Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN

DENGAN GIGITAN ULAR BERBISA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas sebagai syarat untuk menempuh stase
GADAR

Disusun oleh :

Liswatin

1490119082

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS GALUH
CIAMIS
2019
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Bisa ular merupakan senyawa kimiawi yang diproduksi oleh kelenjar khusus dari
sejumlah spesies ular tertentu (seperti: King Cobra dan Viper) yang digunakan
untuk melumpuhkan mangsa dan mempertahankan diri. Kelenjar yang
mensekresikan zootoksin merupakan modifikasi kelenjar parotis vertebrata lain, dan
bisanya terletak di setiap sisi kepala di bawah dan di belakang mata, terbungkus
selubung otot. Kelenjar ini diperlengkapi dengan alveolus besar di
mana bisa disimpan sebelum disalurkan melalui sebuah duktus ke
dasar taring bersaluran atau tubular yang dari situ racun dikeluarkan. Bisa ular
merupakan gabungan sejumlah protein dan enzim yang berbeda. Banyak dari
protein itu yang tak berbahaya bagi manusia, tetapi beberapa protein beracun.
2. Etiologi
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan
Viperidae. Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan
pendarahan. Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi
pada anggota badan yang tergigit. Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat
lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang
dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan
menghancurkan stroma lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah
menjadi hancur dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-
pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada selaput tipis
(lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati
dengan tanda-tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam
(nekrotis). Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf
pusat dengan jalan melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan
dan jantung. Penyebaran bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh
limfe.
3. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
4. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.

5. Bisa ular yang bersifat cytotoksin


Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
6. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
7. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

3. Tanda dan gejala


Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan
ular.
1. Gejala lokal:
a. Tanda gigitan taring (fang marks)
b. Nyeri lokal
c. Pendarahan lokal
d. Kemerahan
e. Limfangitis (peradangan / pembagkakan pembuluh limfatik)
f. Pembesaran kelenjar limfe
g. Inflamasi (bengkak, merah, panas)
h. Melepuh
i. Infeksi lokal, terbentuk abses
j. Nekrosis (kematian sel)

4. Patofisiologi
Bisa ular diproduksi dan disimpan dalam sepasang kelenjar yang berada di bawah mata.
Bisa dikeluarkan dari taring berongga yang terletak di rahang atasnya. Taring ular dapat
tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake besar. Dosis bisa ular tiap gigitan bergantung pada
waktu yang terlewati sejak gigitan pertama, derajat ancaman yang diterima ular, serta
ukuran mangsanya. Lubang hidung merespon terhadap emisi panas dari mangsa, yang dapat
memungkinkan ular untuk mengubah jumlah bisa yang dikeluarkan. Bisa biasanya berupa
cairan. Protein enzimatik pada bisa menyalurkan bahan-bahan penghancurnya. Protease,
kolagenase, dan arginin ester hidrolase telah diidentifikasi pada bisa pit viper. Efek lokal
dari bisa ular merupakan penanda potensial untuk kerusakan sistemik dari fungsi sistem
organ. Salah satu efeknya adalah perdarahan lokal, koagulopati biasanya tidak terjadi saat
venomasi. Efek lainnya, berupa edema lokal, meningkatkan kebocoran kapiler dan cairan
interstitial di paru-paru. Mekanisme pulmoner dapat berubah secara signifikan. Efek
akhirnya berupa kematian sel yang dapat meningkatkan konsentrasi asam laktat sekunder
terhadap perubahan status volume dan membutuhkan peningkatan minute ventilasi. Efek
blokade neuromuskuler dapat menyebabkan perburukan pergerakan diafragma. Gagal
jantung dapat disebabkan oleh asidosis dan hipotensi. Myonekrosis disebabkan oleh
myoglobinuria dan gangguan ginjal.

Pathway
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dasar, Pemeriksaaan kimia darah, Hitung sel darah lengkap,
penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin
parsial,hitung trombosit, urinalisis, dan penentuan kadar gula darah, BUN, dan
elektrolit. Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan, dan waktu retraksi bekuan
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Pengkajian Airway
tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka
jalan nafas pasien terbuka. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan
airway dan ventilasi. tulang belakang leher harus dilinsungi selama intubasi
endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi
jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak
sadar. yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
1. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas
2. tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
a. Adanya snoring atau gurgling
b. Stridor atau suara napas tidak normal
c. agitasi (hipoksia)
d. Penggunaan otot bantu pernafsan /paradoxical chest movements
e. Sianosis
3. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
a. Muntahan
b. Perdarahan
c. Gigi lepas atau hilang
d. Gigi palsu
e. trauma wajah
4. jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
5. lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
6. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai
indikasi
a. Chin lift jaw thrust
b. Lakukan suction (jika tersedia)
c. Oropharyngeal airway , nasopharyngeal airway, Paryngeal laryngeal mask
Airway
d. lakukan intubasi
b. Pengkajian Breathing ( pernafasan )
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. jika pernafasan pada pasien tidak memadai,
maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan
drainasetension pneumothorax/haemothorax,closure of open chest injury dan
ventilasi buatan
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian Breathing pada pasien antara lain:
1. Look, Listen dan feel
a. Inspeksi dari tingkat pernafasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut: cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wound, dan penggunaan otot bantu pernafasan
b. Palpasi untuk adanya pergeseran trakea, frkatur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan
pneumotoraks
c. Auskultasi untuk adanya suara abnormal pada dada
c. Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan. hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill dan penurunan produksi urin.
Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan
yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung
mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab
lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah:
tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac spinal shock dan anaphylaxis
Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada
pasien secara memadai dan dikelola dengan baik
langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
a. cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfus
d. Pengakjian Disabilities
Pada primary survey Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU:
A : alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
V : vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
P: responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
U : unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
e. EXpose, Examine Dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. jika pasien
diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting
untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung
pasien yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspose pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang. Dalam situasi yang
diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,maka rapid trauma
Assessment harus segera dilakukan:
1. Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
2. Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil
atau kritis
2. Pengakjian sekunder
1. Pemeriksaan fisik
Pengkajian
Dasar data pengkajian pasien, yaitu:
a)Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Malaise.
b)Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah
jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik),
lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).
c)Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri.
d)Eliminasi
Gejala: Diare.
e)Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah.
Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi).
f)Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
g)Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.
h)Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang
subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
i)Seksualitas
Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.
j)Integumen
Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan laboratorium :
1. Penghitungan jumlah sel darah
2. Pro trombine time dan activated partial tromboplastin time
3. Fibrinogen dan produk pemisahan darah
4. Tipe dan jenis golongan darah
5. Kimia darah, termasuk elektrolit, BUN dan Kreatinin
6. Urinalisis untuk myoglobinuria
7.Analisis gas darah untuk pasien dengan gejala sistemik
4. Pemeriksaan Penunjang lainnya
a. EKG
b. Thorax photo untuk pasien dengan edema pulmonum
c. 2.Radiografi untuk mencari taring ular yang tertinggal

Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS: Klien mengeluh sesek Bisa ular masuk ke tubuh
DO:klien tampak sesak Gangguan jalan
napas tidak efektif
Tokdik menyebar melalui berhubungan
peredara darah dengan reaksi
endotoksin.

Gangguaan sistem
neurologis

Oedema saluran
pernafasan

Gangguan jalan nafas

DS : Klien mengatakan nyeri Bisa ular masuk ke tubuh


Nyeri akut
sekitar gigitan
DO: tampak adanya luka gigitan Tokdik menyebar melalui
peredara darah

Gangguaan sistem
neurologis

Nyeri
DS : klien mengeluh panas Bisa ular masuk ke tubuh
Hipertermi
dingin
DO: klien tampak menggigil
Tokdik menyebar melalui
peredara darah

Gangguaan sistem
neurologis

Hipertermi
1. DS: Klien mengatakan Bisa ular masuk ke tubuh
Cemas b.d kurang
cemas akan penyakitnya
pengetahuan
2. DO : klien bertanya-tanya
Tokdik menyebar melalui
tentang penyakitnya peredara darah

Gangguan sistem
kardiovaskular

Kurang pengetahua

Cemas
5. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
b) Nyeri akut
c) Hipertermia berhubungan dengan endotoksin
d) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan gigitan
6. Intervensi

Rencana Tindakan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Rasional
NIC NOC
1. Gangguan jalan napas tidak NOC NIC -Meningkatkan ekspansi paru-paru.
efektif berhubungan dengan Hasil yang diharapkan/kriteria 1) Pertahankan jalan napas -Pernapasan cepat/dangkal terjadi
karena hipoksemia, stres, dan
reaksi endotoksin. evaluasi pasien akan: klien.
sirkulasi endotoksin.
2) Pantau frekuensi dan
Menunjukkan bunyi napas -Kesulitan pernapasan dan
kedalaman pernapasan. munculnya bunyi adventisius
jelas, frekuensi pernapasan
3) Auskultasi bunyi napas. merupakan indikator dari
dalam rentang normal, bebas atelektasis.
kongesti pulmonal/edema
4) Sering ubah posisi.
dispnea/sianosis. interstisial,
ventelasi/perfusi.
5) Berikan O2 melalui cara - Bersihan pulmonal yang baik
sangat diperlukan untuk
yang tepat, misal masker waja
mengurangi ketidakseimbangan
-O2 memperbaiki
hipoksemia/asidosis. Pelembaban
menurunkan pengeringan saluran
pernapasan
2. Nyeri akut Melaporkan 1. Kaji tanda-tanda vital. - Mengetahui keadaan umum
nyeriberkurang/terkontrol, 2. Kaji karakteristik nyeri. klien, untuk menentukan
menunjukkan ekspresi 3. Ajarkan tehnik distraksi intervensi selanjutnya.
wajah/postur tubuh tubuh dan relaksasi. - Rasional: Dapat menentukan
4. Pertahankan tirah
rileks, berpartisipasi dalam pengobatan nyeri yang pas dan
baring selama
aktivitas dan tidur/istirahat mengetahui penyebab nyeri.
dengan tepat. terjadinya nyeri. -Membuat klien merasa nyaman
5. Kolaborasi dengan tim dan tenang.
medis dalam pemberian - Rasional: Menurunkan spasme
analgetik. otot.
-Memblok lintasan nyeri sehingga
berkurang dan untuk membantu
penyembuhan luka.

3. Hipertermia berhubungan Hasil yang diharapkan/kriteria 1. Pantau suhu klien - Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan
dengan endotoksin evaluasi suhu dalam batas 2. Pantau asupan dan proses penyakit infeksi akut
normal (36-37,5oC), bebas dari - Memenuhi kebutuhan cairan
haluaran serta berikan
kedinginan klien dan membantu menurunkan
minuman yang disukai suhu tubuh
untuk mempertahankan - Suhu ruangan/jumlah selimut
harus diubah untuk
keseimbangan antara
mempertahankan suhu mendekati
asupan dan haluaran. normal.
3. Pantau suhu
- Dapat membantu mengurangi
lingkungan, demam, karena alkohol dapat
batasi/tambahan linen membuat kulit kering.
tempat tidur sesuai -Digunakan untuk mengurangi
indikasi. demam.
4. Berikan mandi kompres -Digunakan untuk mengurangi
hangat, hindari demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
penggunaan alkohol.
5. Berikan selimut
pendingin.
6. Berikan Antiperitik
sesuai program.
4. Ketakutan/ansietas berhubungan Hasil yang diharapkan/kriteria 1. Berikan penjelasan -Pengetahuan apa yang diharapkan
dengan gigitan evaluasi pasien akan: dengan sering dan menurunkan ketakutan dan
Menyatakan kesadaran perasaan ansietas, memperjelas kesalahan
informasi tentang
dan menerimanya dengan konsep dan meningkatkan kerja
cara yang sehat, mengatakan prosedur perawatan. sama
ansietas/ketakutan menurun 2. Tunjukkan keinginan - Membantu pasien/orang terdekat
sampai tingkat dapat untuk mengetahui bahwa
untuk mendengar dan
ditangani, menunjukkan dukungan tersedia dan bahwa
keterampilan pemecahan berbicara pada pasien pembrian asuhan tertarik pada
masalah dengan penggunaan bila prosedur bebas dari orang tersebut tidak hanya
sumber yang efektif merawat luka
nyeri.
- Pada awal, pasien dapat
3. Kaji status mental, menggunakan penyangkalan dan
termasuk suasana represi untuk menurunkan dan
hati/afek. menyaring informasi
keseluruhan. Beberapa pasien
4. Dorong pasien untuk menunjukkan tenang dan status
bicara tentang luka mental waspada, menunjukkan
setiap hari. disosiasi kenyataan, yang juga
merupakan mekanisme
5. Jelaskan pada pasien
perlindungan
apa yang terjadi. -Pasien perlu membicarakan apa
Berikan kesempatan yang terjadi terus menerus untuk
untuk bertanya dan membuat beberapa rasa terhadap
berikan jawaban situasi apa yang menakutkan.
-Pernyataan kompensasi
terbuka/jujur.
menunjukkan realitas situasi
yang dapat membantu
pasien/orang terdekat menerima
realitas dan mulai menerima apa
yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart. 2002 . Buku Ajar Keperawatan . Edisi 3. EGC. Jakarta.
Corwin , Mutaqin .2003 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medical Bedah . Jakarta : Salemba
Medic
Wilkinson. Judith. M. 2007.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.
NANDA.(2012-2014). PanduanDiagnosakeperawatan. Prima Medika

Anda mungkin juga menyukai