A. PENGERTIAN
Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa kimia dalam tubuh
manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang menggunakannya.
Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam
tubuh
B. ETIOLOGI
Skenario eksposur yang paling umum pada kasus keracunan pestisida adalah
keracunan akibat kecelakaan; keracunan berupa tindakan bunuh diri, pajanan melalui
kontaminasi lingkungan atau tempat kerja (okupasional).
Ada berbagai macam kelompok bahan yang dapat menyebabkan keracunan,
antara lain :
1. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan
seperti pestisida ( organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas (nitrogen
metana, karbon monoksida, klor ), golongan logam (timbal, posfor, air
raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida, anilin, benzena toluene, vinil
klorida fenol ).
2. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan
serangga, gigitan ular berbisa , anjing dll
1
3. Racun yang dihasilkan oleh jenis bakteri ( Bacterial toxicants ) mis : Bacillus
cereus, Compilobacter jejuni, Clostridium botulinum, Escherichia coli dll
4. Racun yang dihasilkan oleh tumbuh tumbuhan ( Botanical toxicants ) mis : jamur
amnita, jamur psilosibin, oleander, kecubung dll
C. PATOFISIOLOGI
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari intoksikasi organofosfat terbagi menjadi 3 bagian: (1) efek
muskarinik, (2) efek nikotinik, dan (3) efek Sistem Saraf Pusat
1. Efek muskarinik
Tanda dan gejala yang timbul 12-24 jam pertama setelah terpapar termasuk:
diare, urinasi, miosis (tidak pada 10% kasus), bronkospasma/bradikardi, mual
muntah, peningkatan lakrimasi, hipersalivasi dan hipotensi.
Efek muskarinik menurut sistem organ termasuk:
a)
2.
e)
f)
Efek Nikotinik
Efek nikotinik termasuklah fasikulasi otot, kram, lemah, dan gagal diafragma
yang bisa menyebabkan paralisis otot. Efek nikotinik autonom termasuk
hipertensi, takikardi, midriasis, dan pucat.
3.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Laboratorium klinik
Analisa gas darah
Darah lengkap
Serum elektrolit
Pemeriksaan fungsi hati
Pemeriksaan fungsi ginjal
sedimen urin
2) EKG
Deteksi gangguan irama jantung
3) Pemeriksaan radiologi
Dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui inhalasi atau
dugaan adanya perforasi lambung.
F. KOMPLIKASI
Gagal nafas
Kejang
Pneumonia aspirasi
Neuropati
Kematian
G. PENATALAKSANAAN
1. Stabilisasi Pasien
Pemeriksaan saluran nafas, pernafasan, dan sirkulasi merupakan evaluasi
primer yang harus dilakukan serta diikuti evaluasi terhadap tanda dan symptom
toksisitas kolinergik yang dialami pasien. Dukungan terhadap saluran pernafasan
dan intubasi endotrakeal harus dipertimbangkan bagi pasien yang mengalami
perubahan status mental dan kelemahan neuromuskular sejak antidotum tidak
memberikan efek. Pasien harus menerima pengobatan secara intravena dan
monitoring jantung. Hipotensi yang terjadi harus diberikan normal salin secara
intravena dan oksigen harus diberikan untuk mengatasi hipoksia. Terapi suportif ini
harus diberikan secara paralel dengan pemberian antidotum.
2. Dekontaminasi
Dekontaminasi harus segera dilakukan pada pasien yang mengalami
keracunan. Baju pasien harus segera dilepas dan badan pasien harrus segera
dibersihkan dengan sabun. Proses pembersihan ini harus dilakukan pada ruangan
yang mempunyai ventilasi yang baik untuk menghindari kontaminasi skunder dari
udara.
Pelepasan pakaian dan dekontaminasi dermal mampu mengurangi toksikan
yang terpapar secara inhalasi atau dermal, namun tidak bisa digunakan untuk
dekontaminasi toksikan yang masuk dalam saluran pencernaan. Dekontaminasi
pada saluran cerna harus dilakukan setelah kondisi pasien stabil. Dekontaminasi
saluran cerna dapat melalui pengosongan orogastrik atau nasogastrik, jika toksikan
diharapkan masih berada di lambung. Pengosongan lambung kurang efektif jika
organofosfat dalam bentuk cairan karena absorbsinya yang cepat dan bagi pasien
yang mengalami muntah.
Arang aktif 1g/kg BB harus diberikan secara rutin untuk menyerap toksikan
yang masih tersisa di saluran cerna. Arang aktif harus diberikan setelah pasien
mengalami pengosongan lambung. Muntah yang dialami pasien perlu dikontrol
untuk menghindari aspirasi arang aktif karena dapat berhubungan dengan
pneumonitis dan gangguan paru kronik.
3. Pemberian Antidotum
a. Agen Antimuskarinik
Agen antimuskarinik seperti atropine, ipratopium, glikopirolat, dan
skopolamin biasa digunakan mengobati efek muskarinik karena keracunan
organofosfat. Salah satu yang sering digunakan adalah Atropin karena memiliki
riwayat penggunaan paling luas. Atropin melawan tiga efek yang ditimbulkan
karena keracunan organofosfat pada reseptor muskarinik, yaitu bradikardi,
bronkospasme, dan bronkorea.
Pada orang dewasa, dosis awalnya 1-2 mg iv yang digandakan setiap 2-3
menit sampai teratropinisasi. Untuk anak-anak dosis awalnya 0,05mg/kg BB
yang digandakan setiap 2-3 menit sampai teratropinisasi. Tidak ada
kontraindikasi penanganan keracunan organofosfat dengan Atropin.
b. Oxime
Oxime adalah salah satu agen farmakologi yang biasa digunakan untuk
melawan efek neuromuskular pada keracunan organofosfat. Terapi ini
diperlukan karena Atropine tidak berpengaruh pada efek nikotinik yang
ditimbulkan oleh organofosfat. Oxime dapat mereaktivasi enzim kholinesterase
dengan membuang fosforil organofosfat dari sisi aktif enzim.
Pralidoxime adalah satu-satunya oxime yang tersedia. Pada regimen dosis
tinggi (1 g iv load diikuti 1g/jam selam 48 jam), Pralidoxime dapat mengurangi
penggunaan Atropine total dan mengurangi jumlah penggunaan ventilator.
Efek samping yang dapat ditimbulkan karena pemakaian Pralidoxime
meliputi dizziness, pandangan kabur, pusing, drowsiness, nausea, takikardi,
peningkatan tekanan darah, hiperventilasi, penurunan fungsi renal, dan nyeri
pada tempat injeksi. Efek samping tersebut jarang terjadi
c. Diazepam
Diberikan pada pasien bagi mengurangkan cemas, gelisah (dosis: 5-10 mg
IV) dan bisa juga digunakan untuk mengkontrol kejang (dosis: sehingga 10-20
mg IV)
.
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.
b.
Tanda-tanda vital
1)
Distress pernapasan
2)
Sianosis
3)
Takipnoe
Neurologi
IFO menyebabkan tingkat toksisitas SSP lebih tinggi, efek-efeknya
termasuk letargi, peka rangsangan, pusing, stupor & koma.
c.
GI Tract
Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual
dan muntah.
d.
Kardiovaskuler
Disritmia.
e.
Dermal
Iritasi kulit
f.
Okuler
Luka bakar kornea
g.
h.
Laboratorium
1)
Eritrosit menurun
2)
Proteinuria
3)
Hematuria
4)
Diagnostik
1)
2)
2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan tubuh secara tidak normal
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
a) Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan.
Rasional
Dokumentasi
yang
akurat
dapat
membantu
dalam
Hipotensi,
takikardia,
peningkatan
pernapasan
RR normal : 14 20 x/menit
Intervensi :
a) Pantau tingkat, irama pernapasan & suara napas serta pola pernapasan
Rasional : Efek IFO mendepresi SSP yang mungkin dapat mengakibatkan
hilangnya kepatenan aliran udara atau depresi pernapasan, pengkajian
yang berulang kali sangat penting karena kadar toksisitas mungkin
berubah-ubah secara drastis.
b) Tinggikan kepala tempat tidur
Rasional : Menurunkan kemungkinan aspirasi, diagfragma bagian bawah
untuk untuk menigkatkan inflasi paru.
c) Dorong untuk batuk/ nafas dalam
Rasional : Memudahkan ekspansi paru & mobilisasi sekresi untuk
mengurangi resiko atelektasis/pneumonia.
d) Auskultasi suara napas
Rasional : Pasien beresiko atelektasis dihubungkan dengan hipoventilasi
& pneumonia.
e) Berikan O2 jika dibutuhkan
Rasional : Hipoksia mungkin terjadi akibat depresi pernapasan
f) Kolaborasi untuk sinar X dada, GDA
Rasional : Memantau kemungkinan munculnya komplikasi sekunder
seperti atelektasis/pneumonia, evaluasi kefektifan dari usaha pernapasan.
3) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kerentanan pribadi,
kesulitan dalam keterampilan koping menangani masalah pribadi.
Tujuan : Koping individu efektif, tidak terjadi kerusakan perilaku adaptif
dalam pemecahan masalah.
Kriteria Evaluasi :
Intervensi :
a) Pastikan dengan apa pasien ingin disebut/dipanggil.
Rasional : Menunjukkan penghargaan dan hormat
b) Tentukan pemahaman situasi saat ini & metode koping sebelumnya
terhadap masalah kehidupan.
Rasional
Memberi
informasi
tentang
derajar
menyangkal,
Konfrontasi
menyebabkan
peningkatan
agitasi
yang
10
Kriteria Evaluasi :
Melakukanperubahan perilaku.
Intervensi :
a) Kaji riwayat keluarga, gali masing-masing peran anggota keluarga
Rasional : Menentukan area untuk fokus, potensial perubahan.
b) Tentukan pemahaman situasi saat ini dan metode sebelumnya dari koping
dengan masalah kehidupan.
Rasional : Memberikan dasar informasi sebagai dasar perencanaan saat
ini
c) Kaji tingkat situasi/fungsi saat ini dari anggota keluarga.
Rasional : Mempengaruhi kemampuan individu untuk mengatasi situasi.
d) Tentukan luasnya perilaku mampu yang dibuktikan oleh anggota keluarga
gali dengan individu dan pasien.
Rasional : Mampu adalah melakukan untuk pasien apa yang perlu untuk
dirinya sendiri, individu ditolong dan tidak ingin merasa tidak tidak
berdaya untuk menolong orang lain & megeluh perilaku yang sangat
destruktif.
e) Berikan informasi faktual pada pasien dan keluarga tentang efek perilaku
penalahgunaan zat pada keluarga dan apa yang diharapkan setelah pulang.
Rasional : Banyak orang atau pasien yang tidak sadar tentang sifat bahan
insektisida
f) Dorong orang terdekat menyadari perasaan mereka sendiri dengan
melihat situasi dengan perspektif dan objektivitas.
Rasional : Bila anggota keluarga yang tergantung manjadi sadar tentang
tindakan mereka sendiri yang secara terus-menerus ada masalah, mereka
perlu untuk memutuskan untuk mengubah diri mereka. Bila meeka
berubah pasien dapat menghadapi konsekuensi tindakan pasien sendiri
dan dapat memilih untuk mendapatkan yang baik.
11
Intervensi :
a) Sadari dan hadapi ansietas pasien dan anggota keluarga.
Rasional : Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan mendegar dan
mengasimilasi informasi.
b) Berikan peran aktif untuk pasien dalam proses belajar.
Rasional : Belajar dapat ditingkatkan bila individu secara aktif terlibat.
c) Berikan informasi tertulis dan verbal untuk indikasi.
Rasional : Membantu pasien membuat pilihan berdasarkan informasi
tentang masa depan yang bermanfaat untuk pendekatan terapi lain.
d) Kaji pengetahuan pasien tangtang situasi sendiri misalnya penyakit,
perubahan kebutuhan dalam gaya hidup.
Rasional : Membantu dalam merencanakan perubahan jangka panjang
yang perlu untuk mempertahankan status pantanan.
e) Pantau ulang kondisi & prognosis/ harapan masa depan.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi.
f) Diskusikan efek zat yang digunakan.
Rasional : Informasi akan membentu pasien memahami kemungkinan
efek jangka panjang dari penggunaan zat.
12
Mengutarakan
pemehaman
tingkah
laku
&
faktor-faktor
yang
mempengaruhi.
Intervensi :
a) Kurangi ransangan, berikan ruangan yang tenang atau tempatkan pada
ruangan yang stimulasinya dikurangi dibawah pengawasan.
Rasional : Menurunkan kreativitas dan menngkatkan rasa tenang.
b) Izinkan orang-orang yang penting bagi pasien untuk tetap tinggal di
dalam ruangan selama prosedur dilakukan jika dimungkinkan.
Rasional : Dapat memberikan efek ketenangan jika melihat seseorang
yang dikenal oleh pasien dan memberikan penenangan.
c) Pindahkan barang-barang yang berpotensi membahayakan pasien dari
lingkungannya.
Rasional : Menurunkan kemungkin pasien mencelakai orang lain atau
melakukan ide bunuh diri.
d) Berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaan agresif secara
verbal.
Rasional : Memberikan jalan yang baru dalam mengekspresikan perasaan
akan
membentuk
pasien
belajar
mengembangkan
kemampuan
13
DAFTAR PUSTAKA
Arief, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran ed. 3, jilid 2. Jakarta : Medika Aesculapius.
Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. vol. 3. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan RI, 2001, Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan Bagi
Pengusaha Makanan da Minuman, Yayasan Pesan, Jakarta.
Halim Mubin A. : Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosa dabn Terapi, EGC, Jakarta 2001 : 98115.
Marylin. D. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Ooi S, Manning P. Guide to Essentials in Emergency Medicine. Singapore: McGrawHill,
2004. Page: 369-71
Sartono, 2002, Racun dan Keracunan, Widya Merdeka.
Sudoyo A W, Setiyohadi B, Alwi I et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, edisi IV.
2006. Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Page 214-16
14