk
melalui saluran napas atas sekresi yang tertahan
berlendir dan beringus
↓ d.d batuk yang tidak
→ ibu klien Infeksi dan peradangan efektif
memngatakan demam

dan menggigil
Hipersekresi kelenjar
DO :
mukosa

→ Suhu : 39,10C
Akumulasi sekret berlebihan
→ RR : 32 x/mnit

→ Nadi : 202 x/mnt
Sekret mengental dijalan
→ Batuk tidak
napas
efektif

→ klien tampak Obstruksi jalan napas
meringis ↓
Batuk yang tidak efektif,
→ Pasien tampak
penurunan bunyi napas,
kesulitan
sputum dalam jumlah yang
bernapas
berlebihan, perubahan pola
napas tambahan

Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif

Kontaksi otot-otot polos
saluran pernafasan

Pernyempitan saluran
pernapasan

Keletihan otot pernapasan

Dipnea, gas darah arteri,
hiperkopnia, hipoksemia,
napas cuping hidung,
konfusi, pola pernapasan
abnormal, sianosis

Pola Nafas Tidak Efektif
4. Intervensi
1. Bersihan jalan Setelah Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif → Untuk
napas tidak dilakukan 1. Batuk efektif (3 Definisi : melatih pasien yang tidak memiliki memaksimalkan
intervensi sedang ) kemampua batuk efektif untuk membersihkan ventilasi
efektif b.d 2. Sulit berbicara (4 laring, trakea, dan bronkiolus dari jalan napas atau
selama 3 x 24 → Untuk
sekresi yang jam maka cukup membaik ) bendaasing di dalam jalan napas mnegetahui
tertahan d.d Pernapasan 3. Sianosi (3 sedang ) Tindakan/ observasi adanya suara
akan 4. Gelisah (3 sedang) → Identifikasi kemampuan batuk tambahan
batuk yang
meningkat 5. Frekuensi napas (4 → Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas → Untuk memenuhi
tidak efektif cukup membaik) → Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah kebutuhan
6. Pola napas (4 cukup dan karateristik
oksigen
membaik) Terapeutik
→ Untuk
→ Atur posisi semi fowler atau fowler
Kontol Gejala memperbaiki
→ Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
pola napas
→ Buang sekret pada tempat sputum
a. Kemampuan Edukasi → Untuk
memonitor → Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif mngoptimalkan
munculnya gejala → Anjurkan tarik napas melaluihidung selama 4
secara mandiri (3 detik, diahan selama 2 detik kemudian dari
sedang) mulut dengan bibir mecucu selama 8 detik
b. Kemampuan → Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga
memonitor lama 3kali
bertahannya gejala (3 Kolaborasi
sedang) → Kolaborasi pemberian mukolitik atau
c. Kemampuan ekspektoran jika perlu
memonitor variasi Edukasi Fisioterapi Dada
gejala (2 cukup Definisi : Mengajarkan memobilisasi sekresi napas
menurun) melalui perkusi, getaran, dan drainase postural
Tindakan /observasi
→ Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga
Tingkat Infeksi menerima informasi
a. Nafsu makan Terapeutik
(1 menurun) → Persiapan materi dan edukasi
b. Demam → Jadwalkan waktuyang tepat untuk memberikan
(2 cukup meningkat) pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c. Kemerahan dengan pasien dan keluarga
(3 sedang) → Berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk
bertanya
Edukasi
→ Jelaskan kontraindikasi fisioterapi dada
→ Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi dada
→ Ajarkan mengeluarkan sekret melalui pernapasan
dalam
Kolaborasi
→ Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
4.Implementasi
Menurut Padila (2015) implementasi adalah perwujudan dari rencana tindakan yang telah dengan maksud agar
kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. Tindakan dapat dilakukan oleh perawat secara mandiri atau bekerja
sama dengan tenaga lainnya.

Tujuan dari implemetasi yaitu membantu pasien mencapai tujuan yang ditetapkan, mencangkup peningkatan
kesehatan, mencangkup pencegahan penyakit, mencangkup pemulihan kesehatan, dan memfaslitasi koping
pasien (Purwanto, 2012).

5.Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara yang berkesinambungan dengan melibatkan psien, keluarga dan
tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan tindakan
yang disesuaikan pada kriteria hasil dalam tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

Anda mungkin juga menyukai