Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KASUS KERACUNAN / INTOKSIKASI

Disusun Oleh Kelompok 12 :

1. Dwi Utami
2. Eva Elya F
3. Feronika Parastuti
4. Frieska Pusparini
5. Halimatus Sa'diah
6. harun Bagus P
7. Ika Fitri R
8. Ike Dwi L
9. Indah Setyawati

3A – S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AJARAN 2020

LEMBAR PENGESAHAN
Makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan pada Kasus Keracunan / Intoksikasi ” yang
disusun oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kudus telah disahkan pada:

Hari :

Tanggal :

Dan Di Setujui Oleh Dosen Pembimbing kami:

Pembimbing

Sri Karyati, M.Kep.Ns.Sp.Kep.Mat

NIP.

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AJARAN 2020


A. Definisi
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsoprsi, menempel pada
kulit, atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumalah yang relative kecil menyebabkan
cedera dari tubuh dengaan adanya reaksi kimia. ( Smeltzer Suzana,2015 )
Intoksikasi / keracunan adalah keadaan sakit yang ditimbulkan oleh racun.
Bahan racun yang masuk kedalam tubuh dapat langsung mengganggu oran tubuh
tertentu seperti paru-paru, hati, ginjal dll. tetapi zat tsb dapat pula terakumulasi dalam
organ tubuh tergantung sifatnya pada tulang, hati, darah / oragan lainya sehingga akan
menghasilkan efek yang tidak diinginkan dalam jangka panjang. ( Sudoyo A W,
2008 )
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran pernafasan atau melalui kulit / mukosa yang menimbulkan gejala
klinis. ( Brunner and suddarth, 2010 )
Keracunan Pestisida Adalah Masuknya Bahan-Bahan Kimia Kedalam
Tubuh Manusia Melalui Kontak Langsung, Inhalasi, Ingesti Dan Absorpsi
Sehingga Menimbulkan Dampak Negatif Bagi Tubuh. Dalam hal ini
keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit


ringan, badan terasa sakit dan diare.

2. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang


perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi
meningkat, pingsan.

3. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan
menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang
sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi
mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan
saraf, hati, ginjal dan pernafasan.

( Sartono, 2008 )
B. Etiologi
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan
keracunan, antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants  ) yang terdiri dari berbagai
golongan seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ),
golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida, klor  ), golongan
logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik (
akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).
2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants )
mis : sengatan
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri (  Bacterial toxicants  )
mis :  Bacillus cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum,
Escherichia coli dll
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan (  Botanical
toxicants ) mis : jamur amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung
dll.
( Alimatul Hidayat, 2009 )

C. Klasifikasi
Klasifikasi Keracunan ada 2 yaitu :
- Keracunan korosif : keracunan yang disebabkan oleh zat korosif yang
meliputi produk alkali, pembersih toilet, deterjen
- Keracunan Non korosif : keracunan yang disebabkan oleh zat non korosif
meliputi makanan, obat-obatan, gas.
( Mansjoer Arief, 2009 )

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari intoksikasi organofosfat terbagi menjadi 3 bagian:

1. Efek muskarinik
Tanda dan gejala yang timbul 12-24 jam pertama setelah terpapar
termasuk: diare, urinasi, miosis (tidak pada 10% kasus),
bronkospasma/bradikardi, mual muntah, peningkatan lakrimasi,
hipersalivasi dan hipotensi.
Efek muskarinik menurut sistem organ termasuk:

a) Kardiovaskular - Bradikardi, hipotensi

b) Respiratori –  bronkospasma, batuk, depresi saluran pernafasan

c) Gastrointestinal - hipersalivasi, mual muntah, nyeri abdomen, diare,


inkontinensia alvi

d) Genitourinari –  Inkontinensia urin

e) Mata –  mata kabur, miosis

f) Kelenjar –  Lakrimasi meningkat, keringat berlebihan

2. Efek Nikotinik

Efek nikotinik termasuklah fasikulasi otot, kram, lemah, dan gagal


diafragma yang bisa menyebabkan paralisis otot. Efek nikotinik
autonom termasuk hipertensi, takikardi, midriasis, dan pucat.
3. Efek sistem saraf pusat

Efek sistem saraf pusat termasuk emosi labil, insomnia, gelisah,


bingung, cemas, depresi salur nafas, ataksia, tremors, kejang, dan koma.

( Alimatul Hidayat, 2009 )


E. Pathofisiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh bebebrapa hal, diantaranya faktor bahan
kimia,mikroba,makanan,toksin,dll. Penyebab tersebut mempengaruhi vaskuler
sistemik sehingga terjadi penurunan organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari
keracunan menimbulkan mual, muntah, diare, perut kembung. gangguan pernafasan,
gangguan sirkulasi darah dan kerusakan hati (sebagai akibat keracunan obat dan
bahan kimia).
Makanan yang telah terkontaminasi toksik atau zat racun sampai di lambung,
lalu lambung akan mengadakan perlawanan sebagai adaptasi pertahanan diri terhadap
benda atau zat asing yang masuk ke dalam lambung dengan gejala mual, lalu
lambung akan berusaha membuang zat tersebut dengan cara memuntahkannya.
Karena seringnya muntah maka tubuh akan mengalami dehidrasi akibat banyaknya
cairan tubuh yang keluar bersama dengan muntahan. Karena dehidrasi yang tinggi
maka lama kelamaan tubuh akan lemas dan banyak mengeluarkan keringat dingin.
Banyaknya cairan yang keluar, terjadinya dehidrasi, dan keluarnya keringat dingin
akan merangsang kelenjar hipopisis anterior untuk mempertahankan homeostasis
tubuh dengan terjadinya rasa haus. Apabila rasa haus tidak segera diatasi maka
dehidrasi berat tidak dapat dihindari, bahkan dapat menyebabkan pingsan sampai
kematian.
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat
penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin
juga terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh
darah perifer,dan sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi
yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan
ginjal,hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh.
Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat
dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok,asidemia,dan
hipoksia.
(Brunner and Suddarth, 2010)

F. Phatway

Ketidakseimba Gg. Integritas


ngan nutrisi Kulit

Nyeri akut

( Sudoyo A W, 2008 )
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium rutin (darah, urin, feses, lengkap) tidak banyak
membantu.
2. Pemeriksaan khusus seperti : kadar kholinesterase plasma sangat membantu
diagnosis keracunan IFO (kadarnya menurun sampai di bawah 50 %. Kadar
meth- Hb darah : keracunan nitrit. Kadar barbiturat plasma : penting untuk
penentuan derajat keracunan barbiturate.
3. Pemeriksaan toksikologi :
-          Penting untuk kepastian diagnosis, terutama untuk “visum et repertum”
-           Bahan diambil dari :
a.       Muntuhan penderita / bahan kumbah lambung yang pertama (100 ml)
b.      Urine sebanyak 100 ml
c.       darah tanpa antikoagulan sebanyak 10 ml.
( Marylin, 2010 )

H. Penatalaksanaan
1) Penanganan pertama pada keracunan makanan
a) Kurangi kadar racun yang masih ada didalam lambung dengan memberi
korban minum air putih atau susu sesegera mungkin.
b) Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan merangsang korban untuk
muntah.
c) Usahakan korban untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah dengan
kepala menunduk lebih rendah dari badannya agar tidak tersedak.
d) Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat.
e) Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut korban bila ia
dalam keadaan pingsan. Jangan berusaha memuntahkannya jika tidak tahu
racun yang di telan.
f) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan-bahan seperti anti
karat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah, tiner, serta pembersih
toilet.
2) Penanganan di rumah sakit
a) Tindakan emergency
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan inkubasi
Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafas spontan
atau pernafasan tidak adekuat
Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat dan
perbaiki perfusi jaringan.
b) Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan,periksa pernafasan dan
nadi.Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tts/menit,nafas buatan,oksigen,hisap lendir
dalam saluran pernafasan,hindari obat-obatan depresan saluran nafas,
Jikaperlurespirator pada kegagalan nafas berat.Hindari pernafasan buatan dari
mulut kemulut, sebab racun organo fhosfat akan meracuni lewat mulut
penolong.Pernafasan buatan hanya dilakukan dengan meniup face mask atau
menggunakan alat bag – valve – mask.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau
dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit
bilatidak berhasil.Katarsis( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila
diduga racun telah sampai diusus halus dan besar.Kumbah lambung atau gastric
lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau pada penderita yang
tidak kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam setelah
keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun.
Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan
terjadi kurang dari 4 – 6 jam pada koma derajat sedang hingga berat tindakan
kumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa
endotrakeal berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4) Antidotum (penawar racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akhir pada
tempat penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsam pai timbulgejala-
gejala atropinisasi ( muka merah,mulutkering,takikardi,midriasis,febris dan
psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit selanjutnya setiap
2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
( Sartono, 2008 )

I. Komplikasi ( Brunner and suddarth,2010 )


 Gagal nafas
 Kejang
 Pneumonia aspirasi
 Neuropati
 Kematian

J. Pengkajian
a. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
A (Airway) : Terjadi hambatan jalan nafas karena terjadi
hipersaliva
B (Breathing) : Terjadi kegagalan dalam pernafasan, nafas cepat
dan dalam
C (Circulation) : Apabila terjadi keracunan karena zat korosif maka
percernaan akan mengalami perdarahan dalam
terutama lambung.
D (Dissability) : Bisa menyebabkan pingsan atau hilang kesadaran
apabila keracunan dalam dosis yang banyak.
E (Eksposure) : Nyeri perut, perdarahan saluran pencernaan,
pernafasan cepat, kejang, hipertensi, aritmia,
pucat, hipersaliva
F (Fluid / Folley Catheter) : Jika pasien tidak sadarkan diri kateter diperlukan
untuk pengeluaran urin

2. Pengkajian Sekunder
a) Data Subjektif
- Riwayat kesehatan sekarang : Nafas yang cepat, mual muntah, perdarahan
saluran cerna, kejang, hipersaliva, dan rasa terbakar di tenggorokan dan
lambung.
- Riwayat kesehatan sebelumnya : Riwayat keracunan, bahan racun yang
digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai
pencetus keracunan dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan
terjadinya.

b) Data Objektif
a.        Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan perdarahan
saluran pencernaan.
b.        Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus, disorientasi,
delirium, kejang sampai koma.
c.         BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
d.        Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic dalam jumlah
besar, hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.
e.         Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan trombositopenia.
f.         Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia atau
hipokalsemia.
( Mansjoer, 2009 )

K. Diagnosis

1. Nyeri akut b.d agen cedera biologis

2. Pola nafas tidak efektif b.d distress pernafasan


3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake non adekuat
( anoreksia,mual, muntah ) sulit menelan

4. Kekurangan volume cairan b.d mual muntah

5. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik

L. Intervensi

1. Dx 1 : Nyeri akut b.d agen cedera biologis

N Tujuan dan KH Intervensi


o

1. Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara


keperawatan, diharapkan nyeri komprehensif termaksud lokasi,
berkurang dengan KH : durasi, frekuensi, karakteristik,
kualitas dan faktor presipitasi ( P
- Level nyeri dibuktikan
QRST)
dengan respon non- verbal
pasien yang menunjukan 2. Observasi lokasi non verbal dari
nyeri berkurang / tdk ada ketidaknyamanan

- ttn normal 3. Bantu pasien dan keluarga untuk


mendapatkan dukungan
- tidak ada masalah dalam
pola tidur 4. Control lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri
- pain control dibuktikan
dengan pasien dapat 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
melakukan teknik non
6. Monitor ttv
farmakologi untuk
mengurangi nyeri. 7. Ajarkan pasien dan keluarga
teknik non farmakologi ( nafas
dalam, relaksasi dll )

8. Kolaborasikan dengan tim medis


lainya.
2. Dx 2 : Pola nafas tidak efektif b.d distress pernafasan

No Tujuan dan KH Intervensi

1. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor ttv


keperawatan diharapkan pola
2. Posisikan pasien semi fowler untuk
nafas menjadi efektif dengan
memaksimalkan ventilasi
KH :
3. Monitor kasus respirasi adanya suara
- Status pernafasan
tambahan
pertukaran gas tidak
terganggu dengan 4. Buka jalan nafas dengan
kesadaran menggunakan teknik jaw thrust
composmentis
5. Berikan oksigen therapy 4-6 ltr
- Ttv normal ( tdk menggunakan nasal kannul
mengalami nafas
6. Jika pernafasan depresi, berikan
dangkal )
oksigen ( ventilator ) dan lakukan
suction.

7. Kolaborasi pemberian obat

3. Dx 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake non


adekuat ( anoreksia,mual, muntah ) sulit menelan.

No Tujuan dan KH Intervensi

1. Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status gizi ( A B C D )


keperawatan diharapkan
2. Monitor balace cairan per hari
pemenuhan nutrisi dapat adekuat
dengan KH : 3. Berikan pasien makanan lunak

- Mual muntah teratasi 4. Berikan nutrisi yang diperlukan


sesuai dengan diet yang dianjurkan
- Status gizi ; nilai gizi 5. Anjarkan klien untuk memakan
terpenuhi ditandai dengan makanan yang seimbang dengan
GE meningkat teknik sedikit tapi sering

6. Kolaborasikan dengan ahli gizi

4. Dx 4 : Kekurangan volume cairan b.d mual muntah

No Tujuan dan KH Intervensi

1. Setelah dilakukan tindakan 1. monitor ttv


keperawatan diharapkan
2. monitor balace cairan
kebutuhan cairan terpenuhi
dengan KH : 3. observasi mulut dan mukosa jika
kering berlebihan
- Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi 4. observasi penurunan turgor kulit

- Ttv batas normal 5. anjurkan pasien untuk meningkatkan


asupan cairan per oral

6. kolaborasikan pemberian caoran


sesuai dengan indikasi

7. lakukan kumbah lambung apabila


keracunan tidak disebabkan zat
korosif

8. berikan antidot untuk


menghilanhkan efek racun

9. ajarkan klien untuk memakan


makanan yang seimbang dengan
teknik sedikit tapi sering
5. Dx 5 : Intoleransi aktifitas b.d kelemahan fisik

No Tujuan dan KH Intervensi

1. Setelah dilakukan tindakan 1. kaji status kekuatan otot


keperawatan diharapkan
2. tentukan batas pergerakan sendi
kemampuan mobilitas fisik
dan efeknya
meningkat dengan KH :
3. monitor lokasi dan percenderungan
- Kekuatan otot meningkat
adanya nyeri / ketidaknyamanan
- Tidak ada kekakuan pada
4. ajarkan latihan ROM pasif
otot/ sendi
5. jelaskan kepada pasien dan
- Dapat bergerak dengan
keluarga tentang manfaat ROM dan
mudah dan baik
bantu sesuai indikasi

6. kolaborasikan dengan tim medis


lainya

DAFTAR PUSTAKA
 Alimul Hidayat A. Aziz dan Uliah Musrifatul. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
EGC, 2009.
 Brunner and Suddarth. 2010.   Keperawatan Medikal Bedah. vol. 3. Jakarta:
EGC.
 Masjoer arif.2009. Kapita selecta kedokteran edisi 3 jilid 1. Medika
Aesculapius. FKUI. Jakarta.
 Marylin. D. 2010.  Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
 Sartono, 2008,  Racun dan Keracunan, Widya Merdeka.

 Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I et al.  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.


Jilid I, edisi IV. 2015. Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Page 214-16

Anda mungkin juga menyukai