1. Etiologi
Golongan organofosfat merupakan racun kontak yang menurunkan aktivitas enzim kolinesterase
darah dan bekerja sebagai racun saraf. Keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan
oleh asetilkolin yangberlebihan, mengakibatkan perangsangan terus menerus saraf muskarinik dan
nikotinik. Komposisi Organofosfat terdiri dari: unsur fosfat, karbon, dan hidrogen. Organofosfat
memiliki struktur kimia dengan atom oksigen atau sulfur yang berikatan ganda dengan fosfor,
sehingga disebut fosfat atau fosforotionat. Pestisida golongan organofosfat dapat masuk kedalam
tubuh melalui pernafasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh. Masuknya pestisida
golongan organofosfat segera diikuti oleh gejala-gejala khas yang tidak terdapat pada gejala
keracunan pestisida golongan lain. Gejala keracunan organofosfat akan berkembang selama
pemaparan atau 12 jam kontak.
Organofosfat dapat digolongkan menjadi :
a) Sangat toksik (extremely toxic) :Phorate, Parathion, Methyl Parathion, Azordion, Chlorpyrifos
(Dursban), TEPP, Methamidophos, Phosphamidon, dan sebagainya.
b) Toksisitas sedang ( moderate toxic) : Dimethoate, Malathion
2. Patofisiologi
Organofosfat bekerja sebagai kolinesterase inhibitor. Kolinesterase merupakan enzim yang
bertanggung jawab terhadap metabolisme asetilkolin (ACh) pada sinaps setelah ACh dilepaskan
oleh neuron presinaptik. ACh berbeda dengan neurotransmiter lainnya dimana secara fisiologis
aktivitasnya dihentikan melalui melalui proses metabolisme menjadi produk yang tidak aktif yaitu
kolin dan asetat. Adanya inhibisi kolinesterase akan menyebabkan ACh tertimbun di sinaps
sehingga terjadi stimulasi yang terus menerus pada reseptor post sinaptik.
Tanda dan gejala dari intoksikasi organofosfat ini dapat digambarkan dalam DUMBELS: Diare,
Urination, Miosis, Bronkospasme, Emesis, Lakrimasi, Salivasi. Tanda dan gejala dari intoksikasi
ini tidak akan terjadi kecuali aktivitas kolinesterase sekitar 50 persen atau kurang dari aktivitas
normalnya.
Pemeriksaan Penunjang
- Monitoring untuk paparan pestisida organofosfat dilakukan dengan penilaian kadar
asetilkolinesterase (acetylcholinesterase, AChE) darah. Pemeriksaan kadar AChE salah
satunya dapat diperiksa menggunakan metode Tintometer. Gejala klinik baru akan timbul bila
aktivitas kolinesterase berkurang 50% dari normal atau lebih rendah.
Standar nilai penurunan AChE di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Normal bila kadar AChE > 75 %
2. Keracunan ringan bila kadar AChE 75 % - 50 %
3. Keracunan sedang bila kadar AChE 50% – 25%
4. Keracunan berat bila kadar AChE < 25%
- EKG: Pendeteksian bahwa tubuh seseorang telah terpapar oleh organofosfat adalah dengan
menempuh EKG. EKG ini juga bisa dilakukan demi mengetahui ada tidaknya prolong QT
interval maupun aritmia di dalam tubuh pasien
Farmako
Atropin adalah pemberian obat melalui infus di mana dosisnya adalah 0.02-0.08 mg/kg per
jam atau 70 mg/kg infus selama 30 menit atau dosis intermiten 2 mg tiap 15 menit sampai
hipersekresi terkendali.
WHO merekomendasikan penggunaan oxime (pralidoxime chloride/obidoxime) pada
penderita simptomatik yang memakai atropin. Dosis loading 2 g per iv lambat (20 menit) dan
dilanjutkan dengan 1 gr per infus setiap jam.
Pemberian magnesium sulfate atau pemberian sodium bicarbonate untuk melakukan
alkanisasi urin dalam rangka eliminasasi bahan beracun Diazepam (iv), bila kejang atau bila
terjadi delirium.
5. Prognosis
Diagnosis yang cepat dan penanganan yang tepat memberikan prognosis yang baik terhadap
pasien.
6. Edukasi
Pencegahan
mengaplikasikan sistem tanam alternatif yang kurang bergantung pada pestisida
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) untuk membatasi paparan kulit: sarung tangan, sepatu
bot, topi, kaos lengan panjang atau baju tahan kimia
penambahan agen penetral ke pestisida, seperti etilena glikol, adalah strategi pasif lain untuk
mencegah keracunan
Komplikasi
edema paru, pernapasan berhenti, blockade atrioventrikuler dan konvulsi.
Referensi:
1. Diah B.I Hidayati. Intoksikasi Organofosfat dengan Krisis Kolinergik Akut, Gejala Peralihan dan
Polineuropati Tertunda. Jurnal Agromedicine. 2019;6(2):337-42
2. Oesterlund AH, Thomsen JF, Sekimpi DK, Maziina J, Racheal A, Jørs E. Pesticide knowledge,
practice and attitude and how it affects the health of small-scale farmers in Uganda: A cross-
sectional study. Africa Health Sci. 2014;14(2):420–33.
3. King, Andrew M.; Aaron, Cynthia K. (2015). "Organophosphate and carbamate
poisoning". Emergency Medicine Clinics of North America. 33 (1): 133–151.
4. Rahmawati, dkk (2014). "TINGKAT KERACUNAN PESTISIDA ORGANOFOSFAT PADA
PETANI PENYEMPROT SAYUR DI DESA LIBERIA TIMUR KABUPATEN BOLAANG
MONGONDOW TIMUR TAHUN 2013". JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN. 3 (2): 376–
380.
5. Bakria, Saekhol. dkk (2018). "PEMBERDAYAAN KELOMPOK MASYARAKAT TANI
KENTANG MENGENAI UPAYA PENANGGULANGAN KERACUNAN PERTISIDA
ORGANOFOSFAT DI DESA KEPAKISAN BANJARNEGARA". Seminar Nasional Kolaborasi
Pengabdian pada Masyarakat. 1 (1): 505– 509.