Anda di halaman 1dari 8

Identifikasi Masalah dan Penatalaksanaan Keracunan Makanan di Sekolah

Cicilia Sinaga - 102016170


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

E-mail: ciciliaputriks@gmail.com

Abstrak

Kasus keracunan masih menjadi alasan utama dari perawatan darurat di rumah sakit. Hal itu dikarenakan
adanya angka kematian anak usia di bawah 5 tahun akibat keracunan. Angka kematian tersebut berkisar
80.000-90.000 anak yang menerima perawatan darurat dan 20.000 yang perlu dirawat di rumah sakit.
Keracunan makanan menyebabkan 70% dari kasus diare. Sementara itu, keracunan makanan
sendiri berarti penyakit yang terjadi setelah menyantap makanan mengandung racun yang dapat
berasal dari bahan beracun yang terbentuk akibat pembusukan makanan, dan bakteri. Dengan
pendekatan epidemiologi diketahui kalau penyebab keracunan makanan tertinggi adalah bakteri
sebanyak 70%. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya dan
pemeriksaan fisik. Sedangkan, penatalaksanaan yang dapat dilakukan ialah promosi kesehatan
dan pencegahan ditingkat masyarakat.

Kata kunci : Keracunan makanan, epidemiologi, promosi kesehatan, pencegahan

Abstract

Poisoning is still the main reason for emergency care at the hospital. This is due to the death
rate of children under 5 years due to poisoning. The mortality rate ranges from 80,000 to 90,000
children who receive emergency care and 20,000 who need to be hospitalized. Food poisoning
causes 70% of cases of diarrhea. Meanwhile, food poisoning itself means that diseases that occur
after eating food contain toxins that can come from toxic substances formed by food decay, and
bacteria. With an epidemiological approach it is known that the highest cause of food poisoning
is as much as 70% bacteria. Diagnosis is based on previous medical history and physical
examination. Meanwhile, the management that can be done is health promotion and prevention
at the community level.
Keywords : Food poisoning, epidemiology, health promotion, prevention

1
Pendahuluan

Kesakitan akibat pangan sering dikenal sebagai keracunan pangan. Menurut PERMENKES
No.2 2013, keracunan pangan didefinisikan sebagai kesakitan yang dialami oleh seseorang
dengan gejala dan tanda keracunan seperti mual, muntah, sakit tenggorokan dan pernafasan,
kejang perut, diare, gangguan penglihatan, perasaan melayang, paralysis, demam, menggigil,
rasa tidak enak, letih, pembengkakan kelenjar limfe, wajah memerah dan gatal-gatal, akibat
mengkonsumsi pangan yang diduga mengandung cemaran biologis atau kimia.1

Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai suatu kondisi yang menimpa sebuah sekolah
dalam pesta acara akhir tahun. Dimana sekitar 50% undangan yang hadir mengalami keracunan
makanan. Disini penulis akan mengidentifikasi masalah (keracunan makanan), mencari
penyebab keracunan makanan lewat pendekatan epidemiologi, serta upaya yang diberikan dalam
menanggulangi kejadian tersebut (promotif dan preventif).

Keracunan makanan

Keracunan makanan adalah kondisi yang muncul akibat mengonsumsi makanan yang
telah terkontaminasi oleh organisme menular, seperti bakteri, virus, dan parasit. Selain itu bisa
karena racun yang mereka keluarkan di makanan. Kontaminasi dapat terjadi saat makanan sedang
diproses atau dimasak dengan tidak benar. Ada berbagai jenis bakteria yang menyebabkan
keracunan makanan tetapi yang biasa didapati ialah salmonella, shigella, staphylococcus dan
E.coli yang merupakan punca utama keracunan makanan di kalangan bayi, terutamanya bayi
yang menyusui botol. Bagi keracunan makanan yang berpunca daripada bahan bukan bakteria,
tanda penyakit juga timbul jika anak termakan bahan kimia, racun serangga atau beberapa jenis
tumbuh-tumbuhan.2

Penyebab keracunan makanan dengan pendekatan epidemiologi

Data Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Badan POM Republik
Indonesia (RI) : Pada tahun 2008, jumlah korban keracunan pangan Indonesia mencapai 25.268
orang dengan jumlah kasus sebanyak 8.943 kasus. Di tahun 2009, jumlah korban berkurang
menjadi 7.815 orang dengan jumlah kasus sebanyak 3.239 kasus. Keracunan pangan di DKI
Jakarta pada tahun 2016 banyak disebabkan karena konsumsi seafood dan ikan – ikanan dengan

2
proporsi 52.4% dari 208 kasus keracunan pangan menurut penelitian Fatikhatul M, 2018.
Menurut data surveilans 2010, persentase penyebab keracunan terbanyak terjadi oleh bakteri.
Bakteri: 70 % , Kimiawi: 20 %, Parasit: 3 %, Virus:2%, lain-lain: 5 %. Klasifikasinya antara
lain adalah Infeksi bakteri : Salmonellosis, racun bakteri : Toksin botulinus atau stafilokokus,
Infeksi virus : Hepatitis A, infeksi parasit : Cacing, racun kimia : Arsen, merkuri, dan racun
tumbuhan dan hewan.3
Etiologi

1. Etiologi

Penyebab keracunan ada beberapa macam dan akibatnya bisa mulai yang ringan sampai yang
berat. Secara umum yang banyak terjadi di sebabkan oleh :1
Mikroorganisme Bahan kimia Toksin dari bahan
biologis

 Escherichia coli patogen  Peptisida golongan  Jamur


 Staphilococus aureus organofosfat  Keracunan Singkong
 Salmonella  Organo Sulfat dan karbonat  Tempe Bongkrek
 Bacillus Parahemolyticus  Pestisida, timah , merkuri,  Bayam beracun
 Clostridium Botulisme dan kadmium  Kerang
 Streptokkkus

Tabel 1. Etiologi keracunan makanan.1

Dampak keracunan makanan

Keram perut : Ilmuan dari University of Maryland Medical Center menuturkan kram perut
umumnya terjadi segera setelah mengonsumsi makanan, atau dalam waktu 12-72 jam. Kondisi
ini merupakan salah satu usaha penolakan tubuh terhadap zat beracun. Muntah : Muntah dapat
terjadi akibat keracunan atau sengaja dibuat muntah, sebagai upaya mengeluarkan racun yang
masuk ke dalam tubuh melalui mulut.

3
Diare : Sebenarnya diare dapat membantu penderita keracunan dalam usaha mengeluarkan racun
dari saluran cerna, tetapi diare yang parah dan berkepanjangan perlu segera dihentikan. Dehidrasi
: Kondisi ini umumnya diperparah dengan adanya muntah dan diare. Pusing dan lemas yang
disebabkan karena dehidrasi.3

Kejadian Luar Biasa

Kejadian Luar Biasa (KLB) dimana menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 tentang Kejadian Luar Biasa. KLB merupakan kondisi
meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
populasi di daerah tertentu pada kurun waktu tertentu yang dikhawatirkan akan menjurus menjadi
wabah. Pada KLB keracunan pangan yang telah dilakukan investigasi menunjukkan adanya
kontaminasi dari tangan penjamah pangan yang kurang bersih sehingga menjadi sumber patogen
penyebab keracunan pangan (Abd-ELhaleem, 2011).4

Masalah utama penanganan keracunan makanan yang berkaitan dengan KLB:


1. Koordinasi dan kerjasama antar instalasi yang menangani KLB keracunan makanan yang
meliputi:
a) Koordinasi dan kerjasama dengan pemerintah daerah/dinas kesehatan setempat kurang,
terutama dengan dihapusnya lembaga Kanwil sebagai penanggung jawab Tim
Penanggulangan Keracunan Pangan di Propinsi
b) Prosedur pelaporan maupun penanganan keracunan pangan belum dipahami sepenuhnya
oleh petugas di lapangan
2. Penanganan dan analisis sampel, diantaranya:
a) sampel yang diduga sebagai penyebab keracunan sering terlambat atau tidak dapat
diperoleh sehingga tidak dapat dilakukan analisis penyebab KLB
b) Seringkali balai POM mendapat sampel dari pihak luar/kepolisian yang umumnya tidak
mengetahui bagaimana mengambil dan menangani sampel tersebut
c) Akses yang terbatas terhadap laboratorium rujukan dan kurang memadai dalam
identifikasi patogen/bahan berbahaya penyebab keracunan makanan
3. Masalah lain seperti:
a) Masih rendahnya kejadian yang dilaporkan

4
b) Lebih banyak diarahkan untuk menghitung jumlah kasus keracunan makanan saja
c) Tidak banyak manfaat yang dapat digunakan dalam program keamanan makanan
d) KLB tidak dapat ditangani secara tuntas.4
Pencegahan

Pencegahan yang telah dianjurkan WHO, ada beberapa hal yang harus pemerintah
lakukan berkaitan dengan masalah keracunan makanan yaitu :5

1. Perlunya upaya perlindungan konsumen makanan secara medis dan yuridis


2. Perlunya peningkatan pengetahuan / pendidikan melalui penyuluhan mengenai makanan,
supaya masyarakat tidak membeli makanan yang kadaluwarsa atau yang sudah rusak
kemasannya.
3. Sebelum diedarkan di masyarakat atau produksi, seharusnya jenis makanan (dalam kemasan
kaleng) diuji secara laboratories oleh pabriknya dan secara prefentif juga dilakukan oleh
Direktorat POM (Pengawasan Obat dan Makanan). Disini Direktorat POM harus secara rutin
dan aktif melakukan rasia terhadap makanan yang beredar di masyarakat terutama yang tidak
ada registernya. Pemerintah melalui media massa perlu memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai ciri-ciri makanan yang sudah kadaluwarsa.
Penangulangan keracunan makanan
Didirikan pos pusat pelayanan penanganan kasus keracunan yang tugasnya memberikan
informasi, yaitu pengenalan atas identifikasi kasus serta faktor-faktor penyebabnya, memberikan
nasehat-nasehat upaya pertolongan pertama, memberikan penerangan kepada masyarakat luas
tenang upaya pencegahan timbulnya dampak negatif penggunaan beragam bahan kimia.5
Dalam hal ini, penderita keracunan makanan dapat ditangani sesuai kondisi umum
penderita. Sedangkan pada penjual makanan dapat dilakukan penyuluhan dengan: menghindari
kontak antara bahan mentah dan makanan matang, karena makanan matang yang aman dapat
menjadi tercemar lewat kontak dengan bahan makan mentah, memasak makanan sampai matang,
karena banyak bahan makanan yang tercemar oleh organisme penyebab penyakit, menyimpan
makanan yang sudah dimasak dengan hati-hati, karena makanan yang disiapkan lebih cepat atau
sisa harus disimpan baik dalam keadaan panas atau dingin, memanaskan kembali makanan
sepenuhnya, karena cara ini merupakan perlindungan paling baik terhadap mikroba yang

5
mungkin berkembang biak selama penyimpanan dan menjaga agar semua peralatan dapur selalu
bersih.
Bila terjadi suatu kasus kejadian keracunan makanan maka puskesmas:5
1. Petugas puskesmas setelah menerima laporan atau informasi dari masyarakat, RS, dll segera
melakukan pengecekkan ke lapangan tentang kebenaran berita kasus keracunan.
2. Memberikan pertolongan berupa pengobatan kepada penderita keracunan dan bila diperlukan
mengirim penderita ke unit pelayanan kesehatan yang lebih tinggi untuk referral sistem
(Rumah Sakit).
3. Mengambil contoh makanan/ minuman yang diduga sebagai penyebab keracunan.
4. Mengirim contoh makanan/minuman ke Dinas Kesehatan Kab/Kota.
5. Melaporkan adanya kejadian keracunan makanan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota segera
(menggunakan telepon, fax, form W1, sms, dan e-mail)
6. Memberikan penyuluhan keada masyarakat.
7. Bergabung dengan Tim KLB Keracunan Dinas Kesehatan Kab/Kota melakukan kajian
penyelidikan epidemiologi.
Pasca Kejadian Keracunan Makanan sangat perlu untuk dilakukan :6
1. Pelatihan
a. Pelatihan Asisten Epidemiologi Lapangan (PAEL) yang diikuti oleh petugas dinas
kesehatan propinsi, kab/kota
b. Pelatihan/Kursus Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman
2. Pembelian alat
Untuk menunjang penanggulangan keracunan makanan diperlukan peralatan
pengambilan dan pemeriksaan sampel makanan dan specimen bagi BBTKLPM, KKP
dan Dinas Kesehatan.
3. Menyusun Pedoman dan Peraturan
Untuk mendukung kegiatan yang dilaksanakan dalam menunjang investigasi
keracunan makanan, maka sangat diperlukan adanya pedoman dan peraturan.
Penatalaksanaan dengan pendekatan upaya promotif dan preventif

 Promotif

Pendidikan/penyuluhan kesehatan :6

6
1. Hygiene pribadi (personal hygiene), mencuci bersih tangan dengan air bersih mengurangi
terjadinya keracunan akibat kontaminasi bahan racun yang terbawa oleh tangan;

2. Hygiene lingkungan (environmental hygiene), penyimpanan makanan harus diusahakan


sedemikian rupa sehingga tidak dikotori oleh serangga atau binatang. Penyegar udara di ruangan
penyimpanan harus baik untuk mencegah kerusakan makanan; dan

3. Poses pengolahan dan penyajian yang baik dan bersih, suhu pada saat memasak harus tinggi untuk
mematikan kuman tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga merusak zat makanan dan
mengurangi gizi.

 Preventif

Hal yang terbaik untuk memecahkan masalah keracunan makanan ini adalah dengan pencegahan
seperti yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu:7

1. Cuci tangan sampai bersih

2. Menghindari kontak antara bahan mentah dan makanan matang

3. Memasak makanan sampai matang

4. Makan makanan yang dimasak segera

5. Menyimpanan makanan yang sudah dimasak dengan hati-hati

6. Memanaskan kembali makanan sepenuhnya

7. Menjaga agar semua peralatan dapur selalu bersih

Beberapa pertolongan pertama keracunan makanan sebelum dibawa ke fasilitas yankes terdekat:

1. Bila penderita banyak muntah dan diare, berikan cairan pengganti yang cukup seperti air
putih, oralit atau campuran air putih-gula 2 sendok teh-garam ½ sendok teh atau air kelapa
untuk menggantikan cairan dan elektrolit tubuh yang hilang.

2. Berikan tablet karbon aktif untuk menyerap racun di dalam saluran pencernaan yang
diminum dengan air putih.

7
3. Bila tidak ada tablet karbon aktif, bisa mengkonsumsi susu untuk mengikat racun dalam
saluran pencernaan dan merangsang penderita untuk muntah sehingga racun keluar dan
tidak beredar dalam tubuh. Namun , jika penderita mengalami diare, sebaiknya tidak
diberikan susu.

4. Pada anak-anak, sebaiknya segera dibawa ke fasilitas kesehatan yang terdekat untuk
mendapatkan pertolongan segera.

Kesimpulan

Berdasarkan data yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa kasus diare, mual, muntah,
demam, dan pusing yang menimpa 50% undangan yang hadir merupakan kasus keracunan
makanan. Kemungkinan penyebab keracunan makanan yang terjadi di pesta akhir tahun
kelulusan sekolah adalah toksin Staphylococcus aureus, Salmonella sp. Jenis makanan yang
menjadi penyebabnya tidak bisa dipastikan karena data yang tersedia sangat terbatas, tetapi
semua jenis makanan mungkin saja menjadi penyebabnya. Sedangkan, untuk penatalaksanaan
kasus bisa dengan mengupayakan pencegahan yang bersifat promotif dan preventif kepada
masyarakat agar menghindari angka KLB.

Daftar pustaka

1. Arisman, Dr. buku ajar ilmu gizi Keracunan Makanan, cetakan I, Jakarta 2009.
2. Chandra, B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta: EGC; 2010.h. 280-4.
3. Davey P. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 101-2.
4. Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2017. Strategi Penanggulangan
KLB Keracunan Pangan. Jakarta: Badan POM RI
5. Pratiknjo, Laksomono. 2007. Keracunan Makanan Merupakan Salah Satu Indikator
Lemahnya Kontrol Pemerintah dan Masyarakat terhadap Produk Makanan yang Beredar.
Dalam Jurnal Ilmiah [Online], vol 1 (30), 4 halaman.
6. Cunha, John, et all. 2013. Food Poisoning. tersedia
http://www.emedicinehealth.com/food_poisoning/article_em.htm
7. Food Watch Sistem Keamanan Pangan Terpadu, 2005. Diunduh dari
http://skpt.pom.go.id/v1/berita/4fw/foodwatch2.pdf

Anda mungkin juga menyukai