Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II yang
diampu oleh Ns. Florentina Dian M. S.Kep., M. Kep
Disusun oleh:
2. Fisiologi
Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu
alat tubuh yang tergantung kepada pengaruh endokrin.
Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti.
Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah,
sedangkan bagian tepi peka terhadap androgen. Oleh karena itu
pada orang tua bagian tengahlah yang mengalami hiperplasi
karena sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen
relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk
enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada pH 5.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna
putih susu dan bersifat alkalis. Cairan ini mengandung asam
sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulase serta fibrinolisis.
Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan
berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan
prostat keluar bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan
prostat merupakan 70% volume
cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon
dan menjaga agar spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh
wanita, dimana sekret vagina sangat asam (pH: 3,5-4). Cairan ini
dialirkan melalui duktus skretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen
yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih
25% dari seluruh volume ejakulat. Dengan demikian sperma
dapat hidup lebih lama dan dapat melanjutkan perjalanan menuju
tuba uterina dan melakukan pembuahan, sperma tidak dapat
bergerak optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6
sampai 6,5 akibatnya mungkin bahwa cairan prostat menetralkan
keasaman cairan dan lain tersebut setelah ejakulasi dan sangat
meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma ( Wibowo dan
Paryana, 2009 ).
D. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti
etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi
menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun.
Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan
patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya
sekitar 80%, dan usia 90 tahun
sekiatr 100% (Purnomo, 2011)
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa
hipotesa yang diduga menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat,
teori penyebab BPH menurut Purnomo (2011) meliputi, Teori
Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara
estrogen dan testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel,
teori berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel stem.
1. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
F. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran
kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo
(2011) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran
kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan
gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan
dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar),
hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah,
Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi)
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi
(perasaan ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria
(nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih
bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri
pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari
hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi
atau urosepsis.
G. Penatalaksanaan
1. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan.
Pasien dianjurkan untuk mengurangi minum setelah makan
malam yang ditujukan agar tidak terjadi nokturia, menghindari
obat-obat dekongestan (parasimpatolitik), mengurangi minum
kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu
sering miksi. Pasien dianjurkan untuk menghindari mengangkat
barang yang berat agar perdarahan dapat dicegah. Ajurkan
pasien agar sering mengosongkan kandung kemih (jangan
menahan kencing terlalu lama) untuk menghindari distensi
kandung kemih dan hipertrofi kandung kemih. Secara periodik
pasien dianjurkan untuk melakukan control keluhan,
pemeriksaan laboratorium, sisa kencing dan pemeriksaan colok
dubur (Purnomo, 2011).
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat menurut Purnomo
(2011) dapat diperkirakan dengan mengukur residual urin dan
pancaran urin:
a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa
urin dapat diukur dengan cara melakukan kateterisasi
setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan USG
setelah miksi.
3. Terapi bedah
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk
dilakukan pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi,
adanya ISK, retensio urin berulang, hematuri, tanda penurunan
fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi
pada prostat. Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi
tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Menurut
Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang dapat dilakukan
meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
H. Komplikasi
I. Pengkajian Fokus
1) Eliminasi
( nokturia).
4) Nyeri/kenyamanan
Nyeri supra pubis, panggul atau punggung, tajam, kuat, nyeri
punggung bawah
5) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Pasien ditanya tentang kebiasaan merokok, penggunaan obat-
obatan, penggunaan alkhohol.
6) Pola aktifitas
Tanyakan pada pasien aktifitasnya sehari – hari, aktifitas
penggunaan waktu senggang, kebiasaan berolah raga.
Pekerjaan mengangkat beban berat. Apakah ada perubahan
sebelum sakit dan selama sakit. Pada umumnya aktifitas
sebelum operasi tidak mengalami gangguan, dimana pasien
masih mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari sendiri.
7) Seksualitas
Kaji apakah ada masalah tentang efek kondisi/terapi pada
kemampua seksual akibat adanya penurunan kekuatan
ejakulasi dikarenakan oleh pembesaran dan nyeri tekan pada
prostat.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Meliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami
atau dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah
pembedahan
2) Radiologis/pencitraan
Menurut Purnomo (2011) pemeriksaan radiologis bertujuan
untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat
disfungsi buli- buli dan volume residu urin serta untuk
mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan
maupun tidak berhubungan dengan BPH.
a) Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan
adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan
urin sebagai tanda
Intervensi :
1) Kaji tipe nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) lamanya.
Rasional : memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan/keefektifan intervensi
2) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
Rasional : tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase
retensi akut. Namun ambulasi dini dapat memperbaiki pola berkemih
normal dan menghilangkan nyeri kolik
3) Berikan tindakan kenyamanan, distraksi selama nyeri akut seperti,
pijatan punggung : membantu pasien melakukan posisi yang nyaman:
mendorong penggunaan relaksasi/latihan nafas dalam: aktivitas
terapeutik
Rasional : meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian
dan dapat meningkatkan kemampuan koping
4) Dorong menggunakan rendam duduk, gunakan sabun hangat untuk
perineum
Rasional : meningkatkan relaksasi otot
5) Kolaborasi pemberian obat pereda nyeri ( analgetik)
Rasional : menurunkan adanya nyeri, dan kaji 30 menit kemudian
untuk mengetahui keefektivitasnya.
c. Ansietas/cemas berhubungan dengan krisis situasi, perubahan status
kesehatan, kekhawatiran tentang pengaruhnya pada ADL atau
menghadapi prosedur bedah.
Tujuan : pasien tampak rileks.
Kriteria Hasil : menyatakan pengetahuan yang akurat tentang
situasi, menunjukkan rentang tepat tentang
perasaan dan penurunan rasa takut
Intervensi :
1) Damping pasien dan bina hubungan saling percaya
Rasional : menunjukkan perhatian dan keinginan untuk
membantu.
2) Berikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan
Rasional : Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu
tindakan.
3) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan
masalah/perasaan
Rasional : Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi
pemecahan masalah
4) Beri informasi pada pasien sebelum dilakukan tindakan Rasional :
memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan
kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
prognosisnya.
Kriteria Hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan
berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi :
1) Dorong pasien menyatakan rasa takut perasaan dan perhatian.
Rasional : Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
2) Kaji ulang proses penyakit, pengalaman pasien
Rasional : memberi dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan terapi
2. Post operasi
a. Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik: bekuan darah,
edema, trauma, prosedur bedah, tekanan dan iritasi kateter. Tujuan :
Pasien berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi
Kriteria Hasil : Menunjukkan perilaku yang meningkatkan control
kandung kemih/urinaria, pasien mempertahankan
keseimbangan cairan : asupan sebanding dengan
haluaran.
Intervensi :
1) Kaji haluaran urine dan system drainase, khususnya selama irigasi
berlangsung
Rasional : retensi dapat terjadi karena edema area bedah, bekuan
darah dan spasme kandung kemih.
2) Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih
Rasional : mendorong pasase urine dan menngkatkan rasa
normalitas.
3) Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah
kateter dilepas.
Rasional : kateter biasa lepas 2-5 hari setelah bedah, tetapi
berkemih dapat berlanjut sehingga menjadi masalah untuk beberapa
waktu karena edema uretral dan kehilangan tonus.
4) Dorong pemasukan cairan 3000 ml sesuai toleransi, batasi cairan
pada malam hari setelah kateter dilepas
5) Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi
dilepas .
Rasional : Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke
sisi fosa prostatik, menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 –
6 jam setelah pembedahan
6) Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam, masukan dan haluaran
Warna urine
Rasional : Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi
yang tepat mencegah kerusakan jaringan yang permanen.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi
Kriteria Hasil :
1) Pasien tidak mengalami infeksi.
2) Dapat mencapai waktu penyembuhan.
3) Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak
ada tanda – tanda syok.
Intervensi :
1) Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan
steril.
Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi.
2) Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat
menurunkan potensial infeksi.
Rasional : Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK
dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal
3) Pertahankan posisi urinebag dibawah
Rasional : Menghindari refleks balik urine yang dapat
memasukkan bakteri ke kandung kemih.
4) Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan
demam.
A. Kesimpulan
Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang
umumnya dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas. Penyakit ini disebabkan oleh proses
penuaan yang dapat mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih dan dapat
menyebabkan gangguan perkemihan.
Hingga sekarang penyebab BPH belum diketahui secara pasti, namun beberapa
hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar
Hidrotestosteron atau (DHT) dan proses penuaan.
Adapun diagnosa keperawatan yang paling sering muncul pada pasien BPH antara
lain retentio urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, nyeri akut berhubungan dengan
adanya peregangan dari terminal syaraf pada pasien pre op dan nyeri berhubungan spasme
kandung kemih insisi sekunder pada pembedahan.
Intervensi keperawatan pada pasien BPH untuk Dx retention urin yaitu dorong
pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam, observasi aliran urin, awasi dan catat waktu dan
jumlah saat berkemih, sedangkan untuk diagnosa nyeri intervensi yang dilakukan antara
lain: kaji tipe nyeri, pertahankan tirah baring, berikan Tindakan kenyamanan dan
kolaborasi pemberian analgetic.
Untuk tahapan implementasi pelaksanaan dimulai setelah rencana atau intervensi
disusun yang ditujukan pada kebutuhan pelayan untuk membantu pelayan dan mencapai
tujuan yang diharapkan, sedangkan pada tahap evaluasi dilakukan dengan melihat respon
pasien terhadap asuhan keperawatan sehingga perawat dapat mengambil keputusan.
B. Saran
1. Saat merawat pasien BPH perawat perlu melakukan pengkajian secara komperhensif
dari aspek biopsikososiospiritual. Pengkajian dilakukan mulai dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data yang menunjang terhadap masalah pasien
agar asuhan keperawatan pasien dapat optimal.
2. Perawat perlu ketelitian dalam menentukan diagnose keperawatan dan prioritas
sebaiknya diutamakan berdasarkan tingkat kegawatan.
3. Perawat perlu mengaplikasikan intervensi keperawatan secara mandiri dan melakukan
pendokumentasian secara lengkap dan benar.