1
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa.
Daya toksin bias ular tergantung pula pada jenis dan macam ular.
Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai macam zat
yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang
berbeda pada manusia.
Sebagian kecil racun bersifat spesifik terhadap suatu organ ;
beberapa mempunyai efek pada hampir setiap organ. Kadang-kadang
pasien dapat membebaskan beberapa zat farmakologis yang dapat
meningkatkan keparahan racun yang bersangkutan. Komposisi racun
tergantung dari bagaimana binatang menggunakan toksinnya. Racun
mulut bersifat ofensif yang bertujuan melumpuhkan mangsanya;sering
kali mengandung factor letal. Racun ekor bersifat defensive dan
bertujuan mengusir predator; racun bersifat kurang toksik dan merusak
lebih sedikit jaringan.
b. Anatomi dan Fisiologi
2
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan
luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari
ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah
dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
(Ganong, 2008).
c. Etiologi
Karena gigitan ular yang berbisa, yang terdapat 3 famili ular yang
berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa ular dapat
menyebabkan perubahan local, seperti edema dan pendarahan. Banyak
bisa yang menimbulkan perubahan local, tetapi tetap dilokasi pada
anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak
terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam . Daya toksik bisa
ular yang telah diketahui ada 2 macam :
1) Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang
menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah
dengan jalan menghancurkan stroma lecethine ( dinding sel darah
merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut (hemolysin)
dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut,
hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2) Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan- jaringan
sel saraf sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan- jaringan
sel saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan
tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran dan
peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan
jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan
dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui
pembuluh limphe.
3
d. Manifestasi Klinik
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan
ular,rasa terbakar, nyeri ringan, dan pembengkakan local yang
progresif. Bila timbul parestesi, gatal, dan mati rasa perioral, atau
fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi.
Bahaya gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah satu
atau dua hari, yaitu timbulnya gejala-gejala hemorrhage (pendarahan)
pada selaput tipis atau lender pada rongga mulut, gusi, bibir, pada
selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori kulit
seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air
kencing (urine) atau hematuria, yaitu pendarahan melalui saluran
kencing. Pendarahan pada alat saluran pencernaan seperti usus dan
lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus). Gejala hemorrhage
biasanya disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil, banyak
keluar keringat, rasa haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan
lemah, pernapasan pendek, dan akhirnya mati.
e. Patofisiologi
Bisa ular terdiri dari campuran beberapa polipeptida, enzim dan
protein. Jumlah bisa, efek letal dan komposisinya bervariasi tergantung
dari spesies dan usia ular. Bisa ular bersifat stabil dan resisten terhadap
perubahan temperatur. Secara mikroskop elektron dapat terlihat bahwa
bisa ular merupakan protein yang dapat menimbulkan kerusakan pada
sel-sel endotel dinding pembuluh darah, sehingga menyebabkan
kerusakan membran plasma. Komponen peptida bisa ular dapat
berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada pada tubuh korban.
Bradikinin, serotonin dan histamin adalah sebagian hasil reaksi yang
terjadi akibat bisa ular. Enzim yang terdapat pada bisa ular misalnya L-
arginine esterase menyebabkan pelepasan bradikinin.
4
f. Pathway
Gigitan Ular
Inflamasi
i. Penatalaksanaan Medis
a. Pertolongan pertama, jangan menunda pengiriman kerumah sakit.
Apabila penanganan medis tersedia dalam beberapa jam, satu-
satunya tindakan dilapangan adalah immobilisasi pasien dan
pengiriman secepatnya. Jika penanganan lebih dari 3-4 jam dan
jika envenomasi sudah pasti, melakukan pemasangan torniket
limfatik dengan segera dan insisi dan penghisapan dalam 30 menit
sesudah gigitan, immobilisasi, dan pengiriman secepatnya, lebih
baik pada suatu usungan, merupakan tindakan yang paling
berguna. Bila memungkinkan, pertahankan posisi ekstremitas
setinggi jantung. Jika dapat dikerjakan dengan aman, bunuhlah ular
tersebut untuk identifikasi.
b. Lakukan evaluasi klinis lengkap dan pesanlah untuk pemeriksaan
laboratorium dasar, hitung sel darah lengkap, penentuan golongan
darah dan uji silang, waktu protombin, waktu tromboplastin
parsial, hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan gadar gula
darah, BUN, dan elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan
6
pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel darah merah, waktu
pembekuan, dan waktu retraksi bekuan.
c. Derajat envenomasi harus dinilai dan observasi 6 jam untuk
menghindari penilaian keliru dan envenomasi yang berat.
d. Mulai larutan salin IV pada semua pasien; berikan oksigen, dan
tangani syok jika ada.
e. Pertahankan posisi ekstremitas setinggi jantung; turniket di lepas
hanya bila syok sudah diatasi dan anti bisa diberikan.
f. Beberapa sumber menganjurkan eksplorsi bedah dini untuk
menentukan kedalaman dan jumlah jaringan yang rusak, sesuai
dengan jenis ular yang menggigit apakah berbisa atau tidak.
7
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
1. Pengkajian Keperawatan
a) Gigitan Ular
1) Primary Survey
a. Airway
Pada airway perlu diketahui bahwa salah satu sifat dari bisa
ular adalah neurotoksik. Dimana akan berakibat pada saraf
perifer atau sentral,sehingga terjadi paralise otot-lurik.Lumpuh
pada otot muka, bibir, lidah, dan saluran pernapasan, gangguan
pernafasan, kardiovaskuler terganggu dan penurunan
kesadaran.
b. Breathing
Pada breathing akan terjadi gangguan pernapasan karena pada
bias ular akan berdampak pada kelumpuhan otot-otot saluran
pernapasan sehingga pola pernapasan pasien terganggu
c. Circulation
Pada circulation terjadi perdarahan akibat sifat bisa ular yang
bersifat haemolytik. Dimana zat dan enzim yang toksik
dihasilkan bisa akan menyebabkan lisis pada sel darah merah
sehingga terjadi perdarahan. Ditandai dengan luka patukan
terus berdarah, haematom, hematuria, hematemesis dan gagal
ginjal, perdarahan addome, hipotensi.
d. Disability
Pada pasien dengan gigitan ular resiko terjadinya syok sampai
penurunan kesadaran. Ini diakibatkan kelupuhan otot
pernapasan dimana pasien akan mengalami henti napas. Selain
itu juga disebabkan oleh perdarahan akibat lisis pada eritrosit.
e. Exposure
Pada pasien ini terjadi pembengkakan pada daerah gigitan dan
kemerahan sampai dengan perubahan warana kulit
8
2) Secondary Survey
Pemeriksaan Fisik:
Head to-toe
1. Kepala
Bentuk simetris, distribusi rambut merata, kebersihan rambut.
1. Mata : bentuk simetris, tidak anemis,pupil isokor
2. Hidung : Bentuk simetris
3. Telinga : bentuk simetris kiri dan kanan
4. Bibir : Bentuk simetris
2. Leher
Tidak ada pembesaran vena jugularis dan pembesaran kelenjar
getah bening
3. Dada
1. Paru-paru : frekuensi > 24x/mnt, irama teratur
2. Jantung
Bunyi jantung : normal S1 dan S2, HR menurun
3. Abdomen
Bentuk : simetris
Bising usus dalam batas normal (6-10x/mnt), ada mual dan
muntah
4. Ekstremitas : Akral dingin, edema, kekakuan otot, nyeri,
kekuatan otot menurun
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gigitan Ular
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
jalan napas ditandai dengan pasien mengeluh sesak dan sulit bicara
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan irama
jantung yang ditandai dengan pasien mengalami
bradikardi/takikardia
9
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan ditandai dengan pasien mengeluh sesak nafas,dyspnea
4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
kulit merah dan kulit terasa hangat.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecendera fisik ditandai
dengan mengeluh nyeri dan ekspresi wajah meringis
3. Intervensi Keperawatan
a. Gigitan Ular
N DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
O KEPERAWATAN HASIL KEPERAWATAN
10
- Tidak gelisah head-tilt dan chin-lift
4. Lakukan fisioterapi
5. Lakukan penghisapan
detik
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarka sumbatan
forsep McGill
perlu
Edukasi
11
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jia perlu
Observasi
2. Monitor saturasi
oksigen
3. Monitor kemampuan
batuk efektif
4. Monitor adanya
produksi sputum
5. Monitor adanya
6. Monitor frekuensi,
upaya napas
12
7. Monitor pola napas
(bradipnea, takipnea,
hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-
8. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
toraks
Terapeutik
1. Atur interval
pemantauan respirasi
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan intervensi 1. Perawatan Jantung
keperawatan selama … x … Observasi
jam maka Curah Jantung 1. Identifikasi
meningkat dengan kriteria hasil: tanda/gejala primer
13
- Kekuatan nadi perifer penurunan curah
meningkat jantung (meliputi
- Palpitasi menurun dyspnea, kelelahan,
- Takikardia menurun edema, ortopnea,
- Lelah menurun paroxysmal nocturnal
- Edema menurun dyspnea, peningkatan
- Dyspnea menurun CVP)
- Pucat/sianosia menurun 2. Identifikasi
- Tekanan darah membaik tanda/gejala sekunder
- Pengisian kapiler penurunan curah
membaik jantung (meliputi
peningkatan berat
badan, hepatomegaly,
distensi vena jugularis,
palpitasi, ronkhi basah,
oiguria, batuk, kulit
pucat)
3. Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan
darah ortostatik, jika
perlu)
4. Monitor intake dan
output cairan
5. Monitor saturasi
oksigen
6. Monitor aritmia
(kelainan irama dan
frekuensi)
Terapeutik
1. Posisikan pasien semi-
fowler atau fowler
dengan kaki ke bawah
14
atau posisi nyaman
2. Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress, jika
perlu
3. Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen >94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuaitoleransi
2. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur
intake dan output
cairan harian
Kolaborasi
1. Koaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
2. Rujuk ke program
rehabilitas jantung
2. Perawatan Jantung Akut
Observasi
1. Identifikasi karakteristik
nyeri dada (meliputi
factor pemicu dan
pereda, kualitas, lokasi,
radiasi, skala, durasi dan
frekuensi)
2. Monitor aritmia
(kelainan irama dan
frekuensi)
3. Monitor elektrolit yang
15
dapat meningkatkan
resiko aritmia (mis.
kalium, magnesium
serum)
4. Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
1. Pertahankan tirah baring
minimal 12 jam
2. Pasang akses intravena
3. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi
ansietas dan stress
4. Sediakan lingkungan
yang kondusif untuk
beristirahat dan
pemulihan
Edukasi
1. Anjurkan segera
melaporkan nyeri dada
2. Ajarkan teknik
menurunkan kecemasan
dan ketakutan
3. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan 1.Manajemen Jalan Napas
Observasi
keperawatan selama ... x ... jam
1. Monitor pola napas
diharapkan pola napas tidak
(frekuensi, kedalaman,
efektif dapat teratasi dengan usaha napas)
2. Monitor bunyi napas
kriteria hasil :
tambahan (mis. gurgling,
1. Pola Napas wheezing, mengi, ronkhi
kering)
- Tidak ada dispnea
16
- Penggunaan otot bantu 3. Monitor sputum (jumlah,
napas menurun/tidak warna, aroma)
ada 4. Terapeutik
- Pemanjangan fase 5. Pertahankan kepatenan
ekspirasi menurun jalan napas dengan head-
- Tidak ortopnea tilt dan chin-lift (ja-thrust
- Tidak ada pernapasan jika curiga trauma
cuping hidung servikal)
- Tidak ada pernapasan 6. Posisikan semi fowler
pursed-lip atau fowler
- Frekuensi napas normal 7. Berikan minum hangat
(16-20x/menit) 8. Lakukan fisioterapi dada,
- Ekskursi dada membaik jika perlu
- Kedalaman napas 9. Lakukan penghisapan
membaik lendir kurang dari 15
- Tekanan ekspirasi detik
membaik 10. Lakukan hiperoksigenasi
- Tekanan inspirasi sebelum penghisapan
membaik endotrakeal
11. Keluarka sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
12. Berikan oksigen, jika
perlu
13. Edukasi
14. Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
15. Ajarkan teknik batuk
efektif
16. Kolaborasi
17. Kolaborasi pemberian
17
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jia perlu
18. NIC : Pemantauan
Respirasi
19. Observasi
20. Monitor nilai AGD
21. Monitor saturasi oksigen
22. Monitor kemampuan
batuk efektif
23. Monitor adanya produksi
sputum
24. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
25. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya
napas
26. Monitor pola napas
(bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot,
ataksik)
27. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
28. Auskultasi bunyi napas
29. Monitor hasil x-ray
toraks
30. Terapeutik
31. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
32. Dokumentasikan hasil
18
pemantauan
Edukasi
33. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
34. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4. Hipertermi Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen
keperawatan selama … x … Hipertermia
jam maka Termoregulasi Observasi
membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab
hipertermi
- Takikardi menurun
2. Monitor suhu tubuh
- Kulit merah menurun
- Suhu tubuh membaik Terapeutik
2. Regulasi Temperatur
Observasi
1. Monitor takanan darah,
frekuensi pernafasan
dan nadi
2. Monitor dan catat
tanda gejala
19
hipertermia
Terapeutik
1. Tingkatkan asupan
cairan dan nutrisi yang
adekuat
2. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
5. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi 1. Manajemen Nyeri
selama ..x..24jam, diharapkan
Observasi:
nyeri akut berkurang dengan
1. Identifikasi lokasi,
kriteria hasil:
karakteristik, durasi,
- Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,
- Wajah Tampak intensitas nyeri.
Meringis menurun 2. Identifikasi skala nyeri
- Sikap protektif menurun 3. Identifikasi respon
- Kesulitan tidur menurun nyeri non verbal
- Tidak tampak gelisah 4. Identifikasi factor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
20
hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek saming
penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresure, terapi
music, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
21
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
22
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi
keperawatan yang telah ditetapkan
5. Evaluasi Keperawatan
a. Evaluasi Formatif
Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien, terhadap
respon langsung pada intervensi keperawatan.
b. Evaluasi Sumatif
Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi dan analisis mengenai status
kesehatan klien terhadap waktu.
23
DAFTAR PUSTAKA
Arnoldy, Safera. 2015. Makalah Gigitan Ular Bab I-IV. (online). Available :
https://www.academia.edu/16663854/MAKALAH_GIGITAN_ULAR_B
AB_I-IV. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2019.
Djoni Djunaedi. 2009. Penatalaksanaan Gigitan Ular Berbisa. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. Sondi, Dian. 2013. Askep Gadar Giitan
Binatang. (online). Available :
https://www.scribd.com/doc/172297625/Askep-Gadar-Gigitan-Binatang.
Diakses pada tanggal 28 Oktober 2019.
Ganong, W. F. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC.
Kasihsa, Dian. 2013. Askep Gadar Gigitan Binatang. (online). Available :
https://www.scribd.com/doc/172297625/Askep-Gadar-Gigitan-Binatang
(diakses tanggal 28 Oktober 2019 pukul 10.00 WITA
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Dewan Pengurus Pusat
PPNI: Jakarta Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Denifisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.
Thok, Fian. 2015. Askep Gigitan Binatang. (online). Available :
https://www.scribd.com/document/260918651/ASKEP-GIGITAN-
BINATANG. Diakses pada tanggal 28 Oktober 2019.
Wiratni, Ayu. 2017. Pathway Gigitan Binatang. (Online) Available :
https://www.scribd.com/document/338433722/Pathway-Gigitan-
Binatang, diakses pada tanggal 28 Oktober 2019 pukul 10.00 WITA
24