Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ANGINA PECTORIS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB


(Keperawatan Medikal Bedah)

OLEH:

NI LUH PUTU MARDIANI


NIM : 23089142120

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
ANGINA PECTORIS
I. Tinjauan Teori

A. Definisi
Angina pectoris adalah suatu sindroma klinis yang ditandai dengan episode atau
paroksisma nyeri atau perasaan tertekan di dada depan. Penyebabnya diperkirakan berkurangnya
aliran darah koroner, menyebabkan suplai oksigen ke jantung tidak adekuat, atau dengan kata
lain, suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat (Smeltzer & Bare, 2002).
Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana pasien mendapat serangan sakit dada
yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan
sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti (Wijaya &
Putri, 2013).
Angina pektoris adalah suatu syndrome yang ditandai dengan rasa tidak enak yang
berulang di dada dan daerah lain sekitarnya yang berkaitan yang disebabkan oleh iskemia
miokard tetapi tidak sampai terjadi kematian jaringan (Kasron, 2012).
Angina pektoris merupakan nyeri dada sementara atau suatu perasaan tertekan, yang terjadi
jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen. Kebutuhan jantung akan oksigen ditentukan
oleh bertanya kerja jantung (kecepatan dan kekuatan denyut jantung). Aktivitas fisik dan emosi
menyebabkan jantung bekerja lebih berat dan karena itu menyebabkan meningkatnya kebutuhan
jantung akan oksigen. Jika arteri menyempit atau tersumbat sehingga aliran darah ke otot tidak
dapat memenuhi kebutuhan jantung akan oksigen, maka bisa terjadi kekurangan oksigen dapat
menyebabkan nyeri (Kasron, 2012).

B. Etiologi
Biasanya angina merupakan akibat dari penyakit arteri pembuluh jantung.
1. Faktor penyebab angina pectoris antara lain:
a) Arteriosklerosis
b) Spasme arteri pembuluh jantung
c) Anemia berat
d) Artritis
e) Aorta Insufisiensi: stenosis katup aorta (penyempitan katup aorta), regurgitasi
katup aorta (kebocoran katup aorta).
f) Stenosis subaortik hipertrofik
g) Spasme arterial (kontraksi sementara pada arteri yang terjadi secara tiba-tiba)
2. Faktor risiko terjadinya angina pectoris antara lain:
a) Dapat diubah (dimodifikasi)
1) Diet (hyperlipidemia)
2) Rokok
3) Hipertensi
4) Stress
5) Obesitas
6) Kurang aktifitas
7) Diabetes Mellitus
8) Pemakaian kontrasepsi oral
b) Tidak dapat diubah
1) Usia
2) Jenis kelamin
3) Ras
4) Herediter
5) Kepribadian tipe A
3. Faktor pencetus serangan angina
Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan antara lain:
a) Emosi
b) Stress
c) Kerja fisik terlalu berat
d) Hawa terlalu panas dan lembab
e) Terlalu kenyang
f) Banyak perokok
(Kasron, 2012)
C. Klasifikasi
1. Angina Pektoris Stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri coroner yang arteroskelrotik tidak dapat
berdilatasi untuk meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat.
Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas misalnya berolahraga atau naik
tangga. Awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard. Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian
aktifitas. Durasi nyeri 3-15 menit.
2. Angina Pektoris Tidak Stabil
Angina tidak stabil adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal, dijumpai
pada individu dengan perburukan penyakit arteri pembuluh jantung. Angina ini biasanya
menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat
arterosklerosis pembuluh jantung, yang ditandai oleh thrombus yang tumbuh dan mudah
mengalami spasme. Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari nyeri dada stabil.
Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tingkat aktifitas ringan. Kurang
responsive terhadap nitrat. Lebih sering ditemukan depresisegmen ST. Dapat disebabkan
oleh rupture plak aterosklerosis, spasmus, thrombus atau trombosit yang beragregasi.
3. Angina Prinzmental (Angina Varian)
Angina yang terjadi karena spasme arteri koronaria. Berhubungan dengan risiko tinggi
terjadinya infark. Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, seringkali pagi hari.
Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh jantung aterosklerotik. EKG menunjukkan
elevasi segmen ST. Cenderung berkembang menjadi infark miokard akut. Dapat terjadi
aritmia (Kasron, 2012).
D. Manifestasi klinis
Kekurangan oksigen otot jantung akan menyebabkan nyeri dengan derajat yang
bervariasi, mulai dari rasa tertekan pada dada sampai nyeri hebat yang disertai dengan rasa takut
atau rasa akan menjelang ajal. Nyeri sangat terasa pada daerah dibelakang tulang dada atas atau
tulang dada ketiga tengah (retrosentral). Meskipun rasa nyeri biasanya terlokalisasi, namun nyeri
tersebut dapat menyebar ke leher, dagu, bahu, dan aspek dalam ekstremitas atas. Pasien biasanya
memperlihatkan rasa sesak, tercekik, dengan kualitas yang terus menerus. Rasa lemah atau baal
di lengan atas, pergelangan tangan, dan tangan akan menyertai rasa nyeri. Selama terjadi nyeri
fisik, pasien akan mungkin merasa akan meninggal. Karakteristik utama nyeri tersebut akan
berkurang apabila actor presipitasinya dihilangkan.
Tidak semua penderita kekurangan oksigen mengalami angina. Kekurangan oksigen yang
tidak disertai dengan angina disebut silent ischemia. Masih belum dimengerti mengapa
kekurangan oksigen kadang tidak menyebabkan angina. Biasanya penderita merasakan angina
sebagai rasa tertekan atau rasa sakit di bawah tulang dada (sternum).
Tanda dan gejala angina pectoris yaitu:
1. Nyeri dada substernal atau retrosternal menjalar ke leher, tenggorokan daerah
interskapula atau lengan kiri.
2. Kualitas nyeri seperti tertekan benda berat, seperti diperas, terasa panas, kadang-
kadang hanya perasaan tidak enak di dada (chest discomfort).
3. Durasi nyeri berlangsung 1-5 menit, tidak lebih dari 30 menit.
4. Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin.
5. Gejala penyerta: sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin,
palpitasi, dizziness.
6. Gambaran EKG: depresi segmen ST, terlihat gelombang T terbalik.
7. Gambaran EKG seringkali normal pada waktu tidak timbul serangan.
Nyeri juga bisa dirasakan di bahu kiri atau lengan kiri sebelah dalam, punggung,
tenggorokan, rahang atau gigi, lengan kanan (kadang-kadang).
E. Patofisiologi
Mekanisme timbulnya angina pectoris didasarkan pada ketidakadekuatan suplay oksigen
ke sel-sel miokardium yang diakibatkan karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen arteri
coroner (ateriosklerosis coroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab ateriosklerosis,
namun jelas bahwa tidak ada faktor tunggal yang bertanggungjawab atas perkembangan
ateriosklerosis. Ateriosklerosis merupakan penyakit arteri coroner yang paling sering ditemukan.
Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat.
Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri coroner berdilatasi dan
mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri coroner
mengalami kekakuan atau menyempit akibat ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai
respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik (kekurangan suplai
darah) miokardium.
Adanya endotel yang cedera mengakibatkan hilangnya produksi Nitrat oksido yang
berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak adanya fungsi ini dapat
menyebabkan otot polos berkontraksi dan timbul spasmus coroner yang memperberat
penyempitan lumen karena suplai oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini
belum menimbulkan gejala yang begitu Nampak bila belum mencapai 75%. Bila penyempitan
lebih dari 75% serta dipicu dengan aktifitas berlebihan maka suplai darah ke coroner akan
berkurang. Sel-sel miokardium menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan
energi mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH miokardium
dan menimbulkan nyeri. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai
oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi.
Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam laktat nyeri akan reda (Price
& Wilson, 2006).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi risiko pasien
angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan
adanya iskemia akut. Gelombang T negative juga salah satu tanda iskemia atau NSTEMI.
Perubahan gelombang ST dan T yang non spesifik seperti depresi segmen ST kurang dari
0,5 mm dan gelombang T negative kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemia, dan
dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4% mempunyai EKG normal,
dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal (Perhimpunan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit
Dalam, 2012)
2. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil
secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya
insufisiensi mitral dan abdominalis gerakan dinding regional jantung, menandakan
prognosis kurang baik (Perhimpunan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam, 2012).
3. Foto Rontgen Dada
Foto rontgen dada seringkali menunjukkan bentuk jantung yang normal, tetapi pada
pasien hipertensi dapat terlihat jantung yang membesar dan kadang-kadang tampak
adanya klasifikasi arkus aorta (Kasron, 2012).
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis angina pectoris.
Walaupun demikian untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard jantung akut maka
sering dilakukan pemeriksaan enzim CPK, SGOT, atau LDH. Enzim tersebut akan
meninggi pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal.
Pemeriksaan lipid darah seperti kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida perlu
dilakukan untuk menemukan faktor risiko seperti hyperlipidemia dan pemeriksaan gula
darah perlu dilakukan untuk menemukan diabetes mellitus yang juga merupakan faktor
risiko bagi pasien angina pectoris (Kasron, 2012).
5. Uji Latihan Jasmani
Karena pada angina pectoris gambaran EKG sering kali masih normal, maka seringkali
perlu dibuat suatu ujian jasmani. Pada uji jasmani tersebut dibuat EKG pada waktu
istirahat lalu pasien disuruh melakukan latihan dengan alat treadmill atau sepeda
ergometer sampai pasien mencapai kecepatan jantung maksimal atau submaksimal dan
selama latihan EKG di monitor demikian pula setelah selesai EKG terus di monitor. Tes
dianggap positif bila didapatkan depresi segmen ST sebesar 1 mm atau lebih pada waktu
latihan atau sesudahnya. Lebih-lebih bila disamping depresi segmen ST juga timbul rasa
sakit dada seperti pada waktu serangan, maka kemungkinan besar pasien memang
menderita angina pectoris. Di tempat yang tidak memiliki treadmill, test latihan jasmani
dapat dilakukan dengan cara Master, yaitu latihan dengan naik turun tangga dan
dilakukan pemeriksaan EKG sebelum dan sesudah melakukan latihan tersebut (Kasron,
2012).
6. Thallium Exercise Myocardial Imaging
Pemeriksaan ini dilakukan bersama-sama ujian latihan jasmani dan dapat menambah
sensitifitas dan spesifitas uji latihan. Thallium 201 disuntikkan secara intravena pada
puncak latihan, kemudian dilakukan pemeriksaan scanning jantung segera setelah latihan
dihentikan dan diulang kembali normal. Bila ada kekurangan oksigen maka akan tampak
cold spot pada daerah yang menderita kekurangan oksigen pada waktu latihan dan
menjadi normal setelah pa,sien istirahat. Pemeriksan ini juga menunjukkan bagian otot
jantung yang menderita kekurangan oksigen (Kasron, 2012).
G. WOC

Aterosklerosis & Pajanan Stress Latihan Fisik Makan makanan


Spasme pembuluh terhadap berat
darah dingin

Kebutuhan Aliran O2
Vasokontriksi Adrenalin meningkat ke
O2 ke
pembuluh meningkat mesemtrikus
jantung
darah
meningkat

Aliran O2 arteri
koronaria Aliran O2 ke
menurun jantung menurun

Jantung
kekurangan
O2

Iskemia otot
jantung

Kontraksi Pembentukan asam


miokardium laktat oleh miokardium
menurun

Penurunan Curah
Jantung Nyeri dada

Kelemahan Takut mati Perlu menghindari


Nyeri Akut
komplikasi

Intoleransi Diperlukan
Ansietas
Aktivitas pengetahuan
tinggi

Kurang Pengetahuan
II. Tinjauan Kasus

A. Pengkajian

a. Biodata pasien
b. Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat serangan jantung sebelumnya
2) Riwayat penyakit pernafasan kronis
3) Riwayat penyakit hipertensi, DM dan ginjal
4) Riwayat perokok
5) Diet rutin dengan tinggi lemak
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga penyakit jantung, DM, hipertensi, stroke dan penyakit
pernafasan (asma).
d. Riwayat kesehatan sekarang
1) Faktor pencetus yang paling sering menyebabkan angina adalah kegiatan fisik,
emosi yang berlebihan atau setelah makan.
2) Nyeri dapat timbul mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktivitas).
3) Kualitas nyeri: sakit dada dirasakan di daerah midsternal dada anterior, substernal
prekordial, rasa nyeri tidak jelas tetapi banyak yang menggambarkan sakitnya
seperti ditusuk-tusuk, dibakar ataupun ditimpa benda berat/tertekan.
4) Penjalaran rasa nyeri rahang, leher dan lengan dan jari tangan kiri, lokasinya tidak
tentu seperti epigastrium, siku rahang, abdomen, punggung dan leher, .
5) Gejala dan tanda yang menyertai rasa sakit seperti: mual, muntah keringat dingin,
berdebar-debar, dan sesak nafas.
6) Waktu atau lamanya nyeri: pada angina tidak melebihi 30 menit dan umumnya
masih respon dengan pemberian obat-obatan anti angina, sedangkan pada infark
rasa sakit lebih 30 menit tidak hilang dengan pemberian obat-obatan anti angina,
biasanya akan hilang dengan pemberian analgesic.

e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Tekanan darah dapat normal, meningkat ataupun menurun.
b) Heart rate/nadi dapat terjadi bradikardi/takikardi, kuat/lemah, teratur ataupun
tidak.
c) Respirasi meningkat
d) Suhu dapat normal ataupun meningkat
2) Kepala
a) Pusing, berdenyut selama tidur atau saat terbangun
b) Tampak perubahan ekspresi wajah seperti meringis, merintih.
c) Terdapat/tidak nyeri pada rahang.
3) Leher
a) Tampak distensi vena jugularis
b) Terdapat/tidak nyeri pada leher
4) Thorak
a) Bunyi jantung normal atau terdapat bunyi jantung ekstra S3/S4 menunjukkan
gagal jantung atau penurunan kontraktilitas, kalau murmur menunjukkan
gangguan katup jantung atau disfungsi otot papilar, perikarditis.
b) Irama jantung dapat normal/teratur atau tidak
c) Paru-paru: suara nafas bersih/ teratur tapi bisa juga tidak
d) Terdapat batuk dengan atau tanpa produksi sputum
e) Terdapat sputum bersih, kental ataupun berwarna merah muda
5) Abdomen
a) Terdapat nyeri/rasa terbakar epigastrik/ulu hati
b) Bising usus normal/menurun
6) Ekstremitas
a) Ekstremitas dingin dan berkeringat dingin
b) Terdapat edema perifer atau edema umum
c) Kelemahan atau kelelahan
d) Pucat atau sianosis, kuku datar, pucat pada membrane mukosa dan bibir
7) Respon psikologis
a) Gelisah/cemas, seperti takut mati, khawatir dengan keluarga, kerja dan
keuangan.
b) Depresi, menarik diri dan kontak mata kurang
c) Denial, menyangkal dengan sakitnya dan marah
8) Pemeriksaan diagnostic
a) EKG
(1) Monitor EKG terdapat aritmia
(2) Rekam EKG lengkap terdapat T inverted/iskemik, segmen ST elevasi
ataupun depresi dan gelombang Q, patologis ini menunjukkan telah terjadi
nekrosis.
b) Thorak foto
(1) Mungkin normal/menunjukkan pembesaran jantung diduga gagal jantung
kongestif.
(2) Terdapat stenosis aorta
(3) Penyakit paru lainnya seperti bronchitis/TBC
c) Laboratorium
(1) Kolesterol/trigliserida serum: meningkat menunjukkan risiko IHD dimana
terjadi peningkatan kadar kolesterol merupakan pemicu terbentuknya
aterosklerosis yang merupakan sebagai penyebab infark. LDH meningkat
dalam 12-14 jam, memuncak dalam 24-48 jam dan memakan waktu lama
untuk kembali normal.
(2) Enzim jantung dan iso enzim: CK, CK-MB (iso enzim yang ditemukan
pada otot jantung) meningkat antara 4 – 6 jam, memuncak dalam 12 – 24
jam, kembali normal dalm 36 – 48 jam. CK-MB serig dijadikan sebagai
indicator AMI, sebab diproduksi hanya saat terjadi kerusakan jaringan
miokardium.
(3) Elektrolit: ketidakseimbangan dapat memengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, seperti hipokalemia/hiperkalemia.
(4) Sel darah putih: leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari
kedua setelah infark, sehubungan dengan proses inflamasi.
(5) Analisa gas darah/oksimetri nadi: dapat menunjukkan hipoksia atau proses
penyakit paru akut/kronis.
(6) Kimia: mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi/perfusi organ
akut/kronik.
(Wijaya & Putri, 2013)
B. Diagnosa Keperawatan pada pasien Angina Pectoris
1) Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokardium.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dgn perubahan inotropik (iskemia miokard
transien/memanjang)
3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan serangan iskemia otot jantung,
berkurangnya curah jantung.
4) Ansietas berhubungan dengan respon patofisiologis dan ancaman terhadap status
kesehatan.
5) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.

(Nanda, 2014)

C. Rencana Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan iskemik miokardium.


Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri pasien berkurang/
teratasi
Kriteria hasil : Pasien menyatakan/menunjukan nyeri hilang, pasien melaporkan
episode angina menurun dalam frekuensi durasi dan beratnya.
Rencana tindakan
a) Identifikasi terjadinya faktor pencetus, bila ada: frekuensi, durasi, intensitas dan
lokasi nyeri
R : Membantu membedakan nyeri dada dini dan alat evaluasi kemungkinan
kemajuan menjadi angina tidak stabil (angina stabil biasanya berakhir 3 sampai 5
menit sementara angina tidak stabil lebih lama dan dapat berakhir lebih dari 45
menit.
b) Evaluasi laporan nyeri pada rahang, leher, bahu, tangan atau lengan (khusunya
pada sisi kiri.
R : Nyeri jantung dapat menyebar contoh nyeri sering lebih ke permukaan
dipersarafi oleh tingkat saraf spinal yang sama.
c) Tinggikan kepala tempat tidur bila pasien napas pendek
R : Memudahkan pertukaran gas untuk menurunkan hipoksia dan napas pendek
berulang
d) Pantau kecepatan atau irama jantung
R : Pasien angina tidak stabil mengalami peningkatan disritmia yang mengancam
hidup secara akut, yang terjadi pada respon terhadap iskemia dan atau stress.
e) Panatau tanda vital tiap 5 menit selama serangan angina
R : TD dapat meningkat secara dini sehubungan dengan rangsangan simpatis,
kemudian turun bila curah jantung dipengaruhi.
f) Pertahankan ketenangan , lingkungan nyaman, batasi pengunjung bila perlu.
R : Stres mental atau emosi meningkatkan kerja miokard
g) Berikan antiangina sesuai indikasi: nitrogliserin: sublingual
R : Nitrigliserin mempunyai standar untuk pengobatan dan mencegah nyeri angina
selam lebih dari 100 tahun
2) Penurunan curah jantung berhubungan dgn perubahan inotropik (iskemia miokard
transien/memanjang)
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan terjadi peningkatan curah
jantung.
Kriteria hasil: Pasien melaporkan penurunan episode dipsnea, angina dan disritmia
menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas, klien berpartisipasi pada perilaku atau
aktivitas yang menurunkan kerja jantung.
Rencana tindakan
a) Pantau tanda vital, contoh frekuensi jantung, tekanan darah
R : Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas, hipoksemia, dan menurunnya
curah jantung. Perubahan juga terjadi pada TD (hipertensi atau hipotensi) karena
respon jantung
b) Catat warna kulit dan adanya kualitas nadi
R : Sirkulasi perifer menurun bila curah jantung turun, membuat kulit pucat dan
warna abu-abu (tergantung tingkat hipoksia) dan menurunya kekuatan nadi perifer
c) Pertahankan tirah baring pada posisi nyaman selama episode akut
R : Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan menurunkan kerja miokard dan
risiko dekompensasi
d) Pantau dan catat efek atau kerugian respon obat, catat TD, frekuaensi jantung dan
irama (khususnya bila memberikan kombinasi antagonis kalsium, betabloker, dan
nitras
R : Efek yang diinginkan untuk menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan stress ventricular. Obat dengan kandungan inotropik negative dapat
menurunkan perfusi terhadap iskemik miokardium. Kombinasi nitras dan
penyekat beta dapat memberi efek terkumpul pada curah jantung.
e) Berikan obat sesuai indikasi : penyekat saluran kalsium, contoh ditiazem
(cardizem); nifedipin (procardia); verapamil(calan).
R : Meskipun berbeda pada bentuk kerjanya, penyekat saluran kalsium berperan
penting dalam mencegah dan menghilangkan iskemia pencetus spasme arteri
koroner dan menurunkan tahanan vaskuler, sehingga menurunkan TD dan kerja
jantung.
f) Penyakit beta, contoh atenolol (tenormin); nadolol (corgard); propanolol (inderal);
esmolal (brebivbloc)
R : Obat ini menurunkan kerja jantung dengan menurunkan frekuensi jantung dan
TD sistolik
3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan serangan iskemia otot jantung, berkurangnya
curah jantung.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat
berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan.
Kriteria hasil : Pasien melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat
diukur, pasien menunjukan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologis.
Rencana tindakan
a) Kaji respons klien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi lebih dari 20 kali
per menit di atas frekuensi istirahat; peningkatan TD yang nyata selama/sesudah
aktivitas; dispnea atau nyeri dada; keletihan dan kelemahan yang berlebihan;
diaphoresis; pusing atau pingsan
R : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respons fisiologi terhadap
stress aktivitas dan, bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang
berkaitan dengan tingkat aktivitas.
b) Instruksikan pasien tentang teknik penghematan energy
R : Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan energy, juga membantu
keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
c) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika dapat
ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
R : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba.
Memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian
dalam melakukan aktivitas
4) Ansietas berhubungan dengan respon patofisiologis dan ancaman terhadap status
kesehatan.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan ansietas pasien turun
sampai tingkat yang dapat diatasi.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan kesadaran perasaan ansietas dan cara sehat sesuai,
pasien menunjukkan strategi koping efektif/keterampilan pemecahan masalah, pasien
melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat diatasi.
Rencana tindakan
a) Jelaskan tujuan tes dan prosedur, contoh tes stress
R : Jelaskan tujuan tes dan prosedur, contoh tes stress
b) Tingkatkan ekspresi perasaan dan takut,contoh menolak, depresi, dan marah.
R : Perasaan tidak ekspresikan dapat menimbulkan kekacauan internal dan efek
gambaran diri
c) Dorong keluarga dan teman untuk menganggap pasien sebelumnya
R : Meyakinkan pasien bahwa peran dalam keluarga dan kerja tidak berubah
d) Kolaborasi : berikan sedative, tranquilizer sesuai indikas
R : Mungkin diperlukan untuk membantu pasien rileks sampai secara fisik mampu
untuk membuat strategi koping adekuat

5) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kodisi, kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan pasien
bertambah.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan
pengobatan, berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan perubahan
pola hidup
Rencana tindakan
a) Dorong untuk menghindari faktor/situasi yang sebagai pencetus episode angina,
contoh: stress emosional, kerja fisik, makan terlalu banyak/berat, terpajan pada
suhu lingkungan yang ekstrem
R : Dapat menurunkan insiden /beratnya episode iskemik
b) Tunjukan/dorong pasien untuk memantau nadi sendiri selama aktivitas,
jadwal/aktivitas sederhana, hindari regangan
R : Membiarkan pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang dapat dimodifikasi
untuk menghindari stress jantung dan tetap dibawah ambang angina.
c) Diskusikan langkah yang diambil bila terjadi serangan angina, contoh
menghentikan aktivitas, pemberian obat bila perlu, penggunaan teknik relaksasi
R : Menyiapkan pasien pada kejadian untuk menghilangkan takut yang mungkin
tidak tahu apa yang harus dilakukan bila terjadi serangan
d) Tekankan pentingnya mengecek dengan dokter kapan menggunakan obat-obat
yang dijual bebas
R : Obat yang dijual bebas mempunyai potensi penyimpangan.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi
keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).

E. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian
keperawatan adalah mungukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah tahap yang
menentukan apakah tujuan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta.

Harahap. 2005. Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperwatan Rufaidah
Sumatera Utara Volume 1

Herdman, T Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-


2017.Jakarta : EGC

Muttaqin. 2020. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Angina Pectoris. Salemba
Medika. Jakarta

Mubarak, Wahit Iqbal.Indrawati, Lilis.Susanto,Joko. 2015. Ilmu Keperawatan Dasar.


Jakarta:Salemba Medika

Nanda International .2013. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. Jakarta:EGC

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC


SDKI DPP PPNI.2017.Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi1.Jakarta:Dewan Pengurus Pusat PPNI.
SDKI DPP PPNI.2017.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan Indikator Diagnostik Edisi1.Jakarta:Dewan Pengurus Pusat PPNI.
SDKI DPP PPNI.2017.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan Indikator Diagnostik Edisi1.Jakarta:Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.Edisi 4.
Salemba Medika : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai