Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

2.1 Definisi Intoksikasi


Racun adalah zat yang ketika ditelan, terhisap diabsorpsi, menempel pada kulit,
atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumlah relaktif kecil menyebabkan cedera
tubuh dengan adanya reaksi kimia (Smeltzer Suzana dalam Nurarif Kusuma, 2015).
Racun adalah suatu zat yang ketika tertelan terhisap, diabsorpsi, menempel pada
kulit atau dihasilkan didalam tubuh dalam jumlah yang relative kecil dapat
mengakibatkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Racun merupakan
zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam dosis toksik
akan menyebakan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Racun dapat
diserap melalui pencernaan, hisapan, intravena, kulit atau melalui rute lainnya.
Reaksi dari racun dapat seketika itu juga, cepat, lambat atau secara kumulatif.
Keracuanan adalah penyakit yang tiba – tiba dan mengejutkan yang dapat
terjadi setelah menelan makanan / minuman yang terkontaminasi (Brunner &
Suddarth, 2015). Sedangkan, keracunan atau intoksikasi menurut WHO adalah
kondisi yang mengikuti masuknya zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan
kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perilaku, fungsi dan respon psikofisiologis.
Sumber lain menyebutkan bahwa keracunan dapat diartikan sebagai masuknya
suatu zat kedalam tubuh yang dapat menyebabkan ketidaknormalan mekanisme
dalam tubuh bahkan sampai dapat menyebabkan kematian.
2.2 Etiologi Intoksikasi
Penyebab keracunan menurut Nurarif dan Kusuma (2015) ada beberapa macam
dan akibatnya bisa mulai yang ringan sampai yang berat. Secara umum yang banyak
terjadi di sebabkan oleh:
a. Mikroba
Mikroba yang menyebabkan keracunan di antaranya :
1) Escherichia coli patogen
2) Staphilococus aureus
3) Salmonella
4) Bacillus Parahemolyticus
5) Clostridium Botulisme
6) Streptokkkus
b. Bahan Kimia
1) Peptisida golongan organofosfat
2) Organo Sulfat dan karbonat
c. Toksin
1) Jamur
2) Keracunan Singkong
3) Tempe Bongkrek
4) Bayam beracun
5) Kerang
2.3 Manifestasi Klinis
Beberapa tanda dan gejala menurut Nurarif dan Kusuma (2015) diantaranya:
a. Gejala yang paling menonjol meliputi
1) Kelainan visus
2) Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
3) Gangguan saluran pencernaan
4) Kesukaran bernafas
b. Keracunan ringan
1) Anoreksia
2) Nyeri kepala
3) Rasa lemah
4) Rasa takut
5) Pupil miosis
6) Tremor pada lidah dan kelopak mata
c. Keracunan sedang
1) Nausea, muntah-muntah
2) Kejang, dan kram perut
3) Hipersalifa
4) Fasikulasi otot
5) Bradikardi
d. Keracunan berat
1) Diare
2) Reaksi cahaya negative
3) Sesak napas, sianosis, edema paru
4) Inkontinensia urin
5) Kovulasi
6) Koma, blockade jantung dan akhirnya meninggal
2.4 Klasifikasi Intoksikasi
A. Keracunan pada sistem pencernaan
1) Keracunan bahan kimia
a. Bahan kimia organofosfat
Organofsfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis
pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia.
Bila tertelan meskipun dalam jumlah sedikit dapat menyebabkan
kematian pada manusia.
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang
timbul sangat bergantung pada adanya stimulasi asetilkolin persisten
atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer.
Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi, urinasi dan diare terjadi pada
keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor
muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah meningkat
pada mata dan oto polos. Beberapa fek kronis akibat dari keracunan
organofsfat adalah berat bdana menurun, anorexia, anemia, tremor,
sakit kepala, pusing, gelisah, gangguan psokologis, sakit dada dan lekas
marah karena organofosfat dapat mempengaruhi fungs saraf (Prijanto,
2009).
b. Bahan kimia organoklorin
Organoklorin terdiri dari salah satunya adalah DDT (Dichloro-
diphenyl-tricloroethan). Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg
akan dapat menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu
beberapa jam. Gejala yang terlihat pada intoksikasi DDT adalah nausea,
vomitus, parethesis pada lidah, bibir dan muka, iritabilitas, tremor,
convulsi, koma, kegagalan pernafasan, kematian (Prijanto, 2009).
c. Bahan Kimia Insektisida
Baygon termasuk ke dalam Insektisida golongan karbamat,
keracunan insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan
percobaan bunuh diri.
2) Keracunan alcohol
Alcohol yang dikonsumsi akan diabsorbsi termasuk yang melalui
saluran pernfasan. Penyerapan terjadi setelah alcohol masuk kedalam
lambung dan diserap diusu kecil. Hanya 5 – 15% yang diekskresikan secara
langsung mellalui paru-paru, keringat dan urin.
Gejala keracunan alcohol sangat bervariasi mulai dari yang sifatnya
ringan yaitu ataxia (sempoyongan) sampai berat yaiut koma (Darmono,
2000).
3) Keracunan methanol
Keracunan methanol adalah keracunan akibat mengkonsumsi methanol
yan g dapat mengakibatkan gangguan pada papil saraf optic secara simetris,
asidosis metabolic dan bahkan kematian (Triningrat et al, 2010). Methanol
adalah cairan tidak berwarna dan sedikit berbau dengan rumus kimia
CH3OH. Methanol juga disebut methyl alcohol, wood spirit, carbinol, wood
alcohol dan wood naptha. Penggunaan methanol untuk konsumsi tidaklah
dibenarkan karena methanol dalah zat tidak layak konsumsi dan beracun
bagi tubuh. Dosis toksik methanol adalah 100 mg/kgBB. Dosis toksik
methanol dapat menyebabkan penurunan kesadaran, gangguan penglihatan,
serta mual dan muntah, namun tidak secara cepat mengakibatkan kematian
(Hamidah && Yulianti, 2017).
4) Keracunan Makanan
Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang
kita makan ke dalam tubuh karena ikut tertelan bersama makanan. Ciri-ciri
makanan beracun yaitu sebagai berikut:
a. Warna lebih terang disebabkan penggunaan pewarna.
Zat pewarna pada makanan dibagi menjadi dua yaitu zat pewarna alami
dan zat pewarna sintesis. Zat pewarna alami merupakan zat pewarna yang
bersala dari tanaman atau buah-buahan. Zat pewarna sintesis merupakan zat
pewarna buatan manusia. Zat pewarna yang sering ditambahkan adalah
rhodamin B, yang merupakan zat sintetik yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. Rhodamin B merupakan zat warna yang dilarang
penggunaanya dalam produk-produk pangan (Merck Index, 2006).
Pada umumnya bahaya akibat mengkonsumsi rhodamin B akan muncul
jika zat warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi perlu diketahui
bahwa rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak
500 mg/kgBB, yang merupakan dosis toksiknya. Efek toksik yang mungkin
terjadi adalah iritasi saluran cerna (Badan POM RI, 2015).
b. Makanan mengandung boraks
Makanan terlalu lembut bisa saja menggunakan boraks. Konsumsi
boraks berlebih dengan kadar mencapai 2g/kg dapat menyebabkan
keracunan, dapat menimbulkan beberapa gejala yaitu: iritasi kulit dan
saluran pernapasan, gangguan pencernaan seperti mual, muntah persisten,
nyeri perut dan diare. Gejala keracunan yang berat dapat menyebabkan ruam
kulit, penurunan kesadaran, depresi napas bahkan gagal ginjal (Wedelia et
al, 2018).
c. Makanan mengandung formalin
Saat membeli ikan atau daging coba cek apakah menggunakan formalin
atau tidak. Formalin diketahui berbahaya untuk tubuh manusia karena
telah diketahui sebagai zat beracun, karsinogen, mutagen yang
menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif.
Formalin juga dapat merusak persarafan tubuh manusia dan dikenal
sebagai zat yang bersifat racun untuk persyarafan (neurotoksik) dan
dapat mengganggu organ reproduksi seperti kerusakan testis dan
ovarium, gangguan menstruasi, infestilitas sekunder (Sajiman et al,
2015).
Manifestasi secara umum pada keracunan makanan, yaitu:
a. Sakit mendadak, bisa berupa kram perut, umumnya terjadi beberapa
saat setelah mengonsumsi makanan yang mengandung racun, atau
dalam waktu 12-72 jam. Keadaan ini merupakan salah satu usaha tubuh
menolak racun yang masuk ke perut.
b. Muntah dan diare, Merupakan akibat umum dari keracunan makanan,
dimana tubuh melakukan usaha untuk membersihkan diri dari racun
yang masuk.
c. Gejala berkembang cepat karena dosis besar
d. Anamnese menunjukkan kearah keracunan, terutama kasus percobaan
bunuh diri, pembunuhan atau kecelakaan
e. Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama
atau lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.

Beberapa contoh makanan yang dapat menyebabkan keracunan adalah:


a. Jengkol
Jengkol (Pethelolobium labatum) merupakan bahan makanan seperti
yang mengandung vitamin B1. Menurut berbagai penelitian menunjukkan
bahwa jengkol juga kaya akan karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B,
Vitamin C, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin,
dan saponin. Khusus untuk vitamin C terdapat kandungan 80 mg pada 100
gram biji jengkol, sedangkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan per
hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan 90 mg untuk pria dewasa.
Keracunan jengkol dapat terjadi setelah memakan jengkol dalam jumlah
yang banyak, baik yang dimasak maupun mentahnya. Gejala yang
ditunjukkan ketika terjadi keracunan jengkol adalah rasa nyeri (kolik) di
daerah pinggang atau daerah pusar dan kadang disertai kejang, mual dan
muntah, output urine sedikit terkadang urine berwarna merah bercampur
putih seperti air pencuci beras (dalam urine terdapat sel - sel darah merah
dan sel darah putih), perut kembung dan susah BAB, nafas dan urine berbau
jengkol.
Penatalaksanaan
1) Beri klien air putih yang banyak supaya kadar asam jengkolat lebih
encer, sehingga lebih mudah dibuang melalui urin.
2) Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat
minum) penderita perlu dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat
dalam larutan glukosa 5%. Dosis untuk dewasa dan anak 2-5 mEq/kg
berat badan natrium bikarbonat diberikan secara infus selama 4-8 jam.
3) Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.

b. Umbi gadung
Umbi gadung merupakan salah satu jenis tanaman umbi-umbian yang
tumbuh dihutan, pekarangan, maupun perkebunan. Selain memiliki
kandungan karbohidrat yang dpat digunakan sebagai sumber energy, umbi
gadun gjuga mengandung racun sianida yang menyebabkan keracunan dan
mematikan (Sumunar et al, 2015).
Senyawa racun pada gadung berupa senyawa glukosida sianogenik.
Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam sianida apabila terhidrolisis oleh
enzim atau berada pada pH asam. Pada system pencernaan yang bersuasana
asam senyawa ini akan melepas HCN yang bias meracuni tubuh (Sumunar
et al, 2015).
Senyawa dalam umbi gadung memiliki efek hemolisi apabila msuk ke
tubuh manusia. Senyawa ini juga memiliki efek paralisis pada susunan saraf
sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan (Pambayun, 2008).
c. Singkong
Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang terkandung
didalamnya. Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang
menyebabkan asfiksia. Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengankutan
O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim sitokrom oksidase. Oleh
karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga
organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita
terutama jaringan otak.
Kasus keracunan yang terjadi dimasyarakat sering kali karena
mengkonsumsi jenis singkong dengan kadar HCN yang tinggi dan proses
pengolahan yang tidak benar sehingga kadar HCN pada singkong melebihi
kadar aman yang dapat dikonsumsi manusia.
Gejala klinis keracunan singkong akan timbul beberapa jam setelah
makan singkong, gejalanya berupa:
(1) Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
(2) Sesak nafas, takikardi, cyanosis dan hipotensi
(3) Perasaan pusing, lemah, kesadaran menurun (apatis- koma)
(4) Renjatan atau kejang
(5) Syok
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah sebelum dibawa kerumah sakit
pasien dapat diberikan pertolongan pertama oleh penolong atau keluarga
pasien dengan memberikan arang aktif, namun dalam pemberian arang
aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan dosis yang tercantum dalam
kemasannya. Rangsang muntah dapat dilakukan jika arang aktif tidak
tersedia dan perjalanan kerumah sakit membutuhkan waktu lebih dari 20
menit.
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya antara
lain:
(1) Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi
pernafasan dan sirkulasi.
(2) Bila makanan diperkirakan masih ada dilambung (kurang dari 4 jam
setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat
penderita muntah.
(3) Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara
intravena perlahan. Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara
inhalasi.
(4) Bila timbul cyanosis dapat diberikan oksigen.
(5) Beri 10 cc Na Nitrit 5% iv dalam 3 menit.
(6) Beri 50 cc Na thiosulfat 25% iv dalam 10 menit
(7) Bila gejala sangat berat, bawa kerumah sakit.

5) Keracunan Sirkulasi
a. Gigitan ular dan serangga
Beberapa ular berbisa dapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna,
kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saatmerasa terancam. Beberapa
ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigit aring kecil,
dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
(1) Gigitan Ular
Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu:
(a) Elapidae: memiliki taring pendek dan tegak permanen.
Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai
(Maticora intestinalis).
(b) Hidrophidae: yang termasuk famili ini adalah ular tali
(Dendrelaphis pictus).
(c) Viperidae: Viperidae memiliki taring panjang yang secara
normal dapat dilipat ke bagian rahang atas. Ada dua
subfamili pada Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae.
Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi mangsa
berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang
hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular
bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma
rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus
albolabris).
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur.
Bisa tersebut bersifat:
(1) Eurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat
fatal karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis:
kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu,
derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.
(2) Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase
dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan
mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat
lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka
bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan
IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
(3) Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering
berhubungan dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang
menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat
kerusakan sel-sel otot.
(4) Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang
menimbulkan kerusakan otot jantung.
(5) Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin
lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler.
(6) Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada
penyebaran bisa.

(2) Gigitan Serangga


Insect bites adalah gigitan atau sengatan serangga. Insect bites
adalah gigitan yang diakibatkan karena serangga yang menyengat
atau menggigit seseorang. Beberapa contoh masalah serius yang
diakibatkan oleh gigitan atau serangan seranggadi antaranya adalah:
a) Reaksi alergi berat (anaphylaxis)
Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam
kehidupan dan membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda
atau gejalanya adalah:
1. Syok dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah
tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-
organ penting (vital)
2. Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut
atau kerongkongan/ tenggorokan.
3. Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak
tangan, tapak kaki, dan selaput lendir (angioedema).
4. Pusing dan kacau.
5. Mual, diare, dan nyeri pada perut
6. Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
b) Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.
Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut
misalnya:
1. Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam
2. Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat
3. Laba-laba gembel (hobo)
4. Kalajengking
c) Reaksi racun dari serangan labah, tawon, atau semut api
Seekor lebah dengan alat penyengatnya dibelakang lalu mati
setelah menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-
lebah pembunuh, mereka lebih agresif dari pada lebah madu
kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama dengan jumlah
yang banyak.
1. Tawon dapat menyengat berkali-kali dan menyebabkan
sangat banyak reaksi alergi
2. Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
3. Infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan
Manifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada
semua gigitan ular.
1) Efek lokal: digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra
menimbulkan rasa sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka
dapat membengkak hebat dan dapat berdarah serta melepuh.
Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan sekitar sisi
gigitan luka.
2) Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae dapat menyebabkan
perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen.
Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari
mulut atau luka yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat
menyebabkan syok atau bahkan kematian.
3) Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek
langsung pada sistem saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat
beraksi terutama secara cepat menghentikan otot-otot pernafasan,
berakibat kematian sebelum mendapat perawatan. Awalnya, korban
dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan bernafas, dan
kesemutan.
4) Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut,
dan beberapa elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan
kematian otot di beberapa area tubuh. Debris dari sel otot yang mati
dapat menyumbat ginjal, yang mencoba menyaring protein. Hal ini
dapat menyebabkan gagal ginjal.
5) Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat
mengenai mata korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan
kebutaan sementara pada mata.
Sedangkan gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan
tergantung dari berbagai macam faktor yang mempengaruhi.
Kebanyakan gigitan serangga menyebabakan kemerahan, bengkak,
nyeri, dan gatal-gatal disekitar area yang terkena gigitan atau sengatan
serangga tersebut. Kulit yang terkena gigitan bisa rusak dan terinfeksi
jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka tersebut
tidak dirawat, maka akan mengakibatkan peradangan akut. Rasa gatal
dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas,
pingsandan hampir meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi
yang disebut anafilaksis. Ini juga diakibatkan karena alergi pada gigitan
serangga.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Gigitan Ular:
1. Antidote
Mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat seperti
cincin, memberikan kehangatan, membersihkan luka, menutup luka
dengan balutan steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibawah tinggi
jantung.
2. Penanganan syok
a. Bila melakukan triage kasus gigitan ular maka selalu
dimasukkan kedalam katagori emergency.
b. Pasang IV line pada semua kasus.
c. Berhati – hati ketika memilih lokasi pemasangan IV line atau
pengambilan sample darah pada kasus koagulopahty, yang
bertujuan untuk mencegah pendarahan. Khususnya pada
pembuluh darah subclavia, jugular, femur.
d. Hindari melakukan penyuntikan intra muscular jika
memungkinkan terjadinya coagulopathy.
e. Lakukan pemeriksaan whole blood clotting time (WBCT).
f. Jika terjadi gangguan pada pernafasan akibat paralysis,
persiapkan untuk intubasi dan pemasangan ventilator eksternal.
g. Jika terjadi shock, tangani dengan pemberian cairan.
Penatalaksanan gigitan serangga:
Segera lepas serangga dari tempat gigitannya, dengan menggunakan
minyak pelumas Setelah terlepas (kepala dan tubuh serangga) luka
dibersihkan dengan sabun dan diolesi calamine (berfungsi untuk
mengurangi gatal) atau krim antihistamin seperti diphenhidramin
(Benadryl). Bila tersengat lebah, ambil sengatnya dengan jarum halus,
bersihkan dan oleskan krim antihistamin atau kompres es bagian yang
tersengat.
a. Tes Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah,
hitung sel darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji
silang, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,
hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar gula darah,
BUN dan elektrolit.
2) Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen,
fragilitas sel darah merah, waktu pembekuan dan waktu
retraksi bekuan.
6) Keracunan Gas
a. Karbon monoksida
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan
karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon
monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasal dan
pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak
seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya
karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu
hemoglobin. Sumber utama karbon monoksida pada kasus kematian
adalah kebakaran, knalpot mobil, pemanasan tidak sempurna, dan
pembakaran yang tidak sempurna dari produk-produk terbakar, seperti
bongkahan arang.
Manifestasi Klinis
(1) Awal gejalanya yaitu: sakit kepala, mual, muntah, lelah, lesi pada
kulit, berkeringat banyak, pyrexia, pernapasan meningkat, mental
dullness dan konfusion, gangguan penglihatan, konvulsi, hipotensi,
myocardinal, dan ischamea.
(2) Kemungkinan terjadi kematian akibat sukar bernafas sangat tinggi
Kematian terhadap kasus keracunan karbon monoksida disebabkan
oleh kurangnya oksigen pada tingkat selular (cellular hypoxia).
(3) Sel darah merah tidak hanya mengikat oksigen melainkan juga gas
lain. Kemampuan atau daya ikat ini berbeda untuk satu gas dengan
gas lain. Sel darah merah mempunyai ikatan yang lebih kuat
terhadap karbon monoksida dari pada oksigen. Sehingga jika
terdapat CO dan O2, sel darah merah akan cenderung berikatan
dengan CO. Bila terhirup, karbon monoksida akan terbentuk
dengan hemoglobin (Hb) dalam darah dan akan terbentuk
karboksi haemoglobin sehingga oksigen tidak dapat terbawa. Ini
disebabkan karbon monoksida dapat mengikat 250 kali lebih cepat
dari oksigen.
(4) Mengganggu aktivitas selular lainnya yaitu dengan mengganggu
fungsi organ yang menggunakan sejumlah besar oksigen seperti
otak dan jantung.
(5) Gejala klinis saturasi darah oleh karbon monoksida adalah sebagai
berikut:
(a) Konsentrasi CO dalam darah kurang dari 20%, tidak ada
gejala.
(b) Konsentrasi CO dalam darah 20%, gejala nafas menjadi sesak.
(c) Konsentrasi CO dalam darah 30%, gejala sakit kepala, lesu,
mual, nadi dan pernapasan meningkat sedikit.
(d) Konsentrasi CO dalam darah 30% hingga 40%, gejala sakit
kepala berat, kebingungan, hilang daya ingat, lemah, hilang
daya koordinasi gerakan.
(e) Konsentrasi CO dalam darah 40% sampai 50%, gejala
kebingungan makin meningkat dan setengah sadar.
(f) Konsentrasi CO dalam darah 60% hingga 70%, gejala tidak
sadar, kehilangan daya mengkontrol feses dan urin.
(g) Konsentrasi CO dalam darah 70% hingga 80%, gejala koma,
nadi menjadi tidak teratur, kematian karena kegagalan
pernapasan
Penatalaksaan
(1) Antidote
(a) Bawa pasien ke udara segar dengan segera, buka semua pintu
dan jendela.
(b) Longgarkan semua pakaian ketat.
(c) Mulai resusitasi kardiopulmonal jika diperlukan.
(d) Cegah menggigil, bungkus pasien dalam selimut.
(e) Pertahankan pasien setenang mungkin.
(2) Penanganan syok
Tindakan Pada dasarnya tindakan pertama yang harus dilakukan
adalah melakukan ABC (airway, Breathing and Circulation) bukan
mencari penyebab Keracunan. Disini dimaksudkan adalah hal utama
yang harus dilakukan adalah stabilisasi pasien, lakukan prioritas
masalah dan lakukan tindakan yang sesuai. Contoh apabila diduga
mengalami keracunan dengan gejala sesak segera bebaskan jalan nafas.
b. Oksigen Hiperbarik
Terapi oksigen hiperbarik menggunakan ruang bertekanan untuk
meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Tekanan udara di dalam
ruang oksigen hiperbarik adalah sekitar dua setengah kali lebih besar
dari tekanan normal di atmosfer. Hal ini membantu darah membawa
oksigen lebih banyak ke organ dan jaringan tubuh Anda.
Terapi hiperbarik dapat membantu mempercepat penyembuhan
luka, terutama luka terinfeksi. Terapi ini dapat digunakan untuk
mengobati emboli udara atau gas, infeksi tulang (osteomielitis) yang
belum membaik dengan perawatan lain, luka bakar, keracunan karbon
monoksida, beberapa jenis infeksi otak atau sinus, penyakit dekompresi
(misalnya, cedera menyelam), gangrene gas, infeksi jaringan lunak
nekrosis, luka yang belum sembuh dengan perawatan lain (misalnya,
ulkus kaki pada penderita diabetes).
2.5 Komplikasi
a. Kejang
b. Koma
c. Henti jantung
d. Henti napas (Apneu)
e. Syok
2.6 Penatalaksanaan
1) Penanganan pertama pada keracunan makanan
a) Kurangi kadar racun yang masih ada didalam lambung dengan
memberi korban minum air putih atau susu sesegera mungkin.
b) Usahakan untuk mengeluarkan racun dengan merangsang korban
untuk muntah.
c) Usahakan korban untuk muntah dengan wajah menghadap ke bawah
dengan kepala menunduk lebih rendah dari badannya agar tidak
tersedak.
d) Bawa segera ke ruang gawat darurat rumah sakit terdekat.
e) Jangan memberi minuman atau berusaha memuntahkan isi perut
korban bila dalam keadaan pingsan. Jangan berusaha memuntahkan
jika tidak tahu racun yang di telan.
f) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan bahan-bahan
seperti anti karat, cairan pemutih, sabun cuci, bensin, minyak tanah,
tiner, serta pembersih toilet.
2) Penanganan di rumah sakit
a) Tindakan emergency
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan intubasi
Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak bernafa
spontan atau pernafasan tidak adekuat
Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita gawat darurat
dan perbaiki perfusi jaringan.
b) Resusitasi.
Setelah jalan nafas dibebaskan dan dibersihkan, periksa pernafasan
dan nadi. Infus dextrose 5 % kec. 15- 20 tpm, nafas buatan, oksigen,
hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari obat-obatan depresan
saluran nafas. Jika perlu respirator pada kegagalan nafas berat.
Hindari pernafasan buatan dari mulut kemulut, sebab racun organo
fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan
hanya dilakukan dengan meniup face mask atau menggunakan alat
bag – valve – mask.
3) Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang
sadar atau dengan pemeberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang
setelah 20 menit bilatidak berhasil.Katarsis (intestinal lavage ), dengan
pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan
besar.Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang
kesadarannya menurun,atau pada penderita yang tidak kooperatif.
Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan dalam 4 jam
setelah keracunan. Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh
dengan sabun. Emesis,katarsis dan kumbah lambung sebaiknya hanya
dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 – 6 jam pada koma
derajat sedang hingga berat tindakan kumbah lambung sebaiknya
dukerjakan dengan bantuan pemasangan pipa endotrakeal
berbalon,untuk mencegah aspirasi pnemonia.
4) Antidotum (penawar racun)
Atropin sulfat (SA) bekerja dengan menghambat efek akumulasi
Akhir pada tempat penumpukan.
a) Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b) Dilanjutkan dengan 0,5 – 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menit sampai
timbul gejala-gejala atropinisasi (muka merah, mulut kering,
takikardi, midriasis, febris dan psikosis).
c) Kemudian interval diperpanjang setiap 15 – 30 - 60 menit
selanjutnya setiap 2 – 4 –6 – 8 dan 12 jam.
d) Pemberian SA dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam. Penghentian
yang mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema
paru dan kegagalan pernafasan akut yang sering fatal.
Daftar Pustaka
Darmono. 2000. Toksisitas Alkohol.
http://www.geocities.com/kuliahfarm/farmasi_forensik/alkohol.doc. Diakses
09 April 2019.

Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis pendekatan Holistik Volume 2. Jakarta:


EGC

Hamidah, Masnua’atul && Kunthi Yulianti. 2017. Yemuan Psot Mortem Akibat
Keracunan Metanol. E-Journal Medika Vol 6 No 7, Juli 2017.

Hardisman.2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Padang: Gosyen Publishing

Krisanty, Paula. 2009. Asuhan keperawatan Gawat Darurat Jakarta. Trans Info
Media

Merck Index. 2006. Chemistry Constant Companion, Now with a New Addition. Ed
14th.1410.1411. Merck and Co., Inc, White House Station. NJ

Panowo, Irfan; Dewa Ayu Citra & Sri Sutarni. 2018. Sindorma Vertigo Central
Sebagai Manifestasi Klinis pada Pasien dengan Intoksikasi Alkohol. Berkala
Ilmiah Kedokteran Duta Wacana Volume 03 nomor 02- Oktober 2018.

Prijanto, Teguh Budi; Nurjazuli && Sulistiyani. 2009. Analisis Faktor Keracunan
Pestisida Organofosfat pada Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan
Ngablak Kabupaten Magelang. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol.
8 No. 2, Oktober 2009.

Rembet, Lavinny K; Jemmy Abidjulu & Novel S Kojong. 2017. Analisis Kadar
Rhodamin B pada Bumbu Jajanan Tahu yang Beredar di Kota Manado.
Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 6 No. 4, November 2017

Sajiman; Nurhamidi & Mahpolah. 2015. Kajian Bahan Berbahaya Formalin,


Boraks, Rhodamin B dan Methalyn Yellow pada Pangan Jajanan Anak
Sekolah di Banjarbaru. Jurnal Skala Kesehatan Volume 6 No. 1 Tahun 2015.

Sumunar, Siwi Ratna & Teti Estiasih. 2015. Umbi Gadung (Dioscorea hispida
Dennst) Sebagai Bahan Pangan Mengandung Senyawa Bioaktif: Kajian
Pustaka. Jurnal pangan dan Agroindustri Vo. 3 No 1, Januari 2015

Surati. 2015. Bahaya Zat Aditif Rhodamin N pada Makanan. Jurnal Biology Sel
Vol. 4 No.1 Edisi Jan-Jun 2015.

Triningrat, AA Mas; Ni Made Kartika Rahayu & IB Putra Manuaba. 2010. Visual
Aculty of Methanol Intoxicated Patiens Before and After Hemodialysis,
Methylprenidsolone and Prednisoe Therapy. Journla Oftalmologi Indonesia
Vo. 7 No. 4, Desember 2010
Widelia,Putri; Jon Frizal & Mula Nartii. 2018. Identifikasi Kandungan Boraks pada
Mi Basah Di Pasar Tradisional Kota Bengkulu. Journal of Nursing and Public
Health Volume 6 No. 1, April 2018

Anda mungkin juga menyukai