Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN OKSIGENASI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KDP


(Kebutuhan Dasar Manusia)

OLEH:

NI LUH PUTU MARDIANI


NIM : 23089142120

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PEMENUHAN OKSIGENASI

A. KONSEP DASAR OKSIGENASI


I. Definisi
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O²). Kebutuhan
fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya, dan untuk
aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak
mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. Dalam keadaan biasa manusia
membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap
menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan kelangsungan metabolisme sel.
Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan
aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan
pembuangan CO² (hasil pembakaran sel).
Oksigenasi merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel-sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas.
Masuknya oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi
kardiovaskuler dan keadaan hematologi (Wartonah & Tarwoto 2003).
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara
ruangan adalah 21%. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen
yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stres
pada miokardium ( Mutaqqin, 2005 ).
Tujuan terapi oksigenasi :
1. Mengembalikan PO2 arterial pada batas normal.
2. Mengoreksi kondisi hipoksia dan oksigenasi dapat diberikan secara adekuat.
3. Mengembalikan frekuensi pernapasan dalam batas normal.
II. Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan
1. Anatomi pernapasan tubuh kita terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Alat pernapasan bagian atas :
1) Hidung
Terdiri atas bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal menonjol
dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Bagian
internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi
rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang
disebut septum. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang
sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung.
Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi
lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh
gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke
dan dari paru-paru. Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran
dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam
paru-paru. Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori
(penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan
fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia.
2) Faring
Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang
menghubungkan hidungdan rongga mulut ke laring. Faring dibagi
menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan
laring(laringofaring). Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran
pada traktus respiratorius dan digestif.
3) Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkanfaring dan trakea. Laring sering disebut sebagai kotak
suara dan terdiri atas :
a) Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah
laring selama menelan.
b) Glotis : ostium antara pita suara dalam laring.
c) Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari
kartilago inimembentuk jakun (Adam's apple).
d) Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit
dalam laring(terletak di bawah kartilago tiroid).
e) Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartilago tiroid.
f) Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkanbunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring).

Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi.


Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi
benda asing dan memudahkan batuk.

4) Trakea
Disebut juga batang tenggorok. Ujung trakea bercabang menjadi dua
bronkus yang disebut karina.
b. Saluran Nafas Bawah :
1) Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri. Disebut bronkus lobaris kanan
(3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus). Bronkus lobaris kanan
terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobariskiri terbagi
menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi
lagi menjadi bronkus subsegmental yangdikelilingi oleh jaringan ikat
yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf.
2) Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus
mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir
yangmembentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam
jalan napas.
3) Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis
(yang tidakmempunyai kelenjar lendir dan silia).
4) Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori.
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan
napaskonduksi dan jalan udara pertukaran gas.
5) Duktus alveolar dan Sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakusalveolar dan kemudian menjadi alveoli.
6) Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2. Terdapat sekitar 300 juta
yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m. Terdiri atas
3 tipe :
a) Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding
alveoli
b) Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan
mensekresisurfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan
dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)
c) Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel
fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan
7) Paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga
dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang
berisi jantung dan beberapapembuluh darah besar. Setiap paru
mempunyai apeks dan basis. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi
3 lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi
2 lobus. Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen
sesuai dengan segmen bronkusnya.
8) Pleura
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis.
Terbagi mejadi 2 :
a) Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada
b) Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru
Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura
yang berfungsiuntuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak
selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan
paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan
atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paru.
2. Fisiologi Sistem Pernapasan
Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian:
a. Menghirup udara (inpirasi)
Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui
saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga
dada naik/lebih besar tekanan rongga dada turun/lebih kecil.
b. Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan
pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume
rongga dada turun/lebih kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar.
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan, yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi.
a. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli
atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa faktor:
1) Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat,
maka tekanan udaranya semakin rendah.
2) Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
3) Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk
mengembang di sebut dengan compliance. Sedangkan recoil adalah
kemampuan untuk mengeluarkan CO² atau kontraksinya paru-paru.
b. Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-paru
dan CO² dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
1) Luasnya permukaan paru-paru.
2) Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli
dan interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila
terjadi proses penebalan.
3) Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana
O² dari alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O²
dalam rongga alveoli lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena
vulmonalis.
4) Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat HB.
c. Transportasi
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan
tubuh dan CO² jaringan tubuh ke kaviler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.
2) Kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah
secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.
III. Etiologi
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan
oksigenasi menurut NANDA (2011),yaitu hiperventilasi, hipoventilasi, deformitas
tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan energi,/kelelahan, kerusakan
neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal, kerusakan kognitif / persepsi, obesitas,
posisi tubuh, imaturitas neurologis kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan
membrane kapiler-alveoli.
IV. Faktor Predisposisi
Faktor presipitasi atau pencetus dari adanya gangguan oksigenasi yaitu :
1. Faktor fisiologis
a. Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.
b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
napas bagian atas.
c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transport
O2 terganggu.
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka, dan lain-lain.
e. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit kronik
seperti TBC paru.
2. Faktor perkembangan.
a. Pada bayi premature berisiko terkena penyakit membrane hialin karena
belum matur dalam menghasilkan surfaktan.
b. Bayi dan toddler berisiko mengalami infeksi saluran pernafasan akut.
c. Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan dan
merokok.
f. Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang aktivitas,
stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru. Gangguan
jantung, meliputi : ketidakseimbangan konduksi, kerusakan fungsi
valvular, hipoksia miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati, dan hipoksia
jaringan perifer.
d. Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3. Perilaku atau gaya hidup.
a. Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonal. Obesitas yang berat
menyebabkan penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk menjadi anemia
sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang tinggi lemak
menimbulkan arterioklerosis.
b. Latihan fisik meningkatkan aktivitas fisik metabolisme tubuh dan
kebutuhan oksigen.
c. Gaya hidup perokok dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk
penyakit jantung, PPOK, dan kanker paru yakni nikotin menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah perifer dan koroner (Potter&Perry, 2006).
d. Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake nutrisi/Fe
menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol, menyebabkan
depresi pusat pernapasan.
4. Faktor lingkungan
a. Polusi/tempat kerja
Polusi udara seperti asap atau debu seringkali menyebabkan sakit kepala,
pusing, batuk, tersedak dan berbagai gangguan pernafasan lain pada orang
yang menghisapnya.
b. Suhu lingkungan
Faktor suhu panas atau dingin dapat mempengaruhi afinitas atau kekuatan
ikatan hemoglobin dengan oksigen. Dengan kata lain suhu lingkungan
juga mempengaruhi kebutuhan oksigen seseorang.
c. Ketinggian tempat dan permukaan laut
Pada dataran yang tinggi akan terjadi penurunan pada tekanan oksigen
juga akan turun. Akibatnya, orang yang tinggal di dataran tinggi
cenderung mengalami peningkatan frekuensi pernafasan dan denyut
jantung. Sebaliknya pada dataran rendah akan terjadi peningkatan tekanan
oksigen.
V. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai
benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran
oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload,
preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2002).
VI. Pathway

Obstruksi dispneu yang disebabkan oleh berbagai etiologi

Fungsi pernafasan terganggu

Ventilasi pernafasan Obstruksi jalan nafas/ Perubahan volum


pengeluaran mucus sekuncup, preload dan
yang banyak afterload, serta
Hipoventilasi/ kontraktilitas
Hiperventilasi

Terganggunya difusi
Tachipneu/ pertukaran O2 dan CO2
Bradipneu di alveolus

Bersihan jalan Gangguan


Pola nafas
nafas tidak pertukaran gas
tidak efektif
efektif

VII. Klasifikasi
Masalah yang berhubungan dengan kebutuhan oksigen :
1. Hypoxia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam
tubuh akibat defisiensi oksigen.
2. Perubahan pola nafas
a. Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit
karena paru-paru terjadi emboli.
b. Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
c. Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang
terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi
jumlah peningkatan O2 dalam paru-paru.
d. Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
e. Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam
penggunaan O2.
f. Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
g. Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri.
h. Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada
saluran nafas
i. Cheyne Stokes merupakan bertambah dan berkurangnya ritme respirasi,
dari perafasan yang sangat dalam, lambat dan akhirnya diikuti periode
apnea, oleh karena gagal jantung kongestif, PTIK, dan overdosis obat.
Terjadi dalam keadaan dalam fisiologis maupun pathologis.
j. Apneustic. Henti nafas , pada gangguan sistem saraf pusat
k. Biot’s. Nafas dangkal, mungkin dijumpai pada orang sehat dan klien
dengan gangguan sistem saraf pusat. Normalnya bernafas hanya
membutuhkan sedikit usaha. Kesulitan bernafas disebut dyspnea.
3. Obstruksi jalan nafas
Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang mengalami
ancaman, terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat
disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebihan akibat infeksi, imobilisasi,
serta batuk tidak efektif karena penyakit persarafan.
4. Pertukaran gas
Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2
maupun CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
VIII. Gejala Klinis
Menurut Price (2005) dan didukung oleh pendapat Somantri (2008), tanda dan
gejala terpenting dari gangguan oksigenasi (pernafasan) adalah :
1. Batuk (cough)
Batuk merupakan gejala utama gangguan pernafasan. Batuk dapat muncul pada
waktu yang spesifik seperti ; malam hari, ketika bangun tidur. Batuk dapat
produktif atau non produktif.
2. Peningkatan produksi sputum
Merupakan substansi yang keluar bersama dengan batuk atau bersihan
tenggorokan. Percabangan trakheabroncial secara normal memproduksi mucus
sekitar 3 ons setiap hari, sebagai bagian mekanisme pembersihan normal.
3. Dyspnoe
Merupakan persepsi kesulitan bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan
subyektif pasien.
4. Hemoptisis
Darah yang keluar dari mulut saat batuk.
5. Chest pain
Nyeri dada dapat dihubungkan dengan nyeri jantung dan paru-paru.
IX. Pemeriksaan Fisik
1. Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
c. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
2. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b. Penurunan turgor (dehidrasi)
c. Edema.
d. Edema periorbital.
3. Jari dan kuku
a. Sianosis
b. Clubbing finger.
4. Mulut dan bibir
a. Membrane mukosa sianosis
b. Bernapas dengan mengerutkan mulut.
5. Hidung
Pernapasan dengan cuping hidung.
6. Vena leher
Adanya distensi / bendungan.
7. Dada
a. Retraksi otot bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas pernapasan,
dispnea, obstruksi jalan pernapasan)
b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
c. Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran/rongga pernapasan
d. Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
e. Suara napas tidak normal (creklerlr/rales, ronkhi, wheezing, friction
rub/pleural friction)
f. Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness)
8. Pola pernapasan
a. Pernapasan normal (eupnea)
b. Pernapasan cepat (tacypnea)
c. Pernapasan lambat (bradypnea)
X. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu:
1. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui kemampuan paru dalam
melakukan pertukaran gas secara efisien.
2. Pemeriksaan gas darah arteri : untuk memberikan informasi tentang difusi gas
melalui membrane kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.
3. Oksimetri : untuk mengukur saturasi oksigen kapiler.
4. Pemeriksaan sinar X dada : untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur,
dan proses-proses abnormal.
5. Bronkoskopi : untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel
sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas.
6. Endoskopi : untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
7. Fluoroskopi : untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja
jantung dan kontraksi paru.
8. CT-SCAN : untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.
9. EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi
transmisi impuls dan posisi listrik jantung.
10. Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respon jantung
terhadap stres fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respond
miokard terhadap peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan
keadekuatan aliran darah koroner.
XI. Therapy/ Penatalaksanaan
Menurut Somantri (2008) intervensi yang dapat dilakukan pada kasus dengan
gangguan oksigenasi antara lain :
1. Intervensi umum
a. Posisi
Posisi yang biasa diberikan adalah posisi semi fowler/fowler. Elevasi
kepala dan leher akan meningkatkan efesiensi otot pernafasan
b. Kontrol lingkungan
c. Aktifitas dan istirahat
d. Oral hygiene
e. Hidrasi adekuat
f. Pencegahan dan kontrol infeksi
g. Dukungan psikososial
h. Farmakologi respiratori
2. Pemberian antibiotika, broncodilator, adrenal glucocorticoid (prednison),
antitusive, mucolitic, antialergi, decongestan.
3. Therapi respirasi : latihan batuk efektif dan nafas dalam
4. Fisoterapi dada : perkusi dada, vibrasi dada, postural drainage
Muttaqin (2005) menyatakan bahwa indikasi utama pemberian terapi O 2 sebagai
berikut :
1. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
2. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta
adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan
3. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
1. Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara
ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe
pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran
rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu
bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal
500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit (Harahap, 2005).
Yang termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu kataeter nasal, kanula nasal,
sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing, sungkup
muka dengan kantong non rebreathing.
a. Kateter nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian
O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman
serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap. Kerugian Tidak dapat
memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%, tehnik memasuk kateter nasal
lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat
terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat
menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter
mudah tersumbat (Harahap, 2005).
b. Kanul nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian
O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah
memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak,
berbicara, lebih mudah ditolerir klien. Kerugian tidak dapat memberikan
konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien bernafas
lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi
selaput lender (Harahap, 2005).
c. Sungkup muka sederhana
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan konsentrasi
O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol. Kerugian Tidak
dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah (Harahap, 2005).
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak
mengeringkan selaput lender. Kerugian Tidak dapat memberikan O2
konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan
penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan
konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak mengeringkan
selaput lendir. Kerugian kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).
2. Sistem aliran tinggi
Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi
oleh tipe pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan
konsentrasi O2 yang lebih tepat dan teratur. Adapun contoh teknik sistem
aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury. Prinsip pemberian O2
dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup
kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan
negatif, akibat udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih
banyak. Aliran udara pada alat ini ± 4–14 L/mnt dan konsentrasi 30 – 55%
(Harahap, 2005).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
1. Data Umum : Identitas
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang biasa
muncul pada pasien yang mengalami gangguan oksigenasi antara lain :
batuk (cough), peningkatan sputum, tidak mampu mengeluarkan sputum,
dispnea, hemoptisis dan chest pain.
b. Riwayat penyakit sekarang : asma, CHF, AMI, ISPA, riwayat pengobatan
sekarang.
c. Riwayat penyakit dahulu : hal-hal yang perlu ditanya seperti : riwayat
merokok, pengobatan masa lalu, alergi dan tempat tinggal, pernah
menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk.
d. Riwayat kesehatan keluarga :
1) Penyakit infeksi : untuk mengetahui sumber penularan dan kontak
2) Kelainan alergi : seperti asma bronkial menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu dan dapat dicetuskan oleh konflik
keluarga atau orang terdekat.
3. Pola Fungsi Kesehatan Gordon
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan ,
adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan
oksigen.
b. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi
karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami
kelemahan otot pernafasan.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, frekuensi).
d. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen
yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas
metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
e. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
f. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu
atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien.
g. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/
kurus).
h. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
i. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji.
j. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang mempengaruhi ke oksigenasi.
k. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : tingkat kesadaran
b. Tanda vital : peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c. Kajian sistem
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus
dalam keadaan duduk.
b) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan sisi
yang lainnya.
c) Tindakan dilakukan dari atas sampai di bawah.
d) Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya
(skar,lesi dan massa) dan gangguan tulang belakang
(kifosis,skoliasis dan lordosis).
e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan dan kesemetrisan
pergerakan dada.
f) Observasi tipe pernafasan seperti : pernafasan hidung, pernafasan
diafragma dan penggunaan otot bantu pernafasan.
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan
fase ekspirasi (E), rasio normal 1 : 2.
h) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior
(AP) dengan diameter lateral/tranversal (T), rasio normal 1 : 2
sampai 5 : 7
i) Kelainan bentuk dada :
 Barrel chest : akibat terjadinya overinflation paru-paru (pada
pasien emfisema).
 Funnel chest : terjadi depresi pada bagian bawah dari sternum.
Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar yang
mengakibatkan mur-mur. Kejadian ini pada riketsia, marfan
syndrom dan akibat kecelakaan kerja.
 Pigeon chest : akibat dari ketidaktepatan sternum yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan diameter AP. Pada
pasien kifoskoliosis berat.
 Kyphoscoliosis : adanya elevasi skapula yang akan
mengganggu pergerakan paru-paru.
j) Observasi kesimetrisan pergerakan dada
k) Observasi retraksi abnormal ruang intercostal selama inspirasi
yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesemetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan
mengetahui vocal/tactile premitus (fibrasi).
3) Perkusi
Untuk mengetahui resonasi pulmoner, organ yang ada di sekitarnya,
dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis suara perkusi ada dua
yaitu :
a) Suara perkusi normal (resonan/sonor, dullnes,timpani)
Resonan (dihasilkan pada jaringan paru normal, umumnya
bergaung dan bernada rendah, dullness : dihasilkan diatas jantung
atau paru-paru) dan timpani (dihasilkan di atas perut yang berisi
udara, umumnya bersifat musikal)
b) Suara perkusi abnormal (hiperresonan dan flatness)
Hiperresonan (bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru-paru yang abnormal berisi
udara. Flatness (nadanya lebih tinggi dari dullnes)
4) Auskultasi
a) Jenis suara nafas normal
 Bronkial : sering disebut dengan tubular sound karena suara
yang dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube, suaranya
terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut. Fase
ekspirasi lebih panjang daripada inspirasi dan tidak ada jeda
diantara kedua fase tersebut.
 Bronkovesikuler : merupakan gabungan dari suara nafas
bronkial dan vesikuler. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi.
Suaranya terdengar nyaring.
 Vesikuler : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi,
inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti
tiupan.
b) Jenis suara nafas tambahan
 Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi,karakternya
nyaring, musikal, terus-menerus yang disebabkan aliran udara
melalui jalan nafas yang menyempit.
 Ronchi : terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter
suara terdengar perlahan, nyaring dan suaru mengorok terus
menerus, berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan
produksi sputum.
 Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi.
Karakter suara kasar, berciut dan suara seperti gesekan akibat
dari inflamasi pada daerah pleura. Kadang kali pasien
mengalami nyeri saat bernafas dalam.
 Cracles
- Fine cracles : setiap fase lebih sering terdengar saat
inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat
udara melewati daerah yang lembab di alveoli atau
bronkhiolus. Suara seperti rambut yang digesekkan.
- Coarse cracles : lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter
suara lemah, kasar, suara gessekan terpotong akibat
terdapatnya cairan atau sekresi pada jalan nafas yang besar.
Mungkin akan berubah ketika pasien batuk.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah
arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap, dan pemeriksaan diagnostik foto
thorak, bronkoscopy, scan paru, pemeriksaan sputum dan EKG.
II. Diagnosa Keperawatan
Menurut Somantri (2008), diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan
masalah oksigenasi yang mencakup ventilasi, difusi dan transfortasi sesuai dengan
klasifikasi NANDA (2015) serta pengembangan dari penulis antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Kerusakan pertukaran Gas
III. Rencana keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas Setelah diberikan asuhan Airway Suction
tidak efektif keperawatan ....x24 jam a. Pastikan kebutuhan oral/
berhubungan dengan : diharapkan bersihan jalan tracheal suctioning
a. Lingkungan nafas efektif dengan kriteria b. Auscultasi suara nafas
1) Perokok pasif hasil : sebelum dan sesudah
2) Mengisap asap a. Mendemonstrasikan batuk suctioning
3) Merokok efektif dan suara nafas yang c. Informasikan pada klien
b. Obstruksi jalan bersih, tidak ada sianosis dan keluarga tentang
nafas dan dyspneu (mampu suctioning
1) Spasme jalan bernafas dengan mudah, d. Minta klien nafas dalam
nafas tidak ada pursed lips) sebelum suction
2) Mokus dalam b. Menunjukan jalan nafas dilakukan
jumlah yang paten (klien tidak e. Berikan O2 dengan
berlebihan merasa tercekik, irama menggunakan nasal
3) Eksudat dalam nafas, frekuensi pernafasan untuk memfasilitasi
jalan alveoli dalam rentang normal, tidak suction nasotrakeal
4) Materi asing ada suara nafas abnormal) f. Gunakan alat yang steril
dalam jalan c. Mampu setiap melakukan
nafas mengidentifikasikan dan tindakan
5) Adanya jalan mencegah faktor yang g. Anjurkan pasien untuk
nafas buatan dapat menghambat jalan istirahat dan nafas dalam
6) Sekresi nafas setelah kateter
bertahan/sisa dikeluarkan dari
ekskresi nasotrakeal
7) Sekresi dalam h. Monitor status oksigen
bronki pasien
c. Fisiologi i. Hentikan suction dan
1) Jalan nafas berikan oksigen apabila
alergik pasien menunjukan
2) Asma bradikardi, peningkatan
3) Penyakit paru saturasi O2, dll
obstruktif
kronik Airway management
4) Hiperplasia a. Buka jalan nafas,
dinding brokial gunakan tehnik chin lift
5) Infeksi atau jaw trust bila perlu
6) Disfungsi b. Posisikan pasien untuk
neuromuskular memaksimalkan
ventilasi
c. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
d. Pasang mayo bila perlu
e. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
f. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
g. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara nafas
tambahan
h. Lakukan suction pada
mayo
i. Berikan bronkodilator
bila perlu
j. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
k. Monitor respirasi dan
status O2
2. Ketidakefektifan pola Setelah diberikan asuhan Airway Management
nafas berhubungan keperawatan ....x24 jam a. Buka jalan nafas,
dengan diharapkan pola nafas efektif gunakan teknik chin lift
a. Deformitas dinding dengan kriteria hasil : atau jaw thrust bila perlu
dada Respiratory status b. Posisikan pasien untuk
b. Keletihan a. Mendemonstrasikan batuk memaksimalkan
c. Hiperventilasi efektif dan suara nafas yang ventilasi
d. Sindrom bersih, tidak ada sianosis c. Auskultasi suara nafas,
hipoventilasi dan dyspneu (mampu catat adanya suara
e. Ansietas bernafas dengan mudah, tambahan
tidak ada pursed lips) d. Identifikasi pasien
Batasan karakteristik: b. Menunjukan jalan nafas perlunya pemasangan
a. Perubahan yang paten (klien tidak alat jalan nafas buatan
kedalaman merasa tercekik, irama
pernapasan nafas, frekuensi pernapasan Oksigen therapi
b. Bradipneu dalam rentang normal, tidak a. Pertahankan jalan nafas
c. Penurunan tekanan ada suara nafas abnormal) yang paten
ekspirasi c. Tanda-tanda vital dalam b. Atur peralatan
d. Penurunan rentang normal (tekanan oksigenasi
ventilasi semenit darah, nadi, pernapasan) c. Monitor aliran oksigen
e. Penurunan pertahankan posisi
kapasitas vital pasien
f. Dispneu d. Observasi adanya tanda-
g. Pernapasan cuping tanda hipoventilasi
hidung e. Monitor adanya
h. Ortopneu kecemasan pasien
i. Pernapasan bibir terhadap oksigenasi
j. Takipneu
k. Penggunaan otot Vital sign moinitoring
aksesorius untuk a. Monitor TD, nadi, suhu,
bernapas dan RR
b. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
c. Monitor vital sign saat
pasien berbaring, duduk,
berdiri
d. Monitor TD, nadi, dan
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
e. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
f. Monitor pola pernapasan
abnormal
g. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
h. Monitor sianosi perifer
i. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
j. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign

3. Gangguan pertukaran Setelah diberikan asuhan Airway management


gas berhubungan keperawatan ....x24 jam a. Buka jalan nafas,
dengan diharapkan gangguan gunakan tehnik chin lift
a. Perubahan pertukaran gas berkurang atau jaw trust bila perlu
membran alveolar- dengan kriteria hasil b. Posisikan pasien untuk
kapiler a. Mendemonstrasikan memaksimalkan
b. Ventilasi-perfusi peningkatan ventilasi dan ventilasi
oksigenasi yang adekuat c. Identifikasi pasien
Batasan karakteristik b. Memelihara kebersihan perlunya pemasangan
a. pH darah arteri paru-paru dan bebas dari alat jalan nafas buatan
abnormal tanda-tanda distress d. lakukan fisioterapi dada
b. Pernapasan pernapasan jika perlu
abnormal (mis. c. Mendemonstrasikan e. Keluarkan secret dengan
kecepatan, irama, batuk efektif dan suara batuk atau suction
kedalaman) nafas yang bersih, tidak f. Auskultasi suara nafas,
c. Warna kulit ada sianosis dan dyspnea catat adanya suara
abnormal (mis. (mampu mengeluarkan tambahan
pucat, kehitaman) sputum, mampu bernafas g. Berikan brokodilator bila
d. Sianosis (pada dengan mudah, tidakada perlu
neonatus saja) pursed lips) h. Atur intake untuk cairan
e. Penurunan d. tanda-tanda vital dalam mengoptimalkan
karbondioksida batas normal keseimbangan
f. Diaforesis i. Monitoringrespirasi dan
g. Dispnea status O2
h. Sakit kepala saat
bangun Respiratory Monitoring
i. Hiperkapnia a. Monitor rata-rata,
j. Hipoksemia kedalaman, irama, dan
k. Hipoksia usaha respirasi
l. Iritabilitas b. Catat pergerakan dada,
m. Nafas cuping amati kesimetrisan,
hidung penggunaan otot
n. Gelisah tambahan, retraksi otot
o. Somnolen supraclavicular dan otot
p. Takikardi intercostal
q. Gangguan c. Monitor suara nafas
penglihatan seperti dengkur
d. Monitor pola nafas :
bradpnea, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
e. Catat lokasi trakea
f. Monitor kelelahan otot
diafragma (gerakan
paradoksis)
g. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan/
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
h. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan
nafas utama
i. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Herdhi.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan diagnosis Medis & NANDA
NIC-NOC. Jakarta : MediAction

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika

Brunner &Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

Harahap. 2005. Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperwatan Rufaidah
Sumatera Utara Volume 1

Herdman, T Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017.Jakarta :


EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba
Medika

Muttaqin. 2005. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernafasan. Salemba Medika.
Jakarta

Mubarak, Wahit Iqbal.Indrawati, Lilis.Susanto,Joko. 2015. Ilmu Keperawatan


Dasar.Jakarta:Salemba Medika

Nanda International .2013. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. Jakarta:EGC

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC

SDKI DPP PPNI.2017.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi1.Jakarta:Dewan Pengurus Pusat PPNI.

SDKI DPP PPNI.2017.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan Indikator Diagnostik Edisi1.Jakarta:Dewan Pengurus Pusat PPNI.

SDKI DPP PPNI.2017.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Indikator Diagnostik Edisi1.Jakarta:Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.Edisi 4.
Salemba Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai