Anda di halaman 1dari 14

INTOKSIKASI

A. PENGERTIAN
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam

tubuh

manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga


menimbulkan dampak negatif bagi tubuh.
Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung
sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi
3 kelompok yaitu:
1. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan,
badan terasa sakit dan diare.
2. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit
bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat, pingsan.
3. Keracunan kronis, lebih sulit

dideteksi karena tidak segera terasa dan

menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering


dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit,
kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan
pernafasan.

B. ETIOLOGI
Skenario eksposur yang paling umum pada kasus keracunan pestisida adalah
keracunan akibat kecelakaan; keracunan berupa tindakan bunuh diri, pajanan melalui
kontaminasi lingkungan atau tempat kerja (okupasional).
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan,
antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan
seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas (nitrogen
metana, karbon monoksida, klor ), golongan logam (timbal, posfor, air
raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil
klorida fenol ).
2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan
serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll
1

3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis : Bacillus
cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis : jamur
amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll

C. PATOFISIOLOGI

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan fosforilasi


enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

Pada bentuk ini enzim mengalami phosphorylasi.

Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida


lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam
jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari
beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan
kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara
normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim
dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan
reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut
menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian
tubuh.

D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari intoksikasi organofosfat terbagi menjadi 3 bagian: (1) efek
muskarinik, (2) efek nikotinik, dan (3) efek Sistem Saraf Pusat
1. Efek muskarinik

Tanda dan gejala yang timbul 12-24 jam pertama setelah terpapar termasuk:
diare, urinasi, miosis (tidak pada 10% kasus), bronkospasma/bradikardi, mual
muntah, peningkatan lakrimasi, hipersalivasi dan hipotensi.
Efek muskarinik menurut sistem organ termasuk:
a)

Kardiovaskular - Bradikardi, hipotensi

b) Respiratori bronkospasma, batuk, depresi saluran pernafasan


c)

Gastrointestinal hipersalivasi, mual muntah, nyeri abdomen, diare,


inkontinensia alvi

d) Genitourinari Inkontinensia urin

2.

e)

Mata mata kabur, miosis

f)

Kelenjar Lakrimasi meningkat, keringat berlebihan

Efek Nikotinik
Efek nikotinik termasuklah fasikulasi otot, kram, lemah, dan gagal diafragma
yang bisa menyebabkan paralisis otot. Efek nikotinik autonom termasuk
hipertensi, takikardi, midriasis, dan pucat.

3.

Efek sistem saraf pusat


Efek sistem saraf pusat termasuk emosi labil, insomnia, gelisah, bingung,
cemas, depresi salur nafas, ataksia, tremors, kejang, dan koma.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium klinik
Analisa gas darah
Darah lengkap
Serum elektrolit
Pemeriksaan fungsi hati
Pemeriksaan fungsi ginjal
sedimen urin
2) EKG
Deteksi gangguan irama jantung
3) Pemeriksaan radiologi
Dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi atau
dugaan adanya perforasi lambung.

F. KOMPLIKASI
Gagal nafas
Kejang
Pneumonia aspirasi
Neuropati
Kematian

G. PENATALAKSANAAN
1. Stabilisasi Pasien
Pemeriksaan saluran nafas, pernafasan, dan sirkulasi merupakan evaluasi
primer yang harus dilakukan serta diikuti evaluasi terhadap tanda dan symptom
toksisitas kolinergik yang dialami pasien. Dukungan terhadap saluran pernafasan
dan intubasi endotrakeal harus dipertimbangkan bagi pasien yang mengalami
perubahan status mental dan kelemahan neuromuskular sejak antidotum tidak
memberikan efek. Pasien harus menerima pengobatan secara intravena dan
monitoring jantung. Hipotensi yang terjadi harus diberikan normal salin secara
intravena dan oksigen harus diberikan untuk mengatasi hipoksia. Terapi suportif ini
harus diberikan secara paralel dengan pemberian antidotum.
2. Dekontaminasi
Dekontaminasi harus segera dilakukan pada pasien yang mengalami
keracunan. Baju pasien harus segera dilepas dan badan pasien harrus segera
dibersihkan dengan sabun. Proses pembersihan ini harus dilakukan pada ruangan
yang mempunyai ventilasi yang baik untuk menghindari kontaminasi skunder dari
udara.
Pelepasan pakaian dan dekontaminasi dermal mampu mengurangi toksikan
yang terpapar secara inhalasi atau dermal, namun tidak bisa digunakan untuk
dekontaminasi toksikan yang masuk dalam saluran pencernaan. Dekontaminasi
pada saluran cerna harus dilakukan setelah kondisi pasien stabil. Dekontaminasi
saluran cerna dapat melalui pengosongan orogastrik atau nasogastrik, jika toksikan
diharapkan masih berada di lambung. Pengosongan lambung kurang efektif jika
organofosfat dalam bentuk cairan karena absorbsinya yang cepat dan bagi pasien
yang mengalami muntah.

Arang aktif 1g/kg BB harus diberikan secara rutin untuk menyerap toksikan
yang masih tersisa di saluran cerna. Arang aktif harus diberikan setelah pasien
mengalami pengosongan lambung. Muntah yang dialami pasien perlu dikontrol
untuk menghindari aspirasi arang aktif karena dapat berhubungan dengan
pneumonitis dan gangguan paru kronik.
3. Pemberian Antidotum
a. Agen Antimuskarinik
Agen antimuskarinik seperti atropine, ipratopium, glikopirolat, dan
skopolamin biasa digunakan mengobati efek muskarinik karena keracunan
organofosfat. Salah satu yang sering digunakan adalah Atropin karena memiliki
riwayat penggunaan paling luas. Atropin melawan tiga efek yang ditimbulkan
karena keracunan organofosfat pada reseptor muskarinik, yaitu bradikardi,
bronkospasme, dan bronkorea.
Pada orang dewasa, dosis awalnya 1-2 mg iv yang digandakan setiap 2-3
menit sampai teratropinisasi. Untuk anak-anak dosis awalnya 0,05mg/kg BB
yang digandakan setiap 2-3 menit sampai teratropinisasi. Tidak ada
kontraindikasi penanganan keracunan organofosfat dengan Atropin.
b. Oxime
Oxime adalah salah satu agen farmakologi yang biasa digunakan untuk
melawan efek neuromuskular pada keracunan organofosfat. Terapi ini
diperlukan karena Atropine tidak berpengaruh pada efek nikotinik yang
ditimbulkan oleh organofosfat. Oxime dapat mereaktivasi enzim kholinesterase
dengan membuang fosforil organofosfat dari sisi aktif enzim.
Pralidoxime adalah satu-satunya oxime yang tersedia. Pada regimen dosis
tinggi (1 g iv load diikuti 1g/jam selam 48 jam), Pralidoxime dapat mengurangi
penggunaan Atropine total dan mengurangi jumlah penggunaan ventilator.
Efek samping yang dapat ditimbulkan karena pemakaian Pralidoxime
meliputi dizziness, pandangan kabur, pusing, drowsiness, nausea, takikardi,
peningkatan tekanan darah, hiperventilasi, penurunan fungsi renal, dan nyeri
pada tempat injeksi. Efek samping tersebut jarang terjadi

dan tidak ada

kontraindikasi pada penggunaan Pralidoxime sebagai antidotum keracunan


organofosfat.

c. Diazepam
Diberikan pada pasien bagi mengurangkan cemas, gelisah (dosis: 5-10 mg
IV) dan bisa juga digunakan untuk mengkontrol kejang (dosis: sehingga 10-20
mg IV)
.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.

b.

Tanda-tanda vital
1)

Distress pernapasan

2)

Sianosis

3)

Takipnoe

Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya
termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.

c.

GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual
dan muntah.

d.

Kardiovaskuler
Disritmia.

e.

Dermal
Iritasi kulit

f.

Okuler
Luka bakar kornea

g.

h.

Laboratorium
1)

Eritrosit menurun

2)

Proteinuria

3)

Hematuria

4)

Hipoplasi sumsum tulang

Diagnostik
1)

Radiografi dada dasar/foto polos dada

2)

Analisa gas darah, GDA, EKG

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan tubuh secara tidak normal
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria evaluasi :

Keseimbangan cairan adekuat

Tanda-tanda vital stabil

Turgor kulit stabil

Membran mukosa lembab

Pengeluaran urine normal 1 2 cc/kg BB/jam

Intervensi :
a) Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional

Dokumentasi

yang

akurat

dapat

membantu

dalam

mengidentifikasi pengeluran dan penggantian cairan.


b) Monitor suhu kulit, palpasi denyut perifer.
Rasional : Kulit dingain dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan
penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pengantian cairan
tambahan.
c) Catat adanya mual, muntah, perdarahan.
Rasional : Mual, muntah dan perdarahan yang berlebihan dapat mengacu
pada hipordemia.
d) Pantau tanda-tanda vital
Rasional

Hipotensi,

takikardia,

peningkatan

pernapasan

mengindikasikan kekurangan cairan (dehindrasi/hipovolemia).


e) Berikan cairan parinteral dengan kolaborasi dengan tim medis
Rasional : Cairan parenteral dibutuhkan untuk mendukung volume cairan
/mencegah hipotensi.
f) Kolaborasi dalam pemberian antiemetik
Rasional : Antiemetik dapat menghilangkan mual/muntah yang dapat
menyebabkan ketidak seimbangan pemasukan.
g) Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur.
Rasional : Pemasukan peroral bergantung kepada pengembalian fungsi
gastrointestinal.
8

h) Pantau studi laboratorium (Hb, Ht).


Rasional : Sebagai indikator/volume sirkulasi dengan kehilanan cairan.
2) Resiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan efek langsung toksisitas
IFO, proses inflamasi.
Tujuan : Pola napas efektif
Kriteria Evaluasi :

RR normal : 14 20 x/menit

Jalan napas bersih, sputum tidak ada

Intervensi :
a) Pantau tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola pernapasan
Rasional : Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan
hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernapasan, pengkajian
yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin
berubah-ubah secara drastis.
b) Tinggikan kepala tempat tidur
Rasional : Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah
untuk untuk menigkatkan inflasi paru.
c) Dorong untuk batuk/ nafas dalam
Rasional : Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk
mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.
d) Auskultasi suara napas
Rasional : Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi
& pneumonia.
e) Berikan O2 jika dibutuhkan
Rasional : Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan
f) Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA
Rasional : Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder
seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan.
3) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi,
kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi.
Tujuan : Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan perilaku adaptif
dalam pemecahan masalah.

Kriteria Evaluasi :

Klien mampu mengungkapkan kesadaran tentang penyalahgunaan bahan


insektisida.

Mampu menggunakan keterampilan koping dalam pemecahan masalah

Mampu melakukan hubungan /interaksi sosial.

Intervensi :
a) Pastikan dengan apa pasien ingin disebut/dipanggil.
Rasional : Menunjukkan penghargaan dan hormat
b) Tentukan pemahaman situasi saat ini & metode koping sebelumnya
terhadap masalah kehidupan.
Rasional

Memberi

informasi

tentang

derajar

menyangkal,

mengidentifikasi koping yang digunakan pada rencana perawatan saat ini


c) Tetap tidak bersikap tidak menghakimi
Rasional

Konfrontasi

menyebabkan

peningkatan

agitasi

yang

menurunkan keamanan pasien.


d) Berikan umpan balik positif
Rasional : Umpan balik yang positif perlu untuk meningkatkan harga diri
dan menguatkan kesadaran diri dalam perilaku
e) Pertahankan harapan pasti bahwa pasien ikut serta dalam terapi
Rasional : Keikut sertaan dihubungkan degan penerimaan kebutuhan
terhadap bantuan, untuk bekerja.
f) Gunakan dukungan keluarga/teman sebaya untuk mendapatkan cara-cara
koping.
Rasional : Dengnan pemahaman dan dukungan dari keluarga /teman
sebaya dapat membantu menngkatkan kesadaran.
g) Berikan informasi tentang efek meneguk insektisida
Rasional : Agar klien mengetahui efek samping yang berakibat fatal pada
organ-organ vital bila menelan insektisida (baygon)
h) Bantu pasien untuk menggunakan keterampilan relaksasi
Rasional : Relaksasi adalah pengembangan cara baru menghadapi stress.
4) Koping keluarga tidak efektif (tidak mampu) berhubungan dengan kerentanan
pribadi anggota keluarga, krisis situasi, sosial.
Tujuan : Koping keluarga efektif.

10

Kriteria Evaluasi :

Mengungkapkan pengertian dinamika saling tergantung dan partisipasi


dalam program individu dan keluarga.

Mampu mengidentifikasi perilaku koping tidak efektif.

Melakukanperubahan perilaku.

Mendukung terhadap program pengobatan & perawatan keluarga.

Intervensi :
a) Kaji riwayat keluarga, gali masing-masing peran anggota keluarga
Rasional : Menentukan area untuk fokus, potensial perubahan.
b) Tentukan pemahaman situasi saat ini dan metode sebelumnya dari koping
dengan masalah kehidupan.
Rasional : Memberikan dasar informasi sebagai dasar perencanaan saat
ini
c) Kaji tingkat situasi/fungsi saat ini dari anggota keluarga.
Rasional : Mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi situasi.
d) Tentukan luasnya perilaku mampu yang dibuktikan oleh anggota keluarga
gali dengan individu dan pasien.
Rasional : Mampu adalah melakukan untuk pasien apa yang perlu untuk
dirinya sendiri, individu ditolong dan tidak ingin merasa tidak tidak
berdaya untuk menolong orang lain & megeluh perilaku yang sangat
destruktif.
e) Berikan informasi faktual pada pasien dan keluarga tentang efek perilaku
penalahgunaan zat pada keluarga dan apa yang diharapkan setelah pulang.
Rasional : Banyak orang atau pasien yang tidak sadar tentang sifat bahan
insektisida
f) Dorong orang terdekat menyadari perasaan mereka sendiri dengan
melihat situasi dengan perspektif dan objektivitas.
Rasional : Bila anggota keluarga yang tergantung manjadi sadar tentang
tindakan mereka sendiri yang secara terus-menerus ada masalah, mereka
perlu untuk memutuskan untuk mengubah diri mereka. Bila meeka
berubah pasien dapat menghadapi konsekuensi tindakan pasien sendiri
dan dapat memilih untuk mendapatkan yang baik.

11

g) Kaji perasaan yang menimbulkan konflik individu.


Rasional : Bermanfaat dalam membuat kebutuhan terapi untuk individu
yang tergantung.
5) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis,kebutuhan pengobatan
dan efek samping penggunaan obat zat insektisida berhubungan dengan
kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien mempunyai pengathuan tentang kondisi, prognosis,
kebutuhan pengobatan dan efek samping penggunaan zat insektisida.
Kriteria Evaluasi :

Dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakitnya sendiri dan


rencana pengobatan.

Berpartisipasi dalam program pengoabatan.

Perubahan perilaku untuk tidak melakukannya lagi.

Intervensi :
a) Sadari dan hadapi ansietas pasien dan anggota keluarga.
Rasional : Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan mendegar dan
mengasimilasi informasi.
b) Berikan peran aktif untuk pasien dalam proses belajar.
Rasional : Belajar dapat ditingkatkan bila individu secara aktif terlibat.
c) Berikan informasi tertulis dan verbal untuk indikasi.
Rasional : Membantu pasien membuat pilihan berdasarkan informasi
tentang masa depan yang bermanfaat untuk pendekatan terapi lain.
d) Kaji pengetahuan pasien tangtang situasi sendiri misalnya penyakit,
perubahan kebutuhan dalam gaya hidup.
Rasional : Membantu dalam merencanakan perubahan jangka panjang
yang perlu untuk mempertahankan status pantanan.
e) Pantau ulang kondisi & prognosis/ harapan masa depan.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi.
f) Diskusikan efek zat yang digunakan.
Rasional : Informasi akan membentu pasien memahami kemungkinan
efek jangka panjang dari penggunaan zat.

12

6) Resiko tinggi terhadap tindak kekerasan pada diri sendiri (berulang)


berhubungan dengan perpanjangan depresi/tingkah laku ingin bunuh diri.
Tujuan : Tidak terjadi tindakan ulang kekerasan pada diri sendiri
Kriteria Evaluasi :

Mengutarakan

pemehaman

tingkah

laku

&

faktor-faktor

yang

mempengaruhi.

Mencapai tahap hilangnya rasa takut & realitas situasi.

Menunjukkan kontrol diri.

Intervensi :
a) Kurangi ransangan, berikan ruangan yang tenang atau tempatkan pada
ruangan yang stimulasinya dikurangi dibawah pengawasan.
Rasional : Menurunkan kreativitas dan menngkatkan rasa tenang.
b) Izinkan orang-orang yang penting bagi pasien untuk tetap tinggal di
dalam ruangan selama prosedur dilakukan jika dimungkinkan.
Rasional : Dapat memberikan efek ketenangan jika melihat seseorang
yang dikenal oleh pasien dan memberikan penenangan.
c) Pindahkan barang-barang yang berpotensi membahayakan pasien dari
lingkungannya.
Rasional : Menurunkan kemungkin pasien mencelakai orang lain atau
melakukan ide bunuh diri.
d) Berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan agresif secara
verbal.
Rasional : Memberikan jalan yang baru dalam mengekspresikan perasaan
akan

membentuk

pasien

belajar

mengembangkan

kemampuan

memecahkan masalah yang baik.


e) Bantu pasien mengidentifikasi apa yang dapat menyebabkan pasien
menjadi marah.
Rasional : Kesadaran akan reaksi merupakan tahap pertama dari belajar
untuk berubah
f) Berikan jalan keluar untuk mengekspresikan diri meliputi aktiivitas fisik.
Rasional : Dengan mengaktifkan fisik didalam menciptakan lingkungan
yang aman dapat menurunkan dorongan untuk melakukan tindakan
agresif.

13

DAFTAR PUSTAKA

Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2. Jakarta : Medika Aesculapius.
Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. vol. 3. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan RI, 2001, Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan Bagi
Pengusaha Makanan da Minuman, Yayasan Pesan, Jakarta.
Halim Mubin A. : Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosa dabn Terapi, EGC, Jakarta 2001 : 98115.
Marylin. D. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Ooi S, Manning P. Guide to Essentials in Emergency Medicine. Singapore: McGrawHill,
2004. Page: 369-71
Sartono, 2002, Racun dan Keracunan, Widya Merdeka.
Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, edisi IV.
2006. Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Page 214-16

14

Anda mungkin juga menyukai