E-mail: ciciliaputriks@gmail.com
Abstrak
Abstract
The emergency of psychiatric is a disturbia of their feelings, thinking and habit that
need an emergency helps because those people can die into regretion or chronical
defect. The most dangerous for themselves or other people and their enviroment,
but it can give advantageous to rise again their feelings, insight, understandings,
rise up their power and the good things for looking the background of feeling
disturbia. To help that emergency of psychiatric are being easy and full of
confidence also can be more careful and to know that the people could being an
aggression person.
1
Pendahuluan
2
Pemeriksaan Neurologis
Bila diduga terdapat gangguan serebral organic, pemeriksaan
neurologic yang lebih lengkap perlu dilaksanakan termasuk uji:
kemampuan bahasa, kidal atau kinan, memori, apraxia, agnosia,
fungsi angka, disorientasi kanan-kiri, kelancaran verbal.3
2. Wawancara psikiatri
Wawancara darurat sama dnegan wawancara psikiatri baku kecuali masalah
keterbatasan waktu dan desakan kemungkinan adanya risiko pada pasien atau orang
lain. Umumnya dokter memperhatikan keluhan yang ditampilkan serta alasan yang
membawa pasien ke ruang gawat darurat. Bila dikawal oleh keluarga, teman, atau
polisi, riwayat tambahan harus dimintakan dari mereka. Apabila pasien dinilai tidak
mampu kooperatif atau tidak dapat dipercaya informasinya, wawancara dengan
orang lain yang mengenal pasien yang lebih dapat diandalkan informasi dan
kemampuan untuk melapornya.
3
terlihat pada pasien depresi. Sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, pwnuh
perhatian, tertarik, terus terang, suka bercanda dll. Perilaku dan aktivitas
psikomotor: cara berjalan, manerisme, erakan tubuh, kedutan stereotipi, gerakan
mencabut, menyentuh pemriksa, kikuk, pincang, kaku, lambat, hiperaktif,
kegelisahan, kontak mata, mudah marah, kesesuaian, mudah teralihkan. 1
Bicara
Kecepatan: lambat/terbelakang, atau tertahan/tidak dapat diinterupsi. Irama:
normal, intonasi datar atau berlebihan. Volume: berbisik, tenang, keras. Isi:
mempermainkan kata-kata yang berlebihan, asosiasi bunyi (clang association),
berbicara satu-satu suku kata (monosyllabic), spontan atau hanya menjawab
pertanyaan. Periksa juga adanya disfasia maupun disartria.1
4. Isi Pikiran1,2
a. Gangguan isi pikiran formal (bentuk pikiran abnormal)
Pasien tidak mengikuti susunan yang umum dalam komunikasi dan akibatnya
pembicaraan menjadi kurang berarti. Biasanya pada skizofrenia.
Derailment (gerakan Knight): terdapat kekacauan kata-kala secara tiba-tiba
dari waktu ke waktu, yang seharusnya sesuai, namun tidak dalam konteks
ini (jalannya isi pikiran menjadi keluar jalur).
Circumstantiality (asosiasi ionggar): isi pikiran menjadi samar-samar dan
tampak campur aduk.
Bloking isi pikiran: sensasi-sensasi isi pikiran tiba-tiba berhenti.1
4
b. Tempo isi pikiran abnormal
Akselerasi (isi pikiran ditekan, Sight of ideas dapat timbul tanpa penekanan
untuk bicara) atau retordasi.
c. Kepemilikan isi pikiran abnormal
Pasien merasa pikirannya dikendalikan oleh sesuatu dari luar—penarikan isi
pikiran, insersi, penyiaran (merasa pikiran seseorang ditarik oleh orang lain).
d. Isi pikiran abnormal
Waham-waham (delusi)
Waham adalah kepercayaan yang salah, tidak mudah digoyahkan, di luar
sistem kepercayaan sosial dan budaya normal seorang individu.1,3 Tipe-tipe
waham:
Grandiose (kebesaran): percaya bahwa mereka memiliki kemampuan dan
misi khusus.
Poverty (kemiskinan): percaya bahwa mereka telah dibuat miskin.
Guilt (rasa bersalah): percaya bahwa mereka telah melakukan kejahatan
dan pantos dihukum.
Nihilistic (ketidakberadaan): percaya bahwa mereka tidak berarfi afau
tidak ada.
Hypochondriacal: percaya bahwa mereka mengidap suatu penyakit fistk.
Persecutory (penganiayaan): percaya bahwa semua orang berkonspirasi
melawan mereka.
Reference (referensi): percaya bahwa mereka dipengaruhi oleh maja-
lah/televisi.
Jealousy (kecemburuan): percaya bahwa pasangan mereka tidak setia
meskipun tidak ada buktinya.
Amorous (penuh cinta): percaya bahwa orang lain sedang jatuh cinta
dengan mereka.
Infestation (serbuan): percaya bahwa mereka diserbu oleh serangga atau
parasit.
5
Passivity experiences: percaya bahwa mereka disuruh melakukan se-suatu,
atau merasakan emosi-emosi, atau dikendalikan dari iuar; somatic
passivity—merasa seolah-olah mereka dipindahkan dari luar.1
5. Persepsi Abnormal1,2
Ilusi: salah menginterpretasikan stimuli yang normal.
Halusinasi: persepsi yang salah tanpa adanya stimulus apapun; merasa hal itu
berasal dari luar dirinya.
o Pendengaran: suara-suara orang kedua langsung diarahkan kepada
pasien. Tanyakan waktu terjadi, pemicu, jumlah suara, orang pertama
atau kedua, misalnya suara tersebut mungkin mengatakan "saya tidak
berguna".
o Penglihatan
o Penciuman: biasanya bau yang tidak sedap
o Pengecapan: biasanya suatu perasaan bahwa sesuatu terasa berbeda
dan ini diinterpretasikan sebagai akibat peracunan.
o Sensasi somatik: misalnya, sensasi adanya serangga di bawah
kulitatau gerakan sendi-sendi
6. Kognisi
Gangguan kognisi adalah patognomonikpada patologi medis, neurologis,
farmakologis atau bedah (sering disebut sebagai gangguan mental organic.
Menguji fungsi kognitif (intelektual) yang meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran (bervariasi dari kedaran penuh sampai koma), orientasi (situasi,
waktu tempat dan orang), perhatian, ingatan (ingatan segera, ingatan baru,
ingatan jauh) dan simpanan informasi (pengetahuan yang memdai sesuai umur
dan situasi sosialnya).2
7. Pemeriksaan laboratorik
Pemeriksaan lab yang perlu dilaksanakan :
Uji darah
Alasan penting untuk dilakukan uji darah yakni memeriksa adanya
gangguan organic seperti endokrinopati dan gangguan penggunaan zat
6
psikoaktif yang mungkin menyebabkan gejala psikiatri. Selain itu juga
untuk memeriksa komplikasi fisik akibat gangguan psikiatri. 3
o Uji darah lengkap
o Uji fungsi tiroid
o Uji fungsi hati
o Kadar vitamin B12 dan Asam folat
Pemeriksaan neurologic; lanjutan meliputi pemeriksaan neurologic dasar
dan pemeriksaan penunjang seperti EEG, CT scan, pemeriksaan urin untuk
deteksi penggunaan zat/tertentu, dan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan
darah atau glukosa darah bila dicurigai terdapat penyakit organic yang
menjadi penyebab atau yang ko-eksisten. 1,2
Pemeriksaan urin; umum digunakan untuk skrining penggunaan obat-
obatan seperti marijuana (kanabis), opioid, amfetamin, kokain, steroid,
barbiturate, fensiklidin (PCP), dll. 1-4
Lima hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien selanjutnya:
a. Keamanan pasien3
Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa situasi di
UGD, jumlah pasien di ruangan tersebut aman bagi pasien. Jika intervensi verbal
tidak cukup atau kontraindikasi, perlu dipikirkan pemberian obat atau
pengekangan.
b. Medik atau psikiatrik3
Penting bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatrik atau
kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda. Kondisi medik
umum seperti trauma kepala, infeksi berat dengan demam inggi, kelainan
metabolisme, intoksikasi atau gejala putus zat seringkali menyebabkan gangguan
fungsi mental yang menyerupai gangguan psikiatrik umumnya. Dokter gawat
darurat tetap harus menelusuri semua kemungkinan penyebab gangguan fungsi
mental yang tampak.
c. Psikosis3
Yang penting bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh
ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan. Hal ini dapat
7
mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita berikan serta
kepatuhannya dalam berobat.
d. Suicidal atau homicidal3
Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus diobservasi secara ketat.
Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau pikiran bunuh diri
harus selalu ditanyakan kepada pasien.
e. Kemampuan merawat diri sendiri3
Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien mampu
merawat dirinya sendir, mampu menjalankan saran yang dianjurkan.
Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk merawat pasien di rumah
merupakan salah asatu indikasi rawat inap.
Adapun indikasi rawat inap antara lain adalah:
a. Bila pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain
b. Bila perawatan di rumah tidak memadai, dan
c. Perlu observasi lebih lanjut.
Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding yang dapat dibuat dari seorang pasien yang
dibawa oleh polisi dalam keadaan luka-luka memar dengan kondisi gaduh gelias,
teriak-terika, bicara melantur, mengatakan ada yang ingin membunuhnya dan baru
saja mengalami tabrakan ketika mengendarai mobil dengan ugal-ugalan, adalah:
Agitasi1
8
saraf autonom biasanya merupakah tanda kearah gangguan organic, seperti
intoksikasi atau abstinensi obat atau alcohol.
Bila masih dapat berbincang dengan pasien, coba tenangkan pasien. Jangan
menyatakan rasa amarah atau bermusuhan, jangan bersikap menghukum, tetapi
berisaklah tenang dan beritahu pasien bahwa anda mau mendengarkan secara
empatik menghadapi keluhannya. Bujuk agar pasien tenang dan katakan bahwa
wawancara adalah rahasia dan pasien berada di lingkungan yang aman dan setiap
orang disitu ingin membantu pasien.
1. Lindungi diri sendiri dan staf. Jangan menempatkan diri pada tempat yang
mudah diserang dan pastikan anda memiliki cukup staf terlatih dalam upaya
pengekangan pasien bila diperlukan
2. Pengekangan fisik harus digunakan bila medikasi tidak efektif, dan bila
tindak kekerasan atau pelarian mungkin terjadi.
3. Perhatikan tanda kekerasan. Awasi tiap perubahan perilaku, emosi, cara
bicara, atau afeknya. Tiap perubahan fungsi ini pertanda dari hilangnya
pengendalian
4. Pertahankan kesamaan diantara anggota tim tentang rencana pengobatan.
Beritahu pasien peraturan yang jelas dan tidak bertentangan tentang
perilaku yang dapat dan tidak dapat diterima dalam UGD atau ruang
praktek, namun anggota tim harus tahu dan setuju bersama dahulu
5. Bila kemampuan pasien untuk menentukan keputusan dan sikap untuk
dirinya terganggu, serta meningkatkan risiko terhadap keselamatannya,
pasien harus dicegah meninggalkan rumah sakit. Namun persiapan
9
dokumen harus lengkap bila pasien dirawat inap yang bertentangan dengan
kemauannya. Bila kemampuan pasien tidak terganggu tetapi ada risiko
medik yang tinggi, dokter harus meyakinkan pasien agar ia tetap berada di
rumah sakit. Pendekatan yang efektif adalah menunjukan sikap yang tidak
menghadang, tetapi tegas, simpatik dan tulus ingin membantu akan
membuat pasien merasa berada di bawah pengawasan yang mantap.
Bila pasien menggunakan obat khusus atau ada riwayat responsive dengan
obat tertentu, gunakan obat itu lagi. Bila tak ada riwayat yang jelas, benzodiazepine
efektif seperti obat lainnya, demikian pula untuk antipsikotika. Untuk agitasi hebat
dan cenderung meningkat, obat penenang dibutuhkan. Biasanya diberikan
hipnotika sedative (contoh: benzodiazepine atau barbiturate) atau antipsikotika.
Akatisia1
10
dan amati kegelisahan motoriknya. Gerakan khas cenderung berdiri dan duduk
terus-menerus, mondar-mandir, duduk menyilangkan kaki dan melepaskan
kembali, menggeser-geser dan mengetuk-ngetuk dengan kaki. Gerakan berulang
terus-menerus biasanya merupakan akatisia daripada agitasi.
11
2. Gali riwayat jangka panjang pasien dan hasil laboratorik (bila ada). Kontak
dengan dokter yang biasa merawatnya, atau pekerja sosial, atau kerabatnya
untuk mendapatkan keterangan tambahan demi menegakkan diagnosis
definitive apakah ia eksaserbasi skizofrenia kronik atau gangguan afektif
psikotik.
3. Pasien skrizofrenik berisiko tinggi terjalin penyalahgunaan zat/obat,
tersering ialah alcohol dan kokain. Pasien juga dapat menyalahgunakan
antikolinergik untuk mengatasi efek samping ekstrapiramidal obat
psikotiknya, sehingga dapat menyebabkan delirium dengan halusinasi
visual.
4. Salah satu efek samping obat antipsikotik dapat berupa dystonia akut,
rigiditas, cogwheel rigidity, bradikinesia, akinesia, akatisia, dan dyskinesia
tardif. Efek samping ini dapat diredakan dengan antikolinergik atau beta
blocker dan benzodiazepine untuk akatisia.
5. Evaluasi adanya peristiwa traumatic atau interpersonal yang penuh stress
yang membawa ke eksaserbasi. Barangkali kondisi ini dapat diatasi dengan
manipulasi lingkungan dan intervensi krisis. Eksaserbasi dapat disebabkan
oleh depresi sekunder, sehingga perlu evaluasi tanda depresi dan
kecenderungan bunuh diri.
6. Rawat inap sering dibutuhkan untuk mencegah pasien
mencederai/membunuh diri sendiri atau orang lain, juga karena kemampuan
pasien untuk merawat diri. Tetapi upaya diagnostic cermat dan
menstabillkan pasien dengan medikasi, rujuk pasien untuk rehabilitasi dan
edukasi. Bagi pasien yang rawat jalan dengan gejala akut, dapat diberikan
antipsikotik atau benzodiazepine dan pengamatan beberapa jam.
7. Terapi perilaku, terapi keluarga, terapi kelompok, psikoedukasi, dan
psikoterapi individu dapat bermanfaat.
8. Pengekangan biasanya dilakukan dengan pemberian obat dahulu yaitu
benzodiazepine atau antipsikotika. Jika agitasi hebat atau berbahaya setelah
pemberian antipsikotik IM, isolasi dan pengekangan fisik harus dilakukan.
12
Terapi obatnya adalah antipsikotika kekuatan rendah seperti klorpromazin
dan tioridazin, lebih berkhasiat sedative dengan efek samping ekstrapiramidal
jarang dibanding antipsikotik kekuatan tinggi seperti haloperidol dan flufenazin.
Benzodiazepine juga efektif untuk agitasi akut dan tambahan untuk antipsikotika,
tetapi tidak untuk antipsikotik primer. Klozapin dapat diberikan pada pasien yang
tidak respons terhadap antipsikotika lain.
Intoksikasi alkohol1,5
Bantu pasien melalui masa intoksikasi tanda cedera atau melukai dalam
lingkungan yang aman. Reevaluasi saat sudah lewat masa intoksikasi. Evaluasi
gangguan yang terkait alcohol (seperti ketergantungan atau abstinensi) dan
gangguan jiwa lain. Bisa jadi pasien menggunakan alcohol karena untuk mengobati
kecemasan, gejala psikotik, dan depresi. Pikirkan perawatan inap dan detoksifikasi
bila perlu. Pasien yang ingin bunuh diri dan melakukan tindak bahaya lain mungkin
harus dirawat di bangsal psikiatri. Periksa tanda-tanda vital pasien. Cari tahu apakah
pasien menyalahgunakan obat/zat lain.
13
Medikasi dosis tinggi tidak diindikasi karena obat sedative berinteraksi
sinergis dengan alcohol di tubuh pasien. Tanggulangi agitasi dengan kekangan fisik
lalu gunakan hati-hati benzodiazepine (misal lorazepam 1-2mg per oral atau IM)
sambil selalu amati pasien dengan cermat.
Intoksikasi1,5
14
yang asli), kelelahan, iritabilitas, sulit berkonsentrasi dan melakukan suatu tugas
mental, hendaya daya ingat, insomnia, menurunnya toleransi terhadap stress,
gejolak emosional atau terlibat alcohol, dan perubahan kepribadian. Gejala dapat
diperberat alcohol, latihan jasmani, terkena udara panas, atau terkena sinar/terik
matahari. Sindrom akut biasanya khas dinyatakan dalam amnesia yang dapat
sembuh dengan cepat.
Peran Medikolegal6-8
Setiap orang dewasa yang selalu berada dalam keadaan dungu, sakit otak
atau mata gelap harus ditaruh di bawah pengampuan, pun jika ia kadang2 cakap
mempergunakan pikirannya.
Pasal 44 KUHP
15
Membuat visum et repertum psikiatrikum
Visum et Repertum
16
2. Ketidakmampuan mengarahkan/ mengendalikan kemauan/tujuan tindakan
(volitional disability)
Kesimpulan
Pada pasien yang dibawa oleh polisi dalam keadaan luka-luka memar dan
gaduh gelisah, dokter harus selalu menduga masalah medis fisik maupun psikiatri
pada diri pasien. Evaluasi menyeluruh dilakukan dengan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh (termasuk pemeriksaan neurologi), wawancara psikiatri, pemeriksaan
status mental, dan pemeriksaan penunjang. Penanganan pun disesuaikan dengan
gejala dan kebutuhan pasien. Bila ada suatu permintaan dari pihak berwenang,
segala bentuk pemeriksaan dan penemuan harus dicantumkan dalam sebuah catatan
tertulis sebagai bukti untuk kepentingan peradilan, yang dinamakan Visum et
Repertum.
Daftar Pustaka
1. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.h.54-7.
2. Yosep,Iyus.(2010).Keperawatan Jiwa.Bandung:PT Refika Aditama.h.21-3.
3. Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New
York: Lippincott Williams & Wilkins.h.67-8.
4. Stuart,GailW.(2006).BukuSakuKeperawatanJiwaedisi 5.Jakarta:EGC.h.10-
4.
17
5. Maramis, W.F. dan Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.h.24-7.
6. Davies,Teifiondan Craig.(2009).ABC Kesehatan Mental.Jakarta:EGC.h.33-
4.
7. Efendi J, Widodo IG, Lutfianingsih FF. kamus istilah hokum popular.
Jakarta: Prenadamedia group; 2016. H 437-8
8. Arsyadi. Fungsi dan kedudukan visum et repertum dalam perkara pidana.
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. 2014; 2(2): 57-60
18