1
Secara umum, berikut beberapa tanda dan gejala asma paling khas yang perlu Anda
waspadai.
1. Batuk
Batuk dapat berupa batuk kering maupun berdahak (berlendir). Umumnya batuk
cenderung akan semakin parah pada malam hari dan membuat Anda sulit tidur.
2. Mengi
Mengi adalah suara berbunyi lirih seperti “ngik-ngik” yang terdengar setiap kali
Anda bernapas. Bunyi ini terjadi karena udara dipaksa keluar melalui saluran
pernapasan yang tersumbat.
3. Dada Sesak
Saluran udara yang tengah meradang dan tersumbat menyebabkan dada terasa
sesak atau sakit. Dada Anda mungkin terasa seperti ditekan atau ditindih
dengan benda yang sangat berat.
4. Sesak Nafas
Saluran udara yang meradang dan tersumbat akan membuat sulit bernapas.
Sulit bernapas lega kemudian dapat menyebabkan perasaan gelisah, yang
mungkin makin memperburuk gejala ini.
5. Gejala Lain
Selain yang sudah disebutkan di atas, orang dengan kondisi ini juga bisa
memunculkan gejala, seperti:
1. Badan lemas, lesu, dan tidak bertenaga
2. Suara sengau
3. Menghela napas terus-terusan
4. Rasa gelisah yang tidak biasa
4. Klasifikasi
a. Klasifikasi derajat asma
2
DERAJAT ASMA GEJALA GEJALA FUNGSI PARU
MALAM
INTERMITEN -Gejala <1x /minggu < 2 kali sebulan APE > 80%
Mingguan -Tanpa gejala diluar
serangan
-Serangan singkat
-Fungsi paru asimtomatik
dan normal luar serangan
PERSISTEN -Gejala >1x minggu tapi > 2 kali seminggu APE > 80 %
RINGAN <1x / hari Normal
Mingguan -Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
PERSISTEN -Gejala harian > sekali seminggu APE >60 % tetapi <
SEDANG -Menggunakan obat setiap 80 %
Harian hari Normal
-Serangan mengganggu
aktivitas dan tidur
-Serangan 2x / minggu,
bisa berhari-hari
PERSISTEN -Gejala terus menerus Sering APE < 80%
BERAT -Aktivitas fisik terbatas Normal
Kontinu -Sering serangan
5. Patofisiologi
a. Asma bronchiale tipe atopik (ekstrinsik)
3
Asma timbul karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan
allergen. Alergen yang masuk tubih melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan
merangsang pembentukan IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basifil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena
kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel
eosinofil ,makrofag dan trombosit juga memiliki resepotor untuk IgE tetapi
dengan afinitas yang lemah. Orangyang sudah memiliki sel-sel mastosit dan
basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan
gejala.Orang tersebut sudah dianggap desentisasi atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
allergen yang sama ,allergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah
ada pada permukaan mastofit dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan
influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan
kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel .Dalam
proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang
sudah terkandung dalam granul-granul(preformed ) di dalam sitoplasma yang
mempunyai sifat biologic,yaitu histamin, Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-
A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera
terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperaktifitas bronkus yaitu brokus yang mudah sekali mengkerut ( konstriksi)
bila terpapar dengan bahan/ faktor dengan kadar yang rendah yang pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya polusi, asap
rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun
bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa hiperaktifitas bronkus
disebabakan oleh inflamasi brponkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama
eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilaas bronkus pasien
asma bronchiale sebagai bronchitis kronik eosinofilik. Hiperreaktifitas
berhubungan dengan derajat berat penyakit.
4
Berdasarkan hal tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik
sebagai penyakit bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai
suatu hiperreaksi bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran
nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya ,infiltrasi sel
radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran
silia dan mukus diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas
menjadi tidak berfungsi lagi . Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale
adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang
bronkus.
Akibat dari bronkospasme, oedema mukosa dan dinding bronkus serta
hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkus dan percabangannya
sehingga akan menimbulkan rasa sesak ,nafas berbunyi (wheezing) dan batuk
yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stress yang akan merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan
meningkatkan adeno corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam
darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan
kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon tubuh sebagai
suatu bentuk inflamasi pada bronkus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
5
c. Asma bronchiale campuran (mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun
ekstrinsik
Secara singkat patofisilogi asma bronchiale sampai menimbulkan masalah
keperawatan dapat digambarkan sebagai berikut
Penyebab:
-Alergen
-Non allergen/idiopatik:
Common cold,infeksi
traktus Kontak terhadap tubuh
respiratorius,emosi,
latihan, dehidrasi,iritan
non spesifik Pembentukan antibody(IgE)
-Hipersensitif terhadap
penisilin
Ikatan antigen & antibody
6
Bersihan
jalan nafas Resiko
tidak efektif tinggi
infeksi
Kelemahan fisik
Intoleransi
aktivitas
7
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik
6. Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas
7. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d sesak nafas
8. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi
9. Resiko tinggi infeksi b/d produksi mukus yang meningkat
6. Pathway
8. Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial:
1. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan :
Saatnya serangan
Obat-obatan yang telah diberikan (macam obatnya dan dosisnya)
2. Pemberian obat bronchodilator
3. Penilaian terhadap perbaikan serangan
4. Pertimbangan terhadap pemberian kortikosteroid
5. Setelah serangan mereda :
8
Cari faktor penyebab
Modifikasi pengobatan penunjang selanjutnya
OBAT-OBATAN
1. Bronchodilator
Tidak digunakan alat-alat bronchodilator secara oral, tetapi dipakai secara
inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan
simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan aminofilin secara parenteral sebab
mekanisme yang berlainan, demikian sebaliknya, bila sebelumnya telah
digunakan obat golongan Teofilin oral maka sebaiknya diberikan obat
golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.
Obat-obat bronchodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap
adreno reseptor (Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol )
mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping
kecil dibandingkan dengan bentuk non selektif (Adrenalin, Efedrin,
Isoprendlin)
Obat-obat Bronkhodilatator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek
samping sistemik lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada
anak-anak dan dewasa. Mula-mua diberikan 2 sedotan dari suatu metered
aerosol defire ( Afulpen metered aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan
dapat diulang tiap 4 jam, jika tidak ada perbaikan sampai 10 - 15 menit
berikan aminofilin intravena.
Obat-obat Bronkhodilatator Simpatomimetik memberi efek samping
takhikardi, penggunaan perentral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya
pada penyakit hipertensi, kardiovaskuler dan serebrovaskuler. Pada
dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epineprin 1 : 1000 secara subkutan.
Anak-anak 0.01mg / kg BB subkutan (1mg per mil ) dapat diulang tiap 30
menit untuk 2 - 3 x tergantung kebutuhan.
9
Pemberian Aminophilin secara intrvena dosis awal 5 - 6 mg/kg BB
dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan-lahan dalam 5 - 10 menit. untuk
dosis penunjang 0,9 mg/kg BB/jam secara infus. Efek samping TD
menurun bila tidak perlahan-lahan.
2. Kortikosteroid
Jika pemberian obat-obat bronkhodilatator tidak menunjukkan perbaikan,
dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid . 200 mg hidrokortison atau
dengan dosis 3 - 4 mg/kg BB intravena sebagai dosis permulaan dapat diulang
2 - 4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti
pemberian 30 - 60 mg prednison atau dengan dosis 1 - 2 mg/kg BB/hari secara
oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.
3. Pemberian Oksigen
Melalui kanul hidung dengan kecepatan aliran O2 2-4 liter/menit dan dialirkan
melalui air untuk memberi kelembaban. Obat Ekspektoran seperti
Gliserolguayakolat dapat juga digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, maka
intik cairan peroral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi,
antibiotik diberikan bila ada infeksi.
9. Komplikasi
1. Gangguan Tidur
2. Produktivitas Terganggu
3. Gangguan Psikologis
4. Tubuh Cepat Lelah
5. Pneumonia
6. Pneumotoraks
7. Gagal Napas (Status Asmatikus)
8. Perubahan Struktur Saluran Pernapasan
9. Pertumbuhan Terhambat
10. Opname
10
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Objektif :
Sesak napas yang berat dengan ekspirasi disertai wheezing
Dapat disertai batuk dengan sputum kental, sukar dikeluarkan
Bernapas dengan menggunakan otot-otot tambahan
Sianosis, takikardi, gelisah, pulse paradoksus
Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing (di apeks dan hilus)
Klien tampak kepayahan
Subyektif :
Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia
Klien mengatakan tidak bisa tidur
Klien mengatakan tidak tahu penyebab penyakit dan kekambuhan
Psikososial :
Klien cemas, takut, dan mudah tersinggung
1. Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang ditandai
dengan os mengatakan batuk dan dahak sulit keluar,sputum warna putih kental,
os gelisah
2. Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang
ditandai dengan os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu
pernafasan,RR > 20 kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os
tampak sianosis
3. Pola nafas tak efektif b/d bronkospasme yang ditandai os mengatakan sesak
nafas, os gelisah, terdengar suara wheezing (+), tampak pembesaran vena
leher, takikardi, berkeringat.
11
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan
badan lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat
5. Cemas b/d takut ancaman kematian yang ditandai os gelisah, os mengatakan
tidak bisa bernafas,suara wheezing (+)
6. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d susah makan
7. Gangguan istirahat dan tidur b/d sesak nafas yang ditandai dengan os tampak
payah, os mengatakan sesak nafas, os mengatakan tidak bisa tidur ,retraksi otot
dada (+)
8. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang ditandai dengan os
mengatakan tidak tahu faktor penyebab penyakit dan kekambuhan
9. Resiko tinggi infeksi b/d peningkatan produksi mukus
3. Rencana Tindakan
12
teknik pernafasan meningkatkan
diafragma dan batuk patensi jalan nafas
13
-Beri bronkodilator -Meningkatkan
sesuai therapy diameter jalan nafas
sehingga
mengurangi kerja
pernafasan
14
aktivitas b/d tindakan perawatan pasien terhadap kemampuan pasien
kelemahan fisik selama 3x24 jam aktivitas dalam melakukan
yang ditandai pasien aktivitas
dengan os menunjukkan
mengatakan badan peningkatan -Catat adanya -Menentukan
lemah, os toleransi terhadap dispnea, peningkatan periode istirahat
mengatakan nafas aktivitas, dengan kelelahan dan pasien dan aktivitas
sesak,berkeringat KE: perubahan tanda vital yang menimbulkan
-Pasien dapat dan selama dan setelah kelelahan pasien.
mau melakukan aktivitas.
aktivitas sesuai
kemampuannya -Berikan kepada -Memenuhi
-Tanda tanda vital pasien aktivitas sesuai kebutuhan pasien
dalam batas normal kemampuannya tanpa menimbulkan
kelelahan
15
-Tetap disamping -Pasien merasa
pasien selama fase aman dan
akut mengurangi
ketakutan
16
tenang
17
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif ,dkk (2000) . Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Jilid 1.Jakarta : Media
Aesculapius.
Silvia A Price ,(1995) . Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit Jilid 2 .Ed 8. Jakarta :
EGC
18