Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN SNAKE BITE

DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSU BANGLI

PADA TANGGAL 12 – 18 APRIL 2021

OLEH:

NI MADE NITA DWIYANTI, S.KEP

C1220030

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA USADA BALI

TAHUN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN SNAKE BITE

A. PENGERTIAN
Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang mempunyai efek fisiologik yang
luas atau bervariasi. Yang mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik,
kardiovaskuler sistem pernapasan. (Suzanne Smaltzer dan Brenda G. Bare, 2001: 2490)
Bisa ular dapat pula dikelompokkan berdasarkan sifat dan dampak yang ditimbulkannya
seperti neurotoksik, hemoragik, trombogenik, hemolitik, sirotoksik, antifebrin, antikoagulan,
kardiotoksik dan gangguan vascular (merusak tunika intima). Selain itu ular juga
merangsang jaringan untuk menghasilkan zat-zat peradangan lain seperti kinin, histamine
dan substansi cepat lambat (Sudoyo, 2006).
Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular berbisa. Daya toksin bisa ular
tergantung pula pada jenis dan macam ular. Racun binatang adalah merupakan campuran
dari berbagai macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi toksik yang
berbeda pada manusia. (RetnoAldo, 2010).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ
terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang
dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg, Luasnya sekitar 1,5 – 1,9 m 2. Tebalnya kulit bervariasi mulai
0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu.
Kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang
merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari
mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal
epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan
dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi
regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang
paling atas sampai yang terdalam) :
1) Stratum Korneum, Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2) Stratum Lusidum, Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal
telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3) Stratum Granulosum, Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya
ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula
keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4) Stratum Spinosum, Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril,
dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada
tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum
dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut
sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5) Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis
diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak,
usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel
Langerhans).
b. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai True
Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya
dengan jaringan subkutis.Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki
sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan :
1) Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2) Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan
elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia
lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang
menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak
keriput.Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung
beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi.
c. Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar
dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di
tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk
regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan
kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.

Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya
adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier
infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi
proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik,
ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui
merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya
akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari.
Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses
keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal.
Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila
temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan
mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal
kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga homeostasis tubuh.
Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi,
persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), dan pembentukan vitamin D. (Djuanda,
Adhi, dkk. 2007).

C. ETIOLOGI
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae, dan Viperidae. Bisa
ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti edema dan pendarahan. Banyak bisa yang
menimbulkan perubahan lokal, tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit.
Sedangkan beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu 8 jam.
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
1. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic)
Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular yang menyerang dan
merusak (menghancurkan) sel-sel darah merah dengan jalan menghancurkan stroma
lecethine (dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur dan larut
(hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-pembuluh darah, mengakibatkan
timbulnya perdarahan pada selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan
lain-lain.
2. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic)
Yaitu bisa ular yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf sekitar
luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel saraf tersebut mati dengan tanda-
tanda kulit sekitar luka gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis). Penyebaran
dan peracunan selanjutnya mempengaruhi susunan saraf pusat dengan jalan
melumpuhkan susunan saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran
bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.
3. Bisa ular yang bersifat Myotoksin
Mengakibatkan rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan maemotoksin.
Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
4. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin
Merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.
5. Bisa ular yang bersifat cytotoksin
Dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya
kardiovaskuler.
6. Bisa ular yang bersifat cytolitik
Zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat
gigitan.
7. Enzim-enzim
Termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.

D. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah
yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu
terjadi oedem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor (muka
pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness (denyutan).
Gejala-gejala awal terdiri dari satu atau lebih tanda bekas gigitan ular,rasa terbakar,
nyeri ringan, dan pembengkakan local yang progresif. Bila timbul parestesi, gatal, dan mati
rasa perioral, atau fasikulasi otot fasial, berarti envenomasi yang bermakna sudah terjadi.
Bahaya gigitan ular racun pelarut darah adakalanya timbul setelah satu atau dua hari, yaitu
timbulnya gejala-gejala hemorrhage (pendarahan) pada selaput tipis atau lender pada rongga
mulut, gusi, bibir, pada selaput lendir hidung, tenggorokan atau dapat juga pada pori-pori
kulit seluruh tubuh. Pendarahan alat dalam tubuh dapat kita lihat pada air kencing (urine)
atau hematuria, yaitu pendarahan melalui saluran kencing. Pendarahan pada alat saluran
pencernaan seperti usus dan lambung dapat keluar melalui pelepasan (anus).
Gejala hemorrhage biasanya disertai keluhan pusing-pusing kepala, menggigil, banyak
keluar keringat, rasa haus,badan terasa lemah,denyut nadi kecil dan lemah, pernapasan
pendek, dan akhirnya mati.

E. KLASIFIKASI
Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa hanya
sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke
dalam 4 familli utama yaitu:
a. Famili Elipadae, terdiri dari : Najabungarus (king cobra), berwarna coklat hijau dan
terdapat di Sumatra dan Jawa. Najatripudrat Sputatrix (cobra hitam, ular sendok)
panjangnya sekitar  1,5 meter terdapat di Sumatra dan Jawa. Najabungarus Candida
(ular sendok berkaca mata) sangat berbahaya dan terdapat di India.
b. Famili Viperidae, terdiri dari : Ancistrodon Rodostom (ular tanah), Lacheis Graninius
(ular hijau pohon), Micrurus Fulvius (ular batu koral).
c. Famili Hidropidae meupakan ular laut yang mempunyai ekor pipeh seperti dayung
biasanya berkepala kecil.
d. Famili Colubridae, misalnya ular pohon.

F. PATOFISIOLOGI
Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya toksin. Toksik tersebut
menyebar melalui peredaran darah yang dapat mengganggu berbagai system. Seperti, sistem
neurogist, sistem kardiovaskuler, sistem pernapasan.
Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai saraf yang
berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat mengakibatkan oedem pada saluran
pernapasan, sehingga menimbulkan kesulitan untuk bernapas.
Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah yang dapat
mengakibatkan hipotensi. Sedangkan pada sistem pernapasan dapat mengakibatkan syok
hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang dapat mengakibatkan gagal napas.
G. PATHWAY

H. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium Darah :
1) 20 Minute Whole Bloot Clotting Test : pemerikasaan sensitif untuk mendeteksi
gangguan koagulasi darah. Darah vena dimasukkan kedalam botol kaca murni
yang belum pernah di gunakan, didiamkan selama 20 menit, jika darah tidak
membeku berarti terjadi gangguan koagulasi darah akibat bisa ular.
2) Pemeriksaan koagulasi darah lainnya: Prothrombin time, Activated Partial
Thromboplastin Time, International Normalized Ratio dapat memanjang. Produk
degradasi fibrinogen seperti D-dimer dapat meningkat.
3) Pemeriksaan darah lainnya meliputi leukosit, trombosit, Hemoglobin, hematokrit
dan hitung jenis leukosit. Faal Hemostasis Cross Match, Serum elektrolit, Faal
ginjal
4) Pemeriksaan Darah Kimia : ureum, kreatinin, serum meningkat pada gagal ginjal
akut.
5) Anlisis Gas Darah : menunjukkan gagal nafas pada neurotosisitas dan aseidemia
akibat asidosis metabolik atau respiratorik.
b. Pemeriksaan Urinalis : untuk mendeteksi myoglubinuria (hematuria, gilkosuria,
proteinuria).
c. Pemeriksaan Radiologi :
1) Rontgen thoraks : mendeteksi edema pulmonal, perdarahan paru, red cell casts,
efusi pleura, pneumonia sekunder.
2) USG : menilai area lokalis ada tidaknya thrombosis vena, mendeteksi efusi pleura
dan pericardial, mendeteksi perdarahan pada rongga-rongga tubuh
(intraabdominal, intratorakal, retroperitoneal).
3) ECG (Electrocardiogram) : perubahan dan abnormalitas EKG termasuk
takiaritmia, bradikardia, perubahan segmen ST, blok AV dan tanda hiperkalemia.
4) Echokardiografi : mendeteksi penurunan fraksi ejeksi pada pasien dengan
hipotensi dan syok.

I. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip penanganan pada korban gigitan ular:
a. Menghalangi penyerapan dan penyebaran bisa ular.
b. Menetralkan bisa.
c. Mengobati komplikasi.
2. Pertolongan pertama :
Pertolongan pertama, pastikan daerah sekitar aman dan ular telah pergi segera cari
pertolongan medis jangan tinggalkan korban. Selanjutnya lakukan prinsip RIGT, yaitu:
a. R: Reassure: Yakinkan kondisi korban, tenangkan dan istirahatkan korban,
kepanikan akan menaikan tekanan darah dan nadi sehingga racun akan lebih cepat
menyebar ke tubuh. Terkadang pasien pingsan/panik karena kaget.
b. I: Immobilisation: Jangan menggerakan korban, perintahkan korban untuk tidak
berjalan atau lari. Jika dalam waktu 30 menit pertolongan medis tidak datang,
lakukan tehnik balut tekan (pressure-immoblisation) pada daerah sekitar gigitan
(tangan atau kaki) lihat prosedur pressure immobilization (balut tekan)
c. G: Get: Bawa korban ke rumah sakit sesegera dan seaman mungkin.
d. T:  Tell the Doctor: Informasikan ke dokter tanda dan gejala yang muncul  ada
korban.
3. Prosedur Pressure Immobilization (balut tekan):
a. Balut tekan pada kaki:
a) Istirahatkan (immobilisasikan) Korban.
b) Keringkan sekitar luka gigitan.
c) Gunakan pembalut elastis.
d) Jaga luka lebih rendah dari jantung.
e) Sesegera mungkin, lakukan pembalutan dari bawah pangkal jari kaki naik ke
atas.
f) Biarkan jari kaki jangan dibalut.
g) Jangan melepas celana atau baju korban.
h) Balut dengan cara melingkar cukup kencang namun jangan sampai menghambat
aliran darah (dapat dilihat dengan warna jari kaki yang tetap pink).
i) Beri papan/pengalas keras sepanjang kaki.
b. Balut tekan pada tangan:
a) Balut dari telapak tangan naik keatas. ( jari tangan tidak dibalut).
b) Balut siku & lengan dengan posisi ditekuk 90 derajat.
c) Lanjutkan balutan ke lengan sampai pangkal lengan.
d) Pasang papan sebagai fiksasi.
e) Gunakan mitela untuk menggendong tangan.
4. Penatalaksanaan selanjutnya:
a) Insisi luka pada 1 jam pertama setelah digigit akan mengurangi toksin 50%.
b) IVFD RL 16-20 tpm.
c) Penisillin Prokain (PP) 1 juta unit pagi dan sore.
d) ATS profilaksis 1500 iu.
e) ABU 2 flacon dalam NaCl diberikan per drip dalam waktu 30 – 40 menit.
f) Heparin 20.000 unit per 24 jam.
g) Monitor diathese hemorhagi setelah 2 jam, bila tidak membaik, tambah 2 flacon
ABU lagi. ABU maksimal diberikan 300 cc (1 flacon = 10 cc).
h) Bila ada tanda-tanda laryngospasme, bronchospasme, urtikaria atau hipotensi berikan
adrenalin 0,5 mg IM, hidrokortisone 100 mg IV.
i) Kalau perlu dilakukan hemodialise.
j) Bila diathese hemorhagi membaik, transfusi komponen.
k) Observasi pasien minimal 1 x 24 jam
5. Pemberian ABU
Tabel. Pemberian ABU sesuai derajat parrish

Derajat Parrish Pemberian ABU


0-1 Tidak perlu
2 5-20 cc (1-2 ampul)
3-4 40-100 cc (4-10 ampul)

Tabel. Klasifikasi derajat parrish


Derajat
Ciri
Parrish
0 1.    Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam pasca gigitan.
2.    Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
I 1.    Bekas gigitan 2 taring
2.    Bengkak dengan diameter 1-5 cm.
3.    Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
II 1.    Sama dengan derajat I
2.    Petechie, echimosis
3.    Nyeri hebat dalam 12 jam
III 1.    Sama dengan derajat I dan II
2.    Syok dan distress napas, echimosis seluruh tubuh
IV Sangat cepat memburuk.

J. KOMPLIKASI

1. Syok hipovolemik
2. Edema paru
3. Kematian
4. Gagal napas
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan Marilynn E. Doenges (2000: 871-873),  dasar data pengkajian
pasien, yaitu:
a) Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Malaise.
b) Sirkulasi
Tanda: Tekanan darah normal/sedikit di bawah jangkauan normal (selama hasil curah
jantung tetap meningkat). Denyut perifer kuat, cepat, (perifer hiperdinamik),
lemah/lembut/mudah hilang, takikardi, ekstrem (syok).
c) Integritas Ego
Gejala: Perubahan status kesehatan.
Tanda: Reaksi emosi yang kuat, ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri.
d) Eliminasi
Gejala: Diare.
e) Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual/muntah.
Tanda: Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan/massa otot (malnutrisi).
f) Neorosensori
Gejala: Sakit kepala, pusing, pingsan.
Tanda: Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
g) Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Kejang abdominal, lokalisasi rasa nyeri, urtikaria/pruritus umum.
h) Pernapasan
Tanda: Takipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan.
Gejala: Suhu umunya meningkat (37,95oC atau lebih) tetapi mungkin normal, kadang
subnormal (dibawah 36,63oC), menggigil. Luka yang sulit/lama sembuh.
i) Seksualitas
Gejala: Pruritus perianal, baru saja menjalani kelahiran.

j) Integumen
Tanda: Daerah gigitan bengkak, kemerahan, memar, kulit teraba hangat.
k) Penyuluhan
Gejala: Masalah kesehatan kronis/melemahkan, misal: hati, ginjal, sakit jantung, kanker,
DM, keadaan klien sudah  membaik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan sepsis. Maka
rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000), yaitu:
a) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
b) Nyeri akut berhubungan dengan luka bakar kimia pada mukosa gaster, rongga oral,
respon fisik, proses infeksi, misalnya gambaran nyeri, berhati-hati dengan abdomen,
postur tubuh kaku, wajah mengkerut, perubahan tanda vital.
c) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit,
dehidrasi, efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada
regulasi temperatur, proses infeksi.
d) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah
sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau
kecacatan.
e) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk
mengatasi infeksi, jaringan traumatik luka.

C. RENCANA KEPERAWATAN
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan infeksi gigitan
ular. Maka rencana keperawatan menurut Marilynn E. Doenges (2000).
a) Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan reaksi endotoksin.
 Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menunjukkan bunyi napas jelas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal,
bebas dispnea/sianosis.
 Intervensi:
1) Pertahankan jalan napas klien.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru-paru.
2) Pantau frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional: Pernapasan cepat/dangkal terjadi karena hipoksemia, stres, dan
sirkulasi endotoksin.

3) Auskultasi bunyi napas.


Rasional: Kesulitan pernapasan dan munculnya bunyi adventisius merupakan
indikator dari kongesti pulmonal/edema interstisial, atelektasis.
4) Sering ubah posisi.
Rasional: Bersihan pulmonal yang baik sangat diperlukan untuk mengurangi
ketidakseimbangan ventelasi/perfusi.
5) Berikan O2 melalui cara yang tepat, misal masker wajah.
Rasional: O2 memperbaiki hipoksemia/asidosis. Pelembaban menurunkan
pengeringan saluran pernapasan dan menurunkan viskositas sputum.
b) Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
 Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Melaporkan nyeri berkurang/terkontrol, menunjukkan ekspresi wajah/postur
tubuh tubuh rileks, berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur/istirahat dengan tepat.
 Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital.
Rasional: Mengetahui keadaan umum klien, untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
2) Kaji karakteristik nyeri.
Rasional: Dapat menentukan pengobatan nyeri yang pas dan mengetahui
penyebab nyeri.
3) Ajarkan tehnik distraksi dan relaksasi.
Rasional: Membuat klien merasa nyaman dan tenang.
4) Pertahankan tirah baring selama terjadinya nyeri.
Rasional: Menurunkan spasme otot.
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: Memblok lintasan nyeri sehingga berkurang dan untuk membantu
penyembuhan luka.
c) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, penyakit, dehidrasi,
efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada regulasi
temperatur, proses infeksi.
 Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal (36-37,5oC), bebas dari kedinginan.
 Intervensi:
1) Pantau suhu klien.
Rasional: Suhu 38,9-41,1oC menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
2) Pantau asupan dan haluaran serta berikan minuman yang disukai untuk
mempertahankan keseimbangan antara asupan dan haluaran.
Rasional: Memenuhi kebutuhan cairan klien dan membantu menurunkan suhu
tubuh.
3) Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi.
Rasional: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
4) Berikan mandi kompres hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional: Dapat membantu mengurangi demam, karena alkohol dapat membuat
kulit kering.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam.
6) Berikan Antiperitik sesuai program.
Rasional: Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
d) Ketakutan/ansietas berhubungan dengan krisis situasi, perawatan di rumah
sakit/prosedur isolasi, mengingat pengalaman trauma, ancaman kematian atau
kecacatan.
 Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Menyatakan kesadaran perasaan dan menerimanya dengan cara yang sehat,
mengatakan ansietas/ketakutan menurun sampai tingkat dapat ditangani,
menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dengan  penggunaan sumber
yang efektif.
 Intervensi:
1) Berikan penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan dan
ansietas, memperjelas kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.
2) Tunjukkan keinginan untuk mendengar dan berbicara pada pasien bila prosedur
bebas dari nyeri.
Rasional: Membantu pasien/orang terdekat untuk mengetahui bahwa dukungan
tersedia dan bahwa pembrian asuhan tertarik pada orang tersebut tidak hanya
merawat luka.
3) Kaji status mental, termasuk suasana hati/afek.
Rasional: Pada awal, pasien dapat menggunakan penyangkalan dan represi
untuk menurunkan dan menyaring informasi keseluruhan. Beberapa pasien
menunjukkan tenang dan status mental waspada, menunjukkan disosiasi
kenyataan, yang juga merupakan mekanisme perlindungan.
4) Dorong pasien untuk bicara tentang luka setiap hari.
Rasional: Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus menerus untuk
membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
5) Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan
berikan jawaban terbuka/jujur.
Rasional: Pernyataan kompensasi menunjukkan realitas situasi yang dapat
membantu pasien/orang terdekat menerima realitas dan mulai menerima apa
yang terjadi.
e) Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, kegagalan untuk mengatasi
infeksi, jaringan traumatik luka.
 Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi pasien akan:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu bebas eksudat purulen dan tidak
demam.
 Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda infeksi.
Rasional: Sebagai diteksi dini terjadinya infeksi.
2) Lakukan tindakan keperawatan secara aseptik dan anti septik.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang dan mencegah terpajan pada
organisme infeksius.
3) Ingatkan klien untuk tidak memegang luka dan membasahi daerah luka.
Rasional: Mencegah kontaminasi luka.
4) Ajarkan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.
Rasional: Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
5) Periksa luka setiap hari, perhatikan/catat perubahan penampilan, bau luka.
Rasional: Mengidentifikasi adanya penyembuhan (granulasi jaringan) dan
memberikan deteksi dini infeksi luka.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
Rasional: Untuk menghindari pemajanan kuman.
DAFTAR PUSTAKA

Agus P, dkk : Kedaruratan Medik : Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta, 2000
Brunner and Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Edisi 8. Volume 1.
Jakarta : ECG

Corwin. J. Elizabeth, (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

EgMansjoer. Arif. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Daley eMedicine – Snakebite : Article by Brian James, MD, MBA, FACS, 2006 available at
URL : http://www.emedicine.com/med/topic2143.htm
Doengos. Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ).
Philadelpia, F.A. Davis Company.
Hafid, Abdul, dkk., editor : Sjamsuhidajat,R. dan de Jong, Wim, Bab 2 : Luka, Trauma, Syok,
Bencana., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC : Jakarta, Mei 1997. Hal. 99-100. 2.

Tim Training dan Tim Pengkaji Medis Internasional SOS. (2008). PPGD (Pertolongan Pertama
Gawat Darurat) Level 2. Internasional SOS training department : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai