Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

ANGINA PECTORIS

Oleh :

DITA OKTAVIANA HAPSARI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

2019
LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

ANGINA PEKTORIS

Telah dikoreksi dan disetujui pada tanggal …………………………. oleh :

Pembimbing

(EKO PRABOWO, S.Kep., Ns, M.Kes)

NIK : 200630.07

Mengetahui,

Kaprodi D III Keperawatan

EKO PRABOWO, S.Kep., Ns, M.Kes

NIK: 200630.07
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahnya
kami dapat menyelesaiakn makalah “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pasien
Angina Pektoris” dalam menyusun makalah ini kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Haswita S.kep.M.Kes selaku Direktur Akademi Kesehatan Rustida Krikilan.


2. Bapak Eko Prabowo,S.kep.M.Kes selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah 1 Akademi Kesehatan Rustida Krikilan.
3. Bapak Hendrik Probo Sasongko,S.Kep,Hs.MM selaku Dosen Pembimbing Mata
Kuliah Medikal Bedah 1 Akademi Kesehatan Rustida Krikilan.
4. Kedua Orang Tua dan keluarga besar yang selalu memberikan doan dan dukungan
baik materi maupun spiritual.
5. Teman-teman kelas A yang selalu memberikan saran dan kritiknya.

Makalah ini kami buat dengan semasimal mungkin, Walaupun kami menyadari kami
sebagai manusia pasti memiliki banyak kesalahan dan kekuranagn sehingga kami
mengharapkan kritik dan asaran agar makalah ini bias lebih baik lagi dan bias
bermanfaat bagi semua orang.

.
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Coronary Artery Disease adalah penyakit yang berkaitan dengan
kerusakan pada arteri koroner seperti angina pektoris dan infark miokard.
Beberapa ahli juga menyebutnya dengan istilah Acute Coronary Syndrome
(ACS – sindrome korona akut). Pengertian klinis Angina adalah keadaan
iskemia miokard karena kurangnya suplai oksigen ke sel-sel otot jantung
(miokard) yang disebabkan oleh penyumbatan dan penyempitan arteri
koroner, peningkatan beban kerja, jantung dan menurunnya kemampuan darah
mengikat oksigen.
Angina pektoris berasal dari bahasa Yunani yang berarti “cekikan di
dada” yaitu gangguan yang sering terjadi karena atherosclerotic heart desiase.
Terjadinnya serangan angina menunjukkan adanya iskemia. Iskemia yang
terjadi pada angina terbatas pada durasi serangan dan tidak menyebabkan
kerusakan permanen jaringan miokard. Namun, angina merupakan hal yang
mengancam kehidupan dan dapat menyebabkan disritmia atau berkembangan
menjadi infark miokard. (Udjianti W, 2010, p. 65 )
B. Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada klien
yang menderita penyakit angina pectoris.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang menderita penyakit angina ?
D. Tujuan
1. Tujuan Utama
Agar mahasiswa dapat mengetahui, mengerti, dan mahasiswa dapat
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit angina.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi, etologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
klasifikasi, komplikasi penyakit angina.
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien yang menderita
penyakit angina.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Angina pectoris adalah suatu syndrome yang ditandai dengan rasa
tidak enak yang berulang di dada dan daerah lain sekitarnya yang berkaitan
yang disebabkan oleh ischemia miokard tetapi tidak sampai terjadi
nekrosis. (Kasron, 2016, p. 144)
Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis dimana pasien mendapat
serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di
dada yang sering kali menjalar ke lengan kiri. (Manurung, 2016, p. 93)
Berdasakan uraian diatas angina pectoris adalah suatu sindrom klinis
yang menadapat serangan tidak enak didada yang sering menjalar sampai
ke rahang atau ke lengan, tetapi jarang ke bawah diafragma.
2. Etiologi
Penyebab paling umum Coronary Artery Disease (CAD) adalah
Aterosklerosis. Aterosklerosis digolongkan sebagai akumulasi sel-sel otot
halus, lemak, dan jaringan konektif ( connective tissue ) di sekitar lapisan
intima arteri, suatu plaque (plak) fibrous adalah lesi khas dari
Aterosklerosis. Lesi ini dapat bervariasi ukurannya dalam dinding
pembuluh darah berkontraksi (vasokontriksi). Spasme arteri koroner dapat
mengiring terjadinya eskemik aktual atau perluasan dari infrak miokard.
Penyebab lain diluar aterosklerosis yang dapat mempengaruhi diameter
lumen pembuluh darah koroner dapat berhubungan dengan abnormalitas
sirkulasi. Hal ini meliputi hipoperfusi, anemia, hipovolemik, ploisetemia,
dan masalah-masalah atau gangguan katub jantung. (Udjianti, 2013, p. 66)
3. Tanda dan Gejala
Gambaran klinis dari angina pektoris dihubungkan dengan nyeri dan
respons fisiologis individu terhadapnya. Nyeri angina secara khas
digambarkan sebagai nyeri substernal, atau perasaan penuh/tertekan. Nyeri
ini menjalar ke lengan atau leher dan rahang. Secara khas individu yang
merasa nyeri ini akan diam, tampak pucat, berkeringat, dan sesak napas.
Biasanya angina pektoris dipicu oleh aktivitas (stress fisik/emosi), dan
mereda dalam beberapa menit, bila beristirahat atau minum obat
vasodilator koroner, seperti nitrogliserin. Selama serangan,
elektrokardiogram (EKG) menunjukkan tanda khas, yaitu inversi
gelombang T dan depresi segmen S-T. Dalam keadaan istirahat, EKG-nya
normal pada 50-70% orang dengan angina pektoris. (Tambayong, 2013, p.
90)
4. Patofisiologi
Saat istirahat, jantung mempergunakan oksigen dalam jumlah yang
cukup besar (75%) dari aliran darah koroner, lebih besar daripada beberapa
organ utama yang lain dalam tubuh. Saat metabolisme, beban kerja otot
jantung dan konsumsi oksigen meningkat sehingga kebutuhan akan
oksigen meningkat berlipat ganda.Oksigen tambahan disuplai oleh
peningkatan aliran darah arteri koroner. Bila aliran darah koroner tidak
dapat menyuplai kebutuhan sejumlah oksigen yang diperlukan oleh otot
jantung, maka terjadi ketidaksinambungan antara suplai dan kebutuhan
menjadi seimbang, jaringan otot jantung menjadi iskemia dan infark. Di
sekitar area infark ada dua zona yang disebut sebagai injuri zone dan
iskemik zone. Area infarak akan terus berkembang bila suplai darah tetap
membahayakan atau kurang dari kebutuhan miokard. Luas nyata area
infatak tergantung pada tiga faktor yaitu sirkulasi kolateral,
metabolismeanaerobik, dan peningkatan beban kerja miokard. Sering kali
iskemik dan infark berkembang dari endokardium ke epikardium.
(Udjianti, 2010, p. 66)
Gambar Pathway angina pektoris menurut (Manurung, 2016)

Faktor resiko Faktor presipitasi Faktor yang


memperberat

Penyempitan pembuluh darah arterikoronaria

Aliran darah ke miokard menjadi berkurang

Ketidakseimbangan suplai oksigen ke miokard

Iskemia miokard

Angina pektoris

Sakit pada Dispnea Kelemahan Gelisah Ketakutan


daerah dada

Ansietas Kurang
Nyeri Penurunan
pengetahuan
curah jantung
5. Klasifikasi
Klasifikasi Angina Pectoris menurut (Kasron, 2016, p.147-148)
a. Angina pectoris stabil
Disebut juga angina klasik, terjadi jika arteri koroner yang
arterosklerotik tidak dapat berdilatasi untuk meningkatkan alirannya
sewaktu kebutuhan oksigen meningkat. Peningkatan kerja jantung
dapat menyertai aktivitas misalnya berolah raga atau naik tangga.
1. Awalan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktivitas yang
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.
2. Nyeri segera hilang dengan istirahat atau penghentian aktivitas.
3. Durasi nyeri 3-15 menit.
b. Angina pectoris tidak stabil
Angina pectoris tidak stabil dijumpai pada individu dengan perburukan
penyakit arteri koroner. Angina ini biasanya menyertai peningkatan
beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis
koroner, yang ditandai oleh thrombus yang tumbuh dan mudah
mengalami spasme.
1. Adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pectoris
stabil.
2. Pencetus dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tingkat
aktivitas ringan.
3. Kurang responsive terhadap nitrat.
4. Lebih sering ditemukan depresisegmen ST.
5. Dapat disebabkan oleh rupture plak aterosklerosis, spasmus,
trombus atautrombosist yang beragregasi.

c. Angina prinzmental (Angina varian)


Angina yang terjadi karena spasme arteri koronaria. Berhubungan
dengan risiko tinggi terjadinya infark.
1. Sakit dada atau nyeri timbul pada waktu istirahat, sering kali pagi
hari.
2. Nyeri disebabkan karena spasmus pembuluh koroner
aterosklerotik.
3. EKG menunjukkan elevasi segmen ST.
4. Cenderung berkembang menjadi infark kiokard akut.
5. Dapat terjadi aritmia.
6. Komplikasi
a. Infarksi myocardium yang akut ( serangan jantung ).
b. Kematian jantung secara mendadak.
c. Aritmia kardiak. (Kasron, 2016, p. 153)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Angina banyak terjadi pada pasien yang memiliki kebiasaan
makan/kolesterol, hipertensi, rokok. (Sudoyo, 2010, p. 1735)
b. Status kesehatan saat ini
1.) Keluhan Utama
Keluhan nyeri dada seperti tertekan beban berat, terasa berat, dan
seperti diremas yang timbul mendadak. Nyeri dada yang timbul
berhubungan dengan aktifitas fisik berat atau emosi yang hebat
(marah dengan rangsangan seksual). Nyeri dada dapat disertai
dengan gejala mual, muntah, diaphoresis, dan sesak nafas. Bila
nyeri timbul saat klien istirahat atau tidur, maka prognosisnya
buruk. (Udjianti, 2010, p.70)
2.) Alasan Masuk Rumah Sakit
Penderita angina biasanya mengalami nyeri dada, sakit menyebar
kebagian tubuh lain seperti : rahang, punggung, atau lengan –
sakit angina tidak selalu terasa didada. (Digiulio, 2014, p. 8)
3.) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien angina pektoris biasanya pada daerah dada yang sering
kali menjalar ke lengan sebelah kiri yang timbul pada waktu
aktivitas dan segera hilang bila aktivitas berhenti. Serangan dada
biasanya berlangsung 1-5 menit, bila sakit dada terus berlangsung
lebih dari 20 menit mungkin pasien mendapat serangan infak
miokard akut dan bukan disebabkan angina pektoris biasa. (Kasron,
2016, p.144)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1.) Riwayat penyakit sebelumnya
Biasanya pada angina pektoris memiliki riwayat hipertensi.
(Muttaqin, 2012, p. 66)
2.) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, serta apabila ada
anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga
ditanyakan. (Muttaqin, 2012, p.67)
3.) Riwayat pengobatan
Obat-obat yang diperlukan meliputi kortikosteroid dan obat-obat
anti hipertensi. (Muttaqin, 2012, p. 70)
d. Pemeriksaan fisik
1.) Keadaan umum
a.) Kesadaran
Kesadarannya composmentis , apatis, somnolen, sopor,
soporokomatous, atau koma. (Muttaqin, 2012, p. 70)
b.) Tanda-tanda vital
Tanda vital : Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg,
denyut jantung kurang dari 60/menit. (Digiulio, 2014, p. 11)
2.) Body system
a. Sistem pernafasan
Kesulitan bernafas, nafas pendek (dyspnea) denyut jantung naik
meningkat laju pernafasan dan meningkatkan oksigenasi.
(Digiulio, 2014, p. 8)
b. Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien angina terdapat takikardia, jantung
memompa lebih cepat, berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
ketika kecemasan meningkat. (Digiulio, 2010, p. 8)
c. Sistem persyarafan
Keluhan pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun, saat
duduk atau istirahat. (Muttaqin, 2012, p. 107)
d. Sistem perkemihan
Penurunan produksi urin yang terjadi karena perfusi ginjal.
(Muttaqin, 2012, p. 107)
e. Sistem pencernaan
Keluhan mual dan muntah, kehilangan nafsu makan, bersendawa,
nyeri ulu hati. (Muttaqin, 2012, p. 107)
f. Sistem integument
Kulit berkeringat (diaphoresis) akibat peningkatan kerja tubuh.
(Digiulio, 2014, p. 8)
g. Sistem musculoskeletal
Pada saat serangan akan timbul sakit pada bagian tubuh sperti
rahang, punggung, atau lengan. (Digiulio, 2014, p. 8)

e. Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiografi
a.) Normal saat klien istirahat.
b.) Segmen ST elevasi atau depresi, gelombang t inverse selama
serangan berlangsung atau timbul saat tes treadmill.
c.) Disritmia (takikardia abnormal, AV block, atrial flutter, atau
atrial fibrilasi) bila ada harus dicatat.
2. Laboratorium darah
a.) Complete Blood cells count: anemia dan hemotakrit menurun.
Lekositosis mengindikasikan adanya penyakit infeksi yang
menimbulkan kerusakan katup jantung dan menimbulkan
keluhan angina.
b.) Fraksi lemak: terutama kolesterol (Low density
Lipoprotein/LDL) dan trigliserida yang merupakan faktor risiko
terjadinya Arteri Coronary disease (CAD).
c.) Serum tiroid: menilai keadaan hipotiroid atau hipertiroid.
d.) Cardiac isoenzym: normal (CPK – Creatinin phospokinase,
CK-MB-Creatinin Kinase-MB, SGOT-serum Glutamic
Oxaloacetic Transaminase dan LDH-Lactate Dehydrogenase)
dan tropinin.
3. Radiologi
a.) Thorax rontgen: melihat gambaran kardiomegali seperti
hipertrofi ventrikel atau cardio-thorax ratio (CTR) lebih dari
50%.
b.) Echocardiogram: melihat adanya penyimpangan gerakan katup
dan dilatasi ruang jantung. Gerakan katup abnormal dapat
menimbulkan keluhan angina.
c.) Scanning jantung: melihat luas daerah iskemik pada miokard.
d.) Ventrikulografi sinistra: menilai kemampuan kontraksi miokard
dan pemompaan darah yang kecil akibat kelainan katup atau
septum jantung.
e.) Kateterisasi jantung (bila diperlukan): melihat kepatenan arteri
koroner, lokasi sumbatan dengan tepat, dan memastikan
kekuatan miokard. (Udjianti, 2010, p. 71)
f. Penatalaksanaan
Tujuan tatalaksana angina pektoris yaitu memperbaiki gejala,
memperlambat perkembangan penyakit, dan mengurangi kemungkinan
kejadian infak miokard di masa yang akan datang. Penatalaksanaan
angina pektoris di bagi menjadi tiga, yaitu penatalaksanaan
farmakologi, nonfarmakologi, tindakan invasif. (Asikin, 2016, p. 48)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri dada
Definisi: pengalaman sensosrik atau emosional berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.
Batasan Karakteristik :
1.) Mengeluh nyeri
Subjektif:
Mengeluh nyeri
Objektif:
a.) Tampak meringis
b.) Bersikap protektif (misalnya waspada, posisi menghindari
nyeri)
c.) Gelisah
d.) Frekuensi nadi meningkat
e.) Sulit tidur
f.) Tekanan darah meningkat
g.) Pola nafas berubah
h.) Nafsu makan berubah
i.) Proses berpikir terganggu
j.) Menarik diri
k.) Berfokus pada diri sendiri
l.) Diaphoresis

Faktor yang berhubungaan

1. Agen pencedera fisiologis (misalnya inflamasi, iskemia,


neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (misalnya terbakar bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (misalnya abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan)

Kondisi klinis terkait

1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma (PPNI, 2016, p. 172)
b. Penurunan curah jantung
Definisi: Ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.
Batasan Karakteristik:
1) Perubahan irama jantung
Subjektif:
Palpitasi
Objektif:
a.) Bradikardia/takikardia
b.) Gambaran EKG aritmia atau gangguan konduksi

2) Perubahan Preload
Subjektif:
Lelah
Objektif:
a.) Edema
b.) Distensi vena jugularis
c.) Central venous pressure (CVP) meningkat/menurun
d.) Hepatomegali
e.) Murmur jantung
f.) Berat badan bertambah
g.) Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun
3) Perubahan Afterload
Subjektif:
Dispnea
Objektif:
a.) Tekanan darah menurun/meningkat
b.) Nadi perifer teraba lemah
c.) Capiliary refill time >3 detik
d.) Oliguria
e.) Warna kulit pucat dan/atau sianosis
f.) Perubahan vascular resistance (PVR) meningkat/menurun
g.) Systemic vascular resistance (SVR) meningkat/menurun
4) Perubahan Kontraktilitas
Subjektif:
a.) Paroxysmal nocturnal dspnea (PND)
b.) Ortopnea
c.) Batuk
Objektif:t
a.) terdengar suara jantung S3 dan/atau S4
b.) Ejection fraction (EF)
c.) Cardiac index (CI) menurun
d.) Left ventricular stroke work index (LVSWI) menurun
Stroke volume index (SVI) menurun
Faktor-faktor yang berhubungan
1. Perubahan irama jantung
2. Perubahan frekuensi jantung
3. Perubahan kontraktilitas
4. Perubahan preload
5. Perubahan afterload

Kondisi klinis terkait:

1. Gagal jantung kongestif


2. Sindrom koroner akut
3. Stenosis mitral
4. Regurgitasi mitral
5. Stenosis aorta
6. Regurgitasi aorta
7. Stenosis trikuspidal
8. Regurgitasi trikuspidal
9. Stenosis pulmonal
10. Regurgitasi pulmonal
11. Aritmia
12. Penyakit jantung bawaan
(PPNI, 2016, p. 34)
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Definisi: ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan
dengan topic tertentu.
Batasan Karakteristik:
1) Subjektif
Menanyakan masalah yang dihadapi.
2) Objektif
a) Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
b) Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah
c) Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
d) Menunjukkan perilaku berlebihan (misalnya apatis,
bermusuhan, agitasi, hysteria)

Faktor yang berhubungan:

1) Keterbatasan kognitifGangguan fungsi kognitif


2) Kekeliruan mengikuti anjuran
3) Kurang terpapar informasi
4) Kurang minat dalam belajar
5) Kurang mampu mengingat
6) Ketidaktahuan menemukan sumber informasi
Kondisi klinis terkait:
1. Kondisi klinis yang baru dihadapi oleh klien
2. Penyakit akut
3. Penyakit kronis (PPNI, 2016, p. 246)

3. Intervensi
a. Nyeri dada
Tujuan:
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut.(sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering, atau selalu) :
a) Mengenali awitan nyeri
b) Menggunakan tindakan pencegahan
c) Melaporkan nyeri dapat dikendalikan.
Kriteria Hasil:
a) Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan
b) Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala
0-10)
c) Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
d) Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi faktor tersebut
e) Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
f) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan
non-analgesik secara tepat
g) Tidak menglami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut
jantung, atau tekanan darah
h) Mempertahankan selera makan yang baik
i) Melaporkan pola tidur yang baik
j) Melaporkan kemampuan untuk mempertahankan performa
peran dan hubungan interpersonal
Intervensi NIC
Aktifitas Keperawatan
1) Pengkajian
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan
pertama untuk menumpulkan informasi pengkajian.
b) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan
pada skala 0 sampai 10 (0 = tidak ada nyeri atau
ketidaknyamanan, 10 = nyeri hebat).
c) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan
nyeri oleh analgesic dan kemungkinan efek
sampingnya.
d) Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan
lingkungan terhadap nyeri dan respon pasien.
e) Dalam mengkaji pasien, gunakan kata-kata yang sesuai
usia dan tingkat perkembangan pasien.
Manajemen nyeri (NIC):
(1) Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
presipitasnya.
(2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan,
khusunya pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif.
2) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus
yang harus diminum, frekuensi pemberian,
kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi
obat, kewaspadaan khusus saat mengonsusmi obat
tersebut (misalnya pembatasan aktivitas fisik,
pembatsan diet), dan nama orang yang harus dihubungi
bila mengalami neyri membandel.
b) Instruksiakan pasien untuk menginformasikan kepada
perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang
dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping
yang disarankan.
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik
atau opioid (misalnya risiko ketergantungan atau
overdosis).
e) Manajemen Nyeri (NIC):
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat prosedur.
f) Manajemen Nyeri (NIC):
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya
umpan balik biologis, transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), hypnosis, relaksasi, imajinasi
terbimbing, terapi musik, distraksi, terapi bermain,
terapi aktivitas, akupresur, kompres hangat atau dingin,
dan masase) sebelum, setelah, dan, jika memungkinkan,
selama aktivitas yang menimbulkan nyeri; sebelum
nyeri terjadi atau meningkat; dan bersama penggunaan
tindakan peredaan nyeri yang lain.
3) Aktivitas Kolaboratif
a) Kelola nyeri pascabedah awal dengan pemberian opiate
yang terjadwal (misalnya setiap 4 jam selama 36 jam)
atau PCA.
b) Manajemen Nyeri (NIC):
(1) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat.
(2) Laporkan kepad dokter jika tindakan tidak berhasil
atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan
yang bermakna dan pengalaman nyeri pasien di
masa lalu.

4) Aktivitas lain
a) Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikator melalui
pengkajian nyeri dan efek samping.
b) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan
yang efektif di masa lalu, seperti distraksi, relaksasi,
atau kompres hangat/dingin.
c) Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa
nyaman dan aktivitas lain untuk membantu relaksasi,
meliputi tindakan sebagai berikut:
(1) Lakukan perubahan posisi, masase punggung, dan
relaksasi.
(2) Ganti linen tempat tidur, bila diperlukan.
(3) Berikan perawatan dengan tidak terburu-buru,
dengan sikap yang mendukung.
(4) Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut aktivitas perawatan.
d) Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas bukan
pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan
pengalihan melalui televisi, radio, tape, dan interaksi
dengan pengunjung.
e) Gunakan pendekatan yang positif untuk
mengoptimalkan respons pasien terhadap analgesic
(misalnya “Obat ini akan mengurangi nyeri Anda”).
f) Eksplorasi perasaan takut ketagihan. Untuk meyakinkan
pasien, tanyakan “Jika tidak mengalami nyeri, apakah
Anda akan tetap membutuhkan obat ini?”.
g) Manajemen Nyeri (NIC):
(1) Libatkan keluarga dalam modalitas peredaan nyeri,
jika memungkinkan.
(2) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi respons pasien terhadap
ketidaknyamanan (misalnya suhu ruangan,
pencahayaan, dan kegaduhan). (Wilkinson, 2014, p.
297-299)
d. Penurunan curah jantung
Tujuan
Menunjukan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh
efektivitas pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ
abdomen, jantung, selebral, selular, perifer, dan pulmonal) ; dan status
tanda-tanda vital.
Kriteria Hasil:
(a) Mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal
(b) Mempunyai haluaran urin, berat jenis urin, blood urea nitrogen
(BUN) dan kreatinn plasma dalam batas normal
(c) Mempunyai warna kulit yang normal
(d) Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik
(misalnya tidak mengalami dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
(e) Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan
(misalnya untuk penyakit jantung)
(f) Mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat
dilaporkan. (Wilkinson, 2014, p.64-65)
Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
Pada umumnya, tindakan keperawatan untuk diagnosis ini berfokus
pada pemantauan tanda dan gejala penurunan curah jantung,
pengkajian penyebab yang mendasari (misalnya hipovolemia,
disritmia), pelaksanaan protokol atau program dokter untuk
mengatasi penurunan curah jantung, dan pelaksanaan tindakan
pendukung, seperti perubahan posisi dan hidrasi.
1) Pengkajian
a) Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status
pernapasan, dan status mental.
b) Pantau tanda kelebihan cairan (misalnya edema dependen, kenaikan
berat badan).
c) Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memperhatikan adanya awitan
napas pendek, nyeri, palpitasi, atau limbung.
d) Evaluasi respons pasien terhadap terapi oksigen.
e) Kaji kerusakan kognitif.
f) Regulasi hemodinamik (NIC):
(1) Pantau fungsi pcemaker, jika perlu.
(2) Pantau denyut perifer, pengisian ulang kapiler, dan suhu serta
warna ekstremitas.
(3) Pantau asupan dan haluaran, haluaran urine, dan berat badan
pasien, jika perlu.
(4) Pantau resistensi vaskular sistemik dan paru, jika perlu.
(5) Auskultasi suara paru terhadap bunyi crackle atau suara napas
tambahan lainnya.
(6) Pantau dan dokumentasikan frekuensi jantung, irama, dan nadi.
2.) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Jelaskan tujuan pemberian oksigen per kanula nasal atau
sungkup
b) Instruksikan mengenai pemeliharaan keakuratan asupan dan
haluaran
c) Ajarkan penggunaan, dosis, frekuensi, dan efek samping
obat
d) Ajarkan untuk melaporkan dan menggambarkan awitan
palpatsi dan nyeri, durasi, faktor pencetus, daerah, kualitas,
dan intensitas
e.) Instruksikan pasien dan keluarga dalam perencanaan untuk
perawatan di rumah, meliputi pembatasan aktivitas,
pembatasan diet, dan penggunaan alat terapeutik
f.) Berikan informasi tentang teknik penurunan stres, seperti
biofeed-back, relaksasi otot progresif, meditasi, dan latihan
fisik
g.) Ajarkan kebutuhan untuk menimbang berat badan setiap
hari
3.) Aktivitas Kolaboratif
a) Konsultasikan dengan dokter menyangkut parameter pemberian
atau penghentian obat tekanan darah
b) Berikan dan titriskan obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin,
dan vasodilator untuk mempertahankan kontraktilitas, preload,
dan afterload sesuai dengan program medis atau protokol
c) Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan trombus
perifer, sesuai dengan program atau protokol
d) Tingkatkan penurunan afterload (misalnya dengan pompa balon
intraaorta) sesuai dengan program atau protokol
e) Lakukan perujukan ke perawat praktisi lanjutan untuk tindak
lanjut, jika diperlukan
f) Pertimbangkan perujukan ke petugas sosial, manajer kasus,
atau layanan kesehatan komunitas dan layanan kesehatan di
rumah
g) Lakukan perujukan ke petugas sosial untuk mengevaluasi
kemampuan membayar obat yang diresepkan
h) Lakukan perujukan ke pusat rehabilitasi jantung jika diperlukan
4.) Aktivitas Lain
a) Ubah posisi pasien ke posisi datar atau Trendelenburg ketika
tekanan darah pasien berada pada rentang lebih rendah
dibandingkan dengan yang biasanya
b) Untuk hipotensi yang tiba-tiba, berat atau lama, pasang akses
intravena untuk pemberian cairan intravena atau obat untuk
meningkatkan tekanan darah
c) Hubungkan efek nilai laboratorium, oksigen, obat, aktivitas,
ansietas, dan/atau nyeri pada disritmia
d) Jangan mengukur suhu pada rektum
e) Ubah posisi pasien setiap dua jam atau pertahankan aktivitas
lain yang sesuai atau dibutuhkan untuk menurunkan statis
sirkulasi perifer
f) Regulasi Hemodinamik (NIC):
(1) Meminimalkan atau hilangkan stresor lingkungan
(2) Pasang katetr urine, jika diperlukan (Wilkinson, 2014, p.64-
66)
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan
Memperlihatkan pengetahuan : diet, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5 :tidak ada, terbatas, cukup, banyak, atau
luas)
Kriteria Hasil:
a) Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan tentang
program terapi (misalnya informasi tentang diet)
b) Memperlihatkan kemampuan (sebutkan keterampilan atau perilaku)
Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
1) Pengkajian
a) Periksa keakuratan umpan-balik untuk memastikan bahwa
pasien memahami program terapi dan informasi lainnya
yang relevan
b) Penyuluhan: Individual (NIC):
(1) Tentukan kebutuhan belajar pasien
(2) Lakukan penilaian terhadap tingkat pengetahuan pasien
saat ini dan pemahaman terhadap materi (misalnnya
pengetahuan tentang prosedur atau penanganan yang
diprogramkan)
(3) Tentukkan kemampuan pasien untuk mempelajari
informasi khusus (misalnya tingkat perkembangan,
status psikologis, orientasi, nyeri, keletihan, kebutuhan
dasar yang tidak terpenuhi, keadaan emosional, dan
adaptasi terhadap penyakit)
(4) Temukan motivasi pasien untuk mempelajari informasi
ternetu (yaitu kepercayaan kesehatan, riwayat
ketidakpatuhan, pengalaman buruk dengan perawatan
kesehatan dan pelajaran kesehatan serta tujuan yang
bersebrangan)
(5) Kaji gaya belajar pasien
2) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Tetapkan laporan dengan pasien/keluarga
Beri penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman pasien,
ulangi informasi bila diperlukan
b) Gunakan berbagai pendekatan penyuluhan, redemontrasi,
dan berikan umpan-balik secara verbal dan tertulis
c) Penyuluhan: Individu (NIC):
(1) Bangun kredibilitas sebagai guru, bila perlu
(2) Tetapkan tujuan pembelajaran bersama yang realistis
dengan pasien
(3) Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar
(4) Pilih metode dan strategi penyuluhan yang sesuai
(5) Pilih materi pengajaran yang sesuai
(6) Beri penguatan terhadap perilaku, yang sesuai
(7) Beri waktu kepada pasien untuk mengajukan beberapa
pertanyaan dan mendiskusikan permasalahannya
(8) Dokumentasikan materi yang dipresentasikan, materi
tertulis yang diberikan, dan pemahaman pasien tentang
informasi atau perilaku pasien yang memperlihatkan
pembelajaran pada catatan medis permanen
(9) Ikutsertakan keluarga atau orang terdekat, bila perlu
3) Aktivitas Kolaboratif
a) Beri informasi tentang sumber-sumber komunitas yang
dapat menolong pasien dalam mempertahankan program
terapi
b) Buat rencana pengajaran multidisipliner yang terkoordinasi,
sebutkan perencanaannya
c) Rencanakan penyesuaian dalam terapi bersama pasien dan
dokter untuk memfasilitasi kemampuan pasien mengikuti
progam terapi
4) Aktivitas lain
Berinteraksi dengan paisen dengan cara yang tidak menghakimi
untuk memfasilitasi pembelajaran (Wilkinson, 2014, p.249-
251)

DAFTAR PUSTAKA
Kasron. 2016. Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: CV. TRANS
INFO MEDIA.

Manurung, N. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: CV.


Trans Info Media.

Mary Digiulio, D. J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Mary, W. M. 2010. Klien gangguan Kardiovaskular : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:


EGC.
Muttaqin, A. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

PPNI, T. P. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus


Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wilkinson, J. m. 2014. Diagnosis Keperawatan Edisi 10 : Diagnosis NANDA-l, lntervensi


NIC, Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai