Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

INTOXICASI/KERACUNAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stage Keperawatan Gawat Darurat

PEMBIMBING

Mira, Ns., M.Kep.

DISUSUN OLEH:
Nama : Risdayanti, S.Kep.
NIM : 1914901210148

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
INTOXICASI/KERACUNAN

I. Konsep Penyakit
I.1. Definisi
Intoksikasi adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis.Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit,
atau dialirkan didalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera dari
tubuh dengan adanya reaksi kimia. Reaksi kimia racun mengganggu sistem
kardiovaskular, pernapasan sistem saraf pusat, hati, pencernaan (GI), dan ginjal (Nurarif
& Kusuma, 2015).
Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh
serangga. Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia (Arisman, 2014).

I.2. Klasifikasi
Menurut Arisman, 2014 keracunan dibagi menjadi 3 yaitu :
I.2.1. Keracunan Hidrokarbon
I.2.2. Keracunan Makanan
I.2.3. Keracunan Bahan Kimia

I.3. Etiologi
Penyebab keracunan ada beberapa macam dan akibatnya bisa mulai yang ringan sampai
yang berat.
I.3.1. Keracunan Hidrokarbon
Kelompok hidrokarbon yang sering menyebabkan keracunan adalah minyak
tanah, bensin, minyak cat ( tinner ) dan minyak untuk korek api (Arisman, 2014).
I.3.2. Keracunan Makanan
a. Keracunan Jamur
Keracunan setelah memakan jamur belakangan ini sering terjadi. Ada jamur
yang mengandung racun amanitin dan muskarin dimana muskarin merupakan
zat alkaloid beracun yang menyebebkan paralisis otot dan bereaksi sangat
cepat.
b. Keracunan Makanan Kaleng
Disebabkan oleh kuman Clostridium botulinum, terdapat dalam makanan
kaleng yang diawetkan dan dikalengkan secara tidak sempurna sehingga
tercemar kuman tersebut.
c. Keracunan Jengkol
Pada keracunan jengkol terjadi penumpukan kristal asam pada tubuli, ureter
dan urethrae. Keluhan terjadi 5 - 12 jam sesudah makan jengkol.
d. Keracunan Ketela Pohon
Dapat terjadi karena ada ketela pohon yang mengandung asam sianida (HCN)
atau sianogenik glikosida. Ketela pohon pahit mengandung lebih dari 50mg
HCN per 100gr ketela pohon segar.
e. Keracunan Makanan yang Terkontaminasi
Tidak jarang terjadi keracunan bahan makanan yang tercemar oleh kuman,
parasit, virus, maupun bahan kimia. Kuman-kuman yang dapat menyebabkan
keracunan bahan makanan ialah Staphilococcus, Salmonella, Clostridium
Botulinum, E. Coli, Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dll. Tercemarnya

1
makanan biasanya melalui lalat, udara, kotoran rumah tangga, dan terutama
melalui juru masak yang menjadi pembawa kuman. Kuman yang masuk
kedalam makanan cepat memperbanyak diri dan memproduksi toksin. Akibat
keracunan tergantung dari virulensi dan banyaknya kuman, sifat kuman ialah
tidak tahan panas (Arisman, 2014).
I.3.3. Keracunan Bahan Kimia
a. Keracunan Arsen
Lebih dari 20 abad yang lalu arsen digunakan baik oleh orang yunani maupun
roma untuk pengobatan maupun sebagai racun. Pada saat ini tidak banyak obat
mengandung arsen, akan tetapi kadang-kadang dipakai pada pembuatan
beberapa herbisida dan peptisida. Arsen dapat juga ditemukan sebagai hasil
sampingan dari peleburan timah, seng, dan logam lainnya (Arisman, 2014).
b. Keracunan Asam Basa
Zat asam kuat seperti asam sulfat, asam klorida dan zat basa kuat seperti KOH,
NaOH banyak dipakai sebagai bahan kimia untuk keperluan rumah tangga,
seperti pembersih porselen, bahan anti sumbat saluran air, pembasmi serangga,
maupun untuk memasak seperti cuka bibit (Arisman, 2014).
c. Keracunan Insektisida (Pestisida)
Walaupun tujuan pemakaian insektisida itu untuk membasmi berbagai macam
serangga seperti kecoa dan sebagainya. Bahan-bahan demikian dapat pula
membunuh manusia. Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat
antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos,
Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon,
Chlorpyrifos. Dengan demikian jika barang tersebut tidak disimpan di tempat
yang aman dan jauh dari jangkauan anak-anak, maka kejadian keracuan baik
melalui kontak maupun inhalasi dan minum tidak dapat dihindarkan. Untuk
menanggulangi kejadian keracunan insektisida tidak mudah karena bahan
kimia yang dipergunakan oleh tiap produsen tidak sama (Prijanto, 2009).

I.4. Manifestasi Klinis


I.4.1. Gejala yang paling menonjol
Menurut Nurarif & Kusuma 2015,gejala yang paling menonjol pada keracunan
meliputi :
a. Kelainan visus
b. Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
c. Gangguan saluran pencernaan
d. Kerusakan bernafas.
I.4.2. Keracunan hidrokarbon
a. Gejala klinik : terutama terjadi sebagai akibat dari iritasi pulmonal dan depressi
susunan saraf pusat.
b. Iritasi pulmonal : Batuk, sesak, retraksi, tachipneu, cyanosis, batuk darah dan
udema paru. Pada pemeriksaan foto thorak bisa didapatkan adanya infiltrat di
kedua lapangan paru, effusi pleura atau udema paru.
c. Depresi CNS (Central Nervous System) / SSP (Sistem Saraf Pusat) : Terjadi
penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma, kadang-kadang disertai
kejang.
d. Gejala-gejala GI Tract : Mual, muntah, nyeri perut dan diare (Arisman, 2008).
I.4.3. Keracunan makanan
a. Keracunan jamur

2
Gejala klinik : Rasa mual, Muntah, Sakit perut, Mengeluarkan banyak ludah
dan keringat, Miosis, Diplopia, Bradikardi sampai konfusi (Kejang).
b. Keracunan makanan kaleng
Gejala klinik : Penglihatan kabur, refleks cahaya menurun atau negatif,
midriasis dan kelumpuhan otot-otot mata, Kelumpuhan saraf-saraf otak yang
bersifat simetrik, dysphagia, dysarthria, kelumpuhan (general paralyse).
c. Keracunan jengkol
Gejala klinik : Sakit pinggang, nyeri perut, muntah, hematuria, oliguria sampai
anuria dan urin berbau jengkol, dapat terjadi gagal ginjal akut.
d. Keracunan ketela pohon
Gejala klinis : Tergantung pada kandungan asam sianida (HCN), kalau banyak
dapat menyebabkan kematian dengan cepat, penderita merasa mual, perut
terasa panas, pusing, lemah dan sesak, kejang, lemas, berkeringat, mata
menonjol, midriasis, mulut berbusa bercampur darah, warna kulit merah bata
(pada orang kulit putih) dan sianosis.
e. Keracunan makanan yang terkontaminasi
Gejala timbul 3-24 jam setelah makan makanan yang tercemar kuman terdiri
dari mual muntah, diare, sakit perut, disertai pusing dan lemas (Arisman,
2008).
I.4.4. Keracunan bahan kimia
a. Keracunan arsen
Gejala klinis keracunan akut : Dalam 1 jam setelah menelan arsen sudah timbul
: Rasa tidak enak dalam perut, bibir terasa terbakar, sukar menelan kemudian
disusul sakit pada lambung dengan muntah-muntah dan diare berat, adakalanya
terdapat pula : oliguria sampai anuria, kejang otot dan rasa haus.
Gejala klinis keracunan kronis : Otot-otot lemah, gatal-gatal, pigmentasi,
keratosis kulit dan edema (Arisman, 2008).
b. Keracunan asam basa
Gejala : zat asam atau basa kuat dapat merusak epitel atau mukosa dan disebut
bahan korosif. Bahan ini akan membuat nekrosis di bagian tubuh yang terkena,
seperti kulit dan mata jika tersiram, saluran pernafasan jika terhirup, saluran
pencernaan seperti kulit mukosa mulut, esofagus, lambung jika
terminum.Dalam fase penyembuhan pada lokasi luka akan terbentuk jaringan
granulasi yang akan menyebabkan stiktura (peradangan pada esofagus karena
akumulasi jaringan parut) dan stenosis, sehingga menimbulkan kesukaran
menelan. Untuk menghindarkan kejadian ini maka pada keracunan demikian
tindakan cepat dan tepat sangatlah penting (Arisman, 2008).
c. Keracunan Insektisida
Gejala keracunan organofosfat akan berkembang selama pemaparan atau 12
jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami perubahan
secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain. Hasil dari perubahan /
pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan keluar melalui urine.
Adapun 3 gejala keracunan pestisida golongan organofosfat yaitu :
1) Gejala awal
Gejala awal akan timbul : mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas,
sakit kepala dan gangguan penglihatan.
2) Gejala Lanjutan
Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan,
pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung),

3
kejang usus dan diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan,
kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka.
3) Gejala Sentral
Gelaja sentral yan ditimbulkan adalah, sukar bicara, kebingungan, hilangnya
reflek, kejang dan koma.Kematian, apabila tidak segera di beri pertolongan
berakibat kematian dikarenakan kelumpuhan otot pernafasan(Prijanto,
2009).

I.5. Patofisiologi
Organofosfat adalah persenyawaan yang tergolong antikholinesterase. Dampak
organofosfat terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan,
intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan. Dalam tubuh manusia diproduksi
asetikolin dan enzim kholinesterase. Enzim kholinesterase berfungsi memecah
asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat. Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung-ujung
syaraf ke ujung syaraf berikutnya, kemudian diolah dalam Central nervous system
(CNS) dan akhirnya terjadi gerakan-gerakan tertentu yang dikoordinasikan oleh otak.
Apabila tubuh terpapar organofosfat, maka mekanisme kerja enzim kholinesterase
terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem syaraf. Ketika pestisida
organofosfat memasuki tubuh manusia atau hewan, pestisida menempel pada enzim
kholinesterase. Karena kholinesterase tidak dapat memecahkan asetilkholin, impuls
syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu twiching yang cepat dari otot-otot
dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot-otot pada sistem pernafasan
tidak berfungsi terjadilah kematian.
Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh juga akanmenghambat
aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi akumulasisubstrat (asetilkholin)
pada sel efektor. Keadaan tersebut diatas akanmenyebabkan gangguan sistem syaraf,
baik sistem saraf pusat, sistem saraf simpatis dan parasimpatis yangberupa aktifitas
kolinergik secaraterus menerus akibat asetilkholin yang tidak dihidrolisis. Gangguan
iniselanjutnya akan dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan (Prijanto, 2009).

I.6. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap (urin, gula darah, cairan
lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea, kreatinin,
glukosa, transaminase hati). EKG, untuk melihat dan memantau kerja dari jantung, Foto
toraks/abdomen, untuk melihat apakah terjadi perubahan pada organ pernafasan dan
organ pencernaan, Tes toksikologi kuantitatif (Boswick,2013).

I.7. Komplikasi
I.7.1. Henti nafas
I.7.2. Henti jantung
I.7.3. Syok, sindrom gawat pernafasan akut
I.7.4. Koma

I.8. Penatalaksanaan
I.8.1. Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala :
a. Gangguan sistem pernafasan dan sirkulasi : RJP
b. Gangguan sistem susunan saraf pusat :
1) Kejang : beri diazepam atau fenobarbital
2) Odem otak : beri manitol atau dexametason

4
c. Gejala : mual, muntah, nyeri perut, hipersalivasi, nyeri kepala, mata miosis,
kekacauan mental, bronchokonstriksi, hipotensi, depresi pernafasan dan kejang.
Tindakan : Atropin 2 mg tiap 15 menit sampai pupil melebar.
Atropin berfungsi untuk menghentikan efek acetylcholine pada reseptor
muscarinik, tapi tidak bisa menghentikan efek nikotinik.
Pada usia < 12 tahun pemberian atropin diberikan dengan dosis 0,05 mg/kgBB,
IV perlahan dilanjutkan dengan 0,02-0,05mg/kgBB setiap 5-20 menit sampai
atropinisasi sudah adekuat atau dihentikan bila :
1) Kulit sudah hangat, kering dan kemerahan
2) Pupil dilatasi (melebar)
3) Mukosa mulut kering
4) Heart rate meningkat
Pada anak usia > 12 tahun diberikan 1 - 2 mg IV dan disesuaikan dengan
respon penderita. Pengobatan maintenance dilanjutkan sesuai keadaan klinis
penderita, atropin diteruskan selama 24 jam kemudian diturunkan secara
bertahap. Meskipun atropin sudah diberikan masih bisa terjadi gagal nafas
karena atropin tidak mempunyai pengaruh terhadap efek nikotinik
(kelumpuhan otot) organofosfat
d. Antiemetik : zat-zat yang digunakan untuk menghambat muntah.
Obat antiemetik adalah : Antagonis reseptor 5-hydroxy-tryptamine yang
menghambat reseptor serotonin di Susunan Syaraf Pusat (SSP) dan saluran
cerna. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatan post-operasi, dan gejala
mual dan muntah akibat keracunan. Beberapa contoh obat yang termasuk
golongan ini adalah : Domperidon, Ondansentron, Dolasetron (Boswick, 1997).
I.8.2. Pengobatan Supportif
Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan homeostasis
fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap dan untuk mencegah serta
mengobati komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak &
paru, pneumonia, rhabdomiolisis (kumpulan gejala yang ditimbulkan karena
gangguan dalam sel-sel otot), gagal ginjal, sepsis, dan disfungsi organ menyeluruh
akibat hipoksia atau syok berkepanjangan. Terapi : Hipoglikemia : glukosa 0,5-
1g /kgBB IV, Kejang : diazepam 0,2-0,3mg /kgBB IV (Boswick, 2013).
I.8.3. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan cara :
a. Dimuntahkan : Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah
di tenggorokan), atau pemberian air garam atau sirup ipekak. Kontraindikasi :
cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat,
minyak tanah, bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang.
b. Bilas lambung (Arisman, 2014).

5
I.9. Pathway
Masuknya insektisida Intoksikasi
organofosfat ke insektisida
gastrointestinal organofosfat

Respon Psikologis Hambatan aktivikasi enzim Penurunan asupan


asetilkolinesterase (Ache) makanan

Koping individu tidak efektif


kecemasan Akumulasi asetilkolin Ketidakseimbangan
pemenuhan informasi pada ujung saraf nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Efek stimulasi muskarinik Efek stimulasi nikotinik


pada saraf parasimpatis muskarinik pada sistem
Efek stimulasi nikotinik
pada sistem saraf simpatis saraf pusat

Bronkospasme, hipotensi,
bradikardi, miosis, muntah, Takikardi, Hipertensi, Ketidakefektifan pola nafas
berkeringat, diare, sering Midriasis Resiko ketidakefektifan perfusi
kencing dan hipersaliva. jaringan otak

Penurunan aliran udara, Agitasi, gagal nafas,


hipoksia, penurunan aliran darah penurunan tingkat
sistemik, peningkatan hilangnya kesadaran dan koma
cairan tubuh

Gangguan tidak dapat


Gangguan pertukaran gas dikoreksi
Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer
Ketidakseimbangan elektrolit
Gagal kardiorespirasi

Kematian

Efek akumulasi asetilkolin Kelelahan, Kelemahan fisik, Intoleransi Aktivitas


pada neuromuskular junction fasikulasi

Sumber :Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC
2015

6
II. Rencana Asuhan Keperawatan
II.1.Pengkajian
II.1.1. Pengkajian primer
1) Airway (A) : Kaji apakah terdapat sumbatan karena edema (inflamasi) saluran
pernapasan akibat dari keracunan gas (inhalasi) atau reaksi alergi berat.
2) Breathing (B): Nafas cepat atau lambat, keracunan asetaminofen dapat
menyebabkan depresi pusat nafas.
3) Circulation (C) : Kaji jika ada reaksi perdarahan lambung karena keracunan
zat korosif atau zat racun lain yang teringesti, kaji jika ada mual-muntah, tanda
dehidrasi, diare/GE.
4) Disability (D): Kaji GCS, penurunan kesadaran akibat racun, reaksi pupil
terhadap cahaya, dan dilatasi pupil.
II.1.2. Pengkajian sekunder
1) Exposure (E): Kaji apakah terdapat luka atau lesi luar akibat terpapar racun
(tersiram zat kimia).
2) Fluid, Farenheit (F): Observasi output urine jika terdapat dehidrasi atau tanda-
tanda syok (urine output : 1-2cc/kgBB/jam).
3) Get Vital Sign (G) : Kaji tanda-tanda vital, dan perubahanya secara teratur.
Lakukan bilas lambung segera untuk mengeliminasi racun.
4) Head To toe, History (H) : Monitoring kerja jantung jika keracunan
asetominopen.

II.2.Diagnosa Keperawatan
II.2.1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, Ansietas. (00032)
II.2.2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ventilasi-Perfusi. (00030)
II.2.3. Ansietas berhubungan dengan pemajanan toksin. (00146)
II.2.4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. (00092

7
II.3.Perencanaan
Rencana Tindakan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan pola nafas Tujuan : Setelah dilakukan asuhan 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan 1. Posisi setengah duduk dapat meringankan kerja
berhubungan dengan hiperventilasi, keperawatan 1x24 jam pola nafas klien ventilasi. dari otot-otot pernafasan,
ansietas. teratur 2. Identifikasi klien perlunya pemasangan 2. Mengetahui tindakan selanjutnya yang perlu
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : alat jalan nafas buatan. untuk mempermudah klien bernafas,
Data Subjuektif : 1. Menunjukkan jalan nafas yang paten 3. Auskultasi suara nafas, catat adanya 3. Mengetahui kondisi saluran pernapasan klien,
1. Klien menyatakan sulit untuk (Klien tidak merasa tercekik, irama suara tambahan. 4. Bronkodilator untuk melebarkan saluran
bernafas nafas teratur, frekuensi pernafasan 4. Berikan bronkodilator bila perlu. pernapasan untuk pemenuhan O2 yang adekuat,
2. Klien menyatakan merasa seperti dalam rentang normal, tidak ada 5. Monitor TTV. 5. Menunjukkan keadaan / respon klien dan untuk
tercekik suara nafas abnormal) 6. Berikan Terapi oksigen sesuai indikasi. menentukan tindakan selanjutnya
2. Tanda-tanda vital dalam rentang 6. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh klien.
Data Objektif : normal (tekanan darah, nadi,
1. Perubahan kedalaman pernafasan perafasan, suhu).
2. Takipnea
3. Suara nafas abnormal
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV 1. Menunjukkan keadaan / respon klien dan untuk
dengan ventilasi-perfusi. asuhan keperawatan 1x24 jam pertukaran 2. Atur posisi klien menjadi semi-fowler menentukan tindakan selanjutnya
Batasan Karakteristik : gas klien kembali normal 3. Auskultasi suara nafas. 2. Posisi semi-fowler dapat memaksimalkan
Data Subjektif : 4. Identifikasi klien perlunya pemasangan ventilasi dan meringankan kerja otot-otot
Klien mengatakan penglihatanya kabur Kriteria Hasil : alat jalan nafas buatan. pernafasan
1. Tanda-tanda vital dalam rentang 5. Monitor respirasi dan status O2. 3. Untuk mengetahui adanya sumbatan jalan nafas
Data Objektif : normal 6. Kolaborasi untuk pemberian O2 sesuai atau tidak.
1. pH darah arteri abnormal 2. Tidak ada Sianosis dan Dispnea indikasi. 4. Hasil identifikasi dapat mempermudah klien
2. Dispnea 3. Peningkatan ventilasi dan oksigenasi dalam memenuhi oksigenasinya.
3. Hipoksia yang adekuat 5. Melihat perkembangan status O2 serta untuk
4. Takikardi menentukan tindakan selanjutnya.
5. Somnolen 6. Untuk pemenuhan kebutuhan oksigenasi klien
3. Ansietas berhubungan dengan Tujuan : Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi tingkat kecemasan. 1. Untuk menentukan tingkat kecemasan klien dan
pemajanan toksin keperawatan selama 1x24 jam ansietas 2. Monitor TTV untuk menentukan tindakan selanjutnya.
klien berkurang. 3. Bantu klien mengenal situasi yang 2. Menunjukkan keadaan / respon klien dan untuk
Batasan Karakteristik : menyebabkan kecemasan. menentukan tindakan selanjutnya
Data Subjektif : 4. Dorong klien untuk mengungkapkan 3. Klien dapat melakukan latihan nafas dalam agar
1. Klien menyatakan kawatir karena Kriteria hasil : perasaan, ketakutan, persepsi. perasaan cemas berkurang.

8
perubahan dalam peristiwa hidup. 1. Vital sign dalam batas normal. 5. Instruksikan klien menggunakan teknik 4. Dengan mengungkapkan apa yang sedang
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan relaksasi. dirasakan dapat menurunkan tingkat kecemasan.
Data Objektif : dan menunjukkan teknik untuk 6. Berikan obat untuk mengurangi 5. Teknik nafas dalam dapat memberikan rasa
1. Perilaku : gelisah, agitasi mengontrol cemas. kecemasan. tenang kepada klien
2. Affektive: ketakutan 3. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa 6. Kandungan obat langsung berkerja pada otak
3. Fisiologis: suara bergetar, gemetar, tubuh dan tingkat aktivitas sehingga mengurangi rasa cemas klien.
peningkatan keringat menunjukkan berkurangnya
4. Respirasi meningkat, nadi kecemasan.
meningkat, tekanan darah
meningkat.
4. Intoleran aktivitas berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor TTV 1. Menunjukkan keadaan / respon klien dan untuk
dengan kelemahan umum keperawatan selama 1x24 jam klien 2. Bantu klien mengidentifikasi aktivitas menentukan tindakan selanjutnya
dapat kembali beraktivitas yang mampu dilakukan 2. Untuk mengetahui apa saja yang masih mampu
Batasan karakteristik : 3. Bantu klien untuk mendapatkan alat dilakukan klien secara mandiri.
Data Subjektif : Kriteria hasil : bantuan aktivitas seperti kursi roda, 3. Mempermudah klien melakukan aktivitas dengan
1. Klien menyatakan merasa letih, 1. Vital sign normal krek. aman.
2. Klien menyatakan mersa lemah, 2. Mampu berpindah dengan atau tanpa 4. Bantu klien dan keluarga untuk 4. Untuk menapatkan evaluasi mengenai kegiatan
alat mengidentifiasi kekurangan dalam apa yang memerlukan bantuan dan untuk
Data Objektif :
1. Respon terkanan darah abnormal 3. Status kardiopulmonari adekuat berkativitas. menentukan tindakan yang lebih lanjut.
terhadap aktivitas. 4. Sirkulasi baik 5. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan 5. Respon fisik, emosi, sosial dan spiritual yang
2. Respon frekuensi jantung abnormal 5. Status respirasi : pertukaran gas dan spiritual. belum baik harus diperbaiki agar klien memiliki
terhadap aktivitas, ventilasi adekuat. semangat untuk beraktivitas.

9
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2014. Keracunan Makanan:Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta


Boswick, J. 2013. Perawatan Gawat Darurat. EGC. Jakarta
Nurarif, H.N& Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Mediaction Publishing. Yogyakarta.
Prijanto, B.T. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat Pada Keluarga
Petani Hortikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Semarang.

Banjarmasin, November 2020

Ners Muda

( Risdayanti,S.Kep )

Preseptor Akademik

( Mira, Ns., M.Kep. )

10

Anda mungkin juga menyukai