SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU TAHUN 2021 A. Konsep Teoritis 1. Definisi Angina Pektoris adalah suatu sindroma klinis dimana klien mendapat serangan sakit dada di daerah sternum atau dibawah sternum (substernal) atau pada dada sebelah kiri yang khas yaitu seperti ditekan atau serasa berat didada yang sering kali menjalar ke lengan kiri, kadang-kadang menjalar ke punggung rahang, leher atau ke lengan kanan. Sakit pada dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan aktivitas. (Kasron, 2016) Angina pektoris adalah suatu sindroma kronis dimana klien mendapat serangan sakit dada yang khas yaitu seperti ditekan, atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu aktifitas dan segera hilang bila aktifitas berhenti. (Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer, 1996). Tetapi pada umumnya dapat dibedakan tipe angina yaitu : a. Angina Pectoris Stabil Angina ini disebut juga angina klasik, dilatasi terjadi karena penyempitan arteri koroner yang tidak dapat meningkatkan alirannya sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Aktivitas misalnya olahraga dapat menyebabkan peningkatan kerja jantung. Secara klasik berkaitan dengan latihan dan aktivitas atau mengalami stress psikis / emosi tinggi yang meningkatkan kebutuhan oksigen, nyeri akan segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktivitas. (Kasron, 2016). Serangan berlangsung kurang dari 10 menit dan stabil (frekuensi, lama serangan faktor pencetus menetap dalam 30 hari terakhir). Angina pectoris akan timbul pada setiap aktivitas yang dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan status jantung sehingga kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktivitas fisik yang berat. Namun, serangan nyeri dada hilang bila klien beristirahat dan mendapatkan obat nitrogliserin. (Udjianti, 2010) b. Angina Pectoris Tidak Stabil Angina ini sering dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. (Kasron, 2016) Durasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pektoris stabil yaitu selama 30 menit atau lebih, nyeri yang lebih hebat dan frekuensi serangan lebih sering, nyeri dada dapat timbul saat istirahat dan melakukan aktivitas, saat serangan timbul biasanya disertai dengan tanda-tanda sesak nafas, mual, muntah, dan diaphoresis ( keringat berlebih karena syok). Serangan nyeri dada dapat hilang bila klien mendapatkan terapi nitrogliserin, bed rest total dan bantuan oksigenasi (Udjianti, 2010). c. Varian Angina Pectoris Merupakan akibat dari kejang pada arteri koroner dan terjadi karena spasme arteri koronaria berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya infrak. Nyeri yang timbul ketika penderita sedang istirahat. Kadang-kadang disertai disritmia dan kondisi abnormal. Dan serangan nyeri dapat hilang dalam pemberian terapi nitrogliserin (Ruhyanudin, 2007). 2. Etiologi a. Faktor penyebab 1) Aterosklerosis Penyebab paling umum Angina pektoris adalah Aterosklerosis atau penyakit arteri koroner yang digolongkan sebagai akumilasi sel-sel otot halus, lemak dan jaringan konektif disekitar lapisan intima arteri. Suatu plak fibrous adalah lesi khas dari aterosklerosis, lesi ini dapat bervariasi ukurannya dalam dinding pembuluh darah, yang dapat meningkatkan obstruksi aliran darah persial maupun komplit. Komplikasi lebih lanjut dari lesi tersebut terdiri atas plak fibrous dengan deposit kalsium, disertai dengan pembentukan thrombus. Obstruksi pada lumen akan mengurangi atau menghentikan aliran darah kepada jaringan disekitarnya. 2) Spasme Arteri Koroner Penyebab lainnya yaitu karena spasme arteri koroner, penyempitan dari lumen pembuluh darah terjadi bila serat otot halus dalam dinding pembuluh darah berkontraksi (vasokontraksi). (Udjianti, 2010) Meskipun dipengaruhi oleh banyak faktor, kelaianan degeneratife ini akan menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 miokardium dengan masukan (suplay) nya, sehingga bisa menyebabkan iskemia dan anoksia yang ditimbulkan oleh kelaianan vaskuler dan kekurangan O2 dalam darah. (Wijaya et al., 2013). b. Faktor Predisposisi 1) Usia 2) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause 3) Hereditas 4) Hipertensi 5) Obesitas 6) Merokok 7) Stress psikologis berlebihan 3. Patofisiologi Mekanisme angina pektoris disebabkan oleh kurangnya suplay oksigen ke sel-sel miokardium yang terjadi karena kekakuan arteri dan penyempitan lumen pada arteri koroner. Ateriosklerosis adalah penyakit arteri koroner yang sering ditemukan. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat, maka oksigen yang dibutuhkan juga meningkat. Jika kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat maka arteri koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Apabila terjadinya penyempitan arteri koroner akibat dari ateriosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka akan terjadi iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium. (Kasron, 2016). Bila aliran darah koroner tidak dapat menyuplai kebutuhan sejumlah oksigen yang diperlukan oleh otot jantung, maka terjadi ketidak seimbangan anatar suplai dan kebutuhan. (Udjianti, 2010) Dalam pemenuhan kebutuhan energi otot jantung, tersedia pembuluh darah/arteri koronaria yang menyuplai otot jantung dan mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. (Brunner & Sudadarth, 2002) Athersoklerosis meliputi berbagai kondisi patologi yang mengahambat aliran darah dalam arteri yang mensuplai jantung. (Wijaya et al., 2013) Dalam penyakit jantung koroner, arteri koroner ini menjadi semakin sempit. Hal tersebut akan menyebabkan tidak dapat mengalirnya darah dengan baik ke otot-otot jantung. Pada tahap awal penderita akan dapat bernafas dalam keadaan normal dan darah yang mengalir ke jantung masih cukup, namun ketika penderita melakukan aktivitas yang melelahkan arteri koroner yang menyempit tidak dapat mensuplai darah dengan baik ke otot-otot jantung. Gejala untuk kelelahan ini bersifat ringan, sehingga penderita dapat mengurangi aktivitas yang dilakukan secara bertahap. Namun jika pada suatu kondisi tidak ada darah yang mengalir pada arteri koroner maka penderita akan mengalami nyeri dada pada bagian kiri atau serangan jantung dan tidak sadarkan diri. Pada saat inilah penderita tidak dapat melanjutkan aktivitas sebagaimana mestinya dan penderita akan mengalami terjatuh lemas sehingga perlu secepatnya di bawa ke pelayanan kesehatan untuk mendapatkan penangana lebih lanjut (Sumiati et al., 2010). 4. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik dari Angina pectoris stabil yaitu : a. Nyeri seperti ditindih atau berat di dada, rasa terbakar, rasa mau pecah. b. Nyeri dapat menjalar ke leher, bahu atau punggung, dan lengan kiri c. Durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit, tidak lebih daari 30 menit d. Nyeri hilang (berkurang) bila istirahat atau pemberian nitrogliserin e. Gejala penyerta : sesak nafas, perasaan lelah, kadang muncul keringat dingin, palpitasi. 5. Pemeriksaan Penunjang a. EKG Untuk mengetahui fungsi jantung. Akan ditemukan gelombang T inverted, ST depresi, Q patologis b. Kolesterol atau Trigliserida serum c. Foto Rontgen dada Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK d. Ekokardiogram Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup e. Angiografi coroner Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi. 6. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya komplikasi. Adapun penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien yang menderita angina pektoris adalah sebagai berikut : a. Tirah baring, posisi semi fowler. b. Monitor EKG c. Infus D5% 10 – 12 tetes / menit d. Oksigen 2 – 4 liter / menit e. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg f. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg 7) Bowel care : laksadin g. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam / infus h. Diet rendah kalori dan mudah dicerna i. Psikoterapi untuk mengurangi cemas. 7. Komplikasi a. Dapat terjadi tromboembolus akibat kontraktilitas miokardium berkurang. b. Dapat terjadi gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua darah yang diterimanya c. Disritmia d. Syok kardiogenik e. Ruptur miokardium f. Perikarditis B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Pengumpulan data 1) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, setatus perkawinan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor registrasi dan tanggal masuk rumah sakit. 2) Keluhan Utama Klien biasa datang dengan keluhan: Nyeri seperti ditindih atau berat di dada, rasa terbakar, rasa mau pecah, nyeri dapat menjalar ke leher, bahu atau punggung, dan lengan kiri 3) Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit yang pernah di derita klien b. Pengkajian Primer 1) Airways a) Sumbatan atau penumpukan secret b) Wheezing atau krekles 2) Breathing a) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat b) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal c) Ronchi, krekles d) Ekspansi dada tidak penuh e) Penggunaan otot bantu nafas 3) Circulation a) Nadi lemah , tidak teratur b) Takikardi c) TD meningkat / menurun d) Edema e) Gelisah f) Akral dingin g) Kulit pucat, sianosis c. Pengkajian Sekunder 1) Aktifitas a) Kelelahan b) Tidak dapat tidur c) Takikardi d) Dispnea pada istirahat atau aktifitas 2) Sirkulasi a) Riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus. b) Tekanan darah Dapat normal / naik / turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri c) Nadi Dapat normal, kuat atau lemah, dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia). d) Bunyi jantung Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel. e) Integritas ego Menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga, cemas, kurang kontak mata, gelisah. f) Makanan atau cairan Mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar, penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan. g) Hygiene Kesulitan melakukan tugas perawatan h) Nyeri atau ketidaknyamanan Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral) 2. Diagnosa a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan karakteristik c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma. e. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum 3. Intervensi a. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama ....x 24 jam Kriteria Hasil : 1) Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1 2) Ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang 3) Tidak gelisah 4) Nadi 60-100 x / menit 5) TD 120/ 80 mmHg Intevensi : 1) Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada tersebut. 2) Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat. 3) Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi 4) Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit ) e. Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam. 5) Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik. b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan karakteristik miokard. Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam Kriteria Hasil : 1) Tidak ada edema 2) Tidak ada disritmia 3) Haluaran urin normal 4) TTV dalam batas normal Intervensi : 1) Pertahankan tirah baring selama fase akut 2) Kaji dan laporkan adanya tanda – tanda penurunan TD 3) Monitor haluaran urin 4) Kaji dan pantau TTV tiap jam 5) Kaji dan pantau EKG tiap hari 6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan 7) Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi 8) Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advice c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan , iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan selama ......x 24 jam Kriteria Hasil : 1) Daerah perifer hangat 2) Tidak sianosis 3) Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark 4) RR 16-24 x/ menit 5) Tak terdapat clubbing finger 6) Kapiler refill 3-5 detik 7) Nadi 60-100x / menit 8) TD 120/80 mmHg Intervensi : 1) Monitor Frekuensi dan irama jantung 2) Observasi perubahan status mental 3) Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa 4) Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya 5) Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi 6) Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit, GDA ( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). d. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air , peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma. Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam. Kriteria Hasil : 1) Tekanan darah dalam batas normal 2) Tidak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen 3) Berat badan ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %) Intervensi : 1) Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan 2) Observasi adanya oedema depende 3) Timbang BB tiap hari d. Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler 4) Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuetik. e. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler (atelektasis , kolaps jalan nafas/alveolar edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif ) Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama .....x 24 jam. Kriteria Hasil : 1) Tidak sesak nafas 2) Tidak gelisah 3) GDA dalam batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) Intervensi : 1) Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan 2) Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll. 3) Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya, batuk, penghisapan lendir dll 4) Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien 5) Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.
f. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum. Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam. Kriteria Hasil : 1) Klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien 2) Frekuensi jantung 60-100 x/ menit 3) TD 120-80 mmHg Intervensi : 1) Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas 2) Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur ) 3) Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat. 4) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam setelah mkan. 5) Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter. 4. Implementasi Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan (Potter & Perry, 2005). 5. Evaluasi Evaluasi adalah proses keperawatan untuk mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2005).