Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KASUS INTOKSIKASI/KERACUNAN

A. PENGERTIAN

Intoksikasi adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis.
Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit, atau
dialirkan didalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh
dengan adanya reaksi kimia. Reaksi kimia racun mengganggu sistem kardiovaskular,
pernapasan sistem saraf pusat, hati, pencernaan (GI), dan ginjal (Nurarif & Kusuma,
2013).
Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh
serangga. Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia (Arisman, 2008).

B. ETIOLOGI & KLASIFIKASI

a. KLASIFIKASI
Menurut Arisman, 2008 keracunan dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Keracunan Hidrokarbon
2. Keracunan Makanan
3. Keracunan Bahan Kimia

b. ETIOLOGI
Penyebab keracunan ada beberapa macam dan akibatnya bisa mulai yang
ringan sampai yang berat.
1. Keracunan Hidrokarbon
Kelompok hidrokarbon yang sering menyebabkan keracunan adalah
minyak tanah, bensin, minyak cat ( tinner ) dan minyak untuk korek api
(Arisman, 2008).
2. Keracunan Makanan
a. Keracunan Jamur
Keracunan setelah memakan jamur belakangan ini sering terjadi. Ada
jamur yang mengandung racun amanitin dan muskarin dimana muskarin
merupakan zat alkaloid beracun yang menyebebkan paralisis otot dan
bereaksi sangat cepat.
b. Keracunan Makanan Kaleng
Disebabkan oleh kuman Clostridium botulinum, terdapat dalam
makanan kaleng yang diawetkan dan dikalengkan secara tidak sempurna
sehingga tercemar kuman tersebut.
c. Keracunan Jengkol
Pada keracunan jengkol terjadi penumpukan kristal asam pada tubuli,
ureter dan urethrae. Keluhan terjadi 5 - 12 jam sesudah makan jengkol.
d. Keracunan Ketela Pohon
Dapat terjadi karena ada ketela pohon yang mengandung asam sianida
(HCN) atau sianogenik glikosida. Ketela pohon pahit mengandung lebih
dari 50mg HCN per 100gr ketela pohon segar.
e. Keracunan Makanan yang Terkontaminasi
Tidak jarang terjadi keracunan bahan makanan yang tercemar oleh
kuman, parasit, virus, maupun bahan kimia. Kuman-kuman yang dapat
menyebabkan keracunan bahan makanan ialah Staphilococcus,
Salmonella, Clostridium Botulinum, E. Coli, Proteus, Klebsiella,
Enterobacter, dll. Tercemarnya makanan biasanya melalui lalat, udara,
kotoran rumah tangga, dan terutama melalui juru masak yang menjadi
pembawa kuman. Kuman yang masuk kedalam makanan cepat
memperbanyak diri dan memproduksi toksin. Akibat keracunan
tergantung dari virulensi dan banyaknya kuman, sifat kuman ialah tidak
tahan panas (Arisman, 2008).
3. Keracunan Bahan Kimia
a. Keracunan Arsen
Lebih dari 20 abad yang lalu arsen digunakan baik oleh orang yunani
maupun roma untuk pengobatan maupun sebagai racun. Pada saat ini tidak
banyak obat mengandung arsen, akan tetapi kadang-kadang dipakai pada
pembuatan beberapa herbisida dan peptisida. Arsen dapat juga ditemukan
sebagai hasil sampingan dari peleburan timah, seng, dan logam lainnya
(Arisman, 2008).
b. Keracunan Asam Basa
Zat asam kuat seperti asam sulfat, asam klorida dan zat basa kuat
seperti KOH, NaOH banyak dipakai sebagai bahan kimia untuk keperluan
rumah tangga, seperti pembersih porselen, bahan anti sumbat saluran air,
pembasmi serangga, maupun untuk memasak seperti cuka bibit (Arisman,
2008).
c. Keracunan Insektisida (Pestisida)
Walaupun tujuan pemakaian insektisida itu untuk membasmi berbagai
macam serangga seperti kecoa dan sebagainya. Bahan-bahan demikian
dapat pula membunuh manusia. Pestisida yang termasuk ke dalam
golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos,
Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion,
Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos. Dengan demikian jika
barang tersebut tidak disimpan di tempat yang aman dan jauh dari
jangkauan anak-anak, maka kejadian keracuan baik melalui kontak
maupun inhalasi dan minum tidak dapat dihindarkan. Untuk
menanggulangi kejadian keracunan insektisida tidak mudah karena bahan
kimia yang dipergunakan oleh tiap produsen tidak sama (Prijanto, 2009).
C. MANIFESTASI KLINIK

1. Gejala Yang Paling Menonjol

a. Gejala muskarinik .
Hypersekresi kelanjar keringat, air mata, air liur, saluran pernapasan, dan saluran
pencernaan. Dapat juga ditemukan gejala nause, nyeri perut, diare, muntah,
inkontinensia alvi dan urin, bronkokontriksi, miosis, bradikardi, dan hypotensi.
Pada keracunan paration tidak selalu ditemukan miosis dan hypotensi.
b. Gejala nikotinik.
Twiching dan fasikulasi otot lurik dan kelemahan otot. Ditemukan pula gejala
sentral seperti ketakutan, gelisah, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi,
tremor dan kejang.

2. Keracunan Hidrokarbon

a. Gejala klinik : terutama terjadi sebagai akibat dari iritasi pulmonal dan depressi
susunan saraf pusat.
b. Iritasi pulmonal : Batuk, sesak, retraksi, tachipneu, cyanosis, batuk darah dan
udema paru. Pada pemeriksaan foto thorak bisa didapatkan adanya infiltrat
di kedua lapangan paru, effusi pleura atau udema paru.
c. Depresi CNS (Central Nervous System) / SSP (Sistem Saraf Pusat) : Terjadi
penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma, kadang-kadang disertai
kejang.
d. Gejala-gejala GI Tract : Mual, muntah, nyeri perut dan diare (Arisman, 2008).

3. Keracunan Makanan

a. Keracunan Jamur
Gejala klinik : Rasa mual, Muntah, Sakit perut, Mengeluarkan banyak ludah
dan keringat, Miosis, Diplopia, Bradikardi sampai konfusi (Kejang).
b. Keracunan Makanan Kaleng
Gejala klinik : Penglihatan kabur, refleks cahaya menurun atau negatif,
midriasis dan kelumpuhan otot-otot mata, Kelumpuhan saraf-saraf otak yang
bersifat simetrik, dysphagia, dysarthria, kelumpuhan (general paralyse).
c. Keracunan Jengkol
Gejala klinik : Sakit pinggang, nyeri perut, muntah, hematuria, oliguria sampai
anuria dan urin berbau jengkol, dapat terjadi gagal ginjal akut.
d. Keracunan Ketela Pohon
Gejala klinis : Tergantung pada kandungan asam sianida (HCN), kalau banyak
dapat menyebabkan kematian dengan cepat, penderita merasa mual, perut terasa
panas, pusing, lemah dan sesak, kejang, lemas, berkeringat, mata menonjol,
midriasis, mulut berbusa bercampur darah, warna kulit merah bata (pada orang
kulit putih) dan sianosis.
e. Keracunan Makanan yang Terkontaminasi
Gejala timbul 3-24 jam setelah makan makanan yang tercemar kuman terdiri
dari mual muntah, diare, sakit perut, disertai pusing dan lemas (Arisman, 2008).

4. Keracunan Bahan Kimia

a. Keracunan Arsen
Gejala klinis keracunan akut : Dalam 1 jam setelah menelan arsen sudah
timbul : Rasa tidak enak dalam perut, bibir terasa terbakar, sukar menelan kemudian
disusul sakit pada lambung dengan muntah-muntah dan diare berat, adakalanya
terdapat pula : oliguria sampai anuria, kejang otot dan rasa haus.
Gejala klinis keracunan kronis : Otot-otot lemah, gatal-gatal, pigmentasi,
keratosis kulit dan edema (Arisman, 2008).
b. Keracunan Asam Basa
Gejala : zat asam atau basa kuat dapat merusak epitel atau mukosa dan disebut
bahan korosif. Bahan ini akan membuat nekrosis di bagian tubuh yang terkena,
seperti kulit dan mata jika tersiram, saluran pernafasan jika terhirup, saluran
pencernaan seperti kulit mukosa mulut, esofagus, lambung jika terminum.
Dalam fase penyembuhan pada lokasi luka akan terbentuk jaringan granulasi yang
akan menyebabkan stiktura (peradangan pada esofagus karena akumulasi jaringan
parut) dan stenosis, sehingga menimbulkan kesukaran menelan. Untuk
menghindarkan kejadian ini maka pada keracunan demikian tindakan cepat dan
tepat sangatlah penting (Arisman, 2008).
c. Keracunan Insektisida
Gejala keracunan organofosfat akan berkembang selama pemaparan atau 12
jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami perubahan
secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain. Hasil dari perubahan /
pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan keluar melalui urine.
Adapun 3 gejala keracunan pestisida golongan organofosfat yaitu :
1) Gejala awal
Gejala awal akan timbul : mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas, sakit
kepala dan gangguan penglihatan.
2) Gejala Lanjutan
Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan,
pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung),
kejang usus dan diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan,
kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka.
3) Gejala Sentral
Gejala sentral yan ditimbulkan adalah, sukar bicara, kebingungan, hilangnya
reflek, kejang dan koma.
4) Kematian, apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian
dikarenakan kelumpuhan otot pernafasan (Prijanto, 2009)
D. PATOFISIOLOGI

Organofosfat adalah persenyawaan yang tergolong anti kholinesterase. Dampak


organofosfat terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan,
intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan. Dalam tubuh manusia
diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase. Enzim kholinesterase berfungsi
memecah asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat. Asetilkolin dikeluarkan oleh
ujung-ujung syaraf ke ujung syaraf berikutnya, kemudian diolah dalam Central
nervous system (CNS) dan akhirnya terjadi gerakan-gerakan tertentu yang
dikoordinasikan oleh otak. Apabila tubuh terpapar organofosfat, maka mekanisme
kerja enzim kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem
syaraf. Ketika pestisida organofosfat memasuki tubuh manusia atau hewan, pestisida
menempel pada enzim kholinesterase. Karena kholinesterase tidak dapat memecahkan
asetilkholin, impuls syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu twiching yang
cepat dari otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot-otot
pada sistem pernafasan tidak berfungsi terjadilah kematian.
Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh juga akan menghambat
aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi akumulasi substrat (asetilkholin)
pada sel efektor. Keadaan tersebut diatas akan menyebabkan gangguan sistem syaraf,
baik sistem saraf pusat, sistem saraf simpatis dan parasimpatis yang berupa aktifitas
kolinergik secara terus menerus akibat asetilkholin yang tidak dihidrolisis. Gangguan
ini selanjutnya akan dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan (Prijanto,
2009).
PATHWAY

Masuknya insektisida Intoksikasi insektisida


organofosfat organofosfat

Menghambat aktifitas
enzim asetilkolin

Ganglion autonom Ujung-ujung saraf Susunan saraf pusat Ujung-ujung saraf


neuromuskular parasimpatis motorik

Penekanan aktifitas Miosis, muntah, Penurunan tingkat Tremor, kejang,


jantung berkeringat, diare, kesadaran dan koma paralise
sering kencing,
hipersaliva
Kotriksi otot-otot
bronchial Nyeri

Ketidakseimbangan Ketidakefektifan
Suplai O2 ke jantung Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari perfusi jaringan
menurun O2 dan CO2 kebutuhan tubuh cerebral

Penurunan curah Ketidakefektifan


jantung pola nafas
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap (urin, gula darah, cairan


lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea, kreatinin,
glukosa, transaminase hati). EKG, untuk melihat dan memantau kerja dari jantung, Foto
toraks/abdomen, untuk melihat apakah terjadi perubahan pada organ pernafasan dan
organ pencernaan, Tes toksikologi kuantitatif (Boswick, 1997).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala :


a. Gangguan sistem pernafasan dan sirkulasi : RJP
b. Gangguan sistem susunan saraf pusat :
1) Kejang : beri diazepam atau fenobarbital
2) Odem otak : beri manitol atau dexametason
c. Gejala : mual, muntah, nyeri perut, hipersalivasi, nyeri kepala, mata miosis, kekacauan
mental, bronchokonstriksi, hipotensi, depresi pernafasan dan kejang. Tindakan :
Atropin 2 mg tiap 15 menit sampai pupil melebar.
Atropin berfungsi untuk menghentikan efek acetylcholine pada reseptor muscarinik,
tapi tidak bisa menghentikan efek nikotinik.
Pada usia < 12 tahun pemberian atropin diberikan dengan dosis 0,05 mg/kgBB, IV
perlahan dilanjutkan dengan 0,02-0,05mg/kgBB setiap 5-20 menit sampai atropinisasi
sudah adekuat atau dihentikan bila :
1) Kulit sudah hangat, kering dan kemerahan
2) Pupil dilatasi (melebar)
3) Mukosa mulut kering
4) Heart rate meningkat
Pada anak usia > 12 tahun diberikan 1 - 2 mg IV dan disesuaikan dengan respon
penderita. Pengobatan maintenance dilanjutkan sesuai keadaan klinis penderita, atropin
diteruskan selama 24 jam kemudian diturunkan secara bertahap. Meskipun atropin
sudah diberikan masih bisa terjadi gagal nafas karena atropin tidak mempunyai
pengaruh terhadap efek nikotinik (kelumpuhan otot) organofosfat
d. Antiemetik : zat-zat yang digunakan untuk menghambat muntah.
Obat antiemetik adalah : Antagonis reseptor 5-hydroxy-tryptamine yang menghambat
reseptor serotonin di Susunan Syaraf Pusat (SSP) dan saluran cerna. Obat ini dapat
digunakan untuk pengobatan post-operasi, dan gejala mual dan muntah akibat
keracunan. Beberapa contoh obat yang termasuk golongan ini adalah : Domperidon,
Ondansentron, Dolasetron (Boswick, 1997).
2. Pengobatan Supportif
Tujuan dari terapi suportif adalah adalah untuk mempertahankan homeostasis
fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkap dan untuk mencegah serta mengobati
komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus dekubitus, edema otak & paru, pneumonia,
rhabdomiolisis (kumpulan gejala yang ditimbulkan karena gangguan dalam sel-sel
otot), gagal ginjal, sepsis, dan disfungsi organ menyeluruh akibat hipoksia atau syok
berkepanjangan. Terapi : Hipoglikemia : glukosa 0,5-1g /kgBB IV, Kejang : diazepam
0,2-0,3mg /kgBB IV (Boswick, 1997).

3. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan cara :
a. Dimuntahkan : Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di
tenggorokan), atau pemberian air garam atau sirup ipekak. Kontraindikasi : cara ini
tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat, minyak tanah,
bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang.
b. Bilas lambung :
1) Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
2) Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat 5 %,
atau asam asetat 5 %.
3) Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.
4) Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang (Arisman, 2009).

G. KOMPLIKASI
a. Kejang
b. Koma
c. Henti jantung
d. Henti napas
e. Syok (Brunner and Suddarth, 2010).
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KASUS INTOKSIKASI/KERACUNAN

A. PENGKAJIAN
a. Primary Survey
1) Airway (A) : Kaji apakah terdapat sumbatan karena edema (inflamasi) saluran
pernapasan akibat dari keracunan gas (inhalasi) atau reaksi alergi berat.
2) Breathing (B) : Nafas cepat atau lambat, keracunan asetaminofen dapat
menyebabkan depresi pusat nafas.
3) Circulation (C) : Kaji jika ada reaksi perdarahan lambung karena keracunan zat
korosif atau zat racun lain yang teringesti, kaji jika ada mual-muntah, tanda
dehidrasi, diare/GE.
4) Disability (D) : Kaji GCS, penurunan kesadaran akibat racun, reaksi pupil
terhadap cahaya, dan dilatasi pupil.
b. Secondary Survey
1) Exposure (E) : Kaji apakah terdapat luka atau lesi luar akibat terpapar racun
(tersiram zat kimia).
2) Fluid, Farenheit (F) : Observasi output urine jika terdapat dehidrasi atau
tanda-tanda syok (urine output : 1-2cc/kgBB/jam).
3) Get Vital Sign (G) : Kaji tanda-tanda vital, dan perubahanya secara teratur.
Lakukan bilas lambung segera untuk mengeliminasi racun.
4) Head To toe, History (H) : Monitoring kerja jantung jika keracunan asetominopen.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran menurun
2) Pernafasan
Nafas tidak teratur
3) Kardiovaskuler
Hipotensi/Hipertensi, nadi aritmia
4) Persarafan
Kejang, miosis, vasikulasi, penurunan kesadaran, kelemahan, paralise
5) Gastrointestinal
Muntah, diare
6) Integumen
Berkeringat
7) Muskuloskeletal
Kelelahan, kelemahan
8) Integritas Ego
Gelisah, pucat
9) Eliminasi
Diare
10) Selaput lender
Hipersaliva
11) Sensori
Pupil miosis (Mansjoer Arif,2009).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
c. Ketidakefektifan pola nafas
d. Penurunan curah jantung
e. Kekurangan volume cairan
f. Nyeri akut
(NANDA, 2015-2017)
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2008. Keracunan Makanan:Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.


Boswick, J. 1997. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC.
Bunner and Suddarth.2010. Keperawatan Medikal Bedah, vol 3. Jakarta: EGC.
Bulechek, G.M. Butcher, H.K. Dochterman, J.M. Wagner, C.M. 2016. Nursing Interventions
Classification (NIC). Singapore : Elsevier Global Right
Herdman, T.H. 2015-2017. NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan: definisi
& klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC
Moorhead, S. Johnson, M. Maas, M.L. Swanson, E. 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC). Singapore: Elsevier Global Rights.
Mansjoer Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius,FKUI,
Nurarif, H.N & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:.Mediaction Publishing.
Prijanto, B.T. 2009. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat Pada
Keluarga Petani Hortikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.
Semaran: Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KASUS INTOKSIKASI/KERACUNAN

OLEH

NI MADE DIAH KARTIKA SARI


P07120215007

TINGKAT 4A/D-IV KEPERAWATAN


SEMESTER VII

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
PATHWAY

Masuknya insektisida Intoksikasi insektisida


organofosfat organofosfat

Menghambat aktifitas enzim


asetilkolinesterase (AChE)

Akumulasi asetilkolin pada


ujung saraf

Efek stimulasi muskarinik Efek stimulasi nikotinik Efek stimulasi nikotinik muskarinik Efek akumulasi asetilkolin
pada saraf parasimpatis pada system saraf simpatis pada system saraf pusat pada neuromuscular junction

Bronkospasme, Hipotensi,
bradikardi, miosis Takikardi, Penurunan tingkat Tremor, kejang,
hipertensi, midriasis kesadaran dan koma paralise
Penurunan
Penurunan aliran
aliran udara
darah sistemik
miosis
Risiko
Ketidakefektifan Penurunan ketidakefektifan
pola nafas curah jantung perfusi jaringan
cerebral
Berkeringat, diare,
Muntah, hipersaliva
sering kencing,
muntah
Obstruksi jalan Ketidakefektifan
Kehilangan cairan nafas bersihan jalan
tubuh nafas
Kekurangan
volume cairan

Anda mungkin juga menyukai