I DENGAN
KERACUNAN HAND SCRUBD
DI RUANG ICU RS MUHAMMADIYAH METRO
DISUSUN OLEH :
AYU KURNIA PRASTIWI
FERY ZULIANSYAH
IVANA DHEA INDRASWARI
NABILLA KURNIASARI
RENNI ANGGRAINI
RIZKAPERMATA BUNDA
RAKA DYA SANJAYA
TRI HANDAYANI
WIDANINGSIH
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Racun adalah suatu zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada
kulit, atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil dapat
mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Racun merupakan zat
yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik akan
menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Racun dapat
diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit, atau melalui rute lainnya.
Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat atau secara kumulatif.
Sedangkan definisi keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah kondisi yang
mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran,
kognisi, persepsi, afek, perlaku, fungsi, dan repon psikofisiologis. Sumber lain
menyebutkan bahwa keracunan dapat diartikan sebagai masuknya suatu zat kedalam
tubuh yang dapat menyebabkan ketidak normalan mekanisme dalam tubuh bahkan
sampai dapat menyebabkan kematian (Fitriana, 2019).
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakan. Keracunan dapat diartikan sebagai setiap
keadaaan yang menunjukkan kelainan multisistem dengan keadaan yang tidak jelas.
(Arief Mansjoer, 1999). Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat
korosif yang meliputi produk alkalin (Lye, pembersih kering, pembersih toilet,
deterjen non pospat, pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai yang digunakan
untuk jam, kalkulator, dan kamera) dan produk asam (pembersih toilet, pembersih
kolam renang, pembersih logam, penghilang karat, dan asam baterai) (Brunner &
Suddarth, 2001).
Menurut World Health Organization (WHO) sebanyak 582 juta orang di dunia
meninggal akibat keracunan sejak tahun 2010 hingga tahun 2015 (Tribun News,
2015). Di Indonesia pada tahun 2016 terjadi sebanyak 60 kali oleh 31 BB/BPOM di
seluruh Indonesia. Dilaporkan jumlah orang yang terpapar sebanyak 5.873 orang,
sebanyak 3.351 orang sakit dan 7 orang meninggal dunia (BPOM RI, 2016). Pada
tahun 2017 Badan POM telah mencatat 57 berita keracunan korosif dan sebanyak 53
dilaporkan oleh 34 BB/BPOM di seluruh Indonesia, sehingga pada tahun 2017
keracunan korosif sudah terjadi di seluruh provinsi di Indonesia. Dilaporkan jumlah
orang yang terpapar sebanyak 5.293 orang, sebanyak 2.041 orang sakit dan 3 orang
meninggal dunia (Lukito, 2017).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan umum
a. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien
dengan keracunan bahan korosif
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui apa definisi dari keracunan bahan korosif?
b. Mengetahui apa penyebab dari keracunan?
c. Mengetahui apa saja klasifikasi dari keracunan?
d. Mengetahui apa manifestasi klinis dari keracunan?
e. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang pada pasien dengan keracunan?
f. Mengetahui apa komplikasi dari keracunan?
g. Mengetahui apa saja penatalaksanaan medis dan keperawatan pada pasien
dengan keracunan?
h. Mengatahui bagaimana asuhan keperawatan padapasien dengan keracunan?
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari
tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi
toksik, baik kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang
mengganggu kesehatan bahkan dapat menimbulkan kematian (Sartono, 2012).
Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat,
serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Keracunan dapat
diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja, tindakan yang disengaja
seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan
kriminal. Keracunan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh faktor lingkungan,
baik lingkungan rumah tangga maupun lingkungan kerja (Brunner and Suddarth,
2010).
Keracunan korosif, yaitu keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang meliputi
produk alkalin (Lye, pembersih kering, pembersih toilet, deterjen non pospat,
pembersih oven, tablet klinitest, dan baterai yang digunakan untuk jam, kalkulator,
dan kamera) dan produk asam (pembersih toilet, pembersih kolam renang, pembersih
logam, penghilang karat, dan asam baterai) (Brunner & Suddarth, 2001).
Reaksi kimia racun mengganggu sistem kardiovaskular, pernapasan, sistem syaraf
pusat, hati, pencernaan(GI), dan ginjal. (Morton, 2012)
B. Etiologi
Ada beberapa kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan, antara lain:
1. Bahan kimia umum (Chemical toxicants) yang terdiri dari berbagai golongan
seperti pestisida (Organoklorin, Organofosfat, Karbamat), golongan gas
(Nitrogen metana, karbon monoksida, Klor), golongan logam (timbal, fosfor, air
raksa, arsen), golongan bahan organik (akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil,
klorida fenol).
2. Racun yang dihasilkan oleh mahluk hidup (Biological toxicants) miss :sengatan
serangga, gigitan ular berbisa, anjing dll.
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri (Bacterialtoxicants) mis : Bacillus
cereus, Compilobacter jejuni, Clostridiumbotulinum, Esherichia coli dll.
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan (Botanical toxicants) mis : jamur
amnita, jamur psilobisin, oleander, kecubung dll.(Harjanto, 2011 )
C. Klasifikasi
D. Menifestasi Klinis
1. Elektrokardiografi
EKG dapat memberikan bukti-bukti dari obat-obat yang menyebabkan penundaan
disritmia atau konduksi.
2. Radiologi
Banyak substansi adalah radioopak, dan cara ini juga untuk menunjukkan adanya
aspirasi dan edema pulmonal.
3. Analisa GasDarah, elektrolit dan pemeriksaan laboratorium lain
Keracunan akut dapat mengakibatkan ketidakseimbangan kadar elektrolit,
termasuk natrium, kalium, klorida, magnesium dan kalsium. Tanda-tanda
oksigenasi yang tidak adequat juga sering muncul, seperti sianosis, takikardia,
hipoventilasi, dan perubahan status mental.
4. Tes fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik secara lengsung.
5. Skrin toksikologi
Cara ini membantu dalam mendiagnosis pasien yang Keracunan. Skrin negatif
tidak berarti bahwa pasien tidak Keracunan, tapi mungkin racun yang ingin dilihat
tidak ada. Adalah penting untuk mengetahui toksin apa saja yang bisa diskrin
secara rutin di dalam laboratorium, sehingga pemeriksaannya bisa efektif.
G. Komplikasi
1. Penatalaksanaan medis
a. Stabilisasi
1) Jalan nafas (A)
2) Pernafasan (B)
3) Sirkulasi (C)
b. Dokumentasi
1) Mata
Irigasi dengan air bersih suam-suam kuku / larutan NaCl 0,9 % selama
15-20 menit, jika belum yakin bersih cuci kembali.
2) Kulit, cuci (scrubbing) bagian kulit yang terkena larutan dengan air
mengalir dingin atau hangat selama 10 menit
3) Gastroinstestinal
Segera beri minum air atau susu secepat mungkin untuk pengenceran.
Dewasa maksimal 250cc untuk sekali minum, anak-anak maksimal
100cc untuk sesekali minum.
Pasang NGT setelah pengenceran jika diperlukan.
c. Eliminasi
Indikasi melakukan eliminasi:
1) Tingkat keracuan berat
2) Terganggu rute elimiunasi normal (gagal ginjal)
3) Menelan zat dengan dodsis letal
4) Pasien dengan klinkis yang dapat memperpanjang koma
Tindakan eliminasi:
1) Dieresis paksa:
Furosemida 250 mg dalam 100cc D5% habis dalam 30 menit.
2) Alkalinisasi urine:
Na-Bic 50-100meq dalam !liter D5% atau NaCl 2,25%, dengan infuse
continue 2-3cc/kg/jam
3) Hemodialisa
Dilakukan di RS yang memiliki fasilitas Hemodialisa. Obat-obat yang
dapat dieleminasi dengan tehnik ini berukuran kecil dengan berat
molekul kurang dari 500 dalton, larut dalam air dan berikatan lemah
dengan protein.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Kaji gejala klinis yang tampak pada klien
b. Anamnesis informasi dan keterangan tentang keracunan dari korban atau dari
orang-orang yang mengetahuinya
c. Identifikasi sumber dan jenis racun
d. Kaji tentang bentuk bahan racun
e. Kaji tentang bagaimana racun dapat masuk dalam tubuh pasien
f. Identifikasi lingkungan dimana pasien dapat terpapar oleh racun
g. Pemeriksaan fisik
BAB III
A. Identitas
1. Identitas klien
2. Identitas penanggung jawab
B. Pengkajian
1. Primer survey
a. Airway (A) : kaji apakah terjadi sumbatan karena edema (inflamasi) saluran
pernafasan akibat dari keracunan gas (inhalasi) atau alergi reaksi berat.
b. Breathing (B) : nafas cepat atau lambat, keracunan asetaminofen dapat
menyebabkan depresi pusat nafas.
c. Circulation (C) : kaji jika ada reaksi perdarahan lambung karena keracunan zat
korosif atau zat racun lain yang teringsti, kaji jika ada mual-muntah, tanda
dehidrasi/GE
d. Disability(D) : kaji GCS, penurunan kesadaran akibat racun, reaksi pupl akibat
cahaya, dan dilatasi pupil.
2. Secondary Survey
a. Exposure (E) : kaji apakah terdapat luka atau lesi luar akibat terpapar racun
(tersiram zat kimia)
b. Fluid, farenheit (F) : Observasi output urine jika terdapat dehidrasi atau tanda-
tanda syok (urine output : 1-2cc/kgBB/jam).
c. Get Vital Sign (G) : Kaji tanda-tanda vital, dan perubahanya secara teratur,
lakukan bilas lambung segera untuk mengeliminasi racun.
d. Head To toe, History (H) : Monitoring kerja jantung jika eracunan
asetominopen.
Sumber : https://www.scribd.com/doc/231779366/Askep-Keracunan-Gadar.
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan perubahan aliran darah.
2. Kesulitan bernafas berhubungan dengan defresi susunan saraf pusat.
3. Nyeri akut berhubungan dengan adanya gangguan integritas mukosa pada saluran
cerna.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan efek tokxin pada
pencernaan.
5. Konstipasi berhubungan dengan adanya penurunan peristaltic usus oleh karena
obstruksi saluran cerna bagian bawah.
6. Resiko penurunan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
perdarahan.
7. Difisit pengetahuan berhubungan dengan kuarangnya informasi.
8. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional dan ancaman kematian.
D. Rencana Keperawatan
No Rasional
Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi
DX
1 Setelah diberikan asuhan a. Tinggikan tempat tidur, a. Memindahkan aliran vena
keperawatan diharapkan tempat kepela pada sehingga dapat mengurangi
perfusi serebral kembali posisi sedang. resiko kongesti vaskular
normal dengan Kriteria hasil: b. Obsupsi pupil atau b. Memberikan deteksi awal dan
perubahan tanda-tanda intervensi untuk
- Tidak terdapat nyeri
vital, penurunan tingkat meminimalakan perlukaan pada
kepala
kesadaran atau fungsi susunan saraf pusat
- Kesadaran penuh
motor c. Meningkatkan relaksasi dan
c. Doromg istrahat dan dapat memebantu menurunkan
ketenangan. Kurangi tekanan darah
rangsangan lingkungan d. Mengevaluasi
d. Pantau tekanan darah kebutuhan/efektifitas intervensi
dan tanda vital yang lain e. Oksigen akan membantu
sepoerti nadi dan mengurangi hipoksia pada
pernafasan jaringan perifer karena suplai
e. Kolaborasi dalam oksigen ke otak mencukupi
pemberian oksigen 4-6
1/mnt
2 Setelah diberikan asuhan a. Pertahanan bantalan a. Mengurangi trauma saat kejang
keperawatan diharapkan lunak dan penghalang selama pasien berada di tempat
klien tidak kesulitan bernafas tempat tidur dengan tidur.
dengan Kriteria hasil: posisi tempat tidur b. Membantu melokalisasi daerah
rendah otak yang mengalami hipoksia.
- RR normal (16-
b. Catat tipe aktifitas c. Hal ini merupakan keadaan
20x/menit)
kejang seperti lokasi, darurat yang mengancam hidup
- Pasien relaks, tidak
lamanya, tanda-tanda yang dapat mengakibatkan henti
gelisah dan tidak
penurunan kesadaran nafas ,hipoksia berat, attau
menunjukkan gejala-
c. Obserpasi munculnya kerusakan otot dan sel saraf
gejala takipneu
tanda-tanda stalus d. Oksigen akan membantu
epileptikus, seperti mengurangi hipoksia pada
adanya kejang tonik- jaringan perifer karenai suplai
klonik setelah jenis lain oksigen ke otak mencukupi.
muncul dengan cepat dan e. Mungkin bergunaa dalam
cukup menyakitkan. mencegah dalam pembentukan
d. Kolaborasi dalam thrombus yang dapat memicu
pemberian oksigen 4-6 terjadinya henti nafas.
1/mnt f. Dengan diketahuinya kadar
e. Kolaborasi dalam oksigen dalam darah dapat
pemberian obat anti menentukan tindakan segera
koagulan dosis rendah yang harus dilakukan untuk
sesuai denmgan indikasi mencegah henti nafas.
f. Kolaboraasi dengan
petugas lab. Untuk
pemeriksaan kadar
oksigen dalam darah
3 Setelah diberikan asuhan a. Catatan keluhan nyeri, a. Nyeri tidak selalu ada, tetapi
keperawatan diharapkan termasuk lokasi, bila da harus dibandingkan
nyeri klien terkontrol dan lamanya, intervensinya dengan gejala nyeri pasien
hilang dengan Kriteria hasil: ( skala 1-10). sebelumnya dimna dapat
b. Kaji ulang factor yang membantu mendiagnosa
- Pasien
meningkatkan atau pendarahan dan adanya
mengungkapkan rasa
menurunkan nyeri. komplikasi.
nyeri berkurang dan
c. Catat petunjuk nyeri b. Membantu dalam membuat
bahkan hilang
non- verbal seperti diagnose dan kebutuhan
- Pasien tampak rileks gelisah, menolak therapy.
- Skala nyeri 0-1 bergerak, takikardi c. Petunjuk non verbal dapat
berkeringat. Selidiki berupa fisiologi dan
ketidak sesuaian antara patofisiologidan dapat
petunjuk verbal dan non digunakan dalam
verbal. menghubungkan petunjuk
d. Kolaborasidengan dokter verbal untuk mengidentifikasi
dalam pemberian oabat berat ringannya masalah.
analgetik, dan antasida. d. Analgetik dapat menurunkan
fase nyeri yang hebat dan dapat
menurunkan peristaltic usus.
Antasida dapat menurunkan
keasaman lambung dengan
acara absorpsi dan dengan cara
menetralisir kimia.
4 Setelah diberikan asuhan a. Evaluasiadanya/ kaulitas a. Iritasi pada mukosa saluran
keperawatan diharapkan bising usus. Catat adanya cerna. Terutama pada gaster
kebutuhan nutrisi klien distensi atau ketegangan dapat mengakibatkan nyeri pada
terpenuhi dengan Kriteria dari abdominal epigastrium, mual, dan
hasil: b. Catat adanya mual, hiperaktif bising usus, efek yang
muntah, dan diare lebih serius dari system
- Nafsu makan
c. Kolaborasi dalam gastrointestinal mungkin terjadi
meningkat
mengusahakan status sekunder sensoris atau hepatitis.
- BB naik
puasa sesuai dengan b. Mual dan muntah adalah tanda
- Kebutuhan tubuh
indikasi yang pertama yang sering
pasien akan nutrisi
d. Kolaborasi dengan muncul dari reksi gangguan
tetap terpenuhi
dokter dalam pemberian system gastrointestinal, yang
- Pasien tidak
nutrisi melalui I.V sangat berhubungan dengan
menunjukkan
e. Kolaborasi dalam pencapaian masukan nutrisi
penurunan status
pemberian obat-obatan yang adekuat.
gizi/nutrisi, seperti
seperti antisida , vitamin- c. Memberikan istirahat pada
pasien tidak tampak
vitamin gastrointestinal untuk
mengurus, turgor
menurunkan efek yang
kulit tetap baik
berbahaya pada stimulasi
lambung/pancreas bila
ditemukan adanya perdarahan
gastrointestinal atau muntah
yang berlebihan.
d. Nutrisi yang diberikan secara
I.V tidaka akan mengganggu
proses istirahatnya salauran
gastrointestinal, dan nutrisi bagi
keperluan tubuh pasien tetap
terpenuhi.
e. Antasida dapat menurunkan
iritasi lambung. Vitamin dapat
menggantikan kehilangan
vitamin tubuh pasien yang
keluar lewat muntahan,
pendarahan, maupun diare kalau
ada.
BAB IV
A. PENGKAJIAN
1. IdentitasKlien
Nama Klien : Ny. I
Usia : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Tanggal Masuk : Rabu, 13 Oktober 2021
No Register : 180410
DiagnostikMedik : Keracunan
2. KeluhanUtama/AlasanMasuk RS
P (Provokatif) : Pasien mengatakan perut terasa panas setelah meminum cairan
handscrub
Q (Qualitas) : Pasien mengatakan perut terasa panas seperti di bakar
R (Region) : Pasien mengatakan leher panas dan menjalar ke perut
S (Skala) : -
T (Time) : Pasien mengatakan rasa panas dialammi setelah meminum
Handscrub
3. Pengkajian Primer
a. Airway
Setelah dilakukan pemeriksaan jalan napas pasien klien tidak ada sumbatan benda
asing, darah, sputum/lendir, suara nafas klien terdengar roncki.
b. Breathing
Setelah dilakukan pemeriksaan klien tampak mengunakan alat bantu pernafasan
nasal kanul, dengan RR : 28 x/menit dengan irama pernafasan cepat dan dangkal ,
terlihat pergerakan dada klien simetris kanan dan kiri, tidak terdengar suara
wheezing, dan tidak ada trauma dada.
c. Circulation
Kesadaran klien composmentis, nadi 80 x/menit, irama teratur dengan denyutan
kuat, , ekstremitas teraba hangat, warna kulit tampak pucat, tidak terdapat
perdarahan dibawah kulit, dengan suhu 36,5ºC, CRT < 2 detik, tidak ditemukan
adanya edema, SpO2 : 88%.
d. Disability
Kesadaran pasien komposmentis Nilai GCS = 15 (E 4, V 5, M 6)
Pasien masih dapat memperhatikan dengan baik, respon suara baik, dapat
merangsang nyeri, pupil isokor, ekstremitas baik tidak ada gangguan.
4. Pengkajian Sekunder
6) Dada
a) Inspeksi
Dada klien tampak simetris kana dan kiri, tidak ada penggunaan otot bantu
nafas.
b) Auskultasi
Bunyi vesikuler, terdengar bunyi jantung S1 dan S2, tidak ada suara jantung
tambahan S3 dan S4
c) Palpasi
Dada teraba normal dan saat ditanya tidak ada nyeri, tidak ada massa
d) Perkusi
Suara redup
7) Abdomen
a) Inspeksi
Perut tidak terdapat pembengkakan
b) Auskultasi
Bising usus 17 x/menit
c) Palpasi
Turgor elastis, tidak ada pembesaran hati, tidak ada disensi kandung kemih,
tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen
d) Perkusi
Saat perkusi perut terdengar timpani
8) Ekstremitas /musculoskeletal
Rentang gerak normal, kekuatan otot dalam batas normal, tidak ada deformitas,
tidak ada kontraktur, tidak terdapat edema dan nyeri
9) Kulit / integument
Turgor kulit baik, teraba hangat, mukosa bibir tampak lembab, suhu 36.5ºC
5. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
b. Pemeriksaan lab:
B. DATA FOKUS
1. Data Subyektif
- Pasien mengatakan mengalami keracunan setelah meminum handscrub
- Pasien mengatakan perut terasa panas seperti di bakar
- Pasien mengatakan leher panas dan menjalar ke perut
- Pasien mengatakan mual dan muntah
- Pasien mangatakan sesak
- Pasien mengatak lemas
2. Data Obyektif
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak pucat
- Pasien tampak menggunakan otot bantu pernapasan
- CRT <2 detik
- N : 80 x/menit
- S : 36.5ºC
- RR : 28 x/menit
- Bising usus 17x/menit
C. Analisa Data
NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
Data Subjektif
- Pasien mengatakan sesak
- Pasien mengatakan lemas
Data Obyektif
-pasien tampak lemas
-pasien tampak pucat
-CRT <2 detik
E. Rencana Keperawatan
F. IMPLEMENTASI
Hasil jurnal penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati Fitriani N (2019) dengan
judul “Optimalisasi kemampuan penanganan kegawat daruratan keracunan bahan
kimia rumah tangga menggunakan sarana telenursing di desa karang rau sokaraja”,
menjelaskan bahwa keracunan merupakan kegawat daruratan yang harus di tangani
segera untuk menghambat terjadinya komplikasi maupun kematian.
Pada penelitian pengabdian masyarakat yang di lakukan oleh fatmawati, yang di
lakukan oleh 25 peserta dengan metode pemberian kuisioner pre test dan ceramah
praktik menunjukan keefektifitasan dengan hasil post test 8,9 atau sebesar 86,3%
dengan dilakukan evaluasi selama 2 minggu, di jabarkan beberapa petunjuk untuk
pertolongan keracunan antara lain:
1. Cari racun penyebab, dengan mencari wadah/kemasansisa racun
2. Kotoran muntatan lendir dari saluran nafas penderita di bersihkan
3. Tidak boleh melakukan nafas buatan
4. Apabila racun penyebab tidak diketahui, sementara diberikan larutan norit
(larutan arang batok kelapa dalam air)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan efek
merugikan pada yang menggunakan. Keracunan dapat diartikan sebagai setiap
keadaaan yang menunjukkan kelainan multisistem dengan keadaan yang tidak
jelas. (Arief Mansjoer, 1999).
pertolongan keracunan antara lain:
1. Cari racun penyebab, dengan mencari wadah/kemasansisa racun
2. Kotoran muntatan lendir dari saluran nafas penderita di bersihkan
3. Tidak boleh melakukan nafas buatan
4. Apabila racun penyebab tidak diketahui, sementara diberikan larutan norit
(larutan arang batok kelapa dalam air)
5. Konsumsi susu putih dan air kelapa muda dengan jumlah banyak
6. Rangsang pasien untuk muntah, tetapi tidak dianjurkan unruk klien yang terjadi
penurunan kesadaran
7. Lakukan kumbah lambung.
DAFTAR PUSTAKA