Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana


seseorang membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan
pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan
kecacatan permanen. Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat
antara lain, keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung,
tidak sadarkan diri, kecelakaan, cedera misalnya patah tulang, kasus stroke,
kejang, keracunan, dan korban bencana. Unsur penyebab kejadian gawat
darurat antara lain karena terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran
maupun bencana alam. Kasus gawat darurat karena kecelakaan lalu lintas
merupakan penyebab kematian utama di daerah perkotaan (Media Aeculapius,
2007).
Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto
(2007), keadaan gawat darurat adalah suatu kondisi dimana berdasarkan respon
dari pasien, keluarga pasien, atau siapa pun yang berpendapat pentingnya
membawa pasien ke rumah sakit untuk diberi perhatian/tindakan medis dengan
segera. Kondisi yang demikian berlanjut hingga adanya keputusan yang dibuat
oleh pelayanan kesehatan yang profesional bahwa pasien berada dalam kondisi
yang baik dan tidak dalam kondisi mengancam jiwa. Penderita gawat darurat
adalah penderita yang oleh karena suatu penyebab (penyakit, trauma,
kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami
cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal (Sudjito, 2007).
Salah satu kejadian gawat darurat yang juga mengancam nyawa manusia
adalah keracunan makanan. Keracunan makanan adalah penyakit yang
disebabkan karena makan makanan yang terkontaminasi oleh mikroorganisme
atau bahan kimia, atau makanan yang memang mengandung racun. Makanan
dapat terkontaminasi oleh bahan kimia seperti timah atau seng yang
menyebabkan keracunan makanan. Beberapa jenis jamur dan ikan tertentu juga
beracun jika dimakan. Kasus yang sering muncul adalah keracunan makanan
yang disebabkan oleh mikroorganisme, seperti bakteri, jamur, virus, dan
parasit.
Keracunan merupakan salah satu kejadian darurat yang sering terjadi
baik di negara maju maupun negara berkembang. Hingga saat ini, tingkat
keracunan pangan yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi. Dan dari
seluruh kasus tersebut, sebagian besar ternyata terjadi di rumah.
Data The Centers for Disease Control and Prevention tahun 2010
menunjukkan, 48 juta orang di Amerika keracunan makanan, 128.000 dirawat
di rumah sakit, dan 3.000 orang meninggal tiap tahunnya akibat kandungan
berbahaya dalam makanan yang mereka konsumsi. Menurut Badan POM
dalam Dadi (2011), angka kejadian keracunan makanan, sebagai salah satu
manifestasi Penyakit Bawaan Makanan (PBM) dapat menjadi indikator situasi
keamanan pangan di Indonesia. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan
bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang
terjadi sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1: 25
untuk negara berkembang.
Di tahun 2011 insiden keracunan makanan terjadi dan terlaporkan di
Sentra Informasi Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
ada 1.800 lebih, membuat lebih dari 7.000 orang dirawat di rumah sakit dan 11
meninggal dunia. Data nasional yang dirangkum Badan POM juga menjelaskan
bahwa industri jasa boga dan produk makanan rumah tangga memberikan
kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan pangan olahan
(20%), jajanan (13%), dan lain-lain (5%) (Lestari, 2009).
Beberapa agen penyebab keracunan makanan sudah ada dalam makanan
pada saat ternak akan disembelih atau tanaman akan dipanen. Beberapa
mikroorganisme ada yang bisa menyebabkan makanan basi tetapi tidak
berbahaya. Namun, bakteri-bakteri tertentu yang berkembang biak dalam
makanan bisa menghasilkan racun penyebab penyakit. Bakteri Staphylococcus
menghasilkan racun yang bisa menyebabkan muntah dan diare beberapa jam
setelah makanan yang terkontaminasi dikonsumsi. Bakteri Clostridium
botulinum menyebabkan masalah yang jauh lebih serius bahkan seringkali
fatal, yakni jenis keracunan makanan yang disebut botulisme.
Penyakit yang disebabkan keracunan makanan biasanya singkat dan
ringan serta tidak menyebabkan kerusakan permanen pada orang sehat. Orang
tua, anak-anak, wanita hamil, dan orang dewasa yang sistem kekebalan
tubuhnya melemah karena penyakit atau obat-obatan paling rentan terhadap
keracunan makanan. Gejala keracunan dapat terjadi beberapa saat setelah
konsumsi makanan yang terkontaminasi. Tetapi pada beberapa kasus, gejala
baru timbul beberapa hari setelahnya. Gejala muntah dan diare yang berat akan
menyebabkan tubuh kekurangan cairan dan elektrolit, dan hal ini merupakan
ancaman serius bagi jiwa penderita, terutama jika tidak dilakukan penanganan
segera. Penyakit bawaan makanan sering dipandang sebagai penyakit yang
ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun terkadang memang
benar, pada banyak kasus dampak kesehatan yang terjadi justru serius dan
bahkan dapat mengakibatkan kematian. Persepsi yang salah ini sebagian terjadi
karena kurangnya perhatian yang diberikan terhadap masalah tersebut.
Dampak kesehatan akibat penyakit bawaan makanan bervariasi menurut
patogen penyebabnya, tahapan dan lamanya pengobatan, juga dengan usia dan
faktor lain yang berkaitan dengan daya tahan dan kerentanan seseorang. Pada
kebanyakan kasus, pasien dengan fungsi kekebalan yang baik akan sembuh
dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Namun, pada kasus lain,
khususnya di kalangan kelompok masyarakat yang rentan (misalnya: lansia,
bayi, anak kecil, ibu hamil dan orang yang mengalami malnutrisi serta
gangguan kekebalan), beberapa penyakit bawaan makanan dapat berakibat
fatal terutama jika tidak tersedia pengobatan yang memadai.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana peran perawat dalam penatalaksanaan dan penanggulangan
kegawatdaruratan pasien dengan keracunan makanan dan bahan makanan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Peserta dapat menerapkan dan mengembangkan pola pikir secara
ilmiah terkait penanganan gawat darurat pasien dengan keracunan
makanan dan bahan makanan serta mendapatkan pengalaman dalam
memecahkan masalah.
1.3.2 Tujuan Khusus
Agar peserta mampu mengetahui dan memahami tentang:
1) Manajemen penatalaksanaan gawat darurat pada klien dengan
keracunan makanan dan bahan makanan.
2) Cara menanggulangi kasus keracunan makanan
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Racun adalah suatu zat yang memiliki kemampuan untuk merusak sel dan
sebagian fungsi tubuh secara tidak normal (Arisman, 2009). Junaidi (2011)
menyatakan racun adalah suatu zat atau makanan yang menyebabkan efek
bahaya bagi tubuh.
Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah menyantap
makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang terbentuk
akibat pembusukan makanan dan bakteri (Arisman, 2009). Junaidi (2011)
menyatakan keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau makanan
ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh disebut
sebagai keracunan makanan.
Perez dan Luke’s (2014) menyatakan keracunan makanan adalah
keracunan yang terjadi akibat menelan makanan atau air yang mengandung
bakteri, parasit, virus, jamur atau yang telah terkontaminasi racun.

2.2 Etiologi
Penyebab keracunan makanan adalah kuman Clostridium botulinum yang
hidup dengan kedap udara (anaerobik), yaitu di tempat-tempat yang tidak ada
udaranya (Junaidi, 2011). Keracunan makanan dapat disebabkan oleh
pencemaran bahan-bahan kimia beracun, kontaminasi zat-zat kimia, mikroba,
bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam tubuh manusia (Suarjana, 2013).
Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan
keracunan, antara lain:
1) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik,
yaitu di tempat-tempat yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu
melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi dengan jalan membentuk
spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak dijumpai
pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.
Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam
sesudah memakan makanan yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan
yang kemudian disusul dengan penglihatan yang kabur dan ganda.
Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak
lainnya, sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah
menelan. Pengobatan hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh karena itu
dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.
Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan
kemudian direbus bersama kalengnya di dalam air sampai mendidih.
2) Keracunan bongkrek
Bongkrek ialah sejenis tempe yang dalam proses pembuatannya di
campur dengan ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe ini seringkali
menyebabkan keracunan karena terkontaminasi oleh bakteri Burkholderia
galdioli yang menghasilkan racun berupa asam bongkrek dan toxoflavin,
serta memusnahkan jamur Rhizopus karena efek antibiotik dari asam
bongkrek.
Gejala timbul setelah 12-48 jam. Biasanya sekaligus beberapa anggota
suatu keluarga terkena. Kematian bisa timbul dari 1-8 hari. Gejala
intoksikasi yaitu: mual, pusing, diplopia, anorexia, merasa lemah, ptosis,
strabismus, kesukaran bernafas, menelan atau berbicara.
3) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun (Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit
perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, kekacauan
mental, pingsan.
4) Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol
dalam saluran kencing. Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi
timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang dimakan, cara penghidangan dan
makanan penyerta lainnya.
Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit
perut, nyeri sewaktu kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang
berwarna putih nampak keluar bersama air kencing, kadang-kadang disertai
darah.
5) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun
tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Sejauh
keracunan makanan dari ikan yang bersangkutan, mikroba penyebab
penyakit atau racun itu yang masuk ke dalam tubuh setelah mengkonsumsi
ikan mentah atau dimasak. Hal ini juga bisa terjadi karena polusi kimia
dalam air, dimana mengontaminasi ikan yang tertangkap untuk dijual di
pasar. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut muncul kira-
kira 20 menit sesudah memakannya. Gejala itu berupa: mual, muntah,
kesemutan di sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.
6) Keracunan singkong
Zat beracun dalam singkong adalah asam sianida. Zat ini mengganggu
oksidasi jaringan karena mengikat enzim sitokrom oksidase. Beberapa jam
setelah makan singkong timbul muntah, pusing, lemah, kesadaran menurun
sampai koma, dispneu, sianosis dan kejang.
7) Lain-lain
Penyebab utama makanan terkontaminasi adalah bakteri, virus, atau
parasit. Di bawah ini adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh
bakteri:
a) Campylobacter. Bakteri jenis ini biasa ditemukan di daging mentah
atau kurang matang, pada susu dan air yang tidak diolah dengan benar.
Masa inkubasi yang disebabkan oleh bakteri ini antara 2-5 hari. Gejala
akan bertahan kurang dari 7 hari.
b) Salmonella. Bakteri ini sering ditemukan di dalam daging mentah atau
daging kurang matang, telur, susu, dan produk olahan susu lainnya.
Masa inkubasi akibat salmonella adalah 12-72 jam. Gejala berlangsung
selama 4-7 hari.
c) Escherichia coli (E. coli). Kasus infeksi bakteri ini paling sering
ditemukan setelah mengonsumsi daging yang kurang matang, seperti
pada daging cincang, dan bakso. Bisa juga ditemukan pada susu yang
tidak dipasteurisasi. Masa inkubasi adalah 1 hari hingga seminggu.
Gejala bertahan selama beberapa hari hingga beberapa minggu.
d) Listeria. Bakteri ini ditemukan dalam makanan siap saji, misalnya roti
isi dalam kemasan, irisan daging, dan keju. Khususnya bagi wanita
hamil harus berhati-hati dengan infeksi akibat bakteri ini karena
berisiko menyebabkan keguguran dan komplikasi kehamilan serius
lainnya. Masa inkubasi mulai dari beberapa hari hingga beberapa
minggu. Gejalanya akan selesai dalam waktu tiga hari.
e) Shigella. Bakteri ini bisa muncul pada makanan apa pun yang dicuci
dengan air yang terkontaminasi. Gejalanya biasanya muncul tujuh hari
setelah bakteri masuk ke dalam tubuh dan bertahan sekitar satu minggu.
Bakteri ini menyebabkan disentri.
Berikut adalah kontaminasi makanan yang disebabkan oleh parasit,
yaitu:
a) Amoebiasis. Infeksi parasit sel tunggal bernama Entamoeba histolytica
bisa menyebabkan terjadinya disentri.
b) Giardiasis. Infeksi yang disebabkan oleh parasit bernama Giardia
intestinalis.
c) Cryptosporidiosis. Infeksi parasit yang disebabkan oleh
Cryptosporidium.
d) Parasit yang mengakibatkan keracunan makanan umumnya akan
menimbulkan gejala dalam sepuluh hari setelah Anda mengonsumsi
makanan yang sudah terkontaminasi. Jika tidak segera ditangani, gejala
bisa bertahan hingga berbulan-bulan.
Berikut adalah kontaminasi makan yang disebabkan oleh virus, yaitu:
a) Norovirus. Virus ini menyebabkan muntah-muntah dan diare. Infeksi ini
menyebar dengan mudah melalui makanan atau air yang
terkontaminasi, dan terutama melalui tiram mentah. Masa inkubasi
adalah 1-2 hari dan gejala akan hilang dalam dua hari.
b) Rotavirus. Virus ini menjadi penyebab kontaminasi makanan yang
umumnya menimpa anak-anak. Gejalanya muncul satu minggu setelah
mengonsumsi makanan terkontaminasi dan bertahan antara sekitar 6
hari.

2.3 Manifestasi Klinis


Akibat keracunan makanan bisa menimbulkan gejala pada sistem saraf dan
saluran cerna. Suarjana (2013) menyatakan tanda gejala yang biasa terjadi pada
saluran cerna adalah sakit perut, mual, muntah, bahkan dapat menyebabkan
diare. Tanda gejala yang biasa terjadi pada sistem saraf adalah adanya rasa
lemah, kesemutan (parastesi), dan kelumpuhan (paralisis) otot pernafasan
(Arisman, 2009).
2.4 Patofisiologi
Makanan yang kita konsumsi dalam keseharian bermacam-macam, baik
ragam jenis makanan itu. Makanan yang sehat dapat dikatakan makanan yang
layak untuk tubuh dan tidak menyebabkan sakit, baik seketika maupun
mendatang. Dalam mengkonsumsi makanan perlu diperhatikan tentang
kebersihan makanan, kesehatan, serta zat gizi yang terkandung di dalam
makanan tersebut. Hendaknya kita harus pandai dalam memilih makanan yang
akan dkonsumsi supaya makanan tersebut bebas dari zat-zat yang dapat
memasuki tubuh seperti toksik atau racun.
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di
lambung akan mengadakan perlawanan diri terhadap benda atau zat asing yang
masuk ke dalam lambung dengan gejala mual, lalu lambung akan berusaha
membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya. Karena seringnya muntah
maka tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya cairan tubuh yang
keluar bersama dengan muntahan. Karena dehodrasi yang tinggi maka lama
kelamaan akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi keluarnya keringat
dingin akan merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk mempertahankan
homeostatis tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera
diatasi maka dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan
pingsan sampai kematian.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi
adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Laboratorium: Pada pemeriksaan laboratorium biasanya
dilakukan tes darah, tes urin, tes kondisi tinja, dan pemeriksaan parasit. Tes-
tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis organisme penyebab terjadinya
keracunan. Pemeriksaan laboratorium sederhana dapat dilakukan di layanan
kesehatan primer yang memiliki fasilitas, misalnya: pemeriksaan
mikroskopis feses untuk keberadaan telur cacing dan parasit; pewarnaan
Gram, KOH dan metilenblue Loeffler untuk membantu membedakan antara
penyakit invasif dan non-invasif (PMK No. 5 Tahun 2014).
2) Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2
(hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat
yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan . yang kurang akibat
hipoksia, hipotensi. Atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis
metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan
bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada keracunan
karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi
oksihemoelobin yang nyata dalam darah.
3) Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam
kasus lain, gagal ginjal merupakan akibat syok, koagulasi intravaskular yang
menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau
mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur
dan dilakukan urinalisis.
4) Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung
pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah.
5) Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari
0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin.
6) CT-Scan: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet,
khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat
menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema
paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan
CT-scan.

2.6 Penatalaksanaan
Pertolongan pertama keracunan makanan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan makanan yang telah
dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan
adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa dilakukan
adalah dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok teh
garam dan berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011).
Menurut Noriko (2013) tanaman teh memiliki potensi sebagai antibakteria
karena mengandung bioaktif yaitu senyawa tanin. Tanin adalah senyawa fenolik
yang terkandung dalam berbagai jenis tumbuhan hijau dengan kadar yang
berbeda-beda. Manfaat tanin selain antibakteria adalah sebagai antiseptik dan
mempunyai sifat sebagai agent pengkelat logam karena adanya pengaruh
fenolik. Pengaruh fenolik bisa memberikan antioksidan bagi tubuh.
Hardisman (2014) menyatakan pertolongan pertama keracunan makanan
adalah dengan minum air putih yang banyak, pemberian larutan air yang telah
dicampur dengan garam. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah
dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare.
Menghindari terjadinya dehidrasi pada korban segera berikan air minum dan
larutan elektrolit yang banyak untuk korban (Sentra informasi keracunan
nasional & Badan pemeriksaan Makanan dan obat SIKERNAS & BPOM, 2012).
Menurut Bahri, Sigit, dkk. (2012) cairan elektrolit dapat diperoleh dari air
kelapa. Air kelapa murni tanpa tambahan gula sedikit menginduksi urinisasi,
sedangkan air kelapa yang ditambah dengan gula banyak menginduksi urinisasi.
Penyebab banyaknya menginduksi urinisasi adalah karena konsentrasi gula yang
tinggi, sehingga absobsi air menjadi lambat dan urinisasi meningkat.

Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan antara lain:


1) Penatalaksanaan Kegawatan
Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan, setiap kasus keracunan
harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa.
Penilaian terhadap tanda-tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi, dan
penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat.
2) Resusitasi
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan
dan nadi. Berikan cairan intravena, oksigen, hisap lendir dalam saluran
pernafasan, hindari obat-obatan depresan saluran nafas, kalau perlu
respirator pada kegagalan nafas berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut
ke mulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong.
Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau
menggunakan alat bag – valve – mask.
3) Pemberian cairan intravena untuk pasien penurunan kesadaran
Penderita keracunan makanan yang parah dan mengalami dehidrasi
harus mendapatkan perawatan lanjutan. Dokter biasanya akan memberikan
cairan melalui intravena atau infus. Cairan ini bisa menggantikan cairan
tubuh yang hilang serta menjaga agar tubuh tidak terlalu lemah. Jika dokter
memberikan obat-obatan maka bisa dilakukan secara langsung lewat cairan
infus.
4) Pemberian norit/zat karbon aktif
Menurut para ahli makanan dan dokter, pertolongan pertama yang bisa
kita lakukan adalah dengan memberikan karbon aktif atau arang aktif ke
korban. Di pasaran, ada arang aktif yang dijual. Salah satu yang terkenal
norit.
Tablet berwarna hitam ini punya sifat arang aktif yang mampu
menyerap apapun yang ada di sekitarnya, termasuk racun. Semakin banyak
yang dimakan, semakin banyak racun yang diserap. Hanya saja, norit cuma
menyerap racun yang masih di saluran pencernaan dan belum ikut beredar
dalam darah.
Meskipun norit mampu menyerap banyak racun, norit nyatanya juga
menyerap zat gizi dan vitamin yang terdapat pada makanan. Oleh karena itu,
saat menenggak norit, korban juga harus terus diberikan minum air putih
untuk menggantikan zat yang ikut terserap norit.
AC diberikan dalam dosis 50 gram pada orang dewasa dan 1 g/kg
(maksimal 50 gram) pada anak-anak.
Kontraindikasi pemberian norit adalah sebagai berikut:
a) Wanita yang merencanakan kehamilan, wanita hamil, wanita menyusui,
anak-anak, serta lansia dianjurkan untuk berkonsultasi kepada dokter
sebelum mengonsumsi jenis obat ini.
b) Penderita yang mengalami pendarahan, penyumbatan, atau memiliki
lubang pada sistem pencernaan.
c) Penderita yang sedang mengalami dehidrasi.
d) Penderita yang baru melalui prosedur operasi.
e) Penderita yang sedang berada pada kondisi tidak sadar atau penurunan
kesadaran.
f) Penderita dengan proses pencernaan yang lambat.
g) Penderita yang sedang mengonsumsi obat-obatan lain di saat yang
bersamaan.
h) Penderita yang memiliki alergi terhadap jenis obat-obatan ini atau pada
pengawet dan pewarna makanan serta hewan.
Bila norit tak tersedia, kita bisa menggantikannya dengan susu. Susu
memiliki kelebihan mengikat racun yang ada dalam tubuh agar tak beredar
dalam tubuh. Susu juga bisa merangsang muntah sehingga makanan beracun
bisa ikut keluar.
5) Kumbah Lambung
Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun, atau pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil
paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan. Pada koma derajat sedang hingga berat tindakan kumbah
lambung sebaiknya dikerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pneumonia.
6) Pemberian antidot/penawar
Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah
mengatasi keadaan sesuai dengan masalah. Atropin sulfat (SA) bekerja
dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg.
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai timbul
gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering, takikardi,
midriasis, febris dan psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya
setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru
dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
7) Pemberian antibiotik
Untuk beberapa kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh
bakteri maka perlu dibantu dengan obat antibiotik. Obat ini harus diberikan
oleh dokter yang merawat. Biasanya penderita yang terlihat parah seperti
diare dan muntah akut harus menerima obat antibiotik ini. Selain itu
penderita juga harus mendapatkan cairan pengganti lewat infus. Beberapa
jenis obat harus diberikan sesuai dengan penyebabnya, berikut beberapa
terapi yang sering diberikan oleh dokter:
a) Ciprofloxacin (Cipro)
b) Norfloksasin (Noroxin)
c) Trimetoprim / sulfametoksazol
d) Doxycycline
e) Rifaximin (Xifaxan, RedActiv, Flonorm)
8) Penilaian Klinis
Upaya yang paling penting adalah anamnese atau aloanamnesis yang
rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi
keracunan, ialah:
a) Kumpulkan informasi selengkapnya tentang seluruh obat yang
digunakan, termasuk yang sering dipakai
b) Kumpulkan informasi dari anggota keluarga, teman dan petugas tentang
obat yang digunakan.
c) Tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk
pemeriksaan toksikologi
d) Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik
Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi
autonom yaitu pemeriksaan tekanan darah, nadi, ukuran pupil, keringat, air
liur, dan aktivitas peristaltik usus.
9) Terapi suportif, konsultasi, dan rehabilitasi
Terapi suportif, konsultasi dan rehabilitasi medik harus dilihat secara
holistik dan efektif dalam biaya.

Jangan berikan sirup ipecac atau melakukan apa saja untuk memancing
muntah. Kelompok ahli, termasuk American Association of Poison Control
Centers dan American Academy of Pediatrics, tidak lagi mendukung
penggunaan ipecac pada anak-anak atau orang dewasa yang telah menelan pil
atau zat berpotensi beracun lainnya. Tidak ada bukti baik yang membuktikan
efektivitas penggunaan sirup tersebut dan dampaknya seringkali lebih
berbahaya.
Penatalaksanaan keperawatan pasien keracunan meliputi:
a. Penatalaksanaan syok bila terjadi.
b. Pantaulah tanda vital secara berkala.
c. Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit.
d. Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
e. Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi dan kejang.
f. Bila pasien merasa mual dan ingin muntah, anjurkan untuk memiringkan
kepalanya ke samping.
g. Kompres hangat pada perut. Hal ini akan meringankan kejang dan nyeri di
perut dan kecenderungan untuk muntah.
ALGORITMA KERACUNAN MAKANAN
Px dengan keracunan makanan akibat keracunan botolinum,
bongkrek, jamur, jengkol, singkong dan ikan laut.

Px datang dengan keluhan :


Mual dan muntah - Sesak napas
Lakukan pengkajian SAMPLE (symptom,
Diare - Nyeri perut allergy, medication, past medical history,
last meal, events leading to call)
Keram perut - Badan lemas
Penurunan kesadaran - Pusing Pemeriksaan diagnostik: Laboratorium,
analisa gas darah, uji fungsi ginjal
Nyeri berkemih - Oliguria

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Brain Bone
Pusing Bowel Kelemahan
Blood Mual, muntah
Breathing Kejang Bladder Akral dingin
TD menurun Diare
Sesak napas Oliguria (pada pasien
Penurunan
CRT >2 detik Nyeri tekan dengan
kesadaran
abdomen dehidrasi
Nyeri kepala berat)
Oksigenasi Anjurkan Anjurkan
Cek tanda-tanda pasien Pasang kateter kompres Pantau tanda-
Kaji status vital istirahat urin hangat di tanda vital
pernapasan perut
Periksa adanya Kolaborasi Pantau intake Cek CRT
(frekuensi,
gejala syok pemberian dan output Kolaborasi
irama
pernafasan, cairan pemberian
kedalaman kristaloid cairan
pernafasan) Kolaborasi kristaloid
pemberian Kolaborasi
analgetik pemberian
dan anti antiemetik
konvulsan dan analgetik

Pemeriksaan laboratorium

Pasien dinyatakan keracunan makanan

Jamur, jengkol, makanan laut Singkong, bongkrek, botolinum


Observasi
Kolaborasi pemberian Natrium tiosulfat
Lanjutkan penanganan simptomatik 10-30 ml IV

Kolaborasi pemberian antibiotik Kolaborasi pemberian anti dotum spesifik


Perawatan Supportif bolus IV 1-2,5 mg
Kolaborasi pemberian karbon aktif
DAFTAR PUSTAKA

Doheny K. Most common foods for foodborne illness: CDC report. Medscape

Medical News. January 30, 2013.

Fajri. (2012). Keracunan Obat dan bahan Kimia Berbahaya. Dari:

http://fajrismart.wordpress.com/2011/02/22/keracunan-obat-dan-bahan-kimia-

berbahaya/. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.

Jacobs RA. General problems in infectious diseases: acute infectious diarrhea. In:

Tierney LM Jr, McPhee SJ, Papadakis MA, eds. Current Medical Diagnosis

and Treatment 2001. 40th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2000:1215-6.

Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info

Media.

Lee JH, Shin H, Son B, Ryu S. Complete genome sequence of Bacillus cereus

bacteriophage BCP78. J Virol. Jan 2012;86(1):637-8.

Logan NA. Bacillus and relatives in foodborne illness. J Appl Microbiol. Mar

2012;112(3):417-29.

Mansjoer Arif, 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius,

FKUI, Jakarta.

Sartono. (2012). Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.

Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah,

vol: 3. Jakarta: EGC.

Syamsi. (2012). Konsep Kegawatdaruratan Pada Pasien Dengan Gigitan Serangga.

Dari:http://nerssyamsi.blogspot.com/2012/01/konsep-kegawatdaruratan-pada-

pasien.html. Diakses tanggal 17 Agustus 2017.

Anda mungkin juga menyukai