b. Umbi gadung
Umbi gadung merupakan salah satu jenis tanaman umbi-umbian yang
tumbuh dihutan, pekarangan, maupun perkebunan. Selain memiliki
kandungan karbohidrat yang dpat digunakan sebagai sumber energy, umbi
gadun gjuga mengandung racun sianida yang menyebabkan keracunan dan
mematikan (Sumunar et al, 2015).
Senyawa racun pada gadung berupa senyawa glukosida sianogenik.
Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam sianida apabila terhidrolisis oleh
enzim atau berada pada pH asam. Pada system pencernaan yang bersuasana
asam senyawa ini akan melepas HCN yang bias meracuni tubuh (Sumunar
et al, 2015).
Senyawa dalam umbi gadung memiliki efek hemolisi apabila msuk ke
tubuh manusia. Senyawa ini juga memiliki efek paralisis pada susunan saraf
sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan (Pambayun, 2008).
c. Singkong
Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang terkandung
didalamnya. Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang
menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengankutan
O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim sitokrom oksidase. Oleh
karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga
organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita
terutama jaringan otak.
Kasus keracunan yang terjadi dimasyarakat sering kali karena
mengkonsumsi jenis singkong dengan kadar HCN yang tinggi dan proses
pengolahan yang tidak benar sehingga kadar HCN pada singkong melebihi
kadar aman yang dapat dikonsumsi manusia.
Gejala klinis keracunan singkong akan timbul beberapa jam setelah
makan singkong, gejalanya berupa:
(1) Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
(2) Sesak nafas, takikardi, cyanosis dan hipotensi
(3) Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun (apatis- koma)
(4) Renjatan atau kejang
(5) Syok
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah sebelum dibawa kerumah sakit
pasien dapat diberikan pertolongan pertama oleh penolong atau keluarga
pasien dengan memberikan arang aktif, namun dalam pemberian arang
aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan dosis yang tercantum dalam
kemasannya. Rangsang muntah dapat dilakukan jika arang aktif tidak
tersedia dan perjalanan kerumah sakit membutuhkan waktu lebih dari 20
menit.
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya antara
lain:
(1) Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi
pernafasan dan sirkulasi.
(2) Bila makanan diperkirakan masih ada dilambung (kurang dari 4 jam
setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat
penderita muntah.
(3) Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara
intravena perlahan. Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara
inhalasi.
(4) Bila timbul cyanosis dapat diberikan oksigen.
(5) Beri 10 cc Na Nitrit 5% iv dalam 3 menit.
(6) Beri 50 cc Na thiosulfat 25% iv dalam 10 menit
(7) Bila gejala sangat berat, bawa kerumah sakit.
5) Keracunan Sirkulasi
a. Gigitan ular dan serangga
Beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna,
kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saatmerasa terancam. Beberapa
ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigit aring kecil,
dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
(1) Gigitan Ular
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu:
(a) Elapidae: memiliki taring pendek dan tegak permanen.
Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai
(Maticora intestinalis).
(b) Hidrophidae: yang termasuk famili ini adalah ular tali
(Dendrelaphis pictus).
(c) Viperidae: Viperidae memiliki taring panjang yang secara
normal dapat dilipat ke bagian rahang atas. Ada dua
subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae.
Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa
berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang
hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular
bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma
rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus
albolabris).
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur.
Bisa tersebut bersifat:
(1) Eurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat
fatal karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis:
kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu,
derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.
(2) Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase
dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan
mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat
lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka
bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan
IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
(3) Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering
berhubungan dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang
menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
(4) Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang
menimbulkan kerusakan otot jantung.
(5) Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin
lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
(6) Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada
penyebaran bisa.
Hamidah, Masnua’atul && Kunthi Yulianti. 2017. Yemuan Psot Mortem Akibat
Keracunan Metanol. E-Journal Medika Vol 6 No 7, Juli 2017.
Krisanty, Paula. 2009. Asuhan keperawatan Gawat Darurat Jakarta. Trans Info
Media
Merck Index. 2006. Chemistry Constant Companion, Now with a New Addition. Ed
14th.1410.1411. Merck and Co., Inc, White House Station. NJ
Panowo, Irfan; Dewa Ayu Citra & Sri Sutarni. 2018. Sindorma Vertigo Central
Sebagai Manifestasi Klinis pada Pasien dengan Intoksikasi Alkohol. Berkala
Ilmiah Kedokteran Duta Wacana Volume 03 nomor 02- Oktober 2018.
Prijanto, Teguh Budi; Nurjazuli && Sulistiyani. 2009. Analisis Faktor Keracunan
Pestisida Organofosfat pada Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan
Ngablak Kabupaten Magelang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol.
8 No. 2, Oktober 2009.
Rembet, Lavinny K; Jemmy Abidjulu & Novel S Kojong. 2017. Analisis Kadar
Rhodamin B pada Bumbu Jajanan Tahu yang Beredar di Kota Manado.
Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 6 No. 4, November 2017
Sumunar, Siwi Ratna & Teti Estiasih. 2015. Umbi Gadung (Dioscorea hispida
Dennst) Sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif: Kajian
Pustaka. Jurnal pangan dan Agroindustri Vo. 3 No 1, Januari 2015
Surati. 2015. Bahaya Zat Aditif Rhodamin N pada Makanan. Jurnal Biology Sel
Vol. 4 No.1 Edisi Jan-Jun 2015.
Triningrat, AA Mas; Ni Made Kartika Rahayu & IB Putra Manuaba. 2010. Visual
Aculty of Methanol Intoxicated Patiens Before and After Hemodialysis,
Methylprenidsolone and Prednisoe Therapy. Journla Oftalmologi Indonesia
Vo. 7 No. 4, Desember 2010
Widelia,Putri; Jon Frizal & Mula Nartii. 2018. Identifikasi Kandungan Boraks pada
Mi Basah Di Pasar Tradisional Kota Bengkulu. Journal of Nursing and Public
Health Volume 6 No. 1, April 2018