Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

“IMUNISASI, MALARIA, INFEKSI CACING, INFEKSI JAMUR”

Diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah


Keperawatan Anak

DISUSUN OLEH:

NURUL MAWADDAH
PO713201191033
TINGKAT II A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
D III KEPERAWATAN
MAKASSAR
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang mana atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “Imunisasi,
Malaria, Infeksi Cacing Dan Infeksi Jamur, ” untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Konsep Dasar Keperawatan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang penulis
hadapi, namun penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak
lain berkat dorongan, bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-kendala
yang penulis hadapi dapat teratasi.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak
kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis.
Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penyusunan
makalah yang akan datang.

Makassar, Maret 2021

Nurul Mawaddah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah keluarga, terutama yang
berhubungan dengan bayi dan anak. Pemerintah mewajibkan setiap anak untuk
mendapatkan imunisasi terhadap tujuh macam penyakit yaitu TBC, Difteri, Tetanus,
Pertusis, Polio, Campak dan Hepatitis B. Tingkat pengetahuan ibu yang beraneka ragam
dapat menemukan tingkat kepatuhan imunisasi (Any Apriyani, 2010).

Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina dan tidak
dapat bertransmisi secara langsung dari satu orang ke orang lain. Malaria hampir terdapat
di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan sub tropis. Lebih dari setengah penduduk
masih hidup di daerah endemis malaria sehingga berisiko tertular malaria.

Infeksi Soil-Transmitted Helminth menurut WHO disebabkan oleh tiga jenis cacing,
yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (hook worm) dan cacing
cambuk (Trichuris trichiura). Menurut WHO, diperkirakan sekitar 807- 1.221 juta orang
terinfeksi oleh cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Cacing gelang hidup di usus
manusia dan telurnya dikeluarkan bersama dengan feses. Apabila seseorang buang air
besar di sembarang tempat, misalnya di kebun, ladang, pekarangan rumah, maka telur
akan tersimpan di tanah. Gejala kecacingan biasanya tidak terlalu jelas, akan tetapi yang
paling sering adalah sakit perut. Infeksi cacing gelang yang berat dapat menyebabkan
penyumbatan usus dan gangguan pertumbuhan pada anak – anak. Gejala lain yang dapat
muncul adalah batuk disebabkan perpindahan cacing dalam tubuh melalui paru-paru.
Ascariasis dapat disembuhkan dengan pemberian obat cacing.
. Infeksi jamur merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit ini dapat
dialami oleh siapa saja. Namun demikian, individu dengan sistem kekebalan tubuh lemah
lebih berisiko terserang infeksi jamur. Misalnya, penderita HIV/AIDS, pasien
kemoterapi, serta pasien pasca transplantasi organ.
Scabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu Sarcoptes
scabiei. Scabies pada anak dapat menyebabkan kulitnya sangat gatal dan luka akibat
digaruk. Penyakit ini mudah sekali menular dan perlu segera diobati
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep dasar, penyelenggaraan imunisasi, dan konsep dasar KIPI?

2. Apa pengertian, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan


Malaria?

3. Apa pengertian, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan


Infeksi Cacing?

4. Apa pengertian, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan


Infeksi Jamur?

C. Tujuan Penulisan
1. Diajukan sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Anak.

2. Mengetahui bagaimana konsep dasar, penyelenggaraan imunisasi, dan konsep dasar


KIPI.

3. Mengetahui pengertian, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis, dan


penatalaksanaan dari Malaria, Infeksi Cacing, dan Infeksi Jamur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Imunisasi

A. 1. Konsep Dasar Imunisasi

1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten
terhadap suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

. Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap


suatu penyakit, sehingga bila kelak terpajan penyakit tersebut ia tidak menjadi sakit.
Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat berupa kekebalan pasif maupun aktif
(Satgas IDAI, 2008). Sedangkan imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal
pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan di
atas ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005). Imunisasi yang diberikan untuk
memperoleh kekebalan pasif disebut imunisasi pasif dengan memberikan antibody
atau faktor kekebalan pada seseorang yang membutuhkan. Contohnya pemberian
immunoglobulin spesifik untuk penyakit tertentu misalnya immunoglobulin
antitetanus untuk penderita tetanus. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena
akan dimetabolisme oleh tubuh, seperti kekebalan alami yang diperoleh janin dari ibu
akan perlahan menurun dan habis.\

Kekebalan aktif dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen secara
alamiah atau melalui imunisasi. Imunisasi yang diberikan untuk memperoleh
kekebalan aktif disebut imunisasi aktif dengan memberikan zat bioaktif yang disebut
vaksin dan tindakannya disebut vaksinasi. Kekebalan yang diperoleh dengan
vaksinasi berlangsung lebih lama dari kekebalan pasif karena adanya memori
imunologis walaupun tidak sebaik kekebalan aktif yang terjadi karena infeksi
alamiah. Secara khusus, antigen merupakan bagian protein kuman atau racun yang
jika masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh harus memiliki zat
anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia disebut antibody.

Zat anti terhadap racun kuman disebut antitoksin. Dalam keadaan tersebut,
jika tubuh terinfeksi maka tubuh akan membentuk antibody untuk melawan bibit
penyakit yang menyebabkan terinfeksi. Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik yang
hanya bekerja untuk bibit penyakit tertentu yang masuk ke dalam tubuh dan tidak
terhadap bibit penyakit lainnya (Satgas IDAI, 2011).

2. Tujuan Pemberian Imunisasi


2. 1. T ujuan Umum
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit yang Dapat
Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
2. 2. T ujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI) yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di seluruh desa/
kelurahan pada tahun 2014.
b. Tervalidasinya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah
1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2013.
c. Eradikasi polio pada tahun 2015.
d. Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015.
e. Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah
medis (safety injection practise and waste disposal management).

3. Sasaran Imunisasi

Sasaran program imunisasi mencakup:

a. Bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT, polio, campak dan
hepatitis-B.

b. Ibu hamil dan wanita usia subur dan calon pengantin (Catin) untuk mendapatkan
imunisasi TT.
c. Anak sekolah dasar (SD) kelas 1, untuk mendapatkan imunisasi DPT.

d. Anak sekolah dasar (SD) kelas II s/d kelas VI untuk mendapatkan imunisasi TT
(dimulai tahun 2001 s/d tahun 2003), anak-anak SD kelas II dan kelas III
mendapatkan vaksinasi TT (Depkes RI, 2005).

4. Manfaat Imunissasi

Manfaat yang didapat dari pemberian imunisasi di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit
menular yang sering berjangkit.

b. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan jika


anak sakit.

c. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa


yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Depkes RI, 2005).

5. Jenis Imunisasi

a. Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif adalah proses mendapatkan kekebalan dimana tubuh anak


sendiri membuat zat anti yang akan bertahan selama bertahun-tahun. Vaksin dibuat
“hidup dan mati”. Vaksin hidup mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak
berbahaya, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan merangsang pembentukan antibodi.
Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan toksit yang
dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid. Imunisasi dasar yang
dapat diberikan kepada anak adalah:

1). BCG, untuk mencegah penyakit TBC.

2). DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, pertusis dan tetanus.

3). Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis.

4). Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles).

5). Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis.


b. Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah pemberian antibody kepada resipien, dimaksudkan


untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat
aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibody yang diberikan ditujukan untuk
upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri
maupun virus (Satgas IDAI, 2008). Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu
hamil memberikan antibody tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir
trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta
adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi dari ibu ke
bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A (LgA).
Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang menerima
plasma atau serum yang mengandung antibody tertentu untuk menunjang kekebalan
tubuhnya.

6. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I)

a. Tuberculosis

Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium


tuberculosis dan mycobacterium bovis, yang pada umumnya sering mengenai paru-
paru, tetapi dapat juga mengenai organ-organ lainnya, seperti selaput otak, tulang,
kelenjar superfisialis dan lainlain. Seseorang yang terinfeksi mycobacterium
tuberculosis tidak selalu menjadi sakit tuberculosis aktif. Beberapa minggu (2-12
minggu) setelah infeksi maka terjadi respon imunitas selular yang dapat ditunjukkan
dengan uji tuberkulin (Satgas IDAI, 2008). Gejala awal penyakit adalah badan lemas,
terjadi penurunan berat badan, demam dan keluar keringat pada malam hari. Gejala
selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan mungkin batuk darah. Gejala
lain tergantung organ yang diserang.

b. Difteri

Difteri adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated desease dan
disebabkan oleh kuman corynebacterium diphteriae. Seorang anak dapat terinfeksi
difteria pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin
yang menghambat sintesis protein selular dan menyebabkan destruksi jaringan
setempat dan terjadilah suatu selaput/membran yang dapat menyumbat jalan nafas.
Gejala awal penyakit ini adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam
ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan
tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernafasan yang
berakibat kematian.

c. Tetanus

Tetanus merupakan penyakit akut, bersifat fatal yang disebabkan oleh


eksotoksin yang diproduksi bakteri clostridium tetani yang umumnya terjadi pada
anak-anak. Perawatan luka, kesehatan gigi dan telinga merupakan pencegahan utama
terjadinya tetanus disamping imunisasi terhadap tetanus baik aktif maupun pasif.
Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang disertai kaku pada leher, kesulitan
menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam. Pada bayi sering disertai gejala
berhenti menetek antara 3 sampai dengan 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya
adalah kejang hebat dan tubuh menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang
akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian.

d. Pertusis atau Batuk Rejan

Pertusis adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh bakteri bordetella
pertusis, yakni bakteri batang yang bersifat gram negatif dan membutuhkan media
khusus untuk isolasinya. Gejala utama pertusis timbul saat terjadinya penumpukan
lendir dalam saluran nafas akibat kegagalan aliran oleh bulu getar yang lumpuh dan
berakibat terjadinya batuk paroksismal. Pada serangan batuk seperti ini, pasien akan
muntah dan sianosis, menjadi sangat lemas dan kejang. Bayi dan anak prasekolah
mempunyai risiko terbesar untuk terkena pertusis termasuk komplikasinya.
Pengobatannya dapat dilakukan dengan antibiotik khususnya eritromisin dan
pengobatan suportif terhadap gejala batuk yang berat, sehingga dapat mengurangi
penularan.

e. Campak (measles)

Campak yaitu penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang sangat
menular pada anak-anak, ditandai dengan gejala panas, batuk, pilek, konjungtivitis,
bercak kemerahan diikuti dengan erupsi makulopapular yang menyeluruh.
Komplikasi campak adalah diarrhea hebat, peradangan pada telinga dan infeksi
saluran nafas (pneumonia).

f. Poliomielitis

Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus poliomyelitis pada
medula spinalis yang secara klasik dapat menimbulkan kelumpuhan, kesulitan
bernafas dan dapat menyebabkan kematian. Gejalanya ditandai dengan menyerupai
influenza, seperti demam, pusing, diare, muntah, batuk, sakit menelan, leher dan
tulang belakang terasa kaku. Penyebaran penyakit melalui kotoran manusia (feses)
yang terkontaminasi. Kematian dapat terjadi jika otot-otot pernafasan terinfeksi dan
tidak segera ditangani.

g. Hepatitis-B

Hepatitis B merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis-


B (VHB) yang dapat menyebabkan kematian. Biasanya tanpa gejala, namun jika
infeksi terjadi sejak dalam kandungan akan menjadi kronis, seperti pembengkakan
hati, sirosis dan kanker hati. Jika terinfeksi berat dapat menyebabkan kematian. Gejala
yang terlihat biasanya anak terlihat lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu.
Urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada
mata (sclera) dan kulit.

A. 2. Penyelenggaraan Imunisasi

1. Penyelenggaraan Pelayanan Imunisasi


Perencanaan imunisasi terdiri dari penentuan sasaran dan perencanaan
kebutuhan logistik. Logistik imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe, dan
safety box. Pengadaan vaksin untuk imunisasi wajib dilakukan oleh Pemerintah.
Untuk mengatasi keadaan tertentu (kejadian luar biasa, bencana), pengadaan vaksin
dapat dilakukan bekerja sama dengan mitra. Pemerintah daerah kabupaten/ kota
bertanggung jawab terhadap pengadaan Auto Disable Syringe, safety box, peralatan
cold chain, emergency kit, dan dokumen pencatatan status imunisasi sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah.
Pemerintah bertanggung jawab dalam pendistribusian logistik sampai ke
tingkat provinsi. Pendistribusian selanjutnya merupakan tanggung jawab pemerintah
daerah secara berjenjang dengan mekanisme diantar oleh level yang lebih atas atau
diambil oleh level yang lebih bawah, bergantung kebijakan tiap-tiap daerah. Seluruh
proses distribusi vaksin dari pusat sampai ke tingkat pelayanan, harus
mempertahankan kualitas vaksin tetap tinggi agar mampu memberikan kekebalan
yang optimal kepada sasaran.
Pelayanan imunisasi harus dapat menjamin bahwa sasaran memperoleh
kekebalan spesifik terhadap penyakit tertentu, serta tidak terjadi penularan penyakit
kepada petugas dan masyarakat sekitar dari limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
imunisasi. Penanganan limbah yang tidak benar akan mengakibatkan berbagai macam
dampak, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesehatan.
Pemantauan merupakan salah satu fungsi yang sangat penting dalam manajemen
program imunisasi. Salah satunya adalah pemantauan wilayah setempat (PWS).
Kegiatan evaluasi yang dilakukan secara berkala dalam imunisasi bertujuan untuk
mengetahui hasil ataupun proses kegiatan apabila dibandingkan dengan target atau
yang diharapkan.
Umur yang tepat untuk mendapatkan imunisasi adalah sebelum bayi mendapat
infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Berilah imunisasi sedini
mungkin segera setelah bayi lahir dan usahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi
berumur 1 tahun. Khusus untuk campak, dimulai segera setelah anak berumur 9
bulan. Pada umur kurang dari 9 bulan, kemungkinan besar pembentukan zat
kekebalan tubuh anak dihambat karena masih adanya zat kekebalan yang berasal dari
darah ibu (Satgas IDAI, 2008). Urutan pemberian jenis imunisasi, berapa kali harus
diberikan serta jumlah dosis yang dipakai juga sudah ditentukan sesuai dengan
kebutuhan tubuh bayi. Untuk jenis imunisasi yang harus diberikan lebih dari sekali
juga harus diperhatikan rentang waktu antara satu pemberian dengan pemberian
berikutnya. Untuk lebih jelasnya, jadwal pemberian imunisasi dapat dilihat pada
Tabel berikut ini.

Tabel 3.1 Jadwal imunisasi anak umur 0-18 tahun rekomendasi IDAI
2. Pelaksnaan Pelayanan Imunisasi
Memberikan informasi dengan penyuluhan tentang imunisasi sangat penting,
karena memberikan informasi merupakan hak klien untuk mendapatkan penjelasan
secara lengkap tentang tindakan yang akan dilakukan. Untuk memperjelas informasi
yang diberikan dapat menggunakan alat peraga misalnya poster.
Setiap sasaran yang datang ke tempat pelayanan imunisasi, sebaiknya
diperiksa sebelum diberikan pelayanan imunisasi. Tentukan usia dan status imunisasi
terdahulu sebelum diputuskan vaksin mana yang akan diberikan. Bidan berkewajiban
untuk membantu klien dalam membuat keputusan secara arif dan benar. Semua
informasi harus diberikan dengan menggunakan bahasa dan istilah yang mudah
dimengerti oleh klien. Empat pesan penting yang perlu disampaikan kepada orangtua.
Prinsip dalam pemberian imunisasi adalah tepat sasaran, tepat dosis, tepat
cara, dan tepat waktu. Setelah pemberian imunisasi dilakukan pencatatan setiap bulan
dilaporkan ke Puskesmas tempat UPS berada.

A. 3. Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI)

1. Pengertian KIPI
KIPI adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa
reaksi vaksin, reaksi suntikan, efek farmakologis, kesalahan prosedur, koinsiden atau
hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. (Akib, 2011; Kemenkes RI, 2013)
KIPI serius merupakan kejadian medis setelah imunisasi yang tak diinginkan yang
menyebabkan rawat inap atau perpanjangan rawat inap, kecacatan yang menetap atau
signifikan dan kematian, serta menimbulkan keresahan di masyarakat. (Kemenkes,
2013)
2. Penyebab KIPI
Selama ini, persepsi awam dan juga kalangan petugas menganggap semua
kelainan dan kejadian yang dihubungkan dengan imunisasi sebagai reaksi alergi
terhadap vaksin. Akan tetapi, telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Comittee,
Institute of
Medicine (IOM) United State of America (USA), menyatakan bahwa sebagian besar
KIPI terjadi secara kebetulan saja (koinsidensi). Kejadian yang memang akibat
imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan
(programmatic errors). (Akib, 2011)
Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KomNas-PP) KIPI
mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 (dua) klasifikasi, yaitu klasifikasi lapangan
(untuk petugas di lapangan) dan klasifikasi kausalitas (untuk telaah Komnas KIPI).
(Kemenkes RI, 2013)

3. Kelompok Risiko Tinggi KIPI


Hal yang harus diperhatikan untuk mengurangi risiko timbulnya KIPI yaitu
apakah resipien termasuk dalam kelompok risiko. Kelompok risiko adal ah anak yang
mendapat reaksi simpang pada imunisasi terdahulu dan bayi berat lahir rendah.
Jadwal imunisasi bayi pada bayi kurang bulan harus memperhatikan: titer imunitas
pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dari pada bayi cukup bulan, apabila
berat badan bayi kecil (<1.000 gram) imunisasi ditunda dan diberikan setelah bayi
mencapai berat 2.000 gram atau berumur 2 bulan; kecuali untuk imunisasi hepatitis B
pada bayi dengan ibu yang HBs Ag positif. Untuk lebih jelasnya, Anda dapat melihat
tabel berikut.

Tabel Rekomendasi Imunisasi untuk pasien HIV anak


4. Penanggulangan KIPI

4. 1. Pencegahan Primer

Tabel 5.9 Persiapan sebelum dan pada saat pelaksanaan imunisasi


4. 2. Penanggulangan Medis KIPI
Penanggulangan kasus ringan dapat diselesaikan oleh puskesmas dan
memberikan pengobatan segera, Komda PP-KIPI hanya perlu diberikan laporan.
Jika kasus tergolong berat harus segera dirujuk. Kasus berat yang masih
dirawat, sembuh dengan gejala sisa, atau meninggal, perlu dilakukan evaluasi
ketat dan apabila diperlukan Komda PP-KIPI segera dilibatkan.

B. Malaria

1. Pengertian Malaria
Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium, ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina dan
tidak dapat bertransmisi secara langsung dari satu orang ke orang lain. Malaria hampir
terdapat di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan sub tropis. Lebih dari setengah
penduduk masih hidup di daerah endemis malaria sehingga berisiko tertular malaria.
Malaria dapat mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan
serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), sehingga merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang utama. Malaria dapat pula menyebabkan
kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil.
Malaria pada anak khususnya di bawah umur lima tahun menimbulkan berbagai
dampak terhadap kesehatan anak yang akan mempengaruhi pula terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak. Apabila tidak terdeteksi dini dan terlambat
ditangani akan berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak.

2. Etiologi

Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari genus
Plasmodium. Saat ini dikenal ada 5 jenis plasmodium yang dapat menginfeksi
manusia secara alami (Harijanto, 2012), yaitu:

1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan


malaria yang berat (malaria serebral dengan kematian) dan mudah menyebabkan
resisteni obat

2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana

3. Plasmodium malariae, dapat menimbulkan sindrom nefrotik dan penyebab malaria


quartana

4. Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale banyak dijumpai di daerah Afrika


dan Pasik Barat, di Indonesia dijumpai di Irian Jaya dan Nusa Tenggara, memberikan
infeksi yang paling ringan dan sembuh spontan tanpa pengobatan

5. Plasmodium Knowlesi, pertama kali dilaporkan tahun 2004 jenis malaria baru yang
sudah ditemukan di Malaysia, dan juga ditemukan Singapura, Thailand, Myanmar
serta Filipina penularannya dari monyet, bentuk plasmodium menyerupai P. malariae.
Tingkat keganasan seperti falsifarum dan tingkat kekebalan seperti malaria vivax.

3. Manifestasi Klinis
Gejala demam tergantung jenis malaria. Sifat demam akut (paroksismal) yang
didahului oleh stadium dingin (menggigil) diikuti demam tinggi kemudian berkeringat
banyak. Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada penderita non imun (berasal dari
daerah non endemis). Selain gejala klasik di atas, dapat ditemukan gejala lain
seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot . Gejala tersebut
biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis (imun).

4. Diagnosis
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan
jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain: seperti demam
typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas.
Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue
atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterikbahkan sering diintepretasikan
dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam
sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke. Mengingat
bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah
endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Untuk malaria berat
diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria WHO. Untuk anak <5 tahun diagnosis
menggunakan MTBS namun pada daerah endemis rendah dan sedang ditambahkan
riwayat perjalanan ke daerah endemis dan transfusi sebelumnya. Pada MTBS
diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk dilakukan pemeriksaan sediaan
darah. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah
secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test=RDT).
4. 1. Anamnesis
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.
c. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.
d. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.(setiap penderita drngan keluhan
demam atau riwayat demam harus selalu ditanyakan riwayat kunjungan ke
daerah endemis malaria.

B. Pemeriksaan fisik
a. Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera ikterik
d. Pembesaran Limpa (splenomegali)
e. Pembesaran hati (hepatomegali)

4. 3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan
tipis
di Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b) Spesies dan stadium plasmodium.
c) Kepadatan parasit.
b. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat

5. Penatalaksanaan

5. 1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pertahankan fungsi vital (sirkulasi, kebutuhan cairan, dan elektrolit)
b. Hindari trauma (bagaimana tindakan yang dilakukan supaya pasien tidak
mengalami trauma
c. Memerhatikan komplikasi agar tidak terjadi akibat lanjut
\ d. Posisi tidur sesuai dengan kebutuhan (mengatur posisi pasien agar lebih
nyaman)
e. Monitoring TTV
f. Perhatikan diet (diet yang digunakan pada pasien)

5. 2. Penatalaksanaan Medis
Selain itu, pencegahan malaria dengan cara:
Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan
terhadap risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vektor dan
kemoprofilaksis. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan
menggunakan kelambu berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain-lain.
Obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis
100mg/hari. Obat ini diberikan 1-2 hari sebelum bepergian, selama berada di
daerah tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh
diberikan pada ibu hamil dan anak dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh
diberikan lebih dari 6 bulan.
C. Infeksi Cacing

1. Pengertian Infeksi Cacingan

Infeksi adalah masuknya mikroba ke dalam jaringan tubuh, kemudian


berkembang biak dan menimbulkan gejala penyakit. Hadirnya agen penyakit diatas
permukaan tubuh, pakaian, benda-benda kotor lainnya bukanlah merupakan suatu
infeksi tetapi menggambarkan telah terjadi kontaminasi terhadap permukaan tubuh
atau barang tersebut (Entjang,2003).

Cacingan adalah salah satu jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh adanya
cacing didalam usus manusia. Penyakit ini mudah menular dari satu orang ke orang
lain. Walaupun banyak dijumpai pada anak-anak, cacingan juga menginfeksi orang
dewasa, terutama yang tidak begitu mempedulikan kebersihan (Mufidah,2012).

Infeksi kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh beberapa jenis cacing
kelas Nematoda Usus khususnya yang penularannya melalui tanah, diantaranya
cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing
tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) (Entjang,2003).

2. Patofisiologi
2. 1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang
penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan
berkurang, diare atau konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi
malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila
cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).
2. 2. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
Cacing dewasa lebih banyak ditemukan di sekum tetapi dapat juga berkoloni
di dalam usus besar. Cacing ini dapat menyebabkan inflamasi, infiltrasi dan
kehilangan darah (anemia). Pada infeksi yang parah dapat menyebabkan prolaps
rektum dan defisiensi nutrisi.
2. 3. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
Larva cacing menembus kulit akan menyebabkan reaksi eritematosa. Larva di
paru-paru akan menyebabkan pendarahan, eosinofilia, dan pneumonia. Kehilangan
banyak darah dapat menyebabkan anemia
3. Etiologi

Penyebab cacingan pada diri seseorang berbeda-beda tergantung dari jenis


cacing apa yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa jenis cacing yang paling umum
menyebabkan penyakit cacingan pada manusia, yaitu:

3. 1. Cacing Pita

Cacing pita atau Cestoda, dapat dikenali dari bentuknya yang tampak seperti
pita yaitu pipih dengan ruas-ruas pada seluruh tubuhnya. Panjang cacing pita
dewasa dapat mencapai 4,5 hingga 9 meter. Cacing pita memasuki tubuh
manusia ketika tangan bersentuhan dengan tinja atau tanah yang mengandung
telur cacing kemudian terbawa ke dalam mulut ketika sedang makan. Selain itu,
cacing pita juga dapat masuk melalui konsumsi makanan atau minuman yang
sudah terkontaminasi telur cacing. Konsumsi daging babi, sapi ataupun ikan yang
mentah atau dimasak kurang matang juga dapat menyebabkan masuknya cacing
pita ke dalam tubuh manusia.

3. 2. Cacing Tambang

Cacing tambang dalam bentuk larva dan dewasa dapat hidup dalam usus halus
manusia dan dapat menyerang binatang peliharaan, termasuk kucing dan anjing.
Umumnya infeksi cacing tambang terjadi karena bersentuhan dengan tanah di
lingkungan hangat dan lembap yang di dalamnya terdapat telur atau cacing
tambang.Cacing tambang dewasa dengan panjang sekitar 5-13 milimeter dapat
menembus kulit, misalnya melalui telapak kaki yang tidak menggunakan alas,
kemudian masuk ke sirkulasi darah dan ikut terbawa ke dalam paru-paru dan
tenggorokan. Jika tertelan, maka cacing akan memasuki usus. Infeksi cacing
tambang masih umum terjadi di daerah iklim tropis dan lembap dengan sanitasi
lingkungan yang buruk, termasuk Indonesia.

3. 3. Cacing Kremi

Cacing kremi berwarna putih dan halus, dengan panjang sekitar 5-13


milimeter. Infeksi cacing kremi paling banyak dialami oleh anak-anak usia
sekolah.Infeksi cacing kremi umumnya disebabkan oleh menelan telur cacing
kremi yang sangat kecil secara tidak sengaja. Telur cacing ini sangat mudah
menyebar. Bisa melalui makanan, minuman atau jari yang terkontaminasi. Telur
cacing kemudian masuk ke usus dan berkembang menjadi cacing dewasa dalam
beberapa minggu. Jika telur cacing mencapai anus dan digaruk, maka telur
cacing dapat berpindah ke jari, lalu menyentuh permukaan benda atau orang lain.

3. 4. Cacing Gelang

Cacing ini berukuran cukup besar, dengan panjang sekitar 10 -35 cm. Cacing
gelang dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui tanah yang telah
terkontaminasi telur cacing. Ketika masuk ke dalam tubuh, telur akan menetas di
usus, kemudian menyebar melalui pembuluh darah atau saluran getah bening ke
organ tubuh lain seperti paru-paru atau empedu.

Untuk mengatasi infeksi cacingan, dokter kemungkinan akan


memberikan obat cacing tidak hanya untuk penderita, namun juga pada seluruh
anggota keluarga untuk mencegah infeksi berulang. Sebagian orang merasakan
efek samping ringan pada saluran pencernaan selama pengobatan.

Obat cacing untuk anak maupun orang dewasa yang biasa diresepkan adalah
mebendazole, albendazole, pirantel pamoat, dan praziquantel. Jika terdapat
anemia, maka dokter akan memberikan suplemen zat besi. Untuk infeksi cacing
yang berukuran cukup besar seperti cacing gelang, operasi kadang diperlukan jika
cacing menyumbat saluran empedu atau usus buntu.

Ada berbagai cara cacing menginfeksi manusia hingga akhirnya menyebabkan


seseorang mengalami cacingan, seperti:

 menyentuh objek yang memiliki telur cacing (terutama jika Anda tidak
mencuci tangan setelahnya)
 menyentuh tanah, mengonsumsi makanan atau cairan yang mengandung telur
cacing
 berjalan tanpa menggunakan alas kaki di atas tanah yang mengandung cacing
 makan makanan mentah atau kurang matang yang mengandung cacing
4. Manifestasi Klinis
4.1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Gejala cacingan sering disamarkan oleh penyakit lain. Anak yang menderita
cacingan biasanya lesu, tidak bergairah dan kurang konsentrasi belajar. Pada anak-anak
yang menderita Ascaris lumbricoides perutnya tampak buncit, perut sering sakit, diare,
dan nafsu makan berkurang. Biasanya anak masih dapat beraktivitas walau sudah
mengalami penurunan kemampuan belajar dan produktivitas. Pemeriksaan tinja sangat
diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di
dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk
menentukan beratnya infeksi.
4. 2. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
Infeksi Trichuris trichiura yang ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang
jelas atau bahkan tidak tampak sama sekali pada penderita.Akan tetapi pada penderita
terutama anak dengan infeksi trichuris trichiura yang berat dan menahun menunjukkan
gejala-gejala yang jelas seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri,
anemia, berat badan turun, dan kadang disertai prolapsus rektum.
4. 3. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale)
Gambaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk memastikan
untuk dapat membedakan dengan anemia karena defisiensi makanan atau karena infeksi
cacing lainnya. Secara praktis telur cacing Ancylostoma duodenale tidak dapat
dibedakan dengan telur Necator americanus. Untuk membedakan kedua spesies ini
biasanya dilakukan teknik pembiakan larva. Larva cacing tambang kemudian
bermigrasi ke bagian kerongkongan dan kemudian tertelan. Larva kemudian
menujuusus halus dan menjadi dewasa dengan menghisap darah pendeita. Cacing
tambang bertelurdi usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan feses.

5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan askariasis umumnya cukup dengan medikamentosa. Apabila
didapatkan komplikasi seperti obstruksi intestinal, maka pasien harus dirujuk untuk
tatalaksana bedah. Penatalaksanaan askariasis menggunakan medikamentosa bisa
menggunakan albendazole, mebendazole, dan ivermectin.
Tabel 1 Penatalaksanaan Farmakologis Askariasis

Obat Dosis

Albendazole 400 mg per oral, dosis tunggal

2 x 100 mg per oral selama 3 hariAtau


Mebendazole 500 mg per oral, dosis tunggal

Ivermectin 150-200 mcg/kgBB per oral, dosis tunggal

Perlu dicatata bahwa ketiga obat ini dimasukkan sebagai kategori C oleh FDA
untuk penggunaan dalam kehamilan. Namun, menurut WHO, albendazole dan
mebendazole dapat diberikan pada ibu hamil di trimester 2 dan 3 dengan menimbang
keuntungan serta kerugian secara seksama. Apabila seorang ibu diketahui terkena
askariasis pada trimester pertama, maka pengobatan sebaiknya menunggu kehamilan
memasuki trimester 2 atau 3.
Beberapa pasien dengan askariasis memerlukan terapi pembedahan. Indikasi
pembedahan diantaranya:

 Adanya darah per rektum


 Air fluid level multipel pada gambaran foto polos abdomen
 Pasien anak dengan distensi abdomen dan nyeri lepas tekan
 Respon yang tidak adekuat terhadap terapi konservatif
 Appendicitis dan peritonitis primer
 Penyakit hepatobilier
 Pseudokista pancreas

D. Infeksi Jamur
1. Infeksi Jamur Scabies
Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei, hal ini
menyebabkan iritasi kulit. Parasit ini menggali parit parit di dalam epidermis sehingga
menimbulkan gatal gatal dan merusak kulit penderita (Soedarto 1992 dalam Loetfia
2012:37) Merupakan penyakit infeksi parasit pada kulit yang disebabkan oleh
masuknya organisme dan adanya sensitisasi sarcoptes scabei var homonis ternasuk
ordo acariformes, family sarcoptidae, Genus sarcoptes (Handoko, dalam Maulina
2016:18). Terjadinya penyakit ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
faktor sicial ekonomi rendah, kontak dengan penderita baik langsung maupun tidak
langsung maupun kebiasaan hygenis buruk. Penyakit ini dapat menyerang manusia
secara berkelomok, apabila ada salah satu dari anggota keluarga terkena Scabies,
maka seluruh anggota keluarga kebiasaanya juga akan terkena infeksi. (Djuanda, dan
akmal, 2013:30- 31).

Scabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu Sarcoptes


scabiei. Scabies pada anak dapat menyebabkan kulitnya sangat gatal dan luka akibat
digaruk. Penyakit ini mudah sekali menular dan perlu segera diobati. Kutu penyebab
scabies atau kudis dapat menular jika terjadi kontak langsung dengan kulit penderita,
tidur berdekatan dengan penderita, atau menggunakan pakaian dan handuk yang
dipakai oleh penderita. Oleh karena itu, jika anak menderita scabies, seluruh anggota
keluarga juga harus diperiksa dan diobati.

2. Patofisiologi
Kutu Scabies dapat menyebabkan gejala transien pada manusia, tetapi mereka
bukan penyebab infestasi persisten. Cara penularan paling efisien adalah melalui
kontak langsung dan lama dengan seorang individu terinfeksi. Kutu Scabies dapat
bertahan hingga tiga hari pada kulit manusia sehingga media seperti tempat tidur atau
pakaian merupakan sumber alternatif untuk terjadinya suatu penularan. Siklus hidup
dari kutu berlangsung 30 hari dan dihabiskan dalam epidermis manusia. Setelah
melakukan kopulasi, kutu jantan akan mati dan kutu betina akan membuat liang ke
dalam lapisan kulit dan meletakkan total 60-90 telur. Telur menetas membutuhkan 10
hari untuk menjadi larva dan kutu dewasa. Kurang dari 10% dari telur dapat
menghasilkan kutu dewasa. Kutu Scabies kemudian bergerak melalui lapisan atas
kulit dengan mengeluarkan protease yang mendegrasi stratum korneum. Scybala
(kotoran) yang tertinggal saat mereka melakukan perjalanan melalui epidermis,
menciptakan kondisi klinis lesi yang diakui sebagai liang. Populasi pasien tertentu
dapat rentan terhadap penyakit Scabies, termasuk pasien dengan gangguan
immunodefisiensi primer dan penurunan respons imun sekunder terhadap terapi obat,
dan gizi buruk. Kondisi lainnya adalah gangguan motorik akibat kerusakan saraf yang
menyebabkan ketidakmampuan untuk menggaruk dalam menanggapi pruritus
sehingga menonaktifkan utilitas menggaruk untuk menghilangkan kutu pada
epidermis dan menghancurkan liang yang dibuat oleh kutu betina. (Arif Muttaqin,
Kumala Sari, 2013:18-19)

3. Etiologi
Scabies disebabkan oleh tungau sarcoptes scabei. Infrestasi tungau ini mudah
menyebar ini mudah menyebar dari orang ke orang melalui kontak fisik dan sering
menyerang seluruh penghuni dalam satu rumah tungau ini ukurannya cukup besar
sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang dan sering menular diantara orang orang
yang tidur bersama. Kadang tungau ditularkan melalui pakaian, sprei dan benda-benda
lainnya yang digunakan secara bersama-sama, masa hidupnya sangat sebentar dan
pencucian biasa bisa menghilangkan tungau ini. Tungau betina membuat terowongan
dibawah lapisan kulit paling atas dan menimpa telurnya dalam lubang. Beberapa hari
kemudian akan menetas tungau muda (larva), infeksi menyebabkan gatal-gatal hebat,
kemungkinan merupakan suatu reaksi terhadap tungau. ( Susanto Clevere, 2013:37)

4. Manifestasi Klinis

Ketika tertular, kutu penyebab scabies akan masuk ke dalam lapisan kulit untuk
hidup dan berkembang biak. Kotoran, air liur, dan telur yang mereka tinggalkan di
kulit akan menimbulkan berbagai gejala alergi, seperti:

 Gatal parah yang biasanya memburuk pada malam hari atau setelah mandi air
panas. Jika digaruk, akan terbentuk luka dan keropeng, serta berisiko
menyebabkan infeksi bakteri di kulit.
 Bentol-bentol atau lepuhan pada kulit tempat kutu bersembunyi.
 Kulit kemerahan dan muncul ruam.
 Kulit bersisik atau berkerak.
Berbagai gejala tersebut baru akan muncul 4-6 minggu setelah kutu penyebab
scabies menyerang kulit anak. Pada anak umur 2 tahun ke atas, bentol kecil scabies
biasanya muncul di tangan, sela-sela jari, pergelangan tangan, pinggang, paha, pusar,
daerah selangkangan, dan ketiak. Sedangkan pada anak di bawah usia 2 tahun,
benjolan biasanya tumbuh di kepala, leher, telapak tangan, dan telapak kaki.

5. Penatalaksanaan

a. Salep yang mengandung asam salisilat dan sulfur selama 3-4 hari, kemudian dapat
diulang setelah satu minggu.
b. Salep yang mengandung Benzoas benzilicus selama 3 malam kemudian dapat
diulangi setelali satu minggu
c. Salep yang mengandung Gamma benzene hexachlorida selama 1 malam, kemudian
dapat diulangi setelah satu minggu.
d. Malathiom 0,5% dalam basis air berfungsi sebagai skabisid dioleskan pada kulit
dalam 24 jam. Aplikasi kedua bisa diulang beberapa hari kemudian.
e. Krim permethrin 5% (terbaik, dapat untuk semua umur dan wanita hamil).
Dioleskan pada seluruh tubuh dari leher kebawah dan dicuci setelah 8-14 jam,
merupakan obat paling efektif bila terjadi kegagalan pengobatan dengan Gamma
Benzene Hexachloride 1%
f. Semua baju dan alat alat tidur dicuci dengan air panas serta mandi dengan sabun
g. Semua anggota keluarga atau orang seisi rumah berkontak dengan penderita harus
diperiksa dan bila juga menderita Scabies juga diobati bersamaan agar tidak terjadi
penularan kembali.
h. Keluhan gatal dapat diberi antihistamin dengan setengah dosis biasanya. Infeksi
sekunder dapat diberi antibiotika.

 Mengobati Scabies pada Anak

Jika Anak menunjukkan gejala scabies, segeralah bawa ke dokter untuk menjalani
pemeriksaan dan mendapatkan pengobatan scabies.

Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melihat kondisi kulit Anak untuk
menemukan tanda-tanda scabies. Bila perlu, dokter akan memeriksa sampel kulitnya
dengan mikroskop untuk mencari kutu scabies.

Jika Anak sudah dipastikan menderita scabies, dokter akan meresepkan obat berupa:
 Krim dan losion yang mengandung permethrin, lindane, sulfur,
atau crotamiton.
 Obat antihistamin luntuk membantu meringankan rasa gatal.
 Obat ivermectin untuk scabies yang luas dan berat.
 Antibiotik untuk mengobati infeksi bakteri pada kulit Anak.

Pengobatan scabies pada anak membutuhkan waktu kurang lebih 4-6 minggu, sampai
penyakit ini sembuh dan gejalanya hilang. Oleh karena itu, Ayah dan Bunda perlu
bersabar dalam merawat anak dengan scabies, dan jangan menghentikan pengobatan
tanpa anjuran dokter.

Selain pengobatan dari dokter, lakukan juga langkah-langkah berikut ini untuk
mengatasi scabies pada anak:

 Periksakan semua orang yang tinggal serumah dengan anak ke dokter agar
dapat diobati. Hal ini untuk mencegah scabies kambuh kembali.
 Mandikan Anak dalam waktu 8-12 jam setelah ia diberikan obat oles
pembasmi kutu.
 Jangan mengoleskan salep pada mata, hidung dan mulut Anak, kecuali jika
dianjurkan oleh dokter.
 Mandikan Anak dengan air hangat.
 Cuci pakaian, handuk, boneka, dan alas tidur dengan air panas (setidaknya
pada suhu 60°C) untuk membunuh kutu dan telurnya. Untuk barang-barang
yang tidak dapat dicuci, masukkan ke dalam freezer atau wadah kedap udara
selama beberapa hari.
 Setrika pakaian, alas tidur, dan handuk Anak.
 Jemur selimut, bantal, dan guling selama beberapa hari di bawah sinar
matahari untuk mematikan kutu.
 Potong kuku Anak untuk mencegah infeksi yang disebabkan oleh garukan.

Jika Anak masih merasa gatal setelah obat scabies pada anak habis, atau Anak
kembali terkena scabies setelah selesai pengobatan, kembalilah ke dokter untuk
mendapatkan pengobatan ulang.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang


secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Sasaran imunisasi yaitu bayi,
Batita, anak usia SD kelas 1, 2, 3, dan wanita usia subur. Penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi: diphteri, pertusis, tetanus, tuberkulosis, hepatitis B, poliomyelitis, dan
campak. Sistem kekebalan tubuh terdiri dari kekebalan aktif dan pasif.

Malaria pada anak khususnya di bawah umur lima tahun menimbulkan berbagai
dampak terhadap kesehatan anak yang akan mempengaruhi pula terhadap pertumbuhan
dan perkembangan anak. Apabila tidak terdeteksi dini dan terlambat ditangani akan
berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak.

Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011) adalah sebagai infestasi satu atau
lebih cacing parasit usus yang terdiri dari golongan nematoda usus. Gejala kecacingan
biasanya tidak terlalu jelas, akan tetapi yang paling sering adalah sakit perut. Infeksi
cacing gelang yang berat dapat menyebabkan penyumbatan usus dan gangguan
pertumbuhan pada anak – anak.

Infeksi jamur, Scabies disebabkan oleh tungau sarcoptes scabei. Infrestasi tungau ini
mudah menyebar ini mudah menyebar dari orang ke orang melalui kontak fisik dan sering
menyerang seluruh penghuni dalam satu rumah tungau ini ukurannya cukup besar
sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang dan sering menular diantara orang orang
yang tidur bersama.
Daftar Pustaka

Imunisasi:
 http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Keperawatan-
Anak-Komprehensif.pdf
 http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/10/03Buku-Ajar-
Imunisasi-06-10-2015-small.pdf
 https://www.kompasiana.com/kataya/565825791dafbd63088ed3a2/jadwal-imunisasi-
bayi-0-bulan-sampai-remaja-18-tahun

Malaria:
 http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/vektorp/article/viewFile/5796/4555
 https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1302116017-3-BAB%202.pdf
 https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/bukusaku_malaria.pdf
 https://www.academia.edu/6058471/MAKALAH_seminar_Malaria

Infeksi Cacing:
 file:///D:/M%20a%20w%20a%20d%20d%20a%20h/Downloads/389-Article
%20Text-3078-1-10-20180905.pdf
 http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/4418/2/BAB%20II.pdf
 http://repository.unimus.ac.id/2382/3/BABII.pdf
 https://www.alodokter.com/kenali-penyebab-lalu-cegah-penyakit-cacingan
 https://www.klikdokter.com/penyakit/cacingan

Infeksi Jamur:
 https://www.alodokter.com/gejala-dan-pengobatan-scabies-pada-anak
 http://repository.poltekkessmg.ac.id/repository/BAB%20II
%20P1337420517021.pdf
 https://id.theasianparent.com/infeksi-jamur-pada-anak

Anda mungkin juga menyukai