Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

DI SUSUNOLEH :

MUSFIRA RAHMADANI
096STYC21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Konsep Teori Oksigenasi


1. Definisi

Oksigen merupakan salah satu kebutuhan yang diperlukan


dalam proses kehidupan karena oksigen sangat berperan dalam proses
metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen didalam tubuh harus terpenuhi
karena apabila berkurang maka akan terjadi kerusakan pada jaringan
otak dan apabila berlangsung lama akan menyebabkan kematian Proses
pemenuhan kebutuhan oksigen pada manusia dapat dilakukan dengan
cara pemberian oksigen melalui saluran pernafasan, pembebasan jalan
nafas dari sumbatan yang menghalangi masuknya oksigen, memulihkan
dan memperbaiki organ pernafasan agar berfungsi secara normal
(Taqwaningtyas, Ficka (2013)(Budyasih, 2014)

Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan


oleh tubuh bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan
nitrogen. Oksigen merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam
setiap menit ke semua proses penting tubuh seperti pernapasan,
peredaran, fungsi otak, membuang zat yang tidak dibutuhkan oleh
tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan, serta pembiakan hanya berlaku
apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga merupakan sumber
tenaga yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah & Kusnadi,
2013).(Eki, 2017)

Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke


dalam sistem tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen
ditambahkan kedalam tubuh secara alami dengan cara bernapas.
Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara
individu dengan lingkungan yang dilakukan dengan cara menghirup
udara untuk mendapatkan oksigen dari lingkungan dan kemudian udara
dihembuskan untuk mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan
(Saputra, 2013).

Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar


manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam
mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh
dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh
beberapa factor seperti fisiologis, perkembangan, perilaku, dan
lingkungan (Ernawati, 2012).
2. Anatomi Fisiologi

Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama


untuk melakukan respirasi dimana respirasi merupakan proses
mengumpulkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.
Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk memastikan bahwa
tubuh mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
metabolisme sel dan melepaskan karbondioksida (Peate and Nair,
2011).

Gambar Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson,


2014)

Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan


sistem pernafasan bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari
hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem pernafasan bawah
terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).

a) Hidung

Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan


organ pertama dalam sistem respirasi yang terdiri dari bagian
eksternal (terlihat) dan bagian internal. Di hidung bagian
eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan
hyaline kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit.
Struktur interior dari bagian eksternal hidung memiliki tiga
fungsi :

1) menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara


yang masuk;
2) mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau); dan
3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi
yang besar dan bergema. Rongga hidung sebagai bagian
internal digambarkan sebagai ruang yang besar pada
anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior
pada rongga mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot
dan membrane mukosa (Tortorra and Derrickson, 2014)
b) Faring

Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong


dengan panjang 13 cm. Dinding faring disusun oleh otot
rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa. Otot rangka
yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap
sedangkan apabila otot rangka kontraksi maka sedang terjadi
proses menelan. Fungsi faring adalah sebagai saluran untuk
udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk
suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada
reaksi imun terhadap benda asing) (Tortorra and Derrickson,
2014)
c) Laring

Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian


tunggal dan 3 bagian berpasangan. 3 bagian yang
berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform, dan
corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan
dimana jaringan ini mempengaruhi pergerakan membrane
mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk menghasilkan
suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah
tiroid, epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya
berfungsi melindungi pita suara. Epiglotis melindungi
saluran udara dan mengalihkan makanan dan minuman agar
melewati esofagus (Peate and Nair, 2011).
d) Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler


yang dilewati udara dari laring menuju paru-paru. Trakea
juga dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia sehingga dapat
menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan didorong
keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan
lewat dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor
iritan yang menstimulasi batuk, memaksa partikel besar yang
masuk kembali keatas (Peate and Nair, 2011).
e) Bronkus
Gambar. Struktur bronkus (Martini et al., 2012)

Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama,


bronkus kanan dan kiri, yang mana cabang-cabang ini
memasuki paru kanan dan kiri pula. Didalam masing-masing
paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit, pendek,
dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan
pada pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan
bronchiole (Sherwood, 2010). Pada pasien PPOK sekresi
mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga
menyebabkan bronkitis kronis.
f) Paru

Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus.


Terdapat tiga lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di
paru sebelah kiri. Diantara kedua paru terdapat ruang yang
bernama cardiac notch yang merupakan tempat bagi jantung.
Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran pelindung
tipis yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura
membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura
membatasi paru itu sendiri. Diantara kedua pleura terdapat
lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini mengurangi gesekan
antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat
bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga
membantu pleura visceral dan parietal melekat satu sama
lain, seperti halnya dua kaca yang melekat saat basah (Peate
and Nair, 2011).
Gambar Alveoli (Sherwood, 2010)

Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil


yaitu bronchiole. Bronchiole pada akhirnya akan mengarah
pada bronchiole terminal. Di bagian akhir bronchiole
terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil
tempat dimana terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010).
Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel alveolar. Sel
tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa yang membentuk
sebagian besar dari lapisan dinding alveolar. Sel alveolar tipe
II jumlahnya lebih sedikit dan ditemukan berada diantara sel
alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama
pertukaran gas. Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel
dengan permukaan bebas yang mengandung mikrofili yang
mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini mengandung
surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap
lembab dan menurunkan tekanan pada
cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks
fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara ruang udara dan darah terjadi secara
difusi melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana
keduanya membentuk membran respiratori (Tortora dan
Derrickson, 2014).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap
berhubungan yaitu respirasi seluler dan respirasi eksternal.
Respirasi seluler mengacu pada proses metabolism
intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal
adalah serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara lingkungan eksternal dan
sel-sel tubuh (Sherwood, 2014).
Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:

1) Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar


dari paru
2) Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari
paru ke sirkulasi darah dan karbondioksida berdifusi dari
darah ke paru
3) Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida
dibawa dari paru ke jaringan tubuh atau sebaliknya
4) Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel
tubuh dan karbondioksida diambil dari sel tubuh (Peate
and Nair, 2011)
3. Etiologi
Menurut Ambarwati (2014) dalam Eki (2017), terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen, seperti faktor
fisiologis, status kesehatan, faktor perkembangan, faktor perilaku, dan
lingkungan.
1. Faktor fisiologis
Gangguan pada fungsi fisiologis akan berpengaruh pada kebutuhan
oksigen seseorang. Kondisi ini dapat mempengaruhi fungsi
pernapasannya diantaranya adalah :
a. Penurunan kapasitas angkut oksigen seperti pada pasien anemia atau
pada saat terpapar zat beracun
b. Penurunan konsentrasi oksigen yang diinspirasi
c. Hipovolemia
d. Peningkatan laju metabolik
e. Kondisi lain yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti
kehamilan, obesitas dan penyakit kronis
2. Status kesehatan
Pada individu yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan
kadar oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan
tetapi, pada individu yang sedang mengalami sakit tertentu, proses
oksigenasi dapat terhambat sehingga mengganggu pemenuhan
kebutuhan oksigen tubuh seperti gangguan pada sistem pernapasan,
kardiovaskuler dan penyakit kronis.
3. Faktor perkembangan

Tingkat perkembangan juga termasuk salah satu faktor penting


yang mempengaruhi sistem pernapasan individu. Berikut faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi individu berdasarkan tingkat perkembangan:

a. Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan


b. Bayi dan toddler: adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut
c. Anak usia sekolah dan remaja: risiko infeksi saluran pernapasan
dan merokok
d. Dewasa muda dan paruh baya: diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, dan stres yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-
paru
e. Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, dan ekspansi
paru menurun
4. Faktor perilaku

Perilaku keseharian individu tentunya juga dapat mempengaruhi


fungsi pernapasan. Status nutrisi, gaya hidup, kebiasaan olahraga,
kondisi emosional dan penggunaan zat- zat tertentu secara sedikit
banyaknya akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan oksigen
tubuh.

5. Lingkungan

Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi kebutuhan oksigen.


Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi pemenuhan oksigenasi
yaitu :

a. Suhu lingkungan
b. Ketinggian
c. Tempat kerja (polusi)
4. Klasifikasi
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi didalam tubuh terdiri atas 3 tahapan
yaitu ventilasi, difusi dan transportasi.
1. Ventilasi Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen
dan atmosfer kedalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses
ventilasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin
tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah. Demikian
pula sebaliknya.
b. Adanya kemampuan thorak dan paru pada alveoli dalam
melaksanakan ekspansi atau kembang kempis
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang
terdiri atas berbagai otot polos yang kerjanya sangat dipengaruhi
oleh sistem saraf otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat
menyebabkan relaksasi sehingga dapat terjadi vasodilatasi,
kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan kontriksi
sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses
penyempitan
d. Adanya reflek batuk dan muntah Adanya peran mukus sillialis
sebagai penangkal benda asing yang mengandung interferon dan
dapat mengikat virus. Pengaruh proses ventilasi selanjutnya
adalah complience recoil. Complience yaitu kemampuan paru
untuk meengembang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
adanya sulfaktor pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara yang
menyebabkan tidak terjadinya kolaps dan gangguan thoraks.
Sulfaktor diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli dan
disekresi saat pasien menerik napas, sedangkan recoil adalah
kemampuan untuk mengeluarkan co2 atau kontraksi
menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi recoil
terganggu maka co2 tidak dapat dikelurkan secara maksimal.
Pusat pernapasan yaitu medula oblongata dan pons dapat
mempengaruhi proses ventilasi, karena c02 memiliki kemampuan
merangsang pusat pernapasan. Peningkatan co2 dalam batas 6
mmhg dapat dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila
PaCO, kurang dari sama dengan 80 mmhg maka dapat
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2. Difusi gas Merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan
kamler paru dan CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Luasnya permukaan paru Tebalnya membran respirasi atau
permeabilitas yang terjadi antara epitel alveoli dan intertisial.
Keduanya ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan.
b. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi
sebagai mana O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena
tekanan O2 dari rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2
dalam darah vena pulmonalis (masuk dalam darah secara
berdifusi ) dan PaCO. Dalam arteri pulmonalis juga akan
berdifusi ke dalam alveoli. Afinitas gas Yaitu kemampuan untuk
menembus dan saling mengikat hb
3. Transportasi gas
Merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke jaringan
tubuh CO2,jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi akan
berikatan dengan hb membentuk oksihemoglobin (97 %) dan larut
dalam plasma (3 %) sedangkan co2 akan berikatan dengan hb
membentuk karbominohemiglobin (3o%) dan larut dalm plasma
(50%) dan sebagaian menjadi Hco3 berada pada darah (65%).
Transpotasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
a. Kardiak output merupakan jumlah darah yang dipompa oleh
darah. Normalnya 5 L/menit. Dalam kondisi patologi yang
dapat menurunkan kardiak output (misal pada kerusakan otot
jantung, kehilangan darah) akan mengurangi jumlah oksigen
yang dikirim ke jaringan umumnya jantung menkompensasi
dengan menambahkan rata-rata pemompaannya untuk
meningkatkan transport oksigen.
b. Kondisi pembuluh darah, latihan dan lain lain secara langsung
berpengaruh terhadap transpor oksigen bertambahnya latihan
menyebabkan peningkatkan transport o2 (20 x kondisi
normal). Meningkatkan kardiak output dan penggunaan o2
oleh sel.(Pradana, 2019)
5. Manifestasi klinis

Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda


gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot
nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas flaring (nafas cuping
hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, posisi
tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi
memanjang, peningkatan diameter anterior- posterior, frekuensi nafas
kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola
nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi
(NANDA, 2011).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu
takikardi, hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia,
kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit abnormal (pucat,
kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun,
abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011).
6. Gangguan-Gangguan pada Fungsi Pernapasan
1. Gangguan Irama Pernapasan
a. Pernapasan Cheyne Stokes
Pernapasan cheyne stokes merupakan siklus pernapasan yang
amplitudonya mula- mula dangkal, makin naik, kemudian
menurun dan berhenti, lalu pernapasan dimulai lagi dengan siklus
yang baru. Jenis pernapasan Ini biasanya terjadi pada klien gagal
jantung kongestif, peningkatan tekanan intrakranial, overdosis
obat. Namun secara fisiologis jenis pernapasan ini, terutama
terdapat pada orang di ketinggian 12.000 – 15.000 kaki diatas
permukaan air laut dan pada bayi saat tidur.
b. Pernapasan Biot
Pernapasan biot adalah pernapasan yang mirip dengan pernapasan
cheyne stokes, tetapi amplitudonya rata dan disertai apnea.
Keadaan ini kadang ditemukan pada penyakit radang selaput
otak.
c. Pernapasan Kussmaul
Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang jumlah dan
kedalamannya meningkat dan sering melebihi 20 kali/menit. Jenis
pernapasan ini dapat ditemukan pada klien dengan asidosis
metabolic dan gagal ginjal.
2. Gangguan frekuensi pernapasan
a. Takipnea
Takipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya meningkat
dan melebihi jumlah frekuensi pernapasan normal.
b. Bradipnea
Bradipnea merupakan pernapasan yang frekuensinya menurun
dengan jumlah frekuensi pernapasan dibawah frekuensi
pernapasan normal.
3. Insufisiensi pernapasan Penyebab insufisiensi pernapasan dapat
dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu ;
a. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti :
1) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomyelitis,
transeksi servikal.
2) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma,
emfisema, TBC, dan lain-lain.
b. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru
1) Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi
berkurang misalnya kerusakanjaringan paru, TBC, kanker
dan lain-lain.
2) Kondisi yang menyebabkan penebalan membrane
pernapasan, misalnya pada edema paru, pneumonia, dan
lainnya.
3) Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang
tidak normal dalam beberapa bagian paru, misalnya pada
thrombosis paru.
c. Kondisi yang menyebabkan terganggunya pengangkutan
oksigen dari paru-paru ke jaringan
1) Anemia merupakan keadaan berkurangnya jumla total
hemoglobin yang tersedia untuk transfor oksigen.
2) Keracunan karbon dioksida yang menyebabkan sebagian
besar hemoglobin menjadi tidak dapat mengangkut oksigen.
3) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh
curah jantung yang rendah.
4. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi terjadinya kekurangan oksigen
di dalam jaringan. Hipoksia dapat dibagi kedalam empat kelompok
yaitu hipoksemia, hipoksia hipokinetik, overventilasi hipoksia, dan
hipoksia histotoksik.
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan kondisi kekurangan oksigen
didalam darah arteri. Hipoksemia terbagi menjadi dua jenis
yaitu hipoksemia hipotonik (anoksia anoksik) dan hipoksemia
isotonic (anoksia anemik). Hipoksemia hipotonik terjadi jika
tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida
dalam darah tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik
terjadi jika oksigen normal, tetapi jumlah oksigen yang dapat
diikat hemoglobin sedikit. Hal ini dapat terjadi pada kondisi
anemia dan keracunan karbondioksida.
b. Hipoksia hipokinetik Hipoksia hipokinetik merupakan hipoksia
yang terjadi akibat adanya bendungan atau sumbatan. Hipoksia
hipokinetik dibagi menjadi dua jenis yaitu hipoksia hipokinetik
iskemik dan hipoksia hipokinetik kongestif.
c. Overventilasi hipoksia
Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena
aktivitas yang berlebihan sehingga kemampuan penyediaan
oksigen lebih rendah dari penggunaannya.
d. Hipoksia histotoksik
Hipoksia histotoksik yaitu keadaan disaat darah di kapiler
jaringan mencukupi, tetapi jaringan tidak dapt menggunakan
oksigen karena pengaruh racun sianida. Hal tersebut
mengakibatkan oksigen kembali dalam darah vena dalam
jumlah yang lebih banyak daripada normal (oksigen darah vena
meningkat).
7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

1. Faktor fisiologis
a. Menurunnya kapasitas O2 seperti pada anemia.

b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada


obstruksi saluaran napas bagian atas.
c. Hipovolemia sehingga sehingga tekanan darah menurun
mengakibatkan transport O2 terganggu.
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam,ibu
hamil, luka.
e. Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti
pada kehamilan, obesitas, musculoskeletal yang abnormal, serta
penyakit kronis seperti TB paru.
2. Faktor perkembangan
a. Bayi prematur
b. Bayi dan toodler
c. Anak usia sekolah dan pertengahan
d. Dewasa tua
3. Faktor prilaku
a. Nutrisi
b. Latihan fisik
c. Merokok
d. Penyalahgunaan substansi kecemasan
4. Faktor lingkungan
a. Tempat kerja
b. Suhu lingkungan
c. Ketinggian tempat dari permukaan laut (Haswita & Reni, 2017)
5. Patofisiologi

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan


trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang
masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini
terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan
sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang
menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen
dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi,
difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas(Sasmi, 2016).

8. WOC

Inspirasi /
ekspirasi indekuat

9. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terapi oksigen adalah


tindakan pemberian oksigen melebihi pengambilan oksigen melalui
atmosfir atau FiO2 > 21 %. Tujuan terapi oksigen adalah
mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan mencegah respirasi
respiratorik, mencegah hipoksia jaringa, menurunkan kerja napas dan
kerja otot jantung, serta mempertahankan PaO2 > 60 % mmHg atau
SaO2 > 90 %. Indikasi pemberian oksigen dapat dilakukan pada :
1) Perubahan frekuensi atau pola napas
2) Perubahan atau gangguan pertukaran gas
3) Hipoksemia
4) Menurunnya kerja napas
5) Menurunnya kerja miokard
6) Trauma berat

Kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan menggunakan


beberapa metode, diantaranya adalah inhalasi oksigen (pemberian
oksigen), fisiotrapi dada, napas dalam dan batuk efektif, dan
penghisapan lender atau subtioning (Abdullah ,2014).
a. Inhalasi oksigen Pemberian oksigen merupakan tindakan
keperawatan dengan cara memberikan oksigen kedalam paru-paru
melalui saluran pernapsan dengan menggunakan alat bantu oksigen.
Pemberian oksigen pada pasien dapat dilakukan melalui tiga cara,
yaitu melalui kanula, nasal, dan masker dengan tujuan memenuhi
kebutuhan oksigen dan mencega terjadinya hipoksia.
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2011), terdapat dua sistem
inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran tinggi.

1. Sistem aliran rendah Sistem aliran rendah ditujukan pada klien


yang memerlukan oksigen dan masih mampu bernapas sendiri
dengan pola pernapasan yang normal. Sistem ini diberikan
untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian oksigen
diantaranya dengan menggunakan nasal kanula, sungkup muka
sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing dan
sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
a) Nasal kanula/binasal kanula. Nasal kanula merupakan alat
yang sederhana dan dapat memberikan oksigen dengan aliran
1 -6 liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 20% - 40%.
b) Sungkup muka sederhana Sungkup muka sederhana
diberikan secara selang-seling atau dengan aliran 5 – 10
liter/menit dengan konsentrasi oksigen 40 - 60 %.
c) Sungkup muka dengan kantong rebreathing Sungkup muka
dengan kantong rebreathing memiliki kantong yang terus
mengembang baik pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat
pasien inspirasi, oksigen akan masuk dari sungkup melalui
lubang antara sungkup dan kantong reservoir, ditambah
oksigen dari udara kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi
pada kantong. Aliran oksigen 8 – 10 liter/menit, dengan
konsentrasi 60 – 80%.
d) Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing Sungkup
muka nonrebreathing mempunyai dua katup, satu katup
terbuka pada saat inspirasi dan tertutup pada saat ekspirasi
dan satu katup yang fungsinya mencegah udara masuk pada
saat inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi.
Pemberian oksigen dengan aliran 10 – 12 liter/menit dengan
konsentrasi oksigen 80 – 100%
2. Sistem aliran tinggi Sistem ini memungkinkan pemberian
oksigen dengan FiO2 lebih stabil dan tidak terpengaruh oleh tipe
pernapasan, sehingga dapat menambah konsentrasi oksigen
yang lebih tepat dan teratur. Contoh dari sistem aliran tinggi
adalah dengan ventury mask atau sungkup muka dengan ventury
dengan aliran sekitar 2 – 15 liter/menit. Prinsip pemberian
oksigen dengan ventury adalah oksigen yang menuju sungkup
diatur dengan alat yang memungkinkan konsenstrasi dapat
diatur sesuai dengan warna alat, misalnya : warna biru 24%,
putih 28%, jingga 31%, kuning 35%, merah 40%, dan hijau
60%.
3. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
dengan cara postural drainase, clapping, dan vibrating, pada pasien
dengan gangguan sistem pernapasan. Tindakan ini dilakukan
dengan tujuan meningkatkan efisiensi pola pernapasan dan
membersihkan jalan napas (Eki, 2017)
a. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan menepuk-nepuk kulit tangan pada
punggung pasien yang menyerupai mangkok dengan kekuatan
penuh yang dilakukan secara bergantian dengan tujuan
melepaskan sekret pada dinding bronkus sehingga pernapasan
menjadi lancar.
b. Vibrasi
Vibrasi merupakan suatu tindakan keperawatan dengan cara
memberikan getaran yang kuat dengan menggunakan kedua
tangan yang diletakkan pada dada pasien secara mendatar,
tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan turbulensi udara
yang dihembuskan sehingga sputum yang ada dalam bronkus
terlepas.
c. Postural drainase
Postural drainase merupakan tindakan keperawatan pengeluaran
sekret dari berbagai segmen paru dengan memanfaatkan gaya
gravitasi bumi dan dalam pengeluaran sekret tersebut
dibutuhkan posisi berbeda pada stiap segmen paru.
d. Napas dalam dan batuk efektif

Latihan napas dalam merupakan cara bernapas untuk


memperbaiki ventilasi alveolus atau memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasis, meningkatkan
efisiensi batuk, dan mengurangi stress. Latihan batuk
efektif merupakan cara yang dilakukan untuk melatih
pasien untuk memiliki kemampuan batuk secara efektif
dengan tujuan untuk membersihkan laring, trakea, dan
bronkiolus, dari sekret atau benda asing di jalan napas
(Eki, 2017)
4. Penghisapan lendir
Penghisapan lender (suction) merupakan tindakan keperawatan
yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu mengeluarkan
sekret atau lender sendiri. Tindakan ini memiliki tujuan untuk
membersihkan jalan napas dan memenuhi kebutuhan oksigen (Eki,
2017).
10. Pemeriksaan penunjang
1. Pemerikaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) Ph dan kadar gula dalam tinja
c) Biakan dan resistensi feses ( colok dubur )
2. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda ganguan
keseimbangan asam basa ( pernafasan kusmaul )
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWAAN
1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Brunner & Suddarth (2016), pengkajian keperawatan


untuk pasien gagal jantung berfokus pada pemantauan keefektifan
terapi dan kemampuan pasien untuk memahami dan menjelaskan
strategi manajemen diri. Tanda dan gejala kongesti paru dan kelebihan
beban cairan harus segera dilaporkan yang akan mengganggu
pemenuhan kebutuhan oksigen atau timbulnya masalah oksigenasi.
a. Pengkajian

1) Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam


menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita ,
mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang
dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
2) Anamnese

a) Identitas pasien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,


pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama

Batuk, sesak nafas, dahak tidak bisa keluar dan demam tidak
terlalu tinggi tiga hari yang lalu.
c) Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya sesak nafas, penyebab


terjadinya sesak nafas, serta upaya yang telah dilakukan oleh
pasien untuk mengatasinya.
d) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat sesak nafas atau penyakit – penyakit lain


yang ada kaitannya dengan pernafasan pada kasus terdahulu
serta tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

e) Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat sakit yang sama pada keluarga atau penyakit


lain yang berpotensi menurun atau menular pada anggota
keluarga lain
f) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
3) Pemeriksaan fisik

a) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi


badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
b) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran


pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah
gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak
dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
c) Sistem integument

Kaji seluruh permukaan kulit, adakah turgor kulit menurun,


luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu
kulit, tekstur rambut dan kuku.
d) Sistem pernafasan

Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan


terdapat retraksi dinding dada, serta suara tambahan nafas.
e) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan menurun,
nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal

Pengkajian untuk mengetahui adakah polifagi, polidipsi,


mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g) Sistem urinary

Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine,


inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h) Sistem musculoskeletal

Kaji penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn


tinggi badan, apakah cepat lelah, lemah dan nyeri, apakah
adanya gangren di ekstrimitas.
i) Sistem neurologis

Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi penurunan


sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, dan disorientasi.
4) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
a) Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil
meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal,
walaupun terdapat komplikasi asma
b) Analisa gas darah:
- Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila
terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH
menunjukkan prognosis yang buruk.
- Kadang – kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang
meninggi.
- Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.
- Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi
pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita
bebas dari serangan.
- Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan
berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif
pada tipe asma atopik.
c) Pemeriksaan sputum:
- Kristal – kristal charcotleyden yang merupakan
degranulasi dari kristal eosinofil.
- Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang
merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus.
- Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel
bronkus.
- Terdapatnya neutrofileosinofil.
5) Pemeriksaan
Radiologi foto Thoraks:
a) Jika disertai dengan bronkhitis, bercakanhilus
akan bertambah.
b) Jika terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan
gambaran yang bertambah.
c) Jika terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat
gambaran infiltrat pada paru.
6) Lain –Lain
a) Tes fungsi paru: Untuk mengetahui fungsi paru,
menetapkan luas beratnya penyakit, mendiagnosis keadaan.
b) Spirometristatik: Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
B. Diagnosa

1) Hipertermia b.d proses penyakit d.d suhu diatas normal

2) Defisit Nutrisi b.d ketidak mampuan menelan makanan d.d


nafsu makan menurun
3) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
d.d pola napas abnormal
4) Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d
batuk yang tidak efektif
5) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d dispnea
C. Analisis Data
a. Analisa Data
No Data Etiolgi Masalah
Keperawatan

1. DS: Faktor lingkungan (udara, Hipertermia b.d proses


→ Pasien bakteri, virus, jamur) masuk penyakit d.d suhu diatas
mengatakan melalui saluran napas atas normal
badannya panas ↓
DO: Infeksi dan peradangan
→ Td: 110/80 ↓
mmHg Kuman melepas endotoksin
→ Suhu : 380C ↓
→ RR : 36 x/mnit Merangsang tubuh untuk
→ Nadi : 100 x/mnt melepas zat progen oleh
→ Kulit teraba leukosit
hangat ↓
→ Mukosa bibir Hipotalamus kebagian
kering termoregulator

Suhu tuhuh meningkat

Hipertermia
2 DS:
→ Pasien Faktor lingkungan (udara, Defisit Nutrisi b.d ketidak
mengatakan tidak bakteri, virus, jamur) masuk mampuan menelan
nafsu makan melalui saluran napas atas makanan d.d nafsu makan
→ Pasien ↓ menurun
mengatakan sulit Infeksi dan peradangan
menelan ↓
DO: Hipersekresi kelenjar
→ Berat badan mukosa
menurun dari ↓
awal 60 kg Akumulasi sekret berlebihan
menjadi 55 kg ↓
→ Membran Kesulitan/sakit menelan dan
mukosa pasien
mengunyah
tampak pucat
→ Td: 110/80 ↓
mmHg
Defisit Nutrisi
→ Suhu : 380C
3. DS: Faktor lingkungan (udara, Gangguan
bakteri, virus, jamur) masuk pertukaran gas b.d
→ Pasien
melalui saluran napas atas ketidakseimbangan
mengatakan ↓ ventilasi-perfusi d.d
kesulitan pola napas abnormal
Infeksi dan peradangan
bernapas
→ Pasien ↓
Hipersekresi kelenjar
mengatakan
mukosa
kepalanya pusing
→ Pasien ↓
mengatakan Akumulasi sekret berlebihan
penglihatannya

kabur
DO: Sekret mengental dijalan
napas
→ Td: 110/80

mmHg
→ Suhu : 380C Gangguan penerimaan O2
dan pengeluaran CO2
→ RR : 36 x/mnit

→ Nadi : 100 x/mnt
Dispnea, fase ekpirasi
→ Pasien tampak memanjang, ortopnea,
gelisah penurunan kapasitas paru,
→ Pernapasan pola napas abnormal,
cuping hidung takipnea, hiperventilasi,
→ Warna kulit pucat pernapasan sukar

Kebiruan ↓
Gangguan Pertukaran
Gas
4. DS: Faktor lingkungan (udara, Bersihan jalan napas
bakteri, virus, jamur) masuk tidak efektif b.d
→ Pasien
melalui saluran napas atas sekresi yang tertahan
mengatakan ↓ d.d batuk yang
kesulitan tidak efektif
Infeksi dan peradangan
bernafas
→ Pasien ↓
Hipersekresi kelenjar
mengatakan sulit
mukosa
berbicara
DO : ↓
→ Td: 110/80 Akumulasi sekret berlebihan
mmHg

→ Suhu : 380C
Sekret mengental dijalan
→ RR : 36 x/mnit
napas
→ Nadi : 100 x/mnt ↓
Obstruksi jalan napas
→ Batuk tidak

efektif
→ Ronchi (+) Batuk yang tidak efektif,
penurunan bunyi napas,
→ Pasien tampak
sputum dalam jumlah yang
gelisah
berlebihan, perubahan pola
napas tambahan

Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif

5. DS: Faktor lingkungan (udara, Pola napas tidak


bakteri, virus, jamur) masuk efektif b.d hambatan
→ Pasien
melalui saluran napas atas upaya napas d.d
mengatakan ↓ dispnea
sesak saat
Infeksi dan peradangan
bernapas
D. Intervensi
NO SDKI SLKI SIKI
(Diagnosa)
Hipertermia b.d Kriteria hasil: Manajemen
1.
proses penyakit d.d 1. Menggigil (5) hipertermia
suhu diatas normal 2. Pucat (4) Observasi
→ Monitor suhu tubuh
3. Suhu tubuh (4)
→ Monitor kadar
4. Suhu kulit (4)
elektrolit
5. Suhu kulit (4)
→ Monitor komplikasi
6. Tekanan darah akibat hipertermi
membaik
Terapuetik
→ Sediakan
lingkungan yang
dingin
→ Longgarkan atau
leapaskan pakaian
→ Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
→ Berikan cairan oral
→ Berikan oksigen,
jika perlu
Edukasi
→ Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena
Regulasi Temperatur
Observasi
→ Monitor suhu tiap
dua jam sekali, jika
perlu
→ Monitor tekanan
darah, frekuansi
fernapasan dan
nadi
→ Monitor warna dan
suhu kulit
→ Monitor dan catat
tanda/gejala
hipertermia
Teraupetik
→ Pasang alat
pemantau suhu kutinu,
jika perlu
→ Tingkatkan
asupan nutrisi
dan cairan
yang adekuat
→ Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuahan pasien
Edukasi
→ Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan
heat stroke
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
antipiretik, jika perlu
Defisit Nutrisi Kriteria hasil:
2. Mengidentifikasi
b.d ketidak 1. Porsi makanan dan mengelola
yang asupan nutrisi
mampuan menelan yang seimbang
dihabiskan (3) Tindakan/ Obervasi
makanan d.d nafsu
2. Berat badan (4) → Identifikasi status
makan menurun nutrisi
3. IMT (4)
→ Identifikasi alergi
4. Nafsu makan (4) dan intoleransi
Membran mukosa makanan
→ Monitor berat badan
(4)
Terapeutik
→ Lakukan oral
hygiene sebelum
makan
→ Sajikan makanan
dengan suhu sesuai
→ Hentikan pemberian
makanan melalui
selang nasogastrik
jika asupan oral
dapat ditoliransi
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk jumlah
kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan

Pematauan Nutrisi
Definisi :
mengumpulkan
dan menganalisa
data yang
berkaitan dengan
asupan dan status
gizi
Tindakan/obser
vasi
→ Identifikasi
perubahan berat badan
→ Identifikasi kelainan
eliminasi
→ Monitor mual
muntah
Terapeutik
→ Timbang berat
badan
→ Ukur antropometrik
komposisi tubuh
→ Hitung perubahan
berat badan
Edukasi
→ Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
→ Informasikan
hasil pemantauan
Daftar Pustaka

Ambara, Y. (2019). Konsep Kebutuhan Dasar Oksigenasi. 6–53.


Eki. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN OKSIGEN PADA PASIEN DENGAN CONGESTIVE HEART
FAILURE (CHF) DI IRNA PENYAKIT DALAM RSUP DR. M. DJAMIL
PADANG TAHUN 2017.
Pradana, F. A. A. (2019). PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
OKSIGENASI. (201902040042).

Anda mungkin juga menyukai