Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEGAWATDARURATAN

KERACUNAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Astri Nurmaya 4338114401210050
Dede Tatang Kurniawan 43381144012100
Habibi Zaky 4338114401210022
Irfan Maulana 43381144012100
Nurfitriyani 4338114401210044
Rahmat Fajar Andreas 43381144012100
Refin Fachri Fadillah 43381144012100

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERTAS HORIZON INDONESIA
Jl. Pangkal Perjuangan KM 1 Bypass Karawang 41316
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia- Nya
kami dapat menyusun makalah yang berjudul Konsep Kegawat daruratan II Dengan judul
Keracunan. Dari urian kasus yang telah dibahas, kami mencoba memecahkan dan merumuskan
hal penting atau kata kunci dari uraian skenario kasus. Dengan demikian kami dapat
menguraikan mengenai konsep dasar keracunan. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Kegawadaruratan II di semester VI program studi Diploma III Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Horizon Indonesia.
Banyak rintangan dan hambatan yang kami hadapi dalam penyusunan makalah ini.
Namun berkat bantuan dan dukungan dari teman-teman yang sudah banyak membantu sehingga
kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dengan adanya makalah ini di
harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan para
pembaca.

Karawang, 17 Februari 2024


Penyusun

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan
hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa maupun akibat gas beracun. Mengingat
masih sering terjadi keracunan maka untuk dapat menambah pengetahuan, kami
menyampaikan materi mengenai keracunan tersebut.
Sebagian besar pajanan terhadap gas beracun terjadi dirumah. Keracunan dapat
terjadi akibat pencampuran produk pembersih rumah tangga yang tidak semestinya atau
rusaknya alat rumah tangga yang melepaskan karbon monoksida. Pembakaran kayu, bensin,
oli, batu bara, atau minyak tanah juga menghasilkan karbon monoksida. Gas karbon
monoksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak menimbulkan iritasi, yang
membuatnya amat berbahaya. Penncegahan dan penyuluhan pasien dibahas di akhir bab ini.
Menelan zat racun atau racun dapat terjadi di berbagai lingkungan dan pada
kelompok usia yang berbeda-beda. Keracunan di rumah biasannya terjadi jika anak menelan
pembersih alat rumah tangga atau obat-obatan. Penyimpanan yang tidak semestinya bahan-
bahan ini dapat menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Tanaman, pestisida, dan produk cat
juga merupakan zat beracun yang potensial di rumah tangga. Karena gangguan mental atau
penglihatan, buta huruf, atau masalah bahasa, lansia dapat menelan obat-obatan dengan
jumlah yang salah. Selain itu, keracunan dapat terjadi di lingkungan perawatan kesehatan saat
obat-obatan diberikan tidak sebagaimana mestinya.
Hal yang sama, keracunan juga dapat terjadi di lingkungan perawatan kesehatan jika
obat-obatan yang normalnya hanya diberikan melalui rute subkutan atau intramuscular
diberikan lewat, atau jika obat-obatan yang salah disuntikan. Keracunan karena suntikan juga
dapat terjadi di lingkup penyalahgunaan seperti jika [ecandu heroin tidak sengaja menyuntiki
pemutih atau heroin yang terlalu banyak.

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi keracunan yang diakibatkan oleh zat kimia, gigitan ular dan
serangga serta karena gas?
2. Apakah tanda dan gejala dari keracunan tersebut?
3. Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
keracunan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mempelajari patofisiologi akibat keracunan.
2. Menjelaskan tanda dan gejala keracunan.
3. Mengetahui cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
keracunan.

5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Keracunan
Keracunan adalah proses masuknya suatu zat yang berbahaya ke dalam tubuh melalui saluran
pernapasan, saluran pencernaan, atau melalui mukosa yang menimbulkan tanda dan gejala
klinis (Wijaya, 2019).
Keracunan merupakan proses masuknya zat kimia ke dalam tubuh sehingga mengganggu
proses fisiologis dan mengganggu organ tubuh tertentu seperti paru-paru, hati, ginjal dan
lainnya
Menurut Permenkes Republik Indonesia nomor 2 tahun 2013, keracunan adalah suatu kondisi
ketika seseorang menderita sakit dengan tanda dan gejala yang diakibatkan oleh beberapa hal
seperti makanan,obat dan lainnya
B. Etiologi Keracunan
Penyebab terjadinya keracunan yaitu bahan kimia (Chemical toxicants) yang terdiri dari
beberapa golongan seperti pestisida, golongan gas, karbon monoksida, golongan logam, dan
bahan organik (Wijaya, 2019)
Penyebab lain terjadinya keracunan yaitu :
1. Racun yang dihasilkan dari makhluk hidup seperti gigitan serangga, gigitan ular dan
gigitan anjing.
2. Racun yang berasal dari bakteri seperti bacillus cereus, compilobacter jejuni, clostridium
botulinum dan escherichia coli dll.
3. Racun yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti jamur amnita, jamur psilosibin,
oleander dan kecubung.
C. Jenis-Jenis Keracunan
1. Keracunan makanan
Keracunan ini terjadi karena seseorang mengkonsumsi makanan dalam jumlah dan
frekuensi yang berlebihan. Contohnya jengkol, singkong, tempe bangkrek, makanan
kaleng, jamur dan makanan laut.
2. Keracunan korosif.
Keracunan ini terjadi akibat mengkonsumsi zat kimia yang berbahaya baik disengaja atau
tidak disengaja yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem tubuh. Contohnya

6
yaitu zat pada produk alkalin (pembersih lantai, pembersih toilet, detergent, baterai dan
clinitest) dan produk asam (pembersih kolam renang, pembersih logam dan penghilang
karat).
3. Keracunan inhalasi.
Keracunan ini terjadi ketika seseorang terhirup suatu zat yang berbahaya yang masuk
melalui saluran pernapasan yang menyebabkan sesak napas. Contohnya CO (karbon
dioksida), dan karbon monoksida.
4. Keracunan organfosfat.
Keracunan ini terjadi akibat insektisida golongan oraganfosfat dalam jumlah sedikit
ataupun banyak yang menyebabkan gangguan multi organ bahkan dapat mengakibatkan
kematian. Contohnya paration.
5. Keracunan obat-obatan (Wijaya, 2019).
Keracunan ini terjadi akibat beberapa jenis obat yaitu salisilat, asetaminofen dan aspirin.
Adapun gejala yang timbul jika seseorang keracunan obat aspirin yaitu:
a. Keracunan akut (mual, disorientasi, muntah, dehidrasi, diaforesis,oliguria, kejang dan
koma.
b. Keracunan kronis ( perdarahan).
6. Racun terserap (melalui kulit)
Pada dasarnya semua bahan dapat merangsang kulit bila dalam konsentrasi yang cukup
besar, namun kerap kali yang menjadi keluhan adalah bahan cat, insektisida, obat-obatan
untuk tumbuh-tumbuhan, bahan pencuci rumah tangga
a. Gejala keracunan melalui kulit biasanya ringan (jarang gejala berbahaya) dan meliputi:
b. Gejala seperti alergi: gatal, kemerahan
c. Gejala seperti luka bakar : kemerahan, ada gelembung cairan
d. Mungkin ada gejala umum dari suatu keracunan

Pengobatan sementara keracunan yang terserap melalui kulit

a. Selalu proteksi diri dari lingkungan


b. Jauhkan penderita dari sumber racun

7
Lepaskan penderita dari baju yang terkena racun, bila racun berupa bubuk maka disapu
secara hati-hati, bila racun berupa cairan maka bilas dengan air mengalir untuk waktu
yang cukup lama. Bila ada kemungkinan luka bakar 30 menit
7. Keracunan hidrokarbon
Keracunan ini disebabkan oleh beberapa zat yaitu minyak tanah, bensin, minyak cat dan
minyak untuk korek api. Adapun gejala yang timbul akibat keracunan hidrokarbon yaitu
sesak napas, batuk, edema paru, penurunan kesadaran, kejang , mual muntah dan nyeri.
D. Patofisiologi
Absorbsi racun ditandai oleh masuknya suatu zat ke sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh
limfe. Zat tersebut masuk melalui saluran cerna,paru-paru dan kulit. Setelah racun tersebut
sudah masuk ke sistemik tubuh maka akan diedarkan bersama darah ke seluruh tubuh.
Setelah itu racun tersebut akan terdistribusi ke membran sel menuju ke organ atau jaringan
tubuh. Kemudian racun akan mengalami reaksi biotrasformasi atau metabolisme dan ekskresi
melalui ginjal, empedu, saluran pencernaan dan jalur ekskresi lain seperti kelenjar keringat,
kelenjar mamae, kelenjar ludah dan paru-paru (Sartono, 2012).
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang timbul pada pasien keracunan ringan yaitu:
1) Kelainan visus,
2) Produksi kelenjar ludah dan kelenjar keringat yang berlebihan.
3) Gangguan pencernaan
4) Sesak napas.
5) Anoreksia
6) Nyeri kepala
7) Rasa lemah dan rasa takut.
8) Tremor pada lidah
9) Pupil miosis.

Adapun gejala pada pasien dengan keracunan sedang yaitu:

1) Nausea.
2) Mual dan muntah.
3) Kejang atau keram perut.

8
4) Bradikardi.

Sedangkan gejala pada keracunan berat yaitu:

1) Diare
2) Sesak napas
3) Reaksi terhadap cahaya negatif.
4) Sianosis.
5) Edema paru.
6) Inkontenesia urin dan feces.
7) Koma.

Adapun tanda jika seseorang mengalami keracunan yaitu:

1) Seseorang mendadak sakit.


2) Gejala yang timbul tidak sesuai dengan suatu keadaan patologik tertentu.
3) Gejala akan lebih progresif dalam waktu yang singkat karena dosis yang besar dan
intolerable.
4) Hasil pemeriksaan anamnese menunjukkan kearah keracunan terutama pada kasus
bunuh diri.
5) Keracunan kronik akan terjadi apabila obat digunakan dalam waktu lama atau
lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.
F. Penatalaksanaan
1. Pertahankan dan kontro jalan napas, ventilasi dan oksigenasi.
2. Menentukan jumlah racun, waktu , gejala, usia, berat pasien, dan riwayat kesehatan yang
tepat.
3. Jika pasien mengalami syok, maka harus segera ditangani.
4. Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.
5. Segera berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik untuk menurunkan efek racun.
6. Segera berikan tindakan pada pasien yang mengalami kejang.
7. Lakukan prosedur untuk mengurangi zat yang tertelan dengan diuresis dan dialisis.
8. Monitor tekanan vena sentral sesuai indikasi.
9. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit.

9
10. Berikan analgesik jika pasien mengalami nyeri.
11. Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien yang koma.
12. Pantau komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan kejang dan segera ditangani.
13. Jika pasien sudah boleh dipulangkan, maka berikan discarge planning kepada pasien
(Wijaya, 2019).
G. Penunjang Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu tes darah, tes urin, tes kondisi tinja atau feces dan
pemeriksaan parasit atau bakteri. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui jenis
organisme penyebab terajadinya keracunan.
2. Analisa Gas Darah
PO2 pada pasien keracunan akan meningkat karena hipoventilasi yang terjadi pada pasien.
3. Uji fungsi ginjal
Beberapa toksik mempunyai efek nefrotoksik yang dapat menyebabkan syok, koagulasi
intravaskular yang menyebar. Kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur.
4. Osmolalias serum
Perhitungan osmolalitas serum tergantung pada natrium serum, glukosa serum dan nitrogen
urea darah.
5. EKG
Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1 detik adalah khas untuk
antidepresan tristik dan kuinidin.
6. CT Scan
Foto thoraks dibutuhkan untuk mengetahui pneumonia aspirasi, pneumonia hidokarbon
atau edema paru

F. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
A (Airway) : Terjadi hambatan jalan nafas karena terjadi hipersaliva
B (Breathing) : Terjadi kegagalan dalam pernafasan, nafas cepat dan dalam

10
C (Circulation) : Apabila terjadi keracunan karena zat korosif maka percernaan akan
mengalami perdarahan dalam terutama lambung.
D (Dissability) : Bisa menyebabkan pingsan atau hilang kesadaran apabila keracunan dalam
dosis yang banyak.
E (Eksposure) : Nyeri perut, perdarahan saluran pencernaan, pernafasan cepat, kejang,
hipertensi, aritmia, pucat, hipersaliva
F (fluid/Folley Catheter): Jika pasien tidak sadarkan diri kateter diperlukan untuk pengeluaran
urin
b. Pengkajian Sekunder
a) Data Subjektif
1. Riwayat kesehatan sekarang Nafas yang cepat, mual muntah, perdarahan saluran cerna,
kejang, hipersaliva, dan rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2. Riwayat kesehatan sebelumnya: Riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan,
berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan
dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
b) Data Objektif
1) Saluran pencernaan: mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan perdarahan saluran
pencernaan.
2) Susunan saraf pusat pernafasan cepat dan dalam tinnitus, disorientasi, delirium, kejang
sampai koma.
3) BMR meningkat: tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
4) Gangguan metabolisme karbohidrat: ekskresi asam organic dalam jumlah besar,
hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.
5) Gangguan koagulasi: gangguan aggregasi trombosit dan trombositopenia.
6) Gangguan elektrolit : hipokalsemia atau hipokalsemia hiponatremia, hipernatremia,
c). Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Keletihan, kelemahan, malaise
Tanda: Kelemahan, hiporefleksi
d) Sirkulasi
Tanda: Nadilemah (hipovolemia), takikardi, hipotensi (padakasusberat), aritmia jantung,
pucat, sianosis, keringat banyak.

11
e) Eliminasi
Gejala :Perubahan pola berkemih, distensi vesika urinaria, bising usus menurun, kerusaka
nginjal.
Tanda: Perubahan warna urin contoh kuningpekat, merah, coklat
f) Makanan Cairan
Gejala: Dehidrasi, mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati
Tanda: Perubahan turgor kulit/kelembaban, berkeringat banyak
g) Neurosensori
Gejala :Sakit kepala, penglihatan kabur, midriasis, miosis, pupil mengecil, kram
otot/kejang
Tanda: Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi kehilangan memori penurunan
tingkat kesadaran (azotemia), koma, syok.
h). Nyaman/Nyeri
Gejala: Nyeri tubuh, sakit kepala
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
i). Pernafasan
Gejala: Nafas pendek, depresi napas, hipoksia
Tanda : Takipneu, dispneu, peningkatan frekuensi, kusmaul, batuk produktif
j). Keamanan
Gejala: Penurunan tingkat kesadaran, koma, syok, asidemia
G. Diagnosa Keperawatan
1. Diare berhubungan dengan terpapar toksin.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
H. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
Respiratory status: Ventilator
Respiratory status: Airway patency
Vital sign status

12
Kriteria Hasil:
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Tanda tanda vital dalam batas normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC
a) Mengidentifikasi faktor yang memicu ketidakefekti fan pola nafas dan tindakan
yang tepat untuk menghindari nya
Rasional: Ketidakefektifan pola nafas disebabkan oleh asites yang menekan
diafragma kemudian ekspansi otot pernafasan tidak optimal
b) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan
Rasional: Mengetahui kemampuan dalam bernapas, mengetahui intervensi yang
diambil untuk mengatasi adanya kecepatan dalam benapas
c) Atur posisi pasien semi fowler untuk mengoptimalkan pernapasan
Rasional: Posisi semi fowler membuat oksigen di dalam paru-paru. semakin
meningkat sehingga meringankan kesulitan dalam bernafas.
d) Kolaborasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan fungsi
ventilator mekanik
Rasional: Menjaga kestabilan penggunaan ventilato mekanik pada pasien

13
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Kasus
Seorang pria berusia 67 tahun datang ke Rumah Sakit dengan ambulans. Pasien datang
dengan keluhan sakit perut, muntah, diare berair, dan demam. Pasien sebelumnya tidak
pernah mengeluh batuk berdahak atau trauma sebelumnya, namun tiba-tiba saat dirumah
sakit mengeluh batuk berdahak. Pasien tidak memiliki riwayat operasi. Pasien tinggal di
daerah pedesaan yang dikelilingi oleh hutan dan pasien memiliki kebiasaan
mengkonsumsi 700 mL bir perhari. 4 jam sebelum muntah pasien mengatakan
mengkonsumsi daging rusa mentah. Rusa diburu 8 jam sebelum dikonsumsi dan
disimpan pada suhu kamar. Lalu setelah pasien makan daging rusa tersebut pasien
langsung muntah, suhu tubuh pasien meningkat 37,30 C, tekanan darah 108/83 mmHg
dan nadi 70x/menit dan pasien mengalami diare berair. Hasil pemeriksaan fisik pasien
normal kecuali pada peristaltik usus meningkat sampai terdengar. Hasil pemeriksaan
laboratorium pasien yaitu leukosit 8,7 gr/dl, eritrosit 465 x 10 4 gr/dl, Hb 14,0 gr/dl, Ht
42,3%, PLT 18,3 x104 gr/dl. Imunology ( HBs-Antigen negatif, HBs-Antibody Negatif).
Albumin 4,4 gr/dl, kreatinin 1,23 mg/dl, BUN 19,7 mg/dl, Na 142 mEq/l, K 3,3 mEq/l,
dan Cl 104 mEq/l.
B. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn “J”
Usia : 67 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
2. Data Subjektif
a. Pasien mengatakan nyeri pada perut.
b. Pasien mengatakan muntah dan diare berair 4 jam setelah makan daging rusa.
c. Pasien mengatakan sering mengkonsumsi alkohol 700 ml/hari.
d. Pasien mengatakan tidak ada riwayat operasi.
e. Pasien mengatakan batuk berdahak secara tiba-tiba.
f. Pasien mengatakan demam setelah makan daging rusa.

14
3. Data Objektif
Hasil pemeriksaan laboratorium pasien : leukosit 8,7 gr/dl, eritrosit 465 x 10 4 gr/dl,
Hb 14,0 gr/dl, Ht 42,3%, PLT 18,3 x104 gr/dl. Imunology ( HBs-Antigen negatif,
HBs-Antibody Negatif, HCV-Antibody positif). Albumin 4,4 gr/dl, kreatinin 1,23
mg/dl, BUN 19,7 mg/dl, Na 142 mEq/l, K 3,3 mEq/l, dan Cl 104 mEq/l.
Hasil pemeriksaan fisik normal, namun peristaltik usus meningkat (terdengar jelas).
Suhu tubuh pasien 37,30 C, TD 108/83 mmHg dan nadi 70x/menit.

C. Analisa Data

NO Data Etiologi Masalah


Subjektif Objektif
1 1. Pasien mengatakan 1. Peristaltik usus Terpapar Diare
nyeri pada perut. pasien meningkat. Toksin.
2. Pasien mengatakan Data yang perlu
muntah dan diare dikaji :
berair 4 jam setelah - Frekuensi
makan daging rusa. muntah dalam
satu hari dan
jumlah muntah.
- Frekuensi diare
dalam satu hari.

2 - Suhu tubuh : Proses infeksi Hipertermia.


37,30 C.
- Data yang perlu
dikaji yaitu kulit
merah, kejang,
takikardi,
takipnea dan
kulit terasa
hangat.

15
D. Diagnosa Keperawatan
1. Diare berhubungan dengan terpapar toksin.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

E. Intervensi Keperawatan

N Diagnosis Luaran Intervensi


O Keperawatan
1 Diare berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen diare
dengan Terpapar keperawatan selama 3x24 jam 1. Observasi
toksin. diharapkan eliminasi fekal 1) Identifikasi penyebab
pasien dipertahankan pada diare.
skala 2 dan ditingkatkan pada 2) Identifikasi riwayat
skala 4 dengan kriteria hasil: pemberian makanan.
1. Nyeri abdomen. 3) Monitor warna, volume,
2. Konsistensi feces. frekuensi dan konsistensi
3. Frekuensi defekasi. tinja.
4. Peristaltik usus. 4) Monitor tanda dan gejala
hipovolemia.
5) Monitor iritasi dan
ulserasi kulit didaerah
perianal.
6) Monitor jumlah
pengeluaran diare.
7) Monitor keamanan
penyiapan
makanan.
2. Teraupetik
1) Berikan asupan cairan

16
oral.
2) Berikan cairan intravena.
3. Edukasi
1) Anjurkan makanan porsi
kecil dan sering secara
bertahap.
2) Anjurkan menghindari
makanan yang berbetuk
gas, pedas dan
mengandung laktosa.
4. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas.
2) Kolaborasi pemberian
obat antispasmodic dan
obat pengeras feces.
2 Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam 1. Observasi
dengan proses diharapkan termoregulasi 1) Identifikasi penyebab
infeksi. pasien dipertahankan pada hipertermi.
skala 3dan ditingkatkan pada 2) Monitor suhu tubuh.
skala 4 dengan kriteria hasil: 3) Monitor kadar elektrolit.
1. Suhu tubuh. 4) Monitor haluaran urine.
2. Suhu kulit. 2. Terapeutik
3. Tekanan darah. 1) Sediakan lingkungan yang
4. Bradikardi. dingin.
5. Pucat. 2) Longgarkan pakaian
pasien.
3) Berikan cairan melalui
oral.
4) Lakukan pendinginan

17
eksternal.
3. Edukasi
Anjurkan tirah baring.
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian vairan
dan elektrolit intravena.

18
19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis
B. Saran
1) Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis anti dotum dan penanganan
racun berdasarkan jenis racunnya sehingga bisa memberikan pertolongan yang cepat
dan benar.
2) Bagi petugas kesehatan hendaknya melakukan penilaian terhadap tanda vital seperti
jalan nafas / pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran, sehingga penanganan
tindakan risusitasu ABC (Airway, Breathing, Circulatory) tidak terlambat dimulai.

20
Daftar Pustaka
 Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis pendekatan Holistik Volume 2. Jakarta: EGC
 Hardisman.2014.Gawat Darurat Medis Praktis. Padang : Gosyen Publishing
 Krisanty, Paula.2009.Asuhan keperawatan Gawat Darurat.Jakarta.Trans Info Media

21

Anda mungkin juga menyukai