Anda di halaman 1dari 14

Dugaan Tindak Kekerasan pada Anak 2 Tahun

Cicilia Sinaga - 102016170

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida

Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

E-mail: ciciliaputriks@gmail.com

Abstrak

Kasus kekerasan pada anak merupakan salah satu penyebab morbiditas


dan mortalitas dalam bidang pediatri, hal tersebut dapat mengakibatkan masalah
pada kondisi fisik maupun psikis anak bahkan hingga mereka dewasa. Keluarga
seharusnya menjadi tempat bernaung yang paling aman bagi anak tetapi justru
pelaku kekerasan tersebut adalah orang-orang yang dekat dengan anak itu sendiri,
bahkan tidak jarang pelakunya adalah orang tua mereka sendiri. Ada berbagai
macam bentuk kekerasan terhadap anak yang sudah tercantum dan diatur secara
tegas dalam undang-undang negara Indonesia sebagai upaya perlindungan anak
Kata kunci: kekerasan, anak, keluarga

Abstract

Child abuse is one of the causes of morbidity and mortality in the field of
pediatrics, it can cause problems in the physical and psychological condition of
children even into adulthood. Family should be the safest shelter for children but
instead the perpetrators of violence are people who are close to the children
themselves, even the culprit is often their own parents. There are various forms of
violence against children that have been listed and expressly regulated in
Indonesian law as an effort to protect children.
Keywords: child abuse, violence, family

1
Pendahuluan

Tidak jarang kita melihat tindak kekerasan menimpa anak-anak dalam


berbagai bentuk, dari penelantaran anak hingga pembunuhan. Kekerasan pada
anak ini juga tidak jarang dilakukan oleh orang tua kandung sendiri. Kekerasan
terhadap anak merupakan tindak pidana yang melanggar Hak Asasi Manusia yang
jika dibiarkan akan berdampak negatif terhadap kesehatan dan tumbuh kembang
anak. Tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu
unsur yang terlibat dalam penanganan anak yang merupakan korban kekerasan.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai analisa kasus yang dicurigai
merupakan kekerasan terhadap anak, yaitu seorang perempuan 25 th datang ke
IGD dengan membawa anaknya 2 th yang tidak sadarkan diri. Dokter jaga segera
melakukan pemeriksaan terhadap anak tersebut dan anak tersebut sudah
meninggal dunia. Pada saat memeriksa tubuh anak terrsebut, dokter menemukan
banyak luka2 memar di dada, paha, bokong dengan warna merah, biru, dan hijau.
Dokter juga menemukan beberapa jaringan parut berbentuk bulat pada kepala,
paha, bokong, pipi dan lengan. Ibu korban mengaku bahwa korban terjatuh di
kamar mandi saat akan dimandikan dan kepalanya terbentur lantai. Dokter merasa
kematian anak tersebut tidak wajar dan melaporkan kasus tersebut ke pihak
kepolisian. Mayat anak tersebut dikirim ke Ins Forensik untuk dilakukan
pemeriksaan.

Aspek Hukum dan Medikolegal

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014


tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih di dalam kandungan dan perlindungan anak adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 68
tahun 2013 Kekerasan terhadap Anak (KtA) adalah semua bentuk

2
tindakan/perlakuan yang menyakitkan secara fisik, psikis, seksual atau
penelantaran yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan cedera/kerugian
nyata terhadap kesehatan, kelangsungan hidup, tumbuh kembang atau martabat
anak.1

Beberapa bentuk kekerasan terhadap anak yaitu kekerasan fisik, kekerasan


psikis, kekerasan seksual dan penelantaran.

Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang mengakibatkan cedera fisik


yang nyata atau potensial terhadap anak sebagai akibat dari interaksi/tidak adanya
interaksi yang layaknya ada dalam kendali orang tua. Kekerasan fisik biasanya
timbul karena memang niat orang tua untuk menyakiti anaknya atau merupakan
bentuk hukuman fisik yang terlalu berlebihan. Banyak orangtua yang melakukan
tindakan kekerasan terhadap anaknya beralasan bahwa tindakan mereka adalah
untuk mengajarkan anaknya displin. Beberapa elemen yang ada dalam kasus
kekerasan fisik, yaitu:2

 Tidak dapat diprediksi. Tidak ada aturan dan batas yang jelas sehingga
anak-anak tidak pernah tau tindakan apa yang menyebabkan orangtuanya
melakukan kekerasan fisik
 Melakukan kekerasan fisik (misalnya memukul) ketika sedang marah.
Semakin marah orangtuanya maka hukumannya akan semakin kasar/berat
 Menggunakan rasa takut untuk mendidik anak. Pola pikir ini merupakan
pola pikir yang salah karena anak akan cenderung memikirkan cara
bagaimana dia bisa menghindari kekerasan dari orangtuanya, hal tersebut
menyebabkan anak tidak bisa tumbuh dan berkembang menjadi individu
yang lebih baik.

Tanda yang bisa didapatkan pada anak korban kekerasan fisik yaitu sering
mengalami cedera, selalu dalam keadaan waspada seperti menunggu hal buruk
terjadi, cederanya memiliki pola (misal bekas ikat pinggang, bekas tangan),
menghindar jika akan disentuh, terkejut karena gerakan yang tiba-tiba, enggan
pulang ke rumah, memakai pakaian yang dapat menutupi bekas luka. Anak pada

3
kasus ini diduga merupakan korban dari kekerasan fisik yang dilakukan
orangtuanya karena dari pemeriksaan yang dilakukan terdapat bekas jaringan
parut berbentuk bulat pada kepala, paha, bokong, pipi dan lengan.

Kekerasan psikis merupakan perbuatan terhadap anak yang mengakibatkan


gangguan kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.
Kekerasan psikis dapat berupa pembatasan gerak, sikap yang meremehkan,
mencemarkan, mengkambing hitamkan, mengancam, menakut-nakuti,
mendiskriminasi, mengejek atau menertawakan anak atau penolakan. Tanda anak
korban kekerasan psikis yaitu anak selalu tampak takut dan cemas, perilaku yang
terlalu agresif atau terlalu pasif, tampak tidak dekat dengan orangtua/pengasuh,
dapat berprilaku seperti orang dewasa atau justru bertingkah seperti balita.

Kekerasan seksual merupakan pelibatan anak dalam kegiatan seksual dimana


ia sendiri tidak memahami atau tidak mampu memberi persetujuan yang ditandai
dengan adanya aktivitas seksual anak dengan orang dewasa/anak lain dengan
tujuan untuk memberi kepuasan bagi orang tersebut. Anak korban kekerasan
seksual dapat diduga dengan ditemukannya riwayat dan/atau tanda penetrasi,
persetubuhan, pengakuan adanya pelecehan seksual/bentuk kekerasan seksual
lainnya.2

Penelantaran anak merupakan kegagalan dalam menyediakan kebutuhan


tumbuh kembang anak yang bukan disebabkan karena keterbatasan sumber daya.
Penelantaran anak dapat berupa kegagalan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan,
pendidikan, perkembangan emosional, nutrisi, tempat tinggal serta keadaan hidup
yang aman dan layak. Biasanya anak terlihat lusuh dengan pakaian compang-
camping, kebersihannya terlihat buruk, penyakit/cedera yang tidak diobati, sering
dibiarkan sendiri bahkan dalam lingkungan yang tidak aman, sering
terlambat/tidak masuk sekolah.

Dalam Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2014 pasal 67 A-J telah tercantum


larangan-larangan yang terkait dengan kasus kekerasan terhadap anak. Dari
beberapa pasal tersebut yang mungkin berkaitan dengan kasus adalah pasal 76 C

4
yang berbunyi setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan atau
turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Dan dalam pasal 80 (1) dikatakan
bahwa orang yang melanggar pasal 76 C dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak 72 juta rupiah. (2) jika anak
luka berat maka pidana penjara menjadi 5 tahun dengan denda paling banyak 100
juta rupiah. (3) Jika anak mati maka pidana penjara menjadi 15 tahun dengan
denda paling banyak 3 miliar rupiah. Apabila yang melakukan adalah orangtuanya
maka pidana ditambah sepertiga dari ketentuan (1), (2) dan (3).1,2

Pemeriksaan Thanatologi

Dalam thanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati


somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati batang otak.
Mati klinis terjadi akibat terhentinya sistem penunjang kehidupan (saraf pusat,
kardiovaskular dan pernapasan) yang menetap. Secara klinis tidak ditemukan
refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar,
tidak ada gerak pernapasan dan tidak terdengar suara napas saat auskultasi. Mati
suri adalah terhentinya sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat kedokteran
sederhana, dengan alat kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa sistem
penunjang kehidupannya masih berfungsi (sering ditemukan pada kasus
keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam). Mati seluler adalah
kematian organ/jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian klinis.
Karena daya tahan hidup masing-masing organ/jaringan berbeda, terjadinya
kematian seluler pada tiap organ/jaringan juga berbeda. Mati serebral adalah
kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan
serebelum sedangkan sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi
dengan bantuan alat. Mati batang otak adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh
isi neuron intrakranial yang ireversibel termasuk batang otak dan serebelum.
Dengan matinya batang otak dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak
dapat dinyatakan hidup lagi dan alat bantu dapat dihentikan.3

5
Kematian adalah proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang
berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan
tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian.
Tanda kematian tebagi menjadi tanda kematian tidak pasti dan tanda pasti
kematian. Yang termasuk tanda kematian tidak pasti, yaitu:3

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi,


auskultasi)
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba
3. Kulit pucat (bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya karena
mungkin terjadi spasme agonal sehingga wajah kebiruan)
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah
kematian
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang
masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air

Selain itu tanda-tanda yang disebut sebagai tanda pasti kematian yaitu
lebam mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh
(algor mortis), pembusukan, mumifikasi dan adipocere.

1. Lebam mayat (livor mortis)


Setelah kematian klinis eritrosit akan menempati tempat paling
bawah akibat gaya gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk
bercak warna merah ungu (livide) pada bagian bawah tubuh, kecuali
pada bagian tubuh yang tertekan alas keras. Darah tetap cair karena
aktivitas fibrinolisin dari endotel pembuluh darah. Lebam mayat mulai
tampak 20-30 menit pasca kematian, makin lama intensitasnya makin
bertamabh dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam.
Sebelum 8-12 jam lebam mayat masih hilang pada penekanan dan
dapat berpindah apabila posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan
lebih cepat dan sempurna apabila penekanan/perubahan posisi tubuh

6
dilakukan dalam 6 jam pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun
setelah 24 jam sejumlah darah masih dapat mengalir dan membentuk
lebam mayat di tempat terendah yang baru. Menetapnya lebam mayat
disebabkan oleh timbunan sel darah dalam jumlah yang cukup banyak
sehingga sulit berpindah lagi. Lebam mayat dapat digunakan untuk
tanda pasti ketmatian, memperkirakan sebab kematian, mengetahui
perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadi lebam mayat
menetap dan memperkirakan saat kematian. Pada lebam mayat darah
ada di dalam pembuluh darah sehingga bila pada daerah tersebut diiris
dan disiram dengan air maka warna merah darah akan hilang/pudar
sedangkan pada kasus dengan resapan darah akibat trauma tidak
menghilang.
2. Kaku mayat (rigor mortis)
Kelenturan otot setelah kematian masih dapat dipertahankan
karena metabolisme tingkat sel masih berjalan (pemecahan cadangan
glikogen otot yang menghasilkan energi). Energinya kemudian
digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Selama masih ada
ATP, serabut aktin dan miosin akan tetap lentur. Bila cadangan
glikogen habis maka aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi
kaku. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku
mayat mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis dimulai dari
bagian luar tubuh (otot-otot kecil) kearah dalam. Setelah mati klinis 12
jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam
kemudian menghilang dengan urutan yang sama. Kaku mayat
umumnya tidak terjadi pemendekan serabut otot kecuali jika seseorang
meninggal dalam posisi teregang. Faktor yang mempercepat terjadinya
kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu yang tinggi dan
tubuh kurus dengan otot kecil. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk
menunjukkan tanda pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

7
Penurunan suhu terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu
benda ke benda yang dingin. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi
oleh suhu lingkungan, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh,
posisi tubuh dan pakaian. Suhu saat mati perlu diketahui untuk
perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu akan lebih cepat
pada suhu lingkungan yang rendah, lingkungan berangin dengan
kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak
berpakaian/pakaian tipis dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.
4. Pembusukan
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat
autolisis dan kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan
jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat
kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan sel pasca mati dan hanya
dapat dicegah dengan pembekuan jaringan. Setelah seseorang
meninggal, bakteri flora normal segera masuk ke jaringan. Darah
merupakan media terbaik bagi pertumbuhan bakteri. Sebagian besar
bakteri berasal dari usus dan yang utama adalah Clostridium welchii.
Pada proses pembusukan ini terbentuk gas alkana, H 2S, HCN, asam
amino dan asam lemak. Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam
pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan bawah (daerah
sekum) karena penuh dengan bakteri dan terletak dekat dinding perut.
Warna kehijauan disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin.
Warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, bau
busuk mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti
melebar dan berwarna hijau kehitaman.
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas/membentuk gelembung berisi
cairan kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh
dimulai dalam lambung dan usus akan mengakibatkan perut tegang
dan keluar cairan kemerahan dari mulut dan hidung. Gas di dalam
jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya krepitasi. Gas
ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh dengan

8
keteganga terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar
(skrotum, payudara). Selanjutnya rambut menjadi mudah dicabut, kuku
mudah terlepas, wajah menggembung dan berwarna ungu kehijauan,
kelopak mata bengkak, pipi bengkak, bibir tebal, lidah bengkak dan
sering terjulur diantara gigi.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan
nyata (36-48 jam pasca mati). Kumpulan telur lalat telah dapat
ditemukan beberapa jam pasca mati di alis mata, sudut mata, lubang
hidung dan diantara bibir. Telur kemudian akan menetas jadi larva
dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur
panjang larva dapat diketahui usia larva tersebut yang kemudian bisa
digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan asumsu bahwa lalat
secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal.
Perubahan warna menjadi ungu kecoklatan terjadi pada lambung
terutama di fundus dan usus. Mukosa saluran napas, endokardium dan
tunika intima pembuluh darah menjadi kemerahan. Difusi empedu
mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak
melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan
mudah robek kemudian alat-alat dalam mengkerut. Prostat dan uterus
non-gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan dari
pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu lingkunga 26,5oC
hingga suhu normal tubuh, kelembaban dan udara yang cukup, banyak
bakteri pembusuk, tubuh gemuk/menderita infeksi. Perbandingan
kecepatan pembusukan mayat di tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8.
Bayi baru lahir umumnya lebih lambat membusuk
5. Adipocere (lilin mayat)
Adipocere adalah terbetuknya bahan yang berwarna keputihan,
lunak/berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak
tubuh pasca mati atau sering disebut saponifikasi. Adipocere terdiri
dari asam lemak tak jenuh yang terbentuk dari hidrolisis lemak dan

9
mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca
mati yang tercampur dengan sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf
yang termumifikasi dan kristal sferis dengan gambaran radial.
Adipocere terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar
dengan nyala kuning, larut dalam alkohol panas dan eter. Lemak
superfisial merupakan lemak yang pertama kali terkena. Biasanya
perubahan berbentuk bercak dapat terlihat di pipi, payudara/bokong,
bagian tubuh/ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh berubah menjadi
adipocere.
Adipocere membuat gambaran permukaan luar tubuh bisa bertahan
bertahun-tahun sehingga masih memungkinkan identifikasi mayat dan
perkiraan sebab kematian. Faktor yang mempermudah adipocere
terbentuk adalah kelembaban, lemak tubuh yang cukup dan suhu
hangat sedangkan yang menghambat adalah air mengalir yang
membuang elektrolit dan udara dingin. Pembusukan terhambat dengan
adanya adipocere karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan
bertambah. Lemak segar mengandung 0,5% asam lemak bebas, 4
minggu pasca mati menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi ≥
70%. Pada saat ini adipocere jelas secara makroskopik sebagai bahan
berwarna putih kelabu yang mengganti bagian lunak tubuh. Pada awal
pembentukan adipocere paling baik dideteksi dengan analisis asam
palmitat
6. Mumifikasi
Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan
yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang
selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan berubah
menjadi keras dan kering, berwarna gelap, keriput dan tidak dapat
membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan
yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah,
aliran udara baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14
minggu).3

10
Pemeriksaan Toksikologi

Diagnosa keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai
dengan racun penyebab. Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun
pada sisa barang bukti. Yang terpenting pada penegakan diagnosis keracunan
adalah dapat ditemukan racun/sisa racun dalam tubuh/cairan tubuh korban. Selain
itu perlu juga dipastikan bahwa korban benar-benar kontak dengan racun. Korban
mati akibat keracunan terbagi menjadi 2, yaitu yang sejak awal sudah dicurigai
kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum autopsi belum
ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan. Pikirkan kemungkinan
kematian akibat keracunan apabila pada pemeriksaan setempat terdapat
kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim
ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu (lebam mayat yang tak biasa, luka
bekas suntikan sepanjang vena dan keluar buih dari mulut dan hidung, bau
amandel atau bau kutu busuk serta pada autopsi tidak ditemukan penyebab
kematian). Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan dilakukan
beberapa pemeriksaan penting yaitu pemeriksaan di tempat kejadian, autopsi dan
analisis toksikologik.3

Interpretasi Temuan

Dari temuan yang telah dijabarkan pada laporan hasil terdapat tanda
kekerasan berupa luka memar dan jaringan parut yang berbentuk bulat. Kerusakan
akibat memar terjadi karena adanya kapiler dan vena yang pecah akibat kekerasan
benda tumpul. Pada saat timbul, memar akan berwarna merah kemudian berubah
menjadi ungu atau hitam, setelah 4 – 5 hari akan berubah menjadi warna hijau
yang nantinya akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari dan akhirnya
menghilang 14-15 hari. Luka memar yang ditemukan pada pasien memiliki warna
yang berbeda-beda, yang mengindikasikan bahwa luka memar tersebut tidak
didapatkan pada waktu yang bersamaan. Selain itu didapatkan juga jaringan parut
yang berbentuk bulat pada kepala, paha, bokong, pipi dan lengan. Jaringan parut
merupakan bentuk dari penyembuhan luka yang lama, sehingga ditemukannya

11
jaringan parut menunjukkan bahwa terdapat luka lama pada pasien. Dari hasil
pemeriksaan dalam/autopsi didapatkan perdarahan diatas selaput meningen dan
memar pada batang otak yang terjadi akibat trauma/benturan pada kepala.4

Pengambilan Sampel Laboratorium

Pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium baiknya mengambil


bahan yang masih dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu autopsi. Darah
jantung diambil terpisah sebelah kanan dan kiri masing-masing 50 ml. Darah tepi
sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis, bukan vena porta.
Pengambilan dari beberapa tempat yang berlainan meski dalam jumlah sedikit
dianggap lebih baik. Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang
terpenting. Urin diambil semua yang ada di kandung kemih, begitu juga bilasan
lambung. Pada mayat, lambung diambil beserta isinya. Usus beserta isinya sangat
berguna apabila kematian terjadi dalam waktu beberapa jam setelah menelan
racun sehingga dapat diperkirakan saat kematian dan ditemukan pil yang tidak
hancur oleh lambung.5

Semua hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi


anatomi karena takaran toksik mayoritas racun sangat kecil sehingga kadarnya
ditubuh sangat rendah dan hati merupakan tempat detoksifikasi tubuh terpenting
sehingga kadar racun dalam hati sangat tinggi. Kedua ginjal harus diambil karena
penting pada keadaan intoksikasi logam, pemeriksaan racun secara umum dan
pada kasus yang secara histologik ditemukan kalsium oksdalat dan sulfonamide.
Jaringan lipoid dalam otak punya kemampuan menahan racun, otak bagian tengah
penting pada intoksikasi sianida karena tahan terhadap pembusukan. Urin penting
karena merupakan tempat ekskresi sebagian besar racun sehingga bisa untuk tes
pendahuluan, selain itu juga urin penting untuk pemeriksaan penyaring racun dari
golongan narkotik/stimulan. Sebaiknya kandung empedu jangan dibuka agar
cairan empedu tidak mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan.5

12
Bahan-bahan tersebut umumnya sudah cukup baik untuk memberi
informasi pada keracunan akut yang masuk melalui mulut. Pada beberapa keadaan
dapat juga diambil limpa, jantung, cairan serebrospinal, jaringan lemak
(insektisida, obat anastesi), otot (CO, Pb) dan rambut (arsen). Cara lainnya dengan
mengambil dari tempat masuk racun (lambung, tempat suntikan), darah (racun
sistemik) dan tempat keluar (urin, empedu). Contoh bahan pemeriksaan yang rutin
harus diambil adalah lambung dan isinya, darah, seluruh hati dan seluruh urin.5

Laporan Hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan memuat semua hasil pemeriksaan terhadap barang bukti


yang ditulis secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak
berlatar belakang pendidikan kedokteran. Terbagi menjadi pemeriksaan luar,
autopsi/pemeriksaan dalam serta pemeriksaan lab dan pemeriksaan pendukung
lainnya. Dari pemeriksaan luar pada kasus didapatkan hasil banyak luka2 memar
di dada, paha, bokong dengan warna merah, biru, dan hijau. Untuk deskripsi luka
secara umum perlu ditentukan koordinat X (jarak pusat luka dari garis
pertengahan badan) dan Y (jarak pusat luka diatas/dibawah dari suatu patokan
organ tubuh), perlu juga untuk diketahui jenis lukanya. Pada skenario didapat ada
luka memar, pada luka memar perlu disebutkan warna memarnya, bentuk (apabila
memberi gambaran yang khas), menentukan ukuran memar dengan mengukur
panjang kali lebar/diameter luka, ada bengkak/tidak. Pada skenario ini hanya
disebutkan warna dan letak memarnya. Selain itu juga ditemukan beberapa
jaringan parut berbentuk bulat pada kepala, paha, bokong, pipi dan lengan. Dari
pemeriksaan dalam pada kasus didapatkan perdarahan diatas selaput meningen
dan memar pada batang otak, sementara organ-organ lain dalam batas normal.
Untuk hasil laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya pada skenario ini
tidak diberi keterangan.6

Kesimpulan

Pada bagian kesimpulan dituliskan kesimpulan pemeriksa atas seluruh


hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuan/keahliannya. Pada pemeriksaan

13
jenazah, bagian ini berisi setidaknya jenis perlukaan/cedera, kelainan yang
ditemukan, penyebabnya serta sebab kematiannya. Apabila memungkinkan,
tuliskan juga saat kematian dan petunjuk penting tentang kekerasan/pelakunya.
Kesimpulan pada skenario ini adalah bahwa pada mayat anak ini ditemukan luka
memar pada dada, paha, bokong akibat kekerasan tumpul dan jaringan parut
berbentuk bulat pada kepala, paha, bokong, pipi dan lengan yang menandakan
adanya bekas luka lama. Sebab mati orang ini adalah benturan pada kepala yang
menyebabkan perdarahan diatas meningen dan lebam pada batang otak.

Daftar Pustaka

1. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan


bidang kedokteran.Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1994.h. 11-25, 40
2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Tanatologi Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
1997.H.25-36
3. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Pembunuhan anak sendiri. Jakarta:
Bagian KedokteranForensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2000. H. 72-82
4. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S,
et all. Ilmukedokteran forensik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1997. h. 1,
8-11, 25-36,55-70,165-76.2
5. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan
bidang kedokteran.Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1994.h. 11-25, 40.3
6. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik autopsi forensik.
Jakarta:Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2000. p. 55

14

Anda mungkin juga menyukai