Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA PASIEN

KERACUNAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Keperawatan


Kegawatdaruratan yang diampu oleh Ns.Lidwina Triastuti Listianingsih, m.Kep

Disusun oleh:

Yeni Juhaeni 30121120011K


Feti Syaptiah 30120120012K
Lukisa Wijayanti 30120120010K
Rinda Novita Widyanti 30120120015K
Irlan Agung Wiguna 30120120023K

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS

2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan
sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011)
menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek
bahaya bagi tubuh.
Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah
keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung
bakteri, parasit, virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun.
Keracunan makanan dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu
infeksi dan intoksikasi. Infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena
tertelannya mikroba patogen (bakteri dan virus) bersama makanan. Selanjutnya
mikroba ini berkembang biak dalam alat pencernaan dan menimbulkan reaksi.
Bakteri diketahui sebagai penyebab utama kasus keracunan. Gejala penyakit
timbul lebih cepat daripada infeksi yaitu 3-12 jam setelah makanan dikonsumsi,
yang ditandai dengan muntah-muntah hebat dan diare (Taylor, 2002). Pada
kasus yang serius, keracunan makanan bisa menyebabkan kematian (Scott,
2006). Ketidaktahuan masyarakat terhadap pertolongan pertama pada kasus
keracunan juga menjadi salah satu penyebab kematian tersebut. Sebenarnya
penanganan keracunan makanan cukup mudah dilakukan oleh masyarakat. Yaitu
dengan menggunakan beberapa bahan alami yang tersedia di sekitar. Misalnya
dengan air kelapa muda, buah pisang, apel, gula pasir, kemangi, jahe dan air
putih. Selain itu, penanganan keracunan makanan dapat dilakukan dengan
memuntahkan makanan yang sudah tertelan. Namun apabila korban keracunan
makanan dalam keadaan tidak sadar, hal tersebut tidak boleh dilakukan karena
akan membuat kondisi korban semakin memburuk. Keracunan merupakan salah
satu kejadian darurat yang sering terjadi baik di negara maju maupun negara
berkembang. Hingga saat ini, tingkat keracunan pangan yang terjadi di
Indonesia masih cukup tinggi. Dan dari seluruh kasus tersebut, sebagian besar
ternyata terjadi di rumah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari keracunan makanan?
2. Bagaimana etiologi dari keracunan makanan?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari keracunan makanan?
4. Bagaimana patofisiologi dari keracunan makanan?
5. Bagaimana pathway dari keracunan makanan?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan kasus keracunan
makanan?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari keracunan makanan?
8. Bagaimana asuhan keperawatan teori untuk kasus keracunan makanan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari keracunan makanan
2. Untuk mengetahui etiologi dari keracunan makanan
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari keracunan makanan
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari keracunan makanan
5. Untuk mengetahui pathway dari keracunan makanan
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan kasus
keracunan makanan
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari keracunan makanan
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori untuk kasus keracunan
makanan
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan
sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011)
menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek
bahaya bagi tubuh.
Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah menyantap
makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang terbentuk
akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009). Junaidi (2011)
menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan
ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh disebut
sebagai keracunan makanan.
Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah
keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung
bakteri, parasit, virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun.

2.2 Etiologi
Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum yang
hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada
udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh
pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba,
bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia (Suarjana, 2013).
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan
keracunan, antara lain:
1) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik,
yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu
melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk
spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai
pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam
sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan
yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda.
Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak
lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah
menelan.Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu
dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan
kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2) Keracunan bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di
campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe ini seringkali
menyebabkan keracunan karena terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia
galdioli yang menghasilkan racun berupa asambongkrek dan toxoflavin,
serta memusnahkan jamur Rhizopus karena efek antibiotik dari asam
bongkrek.
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa anggota
suatu keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1-8 hari. Gejala
intoksikasi yaitu: mual, pusing, diplopia, anorexia, merasa lemah, ptosis,
strabismus, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.
3) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit
perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan
mental, pingsan.
4) Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol
dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi
timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan
makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit
perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang
berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai
darah.
5) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun
tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Sejauh
keracunan makanan dari ikan yang bersangkutan, mikroba penyebab
penyakit atau racun itu yang masuk ke dalam tubuh setelah mengkonsumsi
ikan mentah atau dimasak. Hal ini juga bisa terjadi karena polusi kimia
dalam air, dimana mengontaminasi ikan yang tertangkap untuk dijual di
pasar.Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-
kira 20 menit sesudah memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah,
kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.
6) Keracunan singkong
Zat beracun dalam singkong adalah asam sianida. Zat ini mengganggu
oksidasi jaringan karena mengikat enzim sitokrom oksidase. Beberapa jam
setelah makan singkong timbul muntah, pusing, lemah, kesadaran menurun
sampai koma, dispneu, sianosis dan kejang.
7) Lain-lain
Penyebab utama makanan terkontaminasi adalah bakteri, virus, atau
parasit. Di bawah ini adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh
bakteri:
a) Campylobacter. Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah atau
kurang matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan benar. Masa
inkubasi yang disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5 hari. Gejala akan
bertahan kurang dari 7 hari.
b) Salmonella. Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah atau
daging kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu lainnya.
Masa inkubasi akibat salmonella adalah 12-72 jam. Gejala berlangsung
selama 4-7 hari.
c) Escherichia coli (E. coli). Kasus infeksi bakteri ini paling sering
ditemukan setelah mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti
pada daging cincang, dan bakso. Bisa juga ditemukan pada susu yang
tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1 hari hingga seminggu.
Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
d) Listeria. Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya roti
isi dalam kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi wanita
hamil harus berhati-hati dengan infeksi akibat bakteri ini karena
berisiko menyebabkan keguguran dan komplikasi kehamilan serius
lainnya. Masa inkubasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa
minggu. Gejalanya akan selesai dalam waktu tiga hari.
e) Shigella. Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci
dengan air yang terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh hari
setelah bakteri masuk ke dalam tubuh dan bertahan sekitar satu minggu.
Bakteri ini menyebabkan disentri.
Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh parasit,
yaitu:
a) Amoebiasis. Infeksi parasit sel tunggal bernama Entamoeba histolytica
bisa menyebabkan terjadinya disentri.
b) Giardiasis. Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia
intestinalis.
c) Cryptosporidiosis. Infeksi parasit yang disebabkan oleh
Cryptosporidium.
d) Parasit yang mengakibatkan keracunan makanan umumnya akan
menimbulkan gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi
makanan yang sudah terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, gejala
bisa bertahan hingga berbulan-bulan.
Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh virus, yaitu:
a) Norovirus. Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi
ini menyebar dengan mudah melalui makanan atau air yang
terkontaminasi, dan terutama melalui tiram mentah. Masa inkubasi
adalah 1-2 hari dan gejala akan hilang dalam dua hari.
b) Rotavirus. Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang
umumnya menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu setelah
mengonsumsi makanan terkontaminasi dan bertahan antara sekitar 6
hari.

2.3 Manifestasi Klinis


Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf dan
saluran cerna. Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang biasa terjadi pada
saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat menyebabkan
diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sistem saraf adalah adanya rasa
lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot pernafasan
(Arisman, 2009).

2.4 Patofisiologi
Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian bermacam-macam, baik
ragam jenis makanan itu. Makanan yang sehat dapat dikatakan makanan yang
layak untuk tubuh dan tidak menyebabkan sakit, baik seketika maupun
mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan perlu diperhatikan tentang
kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung didalam makanan
tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan yang akan
dkonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat memasuki
tubuh seperti toksik atau racun.
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai
dilambung akan mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing yang
masuk kedalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha
membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena seringnya muntah
maka tubuh akan mengalamidehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh yang
keluar bersama dengan muntahan. Karena dehodrasi yang tinggi maka lama
kelamaan akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi keluarnya keringat
dingin akan merangsang kelenjar hipofisisanterior untuk mempertahankan
homeostatis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera
diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan
pingsan sampai kematian.
2.5 Pathway

Makanan terkontaminasi yang mengandung


Botolinum, jamur, jengkol, ikan laut, tempe, Masuk ke saluran cerna
singkong dll

Masuk ke pembuluh darah Masuk ke usus halus Masuk ke lambung

Iritasi pada lambung


Sel saraf terganggu
Diekskresikan oleh ginjal

Asam lambung meningkat


Tidak terjadi pelepasan
asetilkolin
Kristal asam kolat
menumpuk di dalam tubulus
Mual
ginjal, ureter dan uretra

Otot tidak dapat


berkontraksi Muntah

Obstruksi saluran kemih


Defisit volume cairan
Kelumpuhan otot

Gagal Ginjal Akut Infeksi usus

Hambatan mobilitas
fisik Diare
Gangguan fungsi saraf

Disfungsi saraf Pandangan kabur Fotopobia Kerusakan otak

Kematian
Kaku sendi Gangguan bicara Sulit menelan

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Gangguan saraf otonom

Kelemahan otot, Nyeri kepala dan Pusat pernafasan


kram, opistototnus otot

Nafas cepat dan


Gangguan Nyeri akut dangkal
pergerakan

Pola nafas tidak


efektif
Intoleransi aktivitas

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi
adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya
dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit. Tes-
tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab terjadinya
keracunan.Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat dilakukan di layanan
kesehatan primer yang memiliki fasilitas, misalnya: pemeriksaan
mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan parasit; pewarnaan
Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk membantu membedakan antara
penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun 2014).
2) Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat
yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat
hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis
metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan
bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada keracunan
karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi
oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
3) Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam
kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular yang
menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau
mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur
dan dilakukan urinalisis.
4) Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung
pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.
5) Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari
0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.
6) CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet,
khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat
menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema
paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan
CT-scan.

2.7 Penatalaksanaan
Pertolongan pertama keracunan makanan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang telah
dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan
adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa dilakukan
adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok teh
garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011).
Menurut Noriko (2013) tanaman teh memiliki potensi sebagai antibakteria
karena mengandung bioaktif yaitu senyawa tanin. Tanin adalah senyawa fenolik
yang terkandung dalam berbagai jenis tumbuhan hijau dengan kadar
yangberbeda-beda. Manfaat tanin selain antibakteria adalah sebagai antiseptik
dan mempunyai sifat sebagai agent pengkelat logam karena adanya pengaruh
fenolik. Pengaruh fenolik bisa memberikan antioksidan bagi tubuh.
Hardisman (2014) menyatakan pertolongan pertama keracunan makanan
adalah dengan minum air putih yang banyak, pemberian larutan air yang telah
dicampur dengan garam. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah
dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare.
Menghindari terjadinya dehidrasi pada korban segera berikan air minum dan
larutan elektrolit yang banyak untuk korban (Sentra informasi keracunan
nasional & Badan pemeriksaan Makanan dan obat SIKERNAS & BPOM, 2012).
Menurut Bahri, Sigit, dkk. (2012) cairan elektrolit dapat diperoleh dari air
kelapa. Air kelapa murni tanpa tambahan gula sedikit menginduksi urinisasi,
sedangkan air kelapa yang ditambah dengan gula banyak menginduksi urinisasi.
Penyebab banyaknya menginduksi urinisasi adalah karena konsentrasi gula yang
tinggi, sehingga absobsi air menjadi lambat dan urinisasi meningkat.
Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain:
1) Penatalaksanaan Kegawatan
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan,setiap kasus keracunan
harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.
Penilaian terhadap tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi,dan
penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat.
2) Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan
nadi.Berikan cairan intravena, oksigen,hisap lendir dalam saluran
pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,kalau perlu respirator
pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut,
sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.Pernafasan
buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat
bag – valve – mask.
3) Pemberian cairan intravena untuk pasien penurunan kesadaran
Penderita keracunan makanan yang parah dan mengalami dehidrasi
harus mendapatkan perawatan lanjutan. Dokter biasanya akan memberikan
cairan melalui intravena atau infus. Cairan ini bisa menggantikan cairan
tubuh yang hilang serta menjaga agar tubuh tidak terlalu lemah. Jika dokter
memberikan obat-obatan maka bisa dilakukan secara langsung lewat cairan
infus.
4) Pemberian norit/zat karbon aktif
Menurut para ahli makanan dan dokter, pertolongan pertama yang bisa
kita lakukan adalah dengan memberikan karbon aktif atau arang aktif ke
korban. Di pasaran, ada arang aktif yang dijual. Salah satu yang terkenal
norit.
Tablet berwarna hitam ini punya sifat arang aktif yang mampu
menyerap apapun yang ada di sekitarnya, termasuk racun. Semakin banyak
yang dimakan, semakin banyak racun yang diserap. Hanya saja, norit cuma
menyerap racun yang masih di saluran pencernaan dan belum ikut beredar
dalam darah.
Meskipun norit mampu menyerap banyak racun, norit nyatanya juga
menyerap zat gizi dan vitamin yang terdapat pada makanan. Oleh karena itu,
saat menenggak norit, korban juga harus terus diberikan minum air putih
untuk menggantikan zat yang ikut terserap norit.
AC diberikan dalam dosis 50 gram pada orang dewasa dan 1 g/kg
(maksimal 50 gram) pada anak-anak.
Kontraindikasi pemberian norit adalah sebagai berikut:
a) Wanita yang merencanakan kehamilan, wanita hamil, wanita menyusui,
anak-anak, serta lansia dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter
sebelum mengonsumsi jenis obat ini.
b) Penderita yang mengalami pendarahan, penyumbatan, atau memiliki
lubang pada sistem pencernaan.
c) Penderita yang sedang mengalami dehidrasi.
d) Penderita yang baru melalui prosedur operasi.
e) Penderita yang sedang berada pada kondisi tidak sadar atau penurunan
kesadaran.
f) Penderita dengan proses pencernaan yang lambat.
g) Penderita yang sedang mengonsumsi obat-obatan lain di saat yang
bersamaan.
h) Penderita yang memiliki alergi terhadap jenis obat-obatan ini atau pada
pengawet dan pewarna makanan serta hewan.
Bila norit tak tersedia, kita bisa menggantikannya dengan susu. Susu
memiliki kelebihan mengikat racun yang ada dalam tubuh agar tak beredar
dalam tubuh. Susu juga bisa merangsang muntah sehingga makanan beracun
bisa ikut keluar.
5) Kumbah Lambung
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil
paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah
lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pneumonia.
6) Pemberian antidot/penawar
Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah
mengatasi keadaan sesuai dengan masalah. Atropin sulfat (SA) bekerja
dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg.
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi (muka merah,mulut
kering,takikardi,midriasis,febris dan psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru
dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
7) Pemberian antibiotik
Untuk beberapa kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh
bakteri maka perlu dibantu dengan obat antibiotik. Obat ini harus diberikan
oleh dokter yang merawat. Biasanya penderita yang terlihat parah seperti
diare dan muntah akut harus menerima obat antibiotik ini. Selain itu
penderita juga harus mendapatkan cairan pengganti lewat infus. Beberapa
jenis obat harus diberikan sesuai dengan penyebabnya, berikut beberapa
terapi yang sering diberikan oleh dokter:
a) Ciprofloxacin (Cipro)
b) Norfloksasin (Noroxin)
c) Trimetoprim / sulfametoksazol
d) Doxycycline
e) Rifaximin (Xifaxan, RedActiv, Flonorm)
8) Penilaian Klinis
Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang
rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi
keracunan,ialah:
a) Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang
digunakan, termasuk yang sering dipakai
b) Kumpulkan informasi dari anggota keluarga,teman dan petugas tentang
obat yang digunakan.
c) Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk
pemeriksaan toksikologi
d) Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik
Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi
autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah,nadi,ukuran pupil,keringat,air
liur, dan aktivitas peristaltik usus.
9) Terapi suportif, konsultasi, dan rehabilitasi
Terapi suportif, konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara
holistik dan efektif dalam biaya.
Jangan berikan sirup ipecac atau melakukan apa saja untuk memancing
muntah. Kelompok ahli, termasuk American Association of Poison Control
Centers dan American Academy of Pediatrics, tidak lagi mendukung
penggunaan ipecac pada anak-anak atau orang dewasa yang telah menelan pil
atau zat berpotensi beracun lainnya. Tidak ada bukti baik yang membuktikan
efektivitas penggunaan sirup tersebut dan dampaknya seringkali lebih
berbahaya.
Penatalaksanaan keperawatan pasien keracunan meliputi:
a. Penatalaksanaan syok bila terjadi.
b. Pantaulah tanda vital secara berkala.
c. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
e. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensidan kejang.
f. Bila pasien merasa mual dan ingin muntah, anjurkan untuk memiringkan
kepalanya ke samping.
g. Kompres hangat pada perut. Hal ini akan meringankan kejang dan nyeri di
perut dan kecenderungan untuk muntah.

Penatalaksanaan Hospital Budaya


A. Manajemen Gigitan Ular
1. Pertolongan pertama
Pertolongan pertama dilakukan segera setelah gigitan ular dan sebelum
pasien sampai di rumah sakit atau klinik, dapat dilakukan oleh korban
maupun orang lain dengan prosedur yang sesuai. Pertolongan pertama yang
direkomendasikan adalah upaya menenangkan korban, melakukan imobilisasi
seluruh tubuh korban dengan membaringkannya dalam recovery position¸ dan
melakukan imobilisasi pada tangan/kaki yang terkena gigitan baik
menggunakan sling, splint, maupun metode pressure bandage immobilization
(PBI). Selain itu, transportasi secepat mungkin korban menuju ke fasilitas
kesehatan terdekat dan apabila memungkinkan bersama dengan ular yang
menggigit, karena akan sangat berpengaruh terhadap hasil akhir dari
penanganan medis korban. Usaha pertolongan pertama yang tradisional dan
populer di masyarakat seperti membuat insisi lokal “tattooing” pada area
gigitan ular, menghisap bisa dari luka gigitan, memasangkan tourniquet ketat
pada tangan/kaki yang terkena gigitan ular, menggunakan herbal-herbal
tertentu, dan lain ain tidak direkomendasikan karena berpotensi untuk
membahayakan korban maupun penolong.
2. Penanganan di Rumah Sakit
Gigitan ular merupakan suatu kegawatdaruratan medis, sehingga
riwayat, tanda dan gejala pasien harus didapatkan secepat mungkin agar
penatalaksanaan yang sesuai dapat dilakukan. Pasien harus ditenangkan
terlebih dahulu untuk mengurangi tingkat kecemasannya, penanganan awal
berupa primary survey yang direkomendasikan oleh panduan Advance
Trauma Life Support dengan mempertahankan Airway, Breathing, dan
Circulation serta memperhatikan tanda hemodinamik dan gejala penyebaran
bisa ular. Pemberian profilaksis tetanus, antibiotik, dan analgesic selain
NSAID dapat diberikan mengingat terdapat resiko pendarahan.

Peniliaian klinis secara detail dan identifikasi spesies:


a) Anamnesis
Terdapat 4 pertanyaan awal yang sangat baik untuk digunakan:
1. Dimana (di bagian tubuh) Anda yang digigit? Tunjukkan tempatnya.
2. Kapan Anda digigit? Dan apa yang sedang Anda kerjakan ketika
digigit?
3. Seperti apa bentuk ular yang menggigit Anda? Apakah ada yang
memotretnya?
4. Bagaimana perasaan Anda saat ini?

Tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyebaran bisa ular sangat
beragam, namun pada umumnya gejala awal yang ditimbulkan adalah muntah,
penurunan kesadaran, pingsan, pendarahan dari bekas gigitan dan reaksi
anafilaksis
b) Pemeriksaan fisik
Dapat dimulai dari area gigitan, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik secara
umum dan spesifik. Pada area gigitan ular dapat ditemukan pembengkakan,
nyeri tekan palpasi, tanda drainase limfonodi, ekimosis, dan tanda-tanda awal
nekrosis (melepuh, perubahan warna, dan bau pembusukan).

B. Manifestasi klinis yang dapat di temukan pada pemeriksaaan fisik antara lain:
- Vital sign: denyut nadi dan perbedaan tekanan darah saat duduk dan berdiri
untuk melihat adanya postural drop.
- Kulit dan membran mukosa: ptekie, purpura, ekimosis, dan pendarahan
konjungtiva.
- Sulcus gingivalis: tanda perdarahan sistemik spontan
- Hidung: epistaksis
- Abdomen: nyeri tekan abdomen sebagai tanda pendarahan intrabdomen atau
retroperitoneal
- Neurologis: lateralisasi, paralisis flaksid otot
- Gejala berupa nyeri seluruh tubuh dan warna urin yang gelap merupakan
indikasi kuat terjadinya rhabdomyolisis.
- Pada kasus gigitan ular yang terjadi pada ibu hamil dapat terjadi abortus,
kelahiran prematur, dan pendarahan antepartum/postpartum yang ditandai
dengan pendarahan vaginal.

Identifikasi spesies ular harus dilakukan guna meningkatkan efektivitas


penanganan medis, apabila memungkinkan ular dibawa atau didokumentasikan
untuk diidentifikasi oleh ahli dibidang tersebut, namun bila tidak memungkinkan
informasi terkait ciri khas ular yang menggigit dapat diambil dari keterangan
pasien.
C. Pemeriksaan penunjang dan uji laboratorium
- Pemeriksaan darah rutin berupa hemoglobin/hematokrit, hitung trombosit, dan
hitung sel darah putih dapat dijadikan indikasi dari spesies ular yang menggigit
(contoh: peningkatan hemoglobin/hematokrit pada gigitan ular Russell’s viper,
trombositopenia pada gigitan ular viper dan australasian elapids)
- Pemeriksaan Apusan Darah Tepi (ADT) dapat ditemukan sel darah merah
terfragmentasi (“sel helm”, schistosit) yang menandakan hemolisis
mikroangiopati
- Pemeriksaan fungsi hati dan fungsi ginjal juga dapat dijadikan indikasi dari
spesies ular yang menggigit (contoh: kreatinin plasma, urea/nitrogen urea darah
dan konsentrasi kalium meningkat pada cedera ginjal akut pada gigitan ular
Russell's viper, nosed-nosed pit-viper, Aminotransferase dan enzim otot yang
meningkat menunjukkan kerusakan otot lokal dan umum pada gigitan ular laut,
beberapa kraits, beberapa Australasia Elapidae dan gigitan ular Russell's viper
dan hiponatremia pada gigitan ular kraits.
- Pemeriksaan urin: tes dipstick untuk darah, hemoglobin atau myoglobin dan
proteinuria. Mikroskopis untuk mendeteksi eritrosit dan silinder sel darah
merah, menunjukkan perdarahan glomerulus, eosinofilia menunjukkan nefritis
interstitial akut.

D. Anti Bisa Ular


Pemberian anti bisa ular dilakukan sesegera mungkin jika pasien
memenuhi indikasi, hal ini dikarenakan anti bisa ular memiliki harga yang relatif
mahal dan ketersediaannya terbatas. Di Indonesia, anti bisa ular polyvalent
diproduksi oleh Biofarma untuk menangani bisa neurotoksik Naja sputatix,
Bungarus fasciatus dan Calloselasma rhodostoma.
Indikasi pemberian anti bisa ular:
A. Keracunan Sistemik
1. Gangguan hemostasis : perdarahan spontan sistemik yang jauh dari
lokasi gigitan, koagulopati (20 WBCT positif), atau INR>1.2 atau PT>4-5
detik lebih.
2. Panjang dari nilai kontrol laboratorium, atau trombositopenia
3. Gejala neurotoksik : ptosis, oftalmoplegia, paralisis, dan lain-lain.
4. Gangguan kardiovaskular : hipotensi, syok, aritmia, EKG abnormal.
5. Gagal ginjal akut : oligouria/anuria, peningkatan kreatinin/urea.
6. Hemoglobin/myoglobin-uria : urin cokelat gelap, dipstick, temuan
hemolisis intravaskuler atau rhabdomiolisis.

B. Keracunan Lokal
1. Pembengkakan lokal lebih dari setengah tungkai yang tergigit (tanpa
tourniquet) dalam 48 jam atau pembengkakan setelah gigitan pada jari.
2. Pembengkakan yang meluas : misalnya bengkak pada ankle dalam beberapa
jam setelah gigitan di kaki.
3. Pembengkakan limfonodi pada daerah gigitan.

E. Manajemen Luka Gigitan Ular


Pada bagian tubuh yang digigit dapat terbentuk bulla yang besar dan
tegang yang membutuhkan aspirasi jika terancam ruptur. Abses harus
dibersihkan, surgical debridement diindikasikan untuk menghilangkan risiko
sepsis anaerobik. Agar tidak terjadi infeksi pada luka gigitan, pasien dapat
diberikan antibiotik spektrum luas seperti gentamisin dan benzylpenisilin,
amoxicillin atau cefalosporin dan gentamisin. Deteksi dini terhadap sindrom
kompartemen juga penting, observasi adanya tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakompartemen seperti pembengkakan disertai nyeri hebat yang immobile dan
dingin. Anti bisa ular harus segera diberikan karena dapat menurunkan tekanan
dan myonekrosis. Fasiotomi hanya diindikasikan jika tidak ada perbaikan setelah
pemberian anti bisa ular.
G. Penilaian Pulang
Sebelum pulang dari rumah sakit, lakukan diskusi dengan pasien atau keluarga
pasien mengenai implikasi terjadinya gigitan ular dan proses penyembuhan,
rehabilitasi dengan latihan untuk mengembalikan fungsi tungkai yang terkena
gigitan, kontrol rutin setiap 1-2 minggu untuk melihat kemajuan penyembuhan,
dan pemberian nasihat serta edukasi untuk mencegah terjadinya gigitan ular
yang dapat dibagikan ke keluarga atau kerabat terdekat.
ALGORITMA KERACUNAN MAKANAN

Px dengan keracunan makanan akibat keracunan botolinum, bongkrek,


jamur, jengkol, singkong dan ikan laut.

Px datang dengan keluhan : Lakukan pengkajian SAMPLE (symptom,


Mual dan muntah- Sesak napas allergy, medication, past medical history, last
Diare- Nyeri perut meal, events leading to call)
Keram perut- Badan lemas
Penurunan kesadaran- Pusing
Pemeriksaan diagnostik: Laboratorium,
Nyeri berkemih- Oliguria
analisa gas darah, uji fungsi ginjal

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Brain Bone
Bowel
Pusing Kelemahan
Blood Mual, muntah
Breathing Kejang Bladder Akral dingin
TD menurun Diare
Sesak napas Penurunan Oliguria (pada pasien
CRT >2 detik Nyeri tekan
kesadaran dengan
abdomen
Nyeri kepala dehidrasi berat)
Oksigenasi Cek tanda-tanda Pasang kateter Pantau tanda-
Kaji status vital Anjurkan urin tanda vital
Anjurkan
pernapasan Periksa adanya pasien istirahat Pantau intake Cek CRT
kompres hangat
(frekuensi, gejala syok Kolaborasi dan output di perut
irama pemberian Kolaborasi
pernafasan, cairan pemberian
kedalaman kristaloid cairan kristaloid
pernafasan) Kolaborasi Kolaborasi
pemberian pemberian
analgetik dan antiemetik dan
anti konvulsan analgetik

Pemeriksaan laboratorium

Pasien dinyatakan keracunan makanan


Jamur, jengkol, makanan laut Singkong, bongkrek, botolinum

Observasi Kolaborasi pemberian Natrium tiosulfat


Lanjutkan penanganan simptomatik 10-30 ml IV
Kolaborasi pemberian antibiotik Kolaborasi pemberian anti dotum spesifik
Kolaborasi pemberian karbon aktif bolus IV 1-2,5 mg
Perawatan Supportif
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Teori


A. Pengkajian
1. Survei Primer
Penatalaksanaan awal pasien koma, kejang, atau perubahan keadaan
mental lainnya harus mengikuti cara pendekatan yang sama tanpa
memandang jenis racun penyebab. Usaha untuk membuat diagnosis
toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suportif
yang merupakan bentuk dasar “ABCD” pada pengobatan keracunan.
Pertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau
beberapa gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan
napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada
kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi
dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid)
keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan
mengobservasi dan mengukur gas darah arteri. Pada pasien dengan
insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.
Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan
darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk intravena
harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk
pemeriksaan rutin lainnya.
Pada waktu ini, setiap pasien dengan keadaan mental yang berubah
harus diberi larutan dekstrosa pekat (D). Orang dewasa diberikan larutan
dekstrosa sebanyak 25 g (50 mL larutan dekstrosa 50% secara intravena).
Dekstrosa ini harus diberikan secara rutin, karena pasien koma akibat
hipoglikemia yang dengan cepat dan ireversibel akan kehilangan sel-sel
otak. Pasien hipoglikemia mungkin tampak sebagai pasien keracunan, dan
tidak ada metode yang cepat dan dapat dipercaya untuk membedakannya
dan pasien keracunan. Pada umumnya pemberian glukosa tidak berbahaya
sementara menunggu hasil pemeriksaan gula darah. Pada waktu ini, pasien
alkoholik atau malnutrisi juga harus diberi 100 mg tiamin intramuskular
untuk mencegah timbulnya sindrom Wernicke.
Antagonis narkotik nalokson (Narcan) dapat diberikan dengan dosis
0,4-2 mg intravena. Nalokson akan memulihkan pernapasan dan depresi
sistem saraf pusat akibat semua jenis obat narkotika. Ada manfaatnya untuk
mengingat bahwa obat-obat ini menimbulkan kematian terutama akibat
depresi pernapasan; karena itu, bila bantuan pernapasan dan pembebasan
saluran pernapasan telah diberikan, nalokson mungkin tidak diperlukan lagi.
Antagonis benzodiazepin flumazenil bermanfaat pada pasien dengan
kecurigaan takar lajak benzodiazepin, tetapi tidak boleh digunakan bila
terdapat riwayat kejang atau takar lajak antidepresan trisiklik, dan obat ini
tidak boleh digunakan sebagai pengganti penatalaksanaan saluran napas
secara hati-hati.
Penatalaksanaan keracunan memerlukan suatu pengetahuan tentang
bagaimana mengobati hipoventilasi, koma, syok, kejang, dan psikosis.
Pertimbangan toksikokinetik yang mendetil titik banyak artinya bila fungsi-
fungsi vital tidak dipertahankan. Hipoventilasi dan koma memerlukan
perhatian khusus pada penatalaksanaan saluran napas. Gas darah arteri harus
sering diperiksa, dan aspirasi isi lambung harus dicegah. Penatalaksanaan
cairan dan elektrolit mungkin kompleks. Monitoring berat badan, tekanan
vena sentral, tekanan yang mendesak kapiler paru, dan gas darah arteri
diperlukan untuk memastikan pemberian cairan mencukupi tetapi tidak
berlebihan. Dengan tindakan suportif yang tepat untuk koma, syok, kejang,
dan agitasi, umumnya memberikan harapan hidup bagi pasien keracunan.

2. Survei Sekunder

Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai


evaluasi yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik. Hal ini meliputi
pengumpulan riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat
yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang
seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme harus
dicari dan diobati.
a. Riwayat: Pernyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang
ditelan dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai.
Bahkan anggota keluarga, polisi, dan pemadam kebakaran atau personil
paramedis harus ditanyai tintuk menggambarkan lingkungan di mana
kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat suntik, botol-botol
kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas di sekitar pasien
yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat
darurat.
b. Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan
penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke
arah diagnosis toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan
mulut, kulit, abdomen, dan sistem saraf.
1) Tanda-tanda vital. Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan
darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal
yang esensial dalam kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan
takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin, kokain,
fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik. Hipotensi dan bradikardia,
merupakan gambaran karakteristik dan takar lajak narkotika,
kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker. Takikardia dan hipotensi
sering terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin.
Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin dan
simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin
lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat
disebabkan karena obat-obat simpatomimetik, antimuskarinik.
salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan
otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat
dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika
disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus
intravena pada suhu kamar.
2) Mata. Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang
berharga. Konstriksi pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan
narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan
penghambat kolinesterase lainnya, serta koma yang dalam akibat
obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada
amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain.
Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin,
alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus
horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan
fensiklidin. Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran
karakteristik dari botulinum.
3) Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat
zat-zat korosif. atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang khas dan
alkohol, pelarut hidrokarbon. Paraldehid atau amonia mungkin
perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali oleh
beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds. Arsen dan
organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau
bawang putih.
4) Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada
keracunan dengan atropin dan antimuskarinik lain. Keringat yang
berlebihan ditemukan pada keracunan dengan organofosfat,
nikotin, dan obat-obat simpatomimetik. Sianosis dapat disebabkan
oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus dapat memberi
kesan adanya nekrosis hati akibat keracunan asetaminofen atau
jamur A manila phailoides.
5) Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang
khas pada keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat
sedatif. Bunyi usus yang hiperaktif, kram perut, dan diare adalah
urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen,
teofihin, dan A.phalloides.
6) Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial.
Kejang fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi
struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada
ensefalopati toksik atau metabolik. Nistagmus, disartria, dan
ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat,
dan keracunan sedatif lainnya. Kekakuan dan hiperaktivitas otot
umum ditemukan pada metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP),
dan obat-obat simpatomimetik. Kejang sering disehabkan oleh
takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin.
Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin
terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-
hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium. Laboratorium rutin (darah, urin, feses,
lengkap)tidak banyak membantu.
2) Pemeriksaan darah lengkap, kreatinin serum (N: 0,5-1,5 mg/dl),
elektrolit serum (termasuk kalsium (N: 9-11 mg/dl).
3) Foto thorax kalau ada kecurigaan udema paru.
4) Pemeriksaan EKG. Pemeriksaan ini juga perlu dilakukan pada
kasus keracunan karena sering diikuti terjadinya gangguan irama
jantung yang berupa sinus takikardi, sinus bradikardi, takikardi
supraventrikuler, takikardi ventrikuler, fibrilasi ventrikuler, asistol,
disosiasi elektromekanik. Beberapa faktor predosposisi timbulnya
aritmia pada keracunan adalah keracunan obat kardiotoksik,
hipoksia, nyeri dan ansietas, hiperkarbia, gangguan elektrolit darah,
hipovolemia, dan penyakit dasar jantung iskemik.

B. Diagnosa
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
2. Pola nafas tidak efektif b/d distress pernafasan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak
adekuat (anoreksia, mual dan muntah), kesulitan menelan
4. Defisit volume cairan b/d muntah, diare
5. Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis, ketidakmampuan otot
berkontraksi
6. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik.

C. Intervensi

No Tujuandan Kriteria Intervensi


Hasil
1. Setelah dilakukan 1) Lakukan
tindakan keperawatan
1x 24 jam diharapkan pengkajiannyerisecarakomprehensiftermasuk
nyeri berkurang, lokasi, durasi frekuensi, karakteristik,
menghilang dengan kualitasdan faktor presipitasi
kriteria hasil: 2) Observasireaksinonverbaldariketidaknyamanan
Pain level, dibuktikan 3) Bantupasiendan keluargauntukmencari
dengan respon danmenemukan dukungan
nonverbal pasien 4) Kontrol
menunjukkan tidak
ada nyeri, tanda vital lingkunganyangdapatmempengaruhinyerisepert
dalam batas normal, i suhuruangan, pencahayaan dan kebisingan
tidak ada masalah 5) Kurangi faktor presipitasi nyeri
pola tidur, pasien 6) Kajitipedansumber nyeriuntukmenentukan
melaporkan nyeri intervensi
berkurang. 7) Ajarkan tentang teknik non
Pain control, farmakologi:napasdalam,relaksasi,
dibuktikan dengan distraksi,kompres hangat/ dingin
pasien dapat 8) Berikananalgetikuntukmenguranginyeri:
melakukan teknik 9) Tingkatkan istirahat
nonfarmakologis 10) Berikan informasi tentang nyeri
untuk mengurangi sepertipenyebab nyeri, berapa lama nyeri
nyeri. akanberkurangdanantisipasiketidaknyamanan
dari prosedur
11) Monitor vital sign sebelum dan
sesudahpemberian analgesik pertama kali

2. Setelah dilakukan 1) Monitor vital sign


tindakankeperawatan 2) Identifikasi kebutuhan insersi jalan nafas buatan
1x 24 jamdiharapkan 3) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
pola nafas menjadi 4) Monitor status respirasi: adanya suara nafas
efektifdengan kriteria tambahan
hasil: 5) Kolaborasi dengan tim medis: pemberian
NOC : Status oksigen
Pernapasan :
Pertukaran Gas tidak
akanterganggu
dibuktikandengan :
Kesadaran
composmentis,TTV
menjadi
normal,pernafasan
menjadi normalyaitu
tidak mengalami nafas
Dangkal
3. Setelah dilakukan 1) Monitor intake dan output
tindakankeperawatan selama 1 x makanan/cairan dan hitung
24jam pemenuhan nutrisidapat masukan kalori perhari sesuai
adekuat/terpenuhidengan kriteria kebutuhan
hasil: 2) Kaji kebutuhan nutrisi
Status Gizi AsupanMakanan dan parenteral
Cairanditandai pasien nafsumakan 3) Pilih suplemen nutrisi sesuai
meningkat, mual danmuntah hilang, kebutuhan
pasientampak segar 4) Bantu pasien memilih makanan
StatusGizi; Nilai Gizi terpenuhi yang lunak dan lembut
dibuktikan dengan BBmeningkat, 5) Berikan nutrisi yang dibutuhkan
BB tidak turun. sesuai batas diet yang
dianjurkan
6) Kolaborasikan pemberian anti
emesis sesuai indikasi

4. Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor intake dan output,


keperawatan selama 1x24 jam karakter serta jumlah feses
diharapkan kebutuhan cairan 2) Observasi kulit kering
terpenuhi dengan kriteria hasil: berlebihan dan membran
a. Tidak adanya tanda-tanda mukosa, penurunan turgor kulit
dehidrasi 3) Anjurkan klien untuk
b. Vital sign dalam batas normal meningkatkan asupan cairan per
oral
4) Kolaborasi pemberian cairan
paranteral sesuai indikasi

5. Setelah dilakukan tindakan 1) Tentukan batasan pergerakan


keperawatan selama 1x24 jam sendi dan efeknya terhadap
diharapkan kemampuan mobilitas fungsi sendi
fisik meningkat dengan kriteria 2) Monitor lokasi dan
hasil: kecenderungan adanya nyeri
dan ketidaknyamanan selama
a. Kekuatan otot meningkat pergerakan/aktivitas
b. Tidak ada kaku sendi 3) Lakukan latihan ROM pasif
c. Dapat bergerak dengan mudah atau ROM dengan bantuan,
sesuai indikasi
4) Jelaskan pada pasien atau
keluarga manfaat dan tujuan
melakukan latihan sendi
5) Dukung pasien untuk melihat
gerakan tubuh sebelum
memulai latihan

6. Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi adanya pembatasan


keperawatan selama 1x24 jam klien dalam melakukan
diharapkan klien dapat memenuhi aktivitas
kebutuhan dirinya dengan kriteria 2) Kaji adanya fakor yang
hasil: menyebabkan kelelahan
a. Ketidaknyamanan setelah 3) Monitor nutrisi dan sumber
beraktivitas berkurang energi yang adekuat
b. Dapat memenuhi kebutuhan 4) Bantu klien dalam memenuhi
sehari-hari kebutuhannya
5) Bantu klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah
menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun
yang terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009).
Junaidi (2011) menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu
zat atau makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya
bagi tubuh disebut sebagai keracunan makanan.
Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum
yang hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang
tidak ada udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan
oleh pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia,
mikroba, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia
(Suarjana, 2013).
Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf
dan saluran cerna. Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang biasa
terjadi pada saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat
menyebabkan diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sistem saraf adalah
adanya rasa lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot
pernafasan (Arisman, 2009).
Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi
adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Gas Darah Arteri
3. Uji Fungsi Ginjal
4. Osmolalitas Serum:
5. Elektrokardiogram
6. CT-Scan
Pertolongan pertama keracunan makanan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang telah
dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan
adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa
dilakukan adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan
satu sendok teh garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011).
Jurnal yang mendukung penanganan keracunan sebelum ke rs
DAFTAR PUSTAKA

Doheny K. Most common foods for foodborne illness: CDC report. Medscape
Medical News. January 30, 2013.
Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:
http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-
kimia-berbahaya/. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.
Jacobs RA. General problems in infectious diseases: acute infectious diarrhea. In:
Tierney LM Jr, McPhee SJ, Papadakis MA, eds. Current Medical Diagnosis
and Treatment 2001. 40th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2000:1215-6.
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info
Media.
Lee JH, Shin H, Son B, Ryu S. Complete genome sequence of Bacillus cereus
bacteriophage BCP78. J Virol. Jan 2012;86(1):637-8.
Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl Microbiol. Mar
2012;112(3):417-29.
Mansjoer Arif, 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media
Aesculapius, FKUI, Jakarta.
Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal
Bedah, vol: 3. Jakarta: EGC.
Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan
Serangga.Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-
kegawatdaruratan-pada-pasien.html. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.

Anda mungkin juga menyukai