Anda di halaman 1dari 9

TUGAS EPIDEMIOLOGI

Perancanaan Sistem Informasi Respon KLB Keracunan Makanan


pada Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkunagan dan
Pengendalian Penyakit Yogyakarta

DOSEN PENGAMPU :

Ega Ersya Urnia, M.Kes

DISUSUN OLEH :

Prameswary Diah Wijayanti

NIM. P07224320099

PROGRAM STUDI SARAJANA TERAPAN

KEBIDANAN DAN PROFESI BIDAN

POLTEKKES KEMENKES KALIMANTAN TIMUR 2023


Judul : Perancangan Sistem Informasi Respon KLB

Keracunan Makanan pada Balai Besar Teknik

Kesehatan Lingkungan dan

Pengendalian Penyakit Yogyakarta

Nama Jurnal : Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Tahun : 2022

Penulis : Pama Rahmadewi

Penyelidikan Epidemiologi Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Makanan

Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB, adalah timbulnya atau

meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara

epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan

yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.

Wabah penyakit menular yang selanjutnya disebut Wabah, adalah kejadian

berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya

meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah

tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka

Penyelidikan epidemiologi adalah penyelidikan yang dilakukan untuk mengenal sifat-

sifat penyebab, sumber dan cara penularan serta faktor yang dapat mempengaruhi

timbulnya wabah.
Keracunan makanan adalah keadaan darurat yang diakibatkan masuknya suatu zat atau

makanan ke dalam tubuh melalui mulut yang mengakibatkan bahaya bagi tubuh

(Junaidi, 2011). Keracunan makanan adalah suatu penyakit yang terjadi setelah

menyantap makanan yang mengandung racun, berasal dari bahan beracun yang

terbentuk akibat pembusukan makanan dan bakteri (Junaidi, 2011). Gejala spesifik dari

keracunan makanan adalah mual muntah, sakit perut, diare, sesak napas, sakit kepala,

kunang-kunang, shock dan meninggal.

Pertolongan pertama keracunan makanan noncorosive agent yang dapat dilakukan

yaitu dengan mengupayakan penderita untuk memuntahkan zat atau 13 makanan yang

telah dikonsumsi penderita. Cara yang bisa dilakukan untuk merangsang muntahan

adalah dengan memberikan minuman susu. Selain itu, cara yang bisa dilakukan adalah

dengan meminum segelas air yang telah dicampur dengan satu sendok teh garam dan

berikan minuman teh pekat (Junaidi, 2011). Pertolongan pertama keracunan makanan

adalah dengan minum air putih yang banyak, pemberian larutan air yang telah

dicampur dengan garam. Pertolongan pertama yang bisa dilakukan adalah dengan

mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare (Hardiman,

2014).

Pada penelitian ini menggunakan metode KLB menggunakan Epidemiologi deskriptif.

Ilmu Epidemiologi deskriptif adalah ilmu yang menggambarkan penyebaran/distribusi

penyakit yang terjadi di masyarakat berdasarkan epidemiologi yang

mempengaruhinya.
Konsep yang terpenting adalah bagaimana menjawab 5W +1H. Hal tersebut mengacu

pada variabel segitiga epidemiologi yaitu :

1. Orang ( Person)

2. Tempat (Place)

3. Waktu (Time)

Pada penelitian ini adalah meneliti KLB keracunan makanan di wilayah DI.

Yogyakarta tahun 2019-2020

Dalam penanganan laporan dugaan kejadian keracunan makanan, Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota terkait akan melaksanakan penyelidikan epidemiologi untuk

mengetahui agen penyebab, gambaran epidemiologi, sumber penyebab, dan cara

penularan. Untuk membuktikan bahwa bahan makanan yang dikonsumsi adalah

penyebab keracunan, harus dilakukan konfirmasi melaui pengujian laboratorium

terhadap contoh uji bahan makanan yang diduga sebagai sumber keracunan. Untuk
identifikasi etiologi KLB Keracunan Makanan diperlukan pemeriksaan terhadap

contoh uji bahan pangan yang diduga sebagai penyebab, muntahan, feces, air kencing,

darah atupun jaringan tubuh lainnya. Contoh uji harus diambil, dikemas, dan dikirim

secara aseptis ke laboratorium dengan cepat dan tepat, dan diupayakan tidak terjadi

perubahan fisik, kimia, dan biologi. Hasil penyelidikan epidemiologi akan digunakan

untuk menentukan penanggulangan dan pencegahan KLB yang efektif (Kementerian

Kesehatan R.I., 2020). Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian

Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta adalah unit pelaksanaan teknis Kemenkes R.I. di

bidang pencegahan dan pengendalian penyakit. Tugas dan fungsi (tusi) utama adalah

peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit serta pengelolaan kedaruratan

kesehatan masyarakat, dengan sasaran strategis meningkatnya pelayanan surveilans

dan laboratorium kesehatan masyarakat. Salah satu indikator yang digunakan adalah

mampu merespon seluruh sinyal KLB/Bencana kurang dari 24 jam. Dalam

melaksanakan tusi ini BBTKLPP Yogyakarta memiliki laboratorium lingkungan dan

laboratorium pengendalian penyakit yang mampu melakukan identifikasi agen

penyebab serta substansi surveilans epidemiologi yang dapat memberikan rekomendasi

penanganan KLB. Tusi tersebut merupakan support system dan berhubungan langsung

dengan dinas kesehatan kabupaten/kota di wilayah layanan yaitu Provinsi Jawa Tengah

dan D.I. Yogyakarta dalam memecahkan masalah pengendalian penyakit, penyehatan

lingkungan, dan kedaruratan kesehatan masyarakat. Tusi dapat dijalankan optimal jika

terbentuk jejaring yang kuat yang didukung sistem informasi untuk menjembatani

komunikasi dengan dinas kesehatan kabupaten/kota di wilayah layanan (BBTKLPP

Yogyakarta, 2022). Di era digital, dimana berbagai aktifitas manusia telah didukung
teknologi canggih, komunikasi merupakan bidang yang berkembang sangat cepat.

Perkembangan ini patut dimanfaatkan untuk mempercepat pola komunikasi di bidang

kesehatan antara fasilitas kesehatan pusat dan daerah. Saat ini layanan respon sinyal

KLB/bencana oleh BBTKLPP Yogyakarta kepada dinas kesehatan kabupaten/kota

dilakukan melalui komunikasi telepon, aplikasi whatsapp, dan email. Komunikasi dan

informasi yang terbentuk belum terstruktur dan terintegrasi dalam suatu sistem yang

baik. Tidak jarang contoh uji yang dikirim tidak dilengkapi data penyelidikan

epidemiologi sehingga tim surveilans BBTKLPP Yogyakarta kesulitan dalam menarik

kesimpulan dan memberikan rekomendasi. Oleh karena itu perlu dirancang sistem

informasi yang dapat digunakan untuk layanan komunikasi, informasi dan manajemen

data dalam respon sinyal KLB/bencana antara lain Sistem Informasi Respon Cepat

KLB Keracunan Makanan.

Sutawijaya (2010) menjabarkan tindakan kegawatdaruratan pada korban keracunan

pangan antara lain:

1. Tindakan untuk menolong jiwa korban

Keadaan korban saat ditemukan, apakah korban sadar, kesadarannya menurun,

atau tidak sadar sama sekali (koma atau shock) atau delirium (rebut) atau malah

kejang-kejang, perlu mendapat prioritas pertama dalam menolong korban.

Apabila koma, maka dalam koma biasanya memberi derajat keracunannya,

apakah korban hanya seperti mengantuk, sopor, sopor rakomatus atau benar-

benar sudah koma. Korban yang dengan koma dan bersuara seperti mendengkur
harus hati-hati karena itu menunjukkan dalamnya koma. Tindakan yang dapat

dilakukan pada keadaan ini adalah:

• Tidurkan terlentang dengan kepala dimiringkan

• Bersihkan jalan nafas, termasuk mulut, hidung dan bagian belakang

mulut dari lender, muntahan, ludah, dan sisa racun kalau ada.

• Kirim segera ke Rumah Sakit sambil terus menolong pernafasannya

dengan nafas buatan kalau perlu. Pengiriman ke rumah sakit sebaiknya

disertai bahan 14 yang dapat dianalisa untuk menunjukkan jenis

racunnya, seperti muntahan, sisa racun, tempat menyimpan racun yang

diperkirakan (botol dan lain-lain).

Gejala keracunan yang mungkin saja muncul beserta tindakan yang dapat

dilakukan untuk menolong korban di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Hiperaktifitas dan delirium (ribut)

Gejala ini timbul karena racun tertentu. Penderita ini akan sulit diatur.

Tindakan yang perlu dilakukan ialah:

• Lindungi penderita dari trauma fisik seperti jatuh, memukul dan

merusak sekitarnya

• Kirim segera ke rumah sakit

b. Shock

Keracunan dengan gejala shock terjadi tiba-tiba karena terjadinya

kekurangan darah di otak (hipoksia), pernafasan terganggu berat, bau

tidak enak yang menyengat. Shock primer dan bila berlanjut akan
menjadi shock sekunder, yang gejalanya antara lain: pucat, dingin,

kebiruan, berkeringat, nadi cepat, dan tekanan darah terus menurun

(nadi tak teraba). Tindakan gawat darurat ini meliputi: 1) Tidurkan

dengan kepala lebih rendah 2) Sambil dilakukan pertolongan pernafasan

segera dikirim ke Rumah Sakit terdekat c. Kejang-kejang Makanan atau

bahan-bahan beracun tertentu dapat menyebabkan kejang misalnya:

amfetamin, strichnin, metazol dan DDT. Kejang sangat berbahaya bagi

penderita karena dapat berakibat lumpuhnya pernafasan. Tindakan yang

dapat dilakukan:

• Lakukan pertolongan dengan sesedikit mungkin merangsang

korban dengan manipulasi, rangsang sinar cahaya

• Kirim segera ke Rumah Sakit

2. Tindakan gawat darurat sesuai keracunannya Keracunan lewat mulut dapat

terjadi pada kecelakaan misalnya, salah minum obat, keracunan makanan

tertentu (jamur, singkong, kacang-kacangan, makanan yang sudah basi),

menelan bensin, menelan cat dan lain sebagainya. Dapat juga terjadi pada usaha

bunuh diri atau pembunuhan misalnya dengan obat tikus, obat nyamuk

misalnya DDT, baygon, endrin dan sebagainya. Penanganannya adalah sebagai

berikut:

• Tidurkan korban terlentang dengan kepala miring


• Lakukan usaha untuk memuntahkan dengan menyentuh dinding

belakang faring. Jangan lakukan ini pada keracunan bahan-bahan

korosif dan korban yang tidak sadar atau delirium (ribut)

• Beri bahan adsorben seperti, arang aktif (norit), susu (bubuk) 4) Kirim

segara ke Rumah Sakit beserta bahan, tempat bahan yang dicurigai dan

muntahannya.

• Mencegah absorbsi racun lebih lanjut Pada keracunan peroral,

memuntahkan racun yang sudah terlanjur ditelan dapat dilakukan

dengan menyetuh dinding faring atau dengan cara memberikan emetika.

Tindakan ini diberikan pada penderita yang sadar. Pada penderita koma

stupor atau delirium tindakan ini dapat menyebabkan aspirasi isi

lambung ke paru-paru. Upaya mencegah diabsorbsinya racun lebih

lanjut dapat diusahakan untuk diabsorpsi oleh bahan-bahan tertentu,

seperti arang yang sudah diaktifkan, resins, kaolin, dan susu yang sudah

dievaporasi.

Anda mungkin juga menyukai