Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MALARIA, CACINGAN, INFEKSI JAMUR, IMUNISASI

SITTI NURJANNAH
PO713201191042
2A

MATA KULIAH : KEPERAWATAN ANAK

DOSEN : HJ. NINGSIH JAYA,SKM.,S.Kep.,M.Kes

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN/PRODI D.III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkah, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Makalah
Malaria, Cacingan, Infeksi Jamur, dan Imunisasi”.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ini.
Harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................5

B. Rumusan Masalah...........................................................................5

C. Tujuan Penulisan.............................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. MALARIA

a. Defenisi ....................................................................................7

b. Anatomi Fisiologi Sel Darah ...................................................7

c. Etiologi .....................................................................................7

d. Patofisiologi .............................................................................8

e. Manifestasi Klinik ....................................................................9

f. Test Diagnostik ........................................................................14

g. Penatalaksanaan Klinik ............................................................16

h. Komplikasi ...............................................................................17

B. CACINGAN

a. Defenisi ....................................................................................18

b. Etiologi .....................................................................................18
c. Patofisiologi .............................................................................19

d. Manifestasi Klinik ....................................................................20

e. Pemeriksaan Penunjang ...........................................................20

f. Pengobatan ...............................................................................20

g. Pencegahan ..............................................................................21

h. Komplikasi ...............................................................................21

C. INFEKSI JAMUR

a. Defenisi ....................................................................................22

b. Gejala Infeksi Jamur ................................................................22

c. Penyebab Infeksi Jamur ...........................................................22

D. IMUNISASI

a. Defenisi ....................................................................................26

b. Tujuan Imunisasi ......................................................................26

c. Macam-Macam Imunisasi ........................................................26

d. Jenis-Jenis Imunisasi ................................................................27

e. Mekanisme Imunisasi Dalam Proses Pencegahan Penyakit ....28

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................29

B. Saran.................................................................................................30

C. DAFTAR PUSTAKA..........................................................................31
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan terutama Bayi dan
anak, maka di perlukan upaya kesehatan seperti peningkatan terhadap upaya
pencegahan suatu penyakit dan peningkatan terhadap pelayanan pengobatan.untuk
memenuhi tujuan tersebut pemerintah harus memberikan pelayanan yang terbaik.

Untuk mewujudkan peningkatan derajat kesehatan Bayi dan anak ini perlu
adanya sumber daya manusia yaitu tenaga kesehatan misalnya
dokter,bidan,perawat dan dsb yang profesional. Sarana dan prasarana yang
memadai dan alat-alat yang tersedia sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk
pelayanan kesehatannya.apabila dari komponen di atas kurang maka pelayanan
kesehatan yang di berikan akan kurang berkualitas.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Definsi Malaria?
2. Bagaimana Anatomi Fisiologi Sel Darah?
3. Bagaimana Etiologi malaria?
4. Bagaimana Patofisiologi malaria?
5. Bagaimana Manifestasi klinik malaria?
6. Apa saja Test Diagnostik malaria?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Medis malaria?
8. Apa saja Komplikasi malaria?
9. Apa Definisi Cacingan?
10. Apa saja Penyebab cacingan?
11. Bagaimana Patofisiologi cacingan?
12. Bagaimana Manifestasi Klinis cacingan?
13. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang cacingan?
14. Bagaimana Pengobatan pada cacingan?
15. Bagaimana Pencegahan pada cacingan?
16. Apa saja Komplikasi dari cacingan?
17. Apa Definisi infeksi jamur?
18. Bagaimana Gejala Infeksi Jamur?
19. Apa Penyebab Infeksi Jamur?
20. Apa Definisi imunisasi?
21. Apa Tujuan imunisasi?
22. Apa saja Macam_Macam dari Imunisasi?
23. Apa saja Jenis-Jenis Imunisasi?
24. Bagaimana Mekanisme Imunisasi Dalam Proses Pencegahan Penyakit?

C. TUJUAN MASALAH

1. Ingin mengetahui Definsi Malaria?


2. Ingin mengetahui Anatomi Fisiologi Sel Darah?
3. Ingin mengetahui Etiologi malaria?
4. Ingin mengetahui Patofisiologi malaria?
5. Ingin mengetahui Manifestasi klinik malaria?
6. Ingin mengetahui Test Diagnostik malaria?
7. Ingin mengetahui Penatalaksanaan Medis malaria?
8. Ingin mengetahui Komplikasi malaria?
9. Ingin mengetahui Definisi Cacingan?
10. Ingin mengetahui Penyebab cacingan?
11. Ingin mengetahui Patofisiologi cacingan?
12. Ingin mengetahui Manifestasi Klinis cacingan?
13. Ingin mengetahui Pemeriksaan Penunjang cacingan?
14. Ingin mengetahui Pengobatan pada cacingan?
15. Ingin mengetahui Pencegahan pada cacingan?
16. Ingin mengetahui Komplikasi dari cacingan?
17. Ingin mengetahui Definisi infeksi jamur?
18. Ingin mengetahui Gejala Infeksi Jamur?
19. Ingin mengetahui Penyebab Infeksi Jamur?
20. Ingin mengetahui Definisi imunisasi?
21. Ingin mengetahui Tujuan imunisasi?
22. Ingin mengetahui Macam_Macam dari Imunisasi?
23. Ingin mengetahui Jenis-Jenis Imunisasi?
24. Ingin mengetahui Mekanisme Imunisasi Dalam Proses Pencegahan Penyakit?
BAB II
PEMBAHASAN

A. MALARIA
a. Definisi
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang
disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam,
anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh
suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air
liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat
intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan
oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay &
Raharja, 2000).

b. Anatomi Fisiologi Sel Darah


Darah adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut
oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai
jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan
mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.

c. Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat
menyebabkan infeksi yaitu :
1. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan
menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
2. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai
perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan
dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
3. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria
quartana/malariae (demam tiap hari empat).
4. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat,
diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi
yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan,
menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan
spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari,
Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium
falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

d. Patofisiologi
Patofisiologi pada malaria masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai
macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan patofisiologi pada
malaria terutama mungkin berhubungan dengan gangguan aliran darah
setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada
endothelium kapiler. Perubahan ini cepat reversibel pada mereka yang dapat
tetap hidup. Peran beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi
mungkin terlibat dalam patogenesis demam dan peradangan. Skizogoni ekso-
eritrositik mungkin dapat menyebabkan reaksi leukosit dan fagosit, sedangkan
sprozoit dan gametosit tidak menimbulkan perubahan patofisiologik.(9,13)

Patofisiologi malaria adalah multifaktoral dan mungkin berhubungan


dengan hal-hal sebagai berikut :
Penghancuran eritrosit. Eritrosit dihancurkan tidak saja oleh pecahnya
eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosis yang
mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga
menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intravaskular
yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat
mengakibatkan gagal ginjal.

Mediator endotoksin makrofag. Pada saat skizogoni, eritrosit yang


mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk
melepaskan berbagai mediator yang rupanya menyebabkan perubahan
patofisiologi yang berhubungan dengan malaria. Endotoksin tidak terdapat pada
parasit malaria, mungkin asalnya dari rongga saluran pencernaan dan parasit
malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF). TNF adalah
suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan
demam, hipoglikemia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa
(ARDS = Adult Respiratory Disease Sindrom) dengan sekuestrasi sel neutrofil
dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan P. falciparum in
vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada
endothelium kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria
falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas, hipoglikemia,
hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi dengan
stadium lanjut P. falciparum dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada
permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi
dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang
mengandung P. falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam organ
tubuh, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi organ tubuh, bukan di
sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endotelium kapiler
darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler dalam
organ tubuh.

Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor


(menjadi lebih permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.
Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein
kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut.

e. Manifestasi klinik
Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain :
- Malaria tertian
Disebabkan oleh plasmodium vivax. Serangan pertama dimulai dengan sindrom
prodormal berupa: sakit kepala, sakit punggung, mual, malaise umum. Demam
tidak teratur pada 2-4 hari pertama, tetapi kemudian menjadi intermitten
dengan perbedaan yang nyata pada pagi dan sore hari, dimana suhu meninggi
kemudian turun menjadi normal.
- Malaria quartana atau Malaria malariae
Disebabkan oleh plasmodium malariae. Serangan demam lebih teratur dan
terjadi pada sore hari. Perjalanan penyakitnya tidak terlalu berat
- Malaria tropika atau Malaria serebral
Disebabkan oleh plasmodium falciparum. Penyakit ini merupakan spesies yang
paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat.
Demam tidak teratur, disertai gejala terkenanya otak, koma, dan kematian
mendadak.
- Malaria ovale
Disebabkan oleh plasmodium ovale. Gejalanya mirip dengan malaria vivax,
serangannya sama hebat tetapi penyembuhannya sering secara spontan dan
relapsnya lebih jarang.

Perjalanan penyakit malaria terdapat serangan demam yang disertai oleh gejala
lain diselingi oleh periode bebas penyakit. Gejala khas demamnya adalah
periodisitasnya masa tunas intrinsik pada malaria adalah waktu antara
sporozoit masuk dalam badan hospes sampai timbulnya gejala demam, biasanya
berlangsung antara 8-38 hari, tergantung pada spesies parasit. (terpendek untuk
P. Falciparum, terpanjang untuk P. malariae), pada beratnya infeksi dan pada
pengobatan sebelumnya atau derajat resistensi hospes. Disamping itu juga
tergantung pada cara infeksi, yang mungkin disebabkan oleh tusukan nyamuk
atau secara induksi, misalnya melalui transfusi darah yang mengandung stadium
aseksual.

Masa prepaten berlangsung sejak saat infeksi sampai ditemukan parasit malaria
dalam darah untuk pertama kali, karena jumlah parasit telah melewati ambang
mikroskopik (Microscopic threshold).

Periode laten klinis, yaitu bila infeksi malaria tidak menunjukkan gejala diantara
serangan pertama dan relaps, walaupun mungkin ada parasitemia dan gejala
lain seperti splenomegali. Periode laten parasit terjadi bila parasit tidak dapat
ditemukan dalam darah tepi, tetapi stadium ekso-eritrosit masih bertahan dalam
jaringan hati.

Demam. Pada infeksi malaria, demam secara periodik berhubungan dengan


waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk
dalam aliran darah (sporulasi). Pada malaria vivax dan ovale (tersiana), skizon
setiap Brood (kelompok) menjadi matang setiap 48 jam sehingga periodisitas
demamnya bersifat tersiana. Pada malaria kuartana yang disebabkan oleh P.
malariae hal ini terjadi dengan interval 72 jam. Masa tunas intrinsik parasit
malaria yang ditularkan oleh nyamuk kepada manusia adalah 12 hari untuk
malaria falciparum, 13-17 hari untuk malaria vivax dan ovale dan 28-30 hari
untuk malaria malariae (terlama). Masa tunas intrinsik berakhir dengan
timbulnya serangan demam pertama (first attack).

Serangan demam yang khas terdiri 3 stadium :


a. Stadium frigonia (menggigil)
Dimulai dengan perasaan dingin sekali, sehingga menggigil. Penderita
menutupi badannya dengan baju tebal dan dengan selimut. Nadinya cepat,
tetapi lemah, bibir dan jari-jari tangannya menjadi biru, kulitnya kering dan
pucat. Kadang-kadang disertai dengan muntah. Pada anak sering disertai
kajang-kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.

b. Stadium akme (puncak demam)


Dimulai pada saat perasaan dingin sekali berulang menjadi panas sekali.
Muka menjadi merah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit
kepala makin hebat. Biasanya ada mual dan muntah, nadi penuh dan
berdenyut keras. Perasaan haus sekali pada saat suhu naik sampai 41°C
(106°F) atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2-6 jam.

c. Stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun)


Dimulai dengan penderita berkeringat banyak sehingga tempat tidurnya
basah, suhu turun dengan cepat kadang-kadang sampai di bawah ambang
normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak dan waktu bangun, merasa
lemas tetapi sehat. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.

Tiap serangan terdiri atas beberapa serangan demam yang timbulnya secara
periodik, bersamaan dengan sporulasi (sinkron). Timbulnya demam juga
bergantung kepada jumlah parasit (pyrogenic level, fever threshold). Berat
infeksi pada seseorang ditentukan dengan hitung parasit (parasit count)
pada sediaan darah. Demam biasanya bersifat intermitten (febris
intermitens), dapat juga remiten (febris remittens) atau terus menerus
(febris kontinous).(7,8,11)

Serangan demam malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal, yaitu:


sakit kepala, tidak nafsu makan, kadang-kadang disertai dengan mual dan
muntah diikuti dengan masa bebas gejala dimana penderita merasa sehat
seperti sediakala, namun setelah beberapa hari gejala-gejala seperti di atas
akan berulang kembali, demikian seterusnya berulang-ulang. Serangan ini
makin lama makin berkurang beratnya karena tubuh menyesuaikan diri
dengan adanya parasit dalam badan dan karena adanya respon imun hospes.

Serangan demam berbeda-beda sesuai dengan spesies penyebab penyakit


malaria ini. Serangan demam yang khas ini sering dimulai pada siang hari
dan berlangsung 8-12 jam setelah itu terjadi stadium apireksia. Gejala infeksi
yang timbul kembali setelah serangan pertama disebut Relaps.

Relaps dapat bersifat :


a. Rekrudensi (short term relapse)
Yaitu timbul karena parasit malaria dalam eritrosit menjadi banyak.
Timbul 8 minggu setelah penyakit sembuh.

b. Rekurensi (long term relapse)


Karena parasit siklus ekso-eritrosit masuk ke dalam darah dan menjadi
banyak. Biasanya timbul kira-kira 6 bulan (24 minggu) atau lebih setelah
sembuh.
Splenomegali. Pembesaran limpa merupakan gejala klinis terutama pada
malaria menahun. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh
kongesti, tetapi kemudian limpa berubah berwarna hitam karena pigmen
yang ditimbun dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler
dan sinosoid. Eritrosit yang tampaknya normal dan yang mengandung
parasit dan butir-butir hemozin tampak dalam histiosit di pulpa dan sel
epitel sinusoid. Pigmen tampak bebas atau dalam sel fagosit raksasa
hiperplasia, sinus melebar dan kadang-kadang trombus dalam kapiler
dan fokus nekrosis tampak dalam pulpa limpa. Pada malaria menahun
jaringan ikat makin bertambah sehingga konsistensi limpa menjadi keras.

Anemia. Pada malaria terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada


spesies parasit yang menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas
pada malaria falciparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan
hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia pada malaria adalah
hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar
hemoglobin turun secara mendadak.

Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :


1. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak
mengandung parasit terjadi di dalam limpa, dalam hal ini faktor auto
imun memegang peranan.
2. Reduced survival time, eritrosit normal yang tidak mengandung
parasit tidak dapat hidup lama.
3. Diseritropoesis, bagian dalam pembentukan eritrosit karena depresi
eritropoesis dalam sumsum tulang; retikulosit tidak dilepaskan dalam
peredaran perifer.
4. Derajat fagositis RES meningkat, sehingga akibatnya banyak eritrosit
yang hancur.

Sumbatan-sumbatan pada pembuluih kapiler darah dapat


menyebabkan kerusakan organ yang sangat sensitif terhadap
kekurangan suplai darah, seperti otak dan sebagainya. Pada malaria
berat, gejala dapat memperlihatkan adanya gangguan kesadaran,
kejang-kejang, diare sampai kehilangan kesadaran.

Malaria pada anak-anak. Anak-anak penderita malaria dapat dibagi


dalam 2 kelompok, yaitu mereka yang sebelumnya tanpa kontak
(dimana tidak ada atau sedikit imunitas terhadap penyakit dan akan
mengalami sakit berat kecuali diobati), dan anak-anak dengan infeksi-
infeksi malaria berulang sejak lahir yang dapat bertahan pada awal
masa kanak-kanak dan mencapai derajat toleransi tinggi pada sekitar
usia 10 tahun, meskipun pertumbuhan dan perkembangannya dapat
mengalami gangguan.

Pada anak-anak yang tidak imun, tanda-tanda klinis biasanya tampak


8-15 hari setelah infeksi. Dapat diobservasi adanya perubahan-
perubahan tingkah laku seperti perasaan sedih, anoreksia, menangis
tidak sebagaimana biasanya, perasaan mengantuk secara lambat,
kemungkinan demam tidak ditemukan atau meningkat secara lambat
selama 1-2 hari atau awitan dapat mendadak dengan peningkatan
suhu tubuh hingga 40 °C (105° F) atau lebih tinggi dengan atau tanpa
gejala menggigil prodromal. Paroksismal demam dapat demikian
pendek atau dapat berlangsung selama 2-12 jam. Pola karakteristik
biasanya tidak jelas pada anak kurang dari 5 tahun. Keluhan-
keluhannya terdapat nyeri kepala, mual, muntah, nyeri umum
terutama punggung serta kadang-kadang nyeri pada abdomen jika
limpa membesar dengan cepat serta nyeri tekan.

Pada infeksi-infeksi vivax dan kuartana yang didominasi oleh satu


brood, demam merupakan manifestasi karakteristik yang terjadi
dalam interval 48 jam pada keadaan pertama dan 72 jam pada
keadaan terakhir. Bila terjadi kejang, maka biasanya akan mereda jika
demam turun. Tidak jarang, terjadi lesi-lesi herpes pada mulut. Hitung
jenis eritrosit dan kadar hemoglobin dapat menurun dengan cepat;
leukopenia bervariasi tetapi monositosis sering terjadi.

Pada infeksi-infeksi falciparum, demam kurang karakteristik bahkan


dapat terus menerus, dapat ditutupi oleh manifestasi berat yang
berkaitan dengan sistem otak, paru, usus atau saluran kemih.
Penyulit-penyulit otak dibuktikan dengan adanya kejang atau koma
dan cairan serebrospinal normal (kecuali dibarengi pula oleh infeksi
bakteri atau virus pada SSP). Mual dan muntah yang menetap, hati
yang membesar dan keras, dan ikterus progresif dapat berlanjut
menjadi kegagalan hati. Terjadi diare berat atau kadang-kadang dapat
menyerupai tanda-tanda appendisitis akut.

Limpa umumnya lebih membesar pada infeksi P. vivax daripada


infeksi P. falciparum, kemungkinan terjadi perisplenitis, infark dan
bahkan ruptura limpa dan setelah serangan-serangan berulang, limpa
dapat menjadi sangat besar dan keras. “Splenomegali Idiopatis” (yang
disebut sebagai penyakit limpa besar di Afrika) merupakan respon
imun yang abnormal terhadap P. malariae. Pada anak-anak yang
mengalami malnutrisi di negara-negara berkembang, pembesaran
limpa disertai infiltrasi sinusoid-sinusoid hati dan peningkatan titer
antibodi fluoresen malaria dengan atau tanpa parasitemia.

f. Test Diagnostik
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada
manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya
parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang
dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan
mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey
epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis
definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium
dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil
negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan
pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.

Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar


mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai
100%).
1. Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode demam
memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam
sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan
identifikasi spesies parasit.
2. Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger
prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5
mikro liter untuk sedian tipis.
3. Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies
plasmodium yang tepat.
4. Identifikasi spesies plasmodium
5. Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium
dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.

b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)


Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat
mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium.
QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler
dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak
dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen
hitung parasit.

c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik
terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau
eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama
menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.

d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/
plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap
yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak
DNA.

g. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan malaria menurut keperluannya dibagi menjadi pencegahan bila obat
diberikan sebelum infeksi terjadi, pengobatan supresif bila obat diberikan untuk
mencegah timbulnya gejala klinis, pengobatan kuratif untuk pengobatan infeksi
yang sudah terjadi terdiri dari serangan akut dan radikal, dan pengobatan untuk
mencegah transmisi atau penularan bila obat digunakan terhadap gametosit dalam
darah

Program pemberantasan malaria dikenal 3 cara pengobatan, yaitu :


1. Pengobatan presumtif dengan pemberian skizontisida dosis tunggal untuk
mengurangi gejala klinis malaria dan mencegah penyebaran
2. Pengobatan radikal diberikan untuk malaria yang menimbulkan relaps jangka
panjang
3. Pengobatan massal digunakan pada setiap penduduk di daerah endemis malaria
secara teratur. Saat ini pengobatan massal hanya di berikan pada saat terjadi
wabah.

Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain (11,15) :


1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu
proguanil, pirimetamin
2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritroit, yaitu
primakuin
3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin,
dan amodiakuin
4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid
yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, P.ovale,
adalah kina, klorokuin, dan amidokuin
5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan
sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.

Terapi Non Farmakologi


The Center for disease Control and Prevention (CDC) merekomendasikan hal
berikut untuk membantu mencegah merebaknya malaria:
- Semprotkan atau gunakan obat pembasmi nyamuk di sekitar tempat tidur
- Gunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar
- Atau bisa menggunkan kelambu di atas tempat tidur, untuk menghalangi
nyamuk mendekat
- Jangan biarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng atau tempat
lain yang bisa menjadi sarang nyamuk.

h. Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada penyakit malaria adalah :
a. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%)
bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai
secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk
disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat
fokal atau menyeluruh.

b. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3
mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai
50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran
darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi
penurunan filtrasi pada glomerulus.

c. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan.
Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang
menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult
Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
d. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun

B. CACINGAN
a. Definisi
Askariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi cacing Ascaris
Lumbricoides atau cacing gelang (Noer, 1996: 513). Hal senada juga terdapat
dalam Kamus Kedokteran (Ramali, 1997: 26).
Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui.
Diperkirakan prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.
Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di
negara berkembang dimana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja manusia
atau penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto, 2005).
Dilihat dari uraian diatas jelas negara Indonesia adalah salah satu negara
yang berisiko tinggi adanya kasus ascariasis ini.
Menurut Behrman (1999), infeksi paling sering terjadi pada anak pra
sekolah atau anak umur sekolah awal, dan jumlah kasus terbesar pada negara-
negara yang memiliki iklim yang lebih panas. Meskipun demikian, ada sekitar 4
juta individu yang terinfeksi terutama anak, di Amerika Utara.

b. Penyebab
Penyebab dari Ascariasis adalah Ascaris Lumbricoides. Ascaris termasuk
Genus Parasit usus dari kelas Nematoda: Ascaris Lumbricoides: cacing gelang
(Garcia, 1996: 138). Menurut Reisberrg (1994: 339) ascaris adalah cacing gilig
usus terbesar dengan cacing betina dengan ukuran panjang 20-35 cm dan jantan
dewasa 15-35 cm. Rata-rata jangka hidup cacing dewasa sekitar 6 bulan.

Ascaris lumbricoides
STADIUM
 DEWASA
Di lumen usus halus –> migrasi ke lambung, saluran empedu, appendiks –
> keluar bersama tinja
Bolus –> menyumbat usus –> menembus dinding usus –> PERITONITIS
 TELUR
Di luar tubuh resisten terhadap kebanyakan zat kimia (mati) –> sinar
matahari langsung, panas > 80 C –> makanan / minuman –> lambung –>
Duodenum, jejunum bagian atas
 LARVA
Dinding usus –> sistim porta/limfe –> paru –> alveoli –> trachea –>
epiglottis –> esophagus –>lambung –>usus halus –> duodenum (2-3
bulan)

c. Patofisiologi
Telur Askaris yang infektif di dalam tanah tertelan lewat makanan yang
terkontaminasi, Masuk ke lambung dan duodenum kemudian menetas, Larva
menembus dinding usus, Via sirkulasi portal ke jantung kanan, Sirkulasi
pulmonal ke paru-paru Melepas antigen askaris Reaksi alergi, Tembus kapiler
masuk alveoli dan bronchi, Pelepasan histamin.
Secara ascenden ke trakhea, faring, epiglottis, esofagus peningkatan
permiabilitas kapiler dan sensasi gatal

d. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Soegijanto (2005), tergantung pada intensitas
infeksi dan organ yang terlibat. Pada sebagian besar penderita dengan infeksi
rendah sampai dengan gejalanya asymtomatis. Gejala klinis paling sering
ditemui berkaitan dengan penyakit paru atau sumbatan pada usus atau saluran
empedu. Ascaris dapat menyebabkan Pulmonari ascariasis ketika memasuki
alveoli dan bermigrasi ke bronki dan trakea. Manifestasi pada paru mirip dengan
Syndrom Loffler dengan gejala infiltrat paru sementara. Tanda-tanda yang paling
khas adalah batuk, spuntum bercak darah, dan eosinofilia. Tanda lain adalah
sesak.
Cacing dewasa dapat menimbulkan penyakit dengan menyumbat usus
atau cabang-cabang saluran empedu sehingga mempengaruhi nutrisi hospes.
Cacing dewasa akan memakan sari makanan hasil pencernaan host. Anak-anak
terinfeksi yang memiliki pola makan yang tidak baik dapat mengalami
kekurangan protein, kalori, atau vitamin A, yang akhirnya akan mengalami
pertumbuhan lambat.
Adanya cacing dalam usus halus menyebabkan keluhan tidak jelas seperti
nyeri perut, dan kembung. Obstruksi usus juga dapat terjadi walaupun jarang
yang dikarenakan oleh massa cacing pada anak yang terinfeksi berat, insiden
puncak terjadi pada umur 1-6 tahun. Mulainya biasanya mendadak dengan nyeri
perut kolik berat dan muntah, yang dapat berbercak empedu ; gejala ini dapat
memburuk dengan cepat dan menyertai perjalanan yang serupa dengan
obstruksi usus akut dengan etiologi lain. Migrasi cacing Ascaris ke saluran
empedu telah dilaporkan, terutama yang terjadi di Filiphina dan Cina;
kemungkinan keadaan ini bertambah pada anak yang terinfeksi berat.mulainya
adalah akut dengan nyeri kolik perut, nausea, muntah, dan demam. Ikterus
jarang ditemukan (Berhman, 1999).

e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium merupakan diagnosa pasti dari askariasis.
Diagnosa askariasis ditegakkan dengan pemeriksaan feses pasien dimana
dijumpai telur cacing askaris. Setiap satu ekor cacing askaris mampu
memproduksi jumlah telur yang banyak, sehingga biasanya pada pemeriksaan
pertama bisa langsung ditemui.
Saat cacing bermigrasi masuk ke paru biasanya berhubungan dengan
eosinophilia dan ditemui gambaran infitrat pada foto dada. Bahkan pada kasus
obstruksi tidak jarang diperlukan foto polos abdomen, USG atau pemeriksaan
lainnya.
Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan Ascaris dewasa atau
telur Ascaris pada pemeriksaan tinja.

f. Pengobatan
1. Pada anak dengan infeksi berat garam piperazin (sitrat, adipat, atau fosfat)
diberikan secara oral dengan dosis per hari 50-75 mg/kg selama 2 hari.
Dosis tunggal lebih efektif dari pada regimen 2, dalam mengurangi beban
cacing pada anak yang terinfeksi. Karera piperazin menyebabkan paralisis
neuromuskuler parasit dan pengeluaran cacing relatif cepat , maka obat ini
adalah obat plihan untuk obstruksi usus atau saluran empedu (Berhman,
1999).
2. Obat ascariasis usus tanpa komplikasi dapat digunakan albendazole (400
mg P.O. sekali untuk segala usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk 3 hari
atau 500 mg P.O. sekali untuk segala usia).

g. Pencegahan
Menurut Soegijanto (2005), program pemberian antihelmitik yang
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Memberikan pengobatan ada semua individu pada daerah endemis.
2. Memberikan pengobatan pada kelompok tertentu dengan frekuensi
infeksi tinggi seperti anak-anak sekolah dasar.
3. Memberikan pengobatan pada individu berdasarkan intensitas penyakit
atau infeksi tinggi seperti yang telah lalu.
4. Peningkatan kondisi sanitasi.
5. Menghentikan penggunaan tinja sebagai pupuk.
6. Memberikan pendidikan kesehatan tentang cara-cara pencegahan
ascariasis.
Menurut Berhman (1999), praktek-praktek pencegahan seperti
menghindari pengunaan tinja sebagai pupuk dan menjaga kondisi sanitasi
lingkungan yang baik serta upaya penyediaan fasilitas pembuangan sampah
yang baik adalah cara-cara pencegahan ascariasis yang paling efektif.

h. Komplikasi
Selama larva sedang bermigrasi dapat menyebabkan terjadinya reaksi
alergi yang berat dan pneumonitis, dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya
pneumonia.

C. INFEKSI JAMUR
a. Definisi
Infeksi jamur merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit
ini dapat dialami oleh siapa saja. Namun demikian, individu dengan sistem
kekebalan tubuh lemah lebih berisiko terserang infeksi jamur. Misalnya,
penderita HIV/AIDS, pasien kemoterapi, serta pasien pasca transplantasi organ.
Jamur adalah organisme yang dapat hidup secara alami di tanah atau
tumbuhan. Bahkan jamur bisa hidup di kulit manusia. Meskipun normalnya tidak
berbahaya, namun beberapa jamur dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
serius.

b. Gejala Infeksi Jamur

Gejala infeksi jamur sangat beragam, tergantung bagian tubuh yang terinfeksi,
yang meliputi:

 Bintik merah atau ungu di kulit


 Muncul ruam kulit
 Kulit pecah-pecah
 Luka melepuh atau bernanah
 Gatal-gatal
 Rasa sakit di bagian yang terinfeksi
 Pembengkakan di area yang terinfeksi
 Batuk disertai darah atau lendir
 Sesak napas
 Demam
 Penglihatan kabur
 Mata merah dan sensitif pada cahaya
 Air mata keluar berlebihan
 Sakit kepala
 Hidung tersumbat
 Mual dan muntah
c. Penyebab Infeksi Jamur
Penyebab infeksi jamur atau mikosis tergantung kepada jenis infeksi itu sendiri.
Di bawah ini akan dijelaskan beberapa jenis infeksi jamur, penyebabnya, serta
faktor risiko yang menyertainya.
1. Candidiasis
Candidiasis disebabkan oleh infeksi jamur Candida. Pada kondisi
normal, jamur tersebut hidup secara alami di permukaan kulit. Namun bila
perkembangannya tidak terkendali, jamur tersebut akan menyebabkan
infeksi. Salah satu penyebab tumbuh suburnya jamur ini adalah efek samping
antibiotik.
Perkembangan jamur Candida yang tidak terkendali dapat dipicu oleh
sejumlah hal, antara lain kurangnya kebersihan diri, mengenakan pakaian
ketat, iklim yang hangat, serta kondisi kulit yang lembap atau tidak
dikeringkan dengan benar.
2. Infeksi Candida auris
Seperti namanya, infeksi ini disebabkan oleh jamur Candida auris.
Berbeda dari jamur Candida lain, Candida auris kebal terhadap obat anti
jamur yang biasa digunakan untuk mengobati candidiasis. Di samping itu,
jenis jamur ini juga dapat menyebabkan kematian pada sebagian besar
penderitanya.
Candida auris menyebar dari orang ke orang, melalui pemakaian
bersama pada peralatan yang terkontaminasi.
3. Kurap
Kurap disebabkan oleh jenis jamur yang hidup di tanah,
yaitu epidermophyton, microsporum, dan trichophyton. Seseorang bisa
terinfeksi bila menyentuh tanah yang terkontaminasi jamur tersebut.
Penyebaran dapat terjadi antara hewan ke manusia, atau dari manusia ke
manusia.
4. Infeksi jamur kuku
Infeksi jamur kuku terjadi ketika terdapat jamur di kuku yang tumbuh
tidak terkendali. Jenis jamur penyebab infeksi jamur kuku sama dengan
jamur penyebab kurap. Infeksi jamur ini juga bisa terjadi pada tangan (tinea
manun).
Meskipun dapat terjadi pada siapa saja, risiko infeksi jamur kuku
lebih tinggi pada penderita diabetes, lansia di atas 65 tahun, pengguna kuku
palsu, orang yang mengalami cedera kuku, dan individu dengan kekebalan
tubuh lemah.

5. Aspergillosis
Aspergillosis disebabkan oleh perpaduan antara sistem kekebalan
tubuh yang lemah dan paparan jamur Aspergillus. Jamur ini dapat ditemukan
di tumpukan kompos, tumpukan gandum, dan sayuran yang membusuk.
Selain pada individu dengan sistem kekebalan tubuh lemah (misalnya
kondisi sel darah putih rendah atau sedang mengonsumsi obat kortikosroid,
risiko aspergillosis lebih tinggi pada penderita asma atau cystic fibrosis.
6. Infeksi jamur mata
Infeksi jamur mata adalah kondisi yang jarang, namun tergolong
serius. Infeksi jamur mata paling sering disebabkan oleh
jamur Fusarium yang hidup di pohon atau tanaman. Jamur Fusarium bisa
masuk ke mata bila mata tidak sengaja tergores bagian tanaman tersebut.
Selain akibat cedera mata, infeksi jamur mata dapat terjadi pada
pasien yang menjalani operasi katarak atau transplantasi kornea. Pada kasus
yang jarang, infeksi jamur mata juga terjadi akibat penggunaan obat tetes
mata atau cairan pembersih lensa kontak yang sudah terkontaminasi, serta
pengobatan dengan suntikan kortikosteroid pada mata.
7. Pneumocystis pneumonia (PCP)
PCP disebabkan oleh jamur Pneumocystis jirovecii, yang menyebar
melalui udara. PCP menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh
lemah, seperti penderita HIV/AIDS, atau pada pasien pasca menjalani
transplantasi organ dan obat imunosupresif.
8. Cryptococcus neoformans
Infeksi ini disebabkan oleh jamur Cryptococcus neoformans. Spora
jamur tersebut dapat terhirup secara tidak sengaja, namun tidak
menyebabkan infeksi. Hanya saja, individu dengan kekebalan tubuh lemah
berisiko tinggi terinfeksi jamur ini.
9. Histoplasmosis
Histoplasis disebabkan oleh jamur Histoplasma. Jamur ini dapat
ditemukan di tanah yang terpapar kotoran burung atau kelelawar. Infeksi
terjadi ketika spora jamur di tanah terhirup dan masuk ke saluran
pernapasan.
Setiap orang dapat terjangkit histoplasmosis. Akan tetapi, infeksi ini
lebih rentan terjadi pada petani, peternak, penjelajah gua, pekerja
konstruksi, dan petugas pengendali hama.
10. Mucormycosis
Mucormycosis terjadi akibat menghirup spora jamur
golongan Mucorales secara tidak sengaja. Infeksi juga dapat terjadi bila luka
terbuka di kulit terpapar jamur ini.
Jamur Mucorales bisa ditemukan di daun, kayu, tanah, atau di
tumpukan kompos. Namun walaupun jamur ini terdapat di alam, bukan
berarti infeksi pasti terjadi pada setiap orang yang terpapar spora jamur.
Infeksi lebih berisiko terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh
lemah, seperti penderita kanker dan diabetes.
11. Sporotrichosis
Sporotrichosis disebabkan oleh jamur Sporothrix yang banyak
ditemukan di tanah atau tanaman. Infeksi terjadi ketika spora jamur masuk
ke tubuh melalui sentuhan, terutama melalui luka terbuka di kulit. Meskipun
sangat jarang, infeksi juga dapat terjadi bila menghirup spora jamur secara
tidak sengaja.
Beberapa orang dengan jenis pekerjaan tertentu lebih berisiko
terserang infeksi sporotrichosis, misalnya tukang kebun, petani, dan pasien
yang sedang menjalani terapi imunosupresif.
12. Talaromycosis
Talaromycosis disebabkan oleh jamur Talaromyces marneffei. Sama
seperti beberapa jenis infeksi jamur lain, talaromycosis umumnya menyerang
orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah.

D. IMUNISASI
a. Definisi
Imunisasi adalah suatu prosese untuk membuat sistem pertahanan tubuh
kebal terhadap infasi mikroorganisme (bakteri dan virus). Yang dapat
menyebabkan infeksi sebelum mikroorganisme tersebut memiliki
kesempatan untuk menyerang tubuh kita. Dengan imunisasi tubuh kita akan
terlindungi dari infeksi begitu pula orang lain. Karena tidak tertular dari kita.
b. Tujuan imunisasi.
Tujuan dari imunisasi adalah untuk menguranggi angka penderitaan suatu
penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan
kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat  di hindari
dengan imunisasi yaitu :

 Hepatitis.
 Campak.
 Polio.
 Difteri.
 Tetanus.
 Batuk Rejan.
 Gondongan
 Cacar air
 TBC
c. Macam_Macam Imunisasi.
1. Imunisasi Aktif.
Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seorang karena tubuh yang secara
aktif membentuk zat antibodi, contohnya: imunisasi polio atau campak .
Imunisasi aktif juga dapat di bagi 2 macam :

 Imunisasi aktif alamiah Adalah kekebalan tubuh yang secara ototmatis


di peroleh sembuh dari suatu penyakit.
 Imunisasi aktif buatan Adalah kekebalan tubuh yang di dapat dari
vaksinasi yang di berikan untuk mendapatkan perlindungan dari sutu
penyakit.

2. Imunisasi Pasif.
Adalah kekebalan tubuh yang di dapat seseorang  yang zat kekebalan
tubuhnya di dapat dari luar.Contohnya Penyuntikan ATC (Anti tetanus
Serum).Pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contah lain adalah:
Terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagi
jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa
kandungan.misalnya antibodi terhadap campak. Imunisasi pasif ini di bagi 
yaitu:

 Imunisai  pasif alamiah Adalah antibodi yang di dapat seorang karena di


turunkan oleh ibu yang merupakan orang tua kandung langsung ketika
berada dalam kandungan.
 Imunisasi pasif buatan. Adalah kekebalan tubuh yang di peroleh karena
suntikan serum untuk mencegah penyakit tertentu.

d. Jenis-Jenis Imunisasi.

1. Imunisai BCG adalah prosuder memasukkan vaksin BCG yang bertujuan 


memberi kekebalan tubuh terhadap kuman mycobakterium tuberculosis
dengan cara menghambat penyebaran kuman.
2. Imunisasi hepatitis B adalah tindakan imunisasi dengan pemberian vaksin
hepatitis B ke tubuh bertujuan memberi kekebalan dari penyakit hepatitis.
3. Imunisasi polio adalah tindakan memberi vaksin poli (dalam bentuk oral)
atau di kenal dengan nama oral polio vaccine (OPV) bertujuan memberi
kekebalan dari penyakit poliomelitis.Imunisasi dapat di berikan empat kali
dengan 4-6 minggu. 
4. Imunisasi DPT adalah merupakan tindakan imunisasi dengan memberi
vaksin DPT (difteri pertusis tetanus) /DT (difteri tetanus) pada anak yang
bertujuan memberi kekebalan dari kuman penyakit difteri,pertusis,dan
tetanus. Pemberian vaksin pertama pada usia 2 bulan dan berikutnya
dengan interval 4-6 minggu. 
5. Imunisasi campak adalah tindakan imunisasi dengan memberi vaksin
campak pada anak yang bertujuan memberi kekebalan dari penyakit
campak. Imunisasi dapat di berikan pada usia 9 bulan secara
subkutan,kemudian ulang dapat diberikan dalam waktu interval 6 bulan
atau lebih setelah suntikan pertama . ( Asuhan neonatus bayi dan balita :
98-101)

e. Mekanisme Imunisasi Dalam Proses Pencegahan Penyakit


Imunisasi bekerja dengan cara merangsang pembentukan antibodi terhadap
organisme tertentu,tanpa menyebabkan seorang sakit terlebih dahulu.vaksin zat
yang di gunakan untuk membentuik imunitas tubuh. Terbuat dari
mikroorganisme ataupun bagian dari mikroorganisme penyebab infeksi yang
telah di matikan atau di lemahkan tidak akan membuat penderita jatuh
sakitvaksin di masukan kedalam tubuh yang biasanya melalui suntikan.

Sistem pertahanan tubuh kemudian akan bereaksi ke dalam vaksin yang di


masukan ke dalam tubuh tersebut sama seperti apabila mikroorganisme
menyerang tubuh dengan cara membentuk antibodi kemudian akan membunuh
vaksin tersebut layaknya membunuh mikroorganisme yang menyerang.

Kemudian antibodi akan terus berada di peredaran darah membentuk imunisasi


ketika suatu saat tubuh di serang oleh mikroorganisme yang sama dengan yang
terdapat di dalam vaksin,maka antibodi akan melindungi tubuh dan mencegah
terjadinya infeksi.

Pada anak yaitu :


Polio,campak,rubella,difteria,batuk rejan,meningitis,cacar air,gondongan,dan
hepatitis B. Sedangkan terdapat 3 jenis vaksinasi yag di berikan pada kelompok
anak-anak ataupun dewasa dengan resiko tinggi menderita infeksi yaitu:
Hepatitis A,Influenza,Pneumon.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium. Yang


ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Dimana, tingkat keparahan malaria
bervariasi berdasarkan spesies plasmodium. Cara penyebarannya pun melalui dua cara,
yaitu melalui sengatan atau gigitan hewan ataupun serangga serta melalui produk darah
(jarum yang tida steril atau darah yang tidak disaring).

Ascariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascariasis lumbricoides atau biasa
disebut dengan cacing gelang. Cacing gelang adalah parasit yang hidup dan berkembang
biak di dalam usus manusia. Ascariasis dapat ditemukan dimana saja, tetapi lebih sering
di wilayah dengan fasilitas kebersihan yang kurang memadai. Ascariasis umunya tida
menimbulkan gejala apapun. Aan tetapi, sebagaian orang yang terinfeksi cacing gelang
mengalami sejumlah gejala. Dimana, penyebab ascariasis terjadi apabila telur cacingi
Ascaris lumbricoides masuk ke dalam tubuh. telur cacing tersebut dapat ditemukan di
tanagh yang terkontaminasi oleh tinja manusia. Oleh karena itu, bahan makanan yang
tumbuh di tanah tersebut, dapat menjadi penyebab ascariasis.

Infeksi jamur pada anak terjadi ketika jamur ini terpapar antibiotik, mengalami
iritasi atau gesekan. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan lingkungan mikroba dalam
tubuh. hingga membuat produksi candida menjadi berlebihan dan menimbulkan infeksi
jamur pada anak.

Imunisasi wajib adalah imunisasi yang wajiib diperoleh anak sebelum usia 1
tahun. Di Indonesia, ada 5 jenis imunisasi yang wajib diberikan pada ana. Masing-masing
jenis imunisasi tersebut perlu diberikan sesuai jadwalnya tersendiri guna memberikan
efek perlindungan yang maksimal terhadap penyakit. Dimana imunisasi merupakan
proses pemberian vaksin pada tubuh seseorang untuk memberikan kekebalan terhadap
penyakit berbehaya yang bisa menyebabkan cacat atau bahkan kematian. Imunisasi wajib
sudah terbukti aman dan bermanfaat untuk mencegah penularan penyakit pada anak
sekaligus mencegahnya menularkan penyakit kepada ana yang lain. Mesi terjangkit
infeksi, anak yang sudah mendapatkan vaksin juga biasanya akan menunjukkan gejala
yang lebih ringan dibandingkan anak yang tida diberikan imunisasi.
B. DAFTAR PUSTAKA

ASKEP MALARIA | Putra Painan (wordpress.com)


Noer, S., 1996, buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Price, S.A., Wilson, L.M., 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, (terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta.
Soetjiningsih, 1999, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta.
Wong, D.L., Eaton, M.H., 2001, Pediatric Nursing, Edisi 6, Mosby, USA

Anda mungkin juga menyukai