Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK 14
MODUL 2 SKENARIO 1
“ Bumil Nyeri Kepala Hebat”

Pembimbing : dr. Ika Dyah Kurniati, M.si.Med

Disusun Oleh :
Kelompok 10 Blok 14

Pertemuan I
Moderator : Muhammad Fath Faiz (H2A019117)
Sekretaris : Indria Zulfani M.T (H2A019119)
Pertemuan II
Moderator : Raysha Riezky Filasani D. (H2A019103)

Sekretaris : Alya Yasmin Adhi (H2A019118)

Anggota:
1. Hernandy Zulfan R. (H2A019032)
2. Muthia Aulia Permatasari (H2A019102)
3. Raysha Riezky Filasani D. (H2A019103)
4. Tsabita Nabilah (H2A019104)
5. Sevilsa Putri Shafania (H2A019105)
6. Muhammad Fath Faiz (H2A019117)
7. Alya Yasmin Adhi (H2A019118)
8. Indria Zulfani Mutiaraning T. (H2A019119)
9. Elmathiana Delstiene H. N. (H2A019120)

FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
Modul 2 : labor and delivery

Skenario 1. Bumil nyeri kepala hebat

Seorang perempuan G1P0A0 usia 36 tahun, usia kehamilan 37 minggu, dibawa keluarga ke
IGD RS dengan keluhan utama ingin melahirkan yang disertai dengan nyeri kepala hebat.
Pasien mengeluh nyeri kepala di seluruh bagian kepala sejak 30 menit yang lalu, disertai
pandangan mata kabur, mual muntah 3 kali. Pada riwayat medis sebelumnya, riwayat epilepsi
(-), trauma (-), hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), alergi (-), miopi (-). Penyakit
riwayat keluarga tidak diketahui. Suami pasien mengaku pasien tidak pernah memeriksakan
kandungan ke bidan/dokter karena faktor biaya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum tampak nyeri berat, kesadaran compos mentis, tekanan darah 170/110 mmHg, nadi
100 x/menit, pernafasan 20 x/menit, jantung dan paru dalam batas normal, tidak terdapat
asites, dan terdapat edema pretibial. Pemeriksaan obstetrik didapatkan tinggi fundus uteri 30
cm, presentasi kepala, denyut jantung janin (DJJ) I: 190 x/menit, DJJ II: 186 x/menit, DJJ III:
185 x/menit, teratur, pembukaan serviks 1 cm, selaput ketuban utuh dan panggul luas. Hasil
laboratorium menunjukkan hemoglobin 11,2 gr%, trombosit 321.000/mm3, SGOT 35 u/L,
SGPT 16 u/L, ureum 19 mg/dL, kreatinin 0,8 mg/dL, LDH 574 u/L, urinalisa protein +3.
Dokter kemudian memberikan obat antihipertensi, magnesium sulfat dan melakukan
terminasi. Akhirnya bayi dapat dilahirkan dengan baik dan segera dilakukan perawatan bayi
baru lahir. Setelah dilakukan pemeriksaan ternyata ditemukan BBLR dan terdapat gangguan
pernapasan sehingga bayi harus dirawat di ruang NICU. Pasien merasa sedih karena tidak
bisa memberikan ASI kepada bayinya.

Step 1 :

1. LDH :. Enzim yang dibutuhkan untuk mengkatalisasi perubahan dari asam piruvat
menjadi asam piruvat menjadi asam laktat pada glikolisis anaerob.

2. Magnesium sulfat :obat yang digunakan untuk mengobati preeklampsia dan


eklampsia selama lebih dari satu abad dan saat ini merupakan antikonvulsan pilihan
untuk pencegahan dan pengendalian eklampsia. diberikan secara intravena memiliki
efek vasodilatasi ringan sehingga dapat memperbaiki perfusi fetoplasenta pada ibu.
Selain itu, pengobatan dengan Magnesium Sulfat dapat menurunkan tekanan darah
dengan baik serta telah terbukti memiliki efek perlindungan pada sel-sel endotel.
Magnesium Sulfat telah terbukti 33 lebih unggul dari fenitoin (dilantin) dan diazepam
(valium) untuk pengobatan kejang eklampsi.

3. Kreatinin : produk akhir dari metabolisme keratin otot kreatinin fosfat (protein),
disisntesa dalam hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah yang direaksikan oleh
ginjal kedalam urine

4. BBLR : bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, Salah satu
penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB).

Step 2 :

1. Apa kemungkinan diagnosis yang terjadi pada ibu/

2. Mengapa pasien diberikan magnesium sulfat dan antihipertensi?

3. Mengapa bayi didapatkan BBLR dan perlu dirawat di NICU?

4. Apa saja penyebab hipertensi pada ibu hamil?

5. Apa hubungan BBLR dengan yang dialami oleh ibu?

6. Bagaimana pandangan islam terkait scenario?

Step 3 :

1. Apa kemungkinan diagnosis yang terjadi pada ibu?

Pada skenario pasien mengeluhkan nyeri seluruh kepala, pandangan kabur, dan mual
muntah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 170/110 mmHg dan
didapatkan edema pretibial. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan urinalisa
protein +3 yang mana berarti urin lebih keruh dan endapannya lebih jelas, sehingga
kemungkinan pasien mengalami preeklampsia berat (PEB). Preeklampsia berat adalah
gangguan yangterjadi pada trimester kedua kehamilan atau sekitar 20 minggu
kehamilan, ditandai dengan kemunculan sedikitnya sua dari tiga tanda utama yaitu
hipertensi, edema, dan proteinuria. Klasifikasi preeklampsia terbagi menjadi dua,
yaitu preeklampsia ringan dan preeklampsia berat. Tanda serta gejala dari
preeklampsia berat antara lain tekanan darah sistolik >60 mmHg atau tekanan darah
sistolik >110mmHg., proteinuria >3g/lt.24 jam, dan pemeriksaan kuantitatif yang bisa
disertai dengan oliguria, keluhan serebral, gangguan pengelihatan, nyeri abdomen,
gangguan fungsi hati, dan gangguan perkembangan intrauterine. Preeklampsia berat
diklasifikasikan lagi menjadi pre eklampsia berat tanpa gejala impending eklamsia
dan pre eklampsia berat dengan gejala impending eklamsia berupa nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan tekanan darah
secara progresif. Kemungkinan kasus masuk ke dalam PEB dengan gejala impending
eklamsia. Preeklampsia sendiri adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria. Pada Preeklampsia berat tekanan darah sistolik
≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria.
Preeklampsia memiliki trias gejala, yaitu : hipertensi, proteinuri dan edema. Gejala
tersebut timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas, trias preeklamsia dapat
juga disertai konvulsi sampai koma. Beberapa penelitian menyebutkan terdapat
adanya beberapa factor yang berpengaruh terhadap kejadian preeklampsia berat yaitu
yaitu, umur, paritas, riwayat hipertensi, hamil kembar, obesitas, dan diabetes mellitus
(Rufaidah, 2018). Preeklamsia berat merupakan risiko yang membahayakan ibu
disamping membahayakan janin melalui placenta. Jika preeklampsia berat tidak
segera ditangani dengan baik makan pasien akan mengalami kejang dan berlanjut
pada eklamsia.

2. Mengapa pasien diberikan magnesium sulfat dan antihipertensi?

Salah satu komplikasi pada penderita preeklampsia yaitu adalah kejang maka perlu
dilakukan pencegahan berupa pemberian antikonvulsan (anti kejang). Anti kejang
(antikonvulsan) yang digunakan untuk pasien preklampsia adalah MgSO4, diazepam,
fenitonin. Dari ketiga jenis obat tersebut, MgSO4 lebih banyak digunakan termasuk di
Indonesia karena berdasarkan Cochrane Review terhadap uji klinik yang melibatkan
897 penderita eclampsia, MgSO4 lebih efektif dibandingan dengan fenitonin.
Kemungkinan terjadinya kejang Kembali pada pasien setelah pemberian magnesium
sulfat juga lebih rendah dibandingkan setelah diberikan diazepam (1,4% versus
7,9%). (Kassie et al., 2013). Magnesium Sulfat yang diberikan secara intravena
memiliki efek vasodilatasi ringan sehingga dapat memperbaiki perfusi fetoplasenta
pada ibu. Selain itu, pengobatan dengan Magnesium Sulfat dapat menurunkan tekanan
darah dengan baik serta telah terbukti memiliki efek perlindungan pada sel-sel endotel
(Abad et al., 2010). Magnesium Sulfat diberikan dengan dosis awal 6 g loading dose
kemudian diikuti dengan pemberian infus secara kontinu yang di tingkatkan 2 g per
jam. Magnesium Sulfat telah terbukti 33 lebih unggul dari fenitoin (dilantin) dan
diazepam (valium) untuk pengobatan kejang eklampsia (Wagner et al., 2004)

Antihipertensi dapat diberikan kepada ibu hamil yang mengalami preeklampsia.


Pemberian antihipertensi pada kasus preeklampsia ringan bermanfaat mencegah
perkembangannya menjadi preeklampsia berat. Penanganan kasus sejak awal akan
dapat mengurangi frekuensi terjadinya krisis hipertensi dan juga komplikasi pada
neonatus. Hipertensi akut berat yang berhubungan dengan komplikasi organ vital
seperti infark miokard, stroke, dan gangguan ginjal akut menyebabkan antihipertensi
perlu diberikan dalam mencegah kelainan serebrovaskular demi keselamatan ibu.
Penggunaan antihipertensi pada preeklampsia dimaksudkan untuk menurunkan
tekanan darah dengan segera demi memastikan keselamatan ibu tanpa
mengesampingkan perfusi plasenta untuk fetus.

3. Mengapa bayi didapatkan BBLR dan perlu dirawat di NICU?

Bila dianalisis dengan kondisi pre eklamdia yang dialami oleh ibu dan adanya hasil
BBLR serta gangguan pernafasan.kemungkinan disini bayi tersebut mengalami fetal
Distress. Hal ini di dapat terjadi karena vadospasme yang merupakan akibat
kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh
darah mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran dalam plasenta menjadi
terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang menjadikan gawat janin.

Ruang NICU atau neonatal intensive care unit adalah ruang perawatan intensif di
rumah sakit yang disediakan khusus untuk bayi baru lahir yang mengalami gangguan
kesehatan. Umumnya bayi dimasukkan ke ruang NICU pada masa 24 jam pertama
setelah lahir. Lama perawatan di ruang NICU berbeda-beda, tergantung kondisi setiap
bayi. Semakin serius masalah kesehatan yang dialami, akan semakin lama bayi
dirawat di ruang NICU. Alasan mengapa bayi perlu dirawat di ruang NICU juga
beragam, yang pasti tujuannya adalah agar bayi mendapat pengawasan dan perawatan
secara intensif. Alasan kenapa bayi baru lahir harus masuk ke ruang NICU:

- Bayi menunjukkan tanda-tanda gangguan kesehatan saat dilahirkan.

- Bayi lahir dengan berat badan rendah, yaitu kurang dari 2500 gram atau di atas
4000 gram
- Risiko bayi untuk masuk ke ruang NICU setelah lahir dapat dipengaruhi oleh
kondisi dan riwayat kesehatan sang ibu seperti memiliki riwayat penyakit
diabetes, hipertensi, atau penyakit menular seksual.

4. Apa saja penyebab hipertensi pada ibu hamil?

Hipertensi adalah masalah medis yang umum ditemui selama kehamilan. Penyakit
Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) adalah salah satu penyebab kesakitan dan
kematian ibu mau pun janin. Kira-kira 15-25% wanita yang didiagnosis awal dengan
hipertensi dalam kehamilan akan mengalami Pre-Eklamsia Berat (PEB). Ada
beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan, antara lain hipertensi kronik, hipertensi
kronik dengan preeklamsia, hipertensi gestasional, preeklamsia dan eklamsia.

• Hipertensi kronik. Didapatkan sebelum kehamilan, usia kehamilan < 20


minggu, dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.

• Preeklamsia-eklamsia. Hipertensi dan proteinuria yang didapat setelah usia


kehamilan 20 minggu.

• Hipertensi kronik dengan preeklamsia. Hipertensi kronik ditambah


proteinuria.

• Hipertensi gestational. Timbulnya hipertensi pada kehamilan yang tidak


disertai proteinuria hingga 12 minggu pasca persalinan.

Konsekuensi hipertensi pada kehamilan

a) Jangka pendek

Ibu: eklampsia, hemoragik, isemik stroke, kerusakan hati (HELL sindrom, gagal hati,
disfungsi ginjal, persalinan cesar, persalinan dini, dan abruptio plasenta.

Janin: kelahiran preterm, induksi kelahiran, gangguan pertumbuhan janin, sindrom


pernapasan, kematian janin.

b) Jangka panjang

Wanita yang mengalami hipertensi saat hamil memiliki risiko kembali mengalami
hipertensi pada kehamilan berikutnya, juga dapat menimbulkan komplikasi
kardiovaskular, penyakit ginjal dan timbulnya kanker. Hipertensi pada kehamilan
dapat berkembang menjadi pre-eklampsia, eklampsia dan sindrom HELLP. Kemudian
dapat bermanifestasi dengan kejadian serebral iskemik atau hemoragik pada pra, peri,
dan postpartum menjadi penyakit stroke. Gejala pre-eklampsia/eklampsia adalah sakit
kepala, gangguan penglihatan (kabur atau kebutaan) dan kejang. Hal ini dapat
menyebabkan kecacatan bahkan kematian bagi ibu dan janin bila tidak segara
dilakukan penanganan

Factor resiko :

Faktor risiko primigravida, multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru atau jarak
kehamilan sebelumnya >10 tahun, obesitas pada ibu sebelu kehamilan, kehamilan
ganda, usia ibu > sama dengan 35 tahun, hipertensi kronik atau gangguan ginjal,
riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau pada keluarga, riwayat
trombofilia.

5. Apa hubungan BBLR dengan yang dialami oleh ibu?

Preeklampsia dapat menurunkan perfusi uteroplasenta dan menurunkan aliran darah


serta iskemia. Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta, maka fungsi plasenta yang mengalirkan makanan dan oksigen pada janin
terganggu. Akibatnya, janin dalam kandungan akan kekurangan makanan dan oksigen
dan dapat menyebabkan Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) dan melahirkan
bayi BBLR. Preeklampsia juga dapat meningkatkan kejadian morbiditas dan
mortalitas pada neonatus. Penyebab kematian tertinggi menunjukkan bahwa proporsi
neonatal kelompok umur 0-7 hari adalah prematur dan bayi Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) sebesar 35%, dan bayi lahir dengan asfiksia sebesar 33,6%. Keadaan
yang lain juga diperjelas akibat kegagalan arteri spiralis di miometrium untuk dapat
mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya, disamping itu juga terjadi arterosis
akut pada arteri spiralis yang dapat menyebabkan lumen arteri bertambah kecil,
keadaan ini akan menyebabkan infark plasenta dan bisa mengakibatkan hipoksia janin
dan dapat mengakibatkan kematian janin. Pada ibu hamil yang mengalami hipertensi
akan mengalami kegagalan remodeling arteri spinalis sehingga aliran darah pada
plasenta menurun dan memungkinkan terjadi hipoksia serta iskemia plasenta akibat
hal tersebut sirkulasi interoplasenta rendah dan menurun lalu pengaliran nutrisi
menurun,pengaliran b2 menurun,pengeluaran hasil metabolik tergganggu dan
menimbulkan PJT(pertumbuhan janin terhambat)lalu bayi mengalami BBLR.Pada
kasus lain menurut manuaba faktor penyebab BBLR dari faktor ibu adalah gizi kutang
saat hamil,anemia,umur ibu<20 tahun, dan jarak kehamilan yang dekat.

6. Bagaimana pandangan islam terkait scenario?

Kejadian pre eklampsia bisa berdampak buruk pada kesehatan ibu. Oleh karena itu,
pre eklampsia harus dijadikan salah satu fokus antenatal care pada ibu hamil. Dalam
pandangan islam terkait tentang kesehatan ibu dijelaskan di Al Qur’an :

“Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu ,lalu Kami lenyapkan penyakit yang
ada padanya.” (QS Al-Anbiya’(21):84)

Bisa kita ambil kesimpulan, bahwa dari hasil penelitian setiap wanita hamil memiliki
resiko mengalami komplikasi yang dapat mengancam jiwanya. Oleh karenanya, WHO
menganjurkan agar setiap ibu hamil, mendapatkan sedikitnya 4 kali kunjungan selama
periode antenatal yaitu satu kali kunjungan selama trimester pertama, satu kali
kunjungan selama trimester kedua dan dua kali kunjungan selama trimester ketiga
(Damopolii, 2006). Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan
tanda-tanda dini preeklamsia dan dalam hal itu harus dilakukan penanganan
semestinya. Kita perlu lebih waspada akan timbulnya preeklamsia dengan adanya
faktor predisposisi. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil (Wiknjosastro, 2007).

Step 4 :
Step 5 :

1. Asuhan persalinan normal (APN), berdasarkan apa disebut apn, kpn dikatakan
normal/patologis

2. Etiologi dan definisi, factor risiko PEB

3. Patofisiologi PEB

4. Penegakan Diagnosis (anamnesis dan px fisik) PEB

5. Tatalaksana PEB

6. Komplikasi dan prognosis PEB

7. Resusitasi BBL

8. AIK terkait scenario: persalinan dan ASI

Step 6 :

Step 7 :

1. Asuhan persalinan normal (APN), berdasarkan apa disebut apn, kpn dikatakan
normal/patologis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi persalinan antara lain:
1. Passenger Malpresentasi atau malformasi janin dapat mempengaruhi persalinan
normal (Taber, 1994). Pada faktor passenger, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin.
Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, maka ia dianggap sebagai penumpang
yang menyertai janin
2. Passage away Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat,
dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak
khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi
panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil
menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku.
3. Power His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks
membuka dan mendorong janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah
cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul Ibu
melakukan kontraksi involunter dan volunteer secara bersamaan
4. Position Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Posisi
tegak memberi sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang,
memberi rasa nyaman, dan memperbaki sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi berdiri,
berjalan, duduk dan jongkok
5. Psychologic Respons Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan
mencemaskan bagi wanita dan keluarganya. Rasa takut, tegang dan cemas mungkin
mengakibatkan proses kelahiran berlangsung lambat. Pada kebanyakan wanita,
persalinan dimulai saat terjadi kontraksi uterus pertama dan dilanjutkan dengan kerja
keras selama jamjam dilatasi dan melahirkan kemudian berakhir ketika wanita dan
keluarganya memulai proses ikatan dengan bayi. Perawatan ditujukan untuk
mendukung wanita dan keluarganya dalam melalui proses persalinan supaya dicapai
hasil yang optimal bagi semua yang terlibat. Wanita yang bersalin biasanya akan
mengutarakan berbagai kekhawatiran jika ditanya, tetapi mereka jarang dengan
spontan menceritakannya

 Kondisi persalinan patologis


Patologis persalinan pada kala 1 fase laten di tandai dengan pembukaan yang tidak
kunjung terjadi ataupun awalnya sudah membuka hingga pembukaan ke lima tetepi
selama ber jam jam tidak ada kemajuan pembukaan normalnya pembukan pada masa
laten tidak lebih dari 1 jam dan pada masa aktif untuk primigravida 1 jam per 1cm,
dan kurang dari 1 jam unuk multigravida, kemudian berkaitan dengan
3P(Power,passage,passenger) ketiga aspek ini harus di penuhi atau minimal
mendekati sempurna seperti pada kasus ibu hamil yang tidak memiliki power
namunun yang lainya normal dan sudah terjadi pembukaan komplit dapat dilakukan
persalinan pervaginam dengan alat forcep ataupun vacum, kemudian pada kondisi ibu
hang passagenya bermasalaj(panggul sempit) maka dilakukan sectio cesarea, seperti
halnya pada kasus ibu yang terdapat kealinan passenger bisa dilakukan persalinan
pervaginam maupun Sectio cesarea.

2. Etiologi dan definisi, factor risiko PEB

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan


adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik
dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan
berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan
gangguan sistem organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.

Penyebab pasti preeklampsia belum diketahui, preeklampsia disebut juga “the disease
of theoris”.Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah :
1. Genetic
Kejadian preeklamsia dan eklamsia meningkat pada Wanita yang dilahirkan oleh
ibu yang menderita preeklamsi atau eklamsia dibuktikan dengan adanya Human
Leukocyte Antigene (HLA) yang meningkat.
2. Iskemik plasenta
Kegagalan remodeling arteri spriralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia,
yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH)
yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. preoksida
lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel
3. Prostasiklin-Tromboksan
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu, plasenta
dan janin. Sedangkan pada preeklampsia terjadi penurunan produksi prostasiklin
dan kenaikan tromboksan A2sehingga terjadi peningkatan rasio tromboksan A2 :
prostasiklin.
4. Imunologis
Beberapa wanita dengan pre-eklampsia - eklampsia mempunyai kompleks imun
dalam serum.

Penyebab dari preeklampsia menurut beberapa penelitian:

- bertambahnya frekuensi pada primigravida

- kehamilan ganda

- kehamilan molahidatidosa

- penambahan berat badan selama hamil

- usia kehamilan

- usia ibu dengan <18 / >35 tahun

- penyakit keturunan

- stress

- aktivitas fisik

- adanya penyakit kronik

 Ada Beberapa Factor Resiko :

a) Usia : Wanita hamil berusia di atas 40 tahun lebih beresiko dua kali lipat terhadap
preeklamsia.
b) Obesitas sebelum hamil dan IMT (Index Masa Tubuh) : Obesitas meningkatkan
resiko preeklamsia sebanyak 2.47 kali lipat. Sedangkan wanita yang memiliki
Index Masa Tubuh >35 lebih beresiko 4 kali lipat mengalami preeklamsia di
bandingkan dengan IMT 19-27
c) Riwayat Hipertensi : Wanita yang memiliki riwayat preeklamsia pada kehamilan
pertama, 7 kali lipat beresiko preeklamsia untuk kehamilan kedua.
d) Gaya Hidup : Salah satu resiko gaya hidup wanita sekarang yang menyukai
makanan instan 2 kali lipat lebih beresiko terhadap preeklamsia.
e) Penyakit Dahulu : Jika ibu hamil memiliki riwayat diabetes, hipertensi kronik,
riwayat penyakit berupa sindrom antifosfolipid, diabetes mellitus gestasional, dan
hiperglikemia ringan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.
f) Usia kehamilan : Menurut onsetnya, preeklampsia dibagi menjadi 2 subtipe.
Preeklampsia early-onset terjadi pada usia kehamilan ≤34 minggu, sedangkan late-
onset muncul pada usia kehamilan ≥34 minggu. Menurut beberapa penelitian,
insiden terjadinya preeklampsia meningkat seiring semakin tuanya usia kehamilan.
g) Faktor nutrisi : Faktor nutrisi diet tinggi buah dan sayuran yang memiliki aktivitas
antioksidan berkaitan dengan penurunan tekanan darah. Zhang dkk., (2002)
melaporkan bahwa insiden preeklamsia meningkat dua kali lipat pada perempuan
yang memiliki asupan asam askorbat kurang dari 85 mg per hari. Penelitian-
penelitian ini diikuti dengan uji teracak untuk meneliti suplementasi diet. Villar,
dkk. (2006) memperlihatkan bahwa suplementasi kalsium pada populasi yang
memiliki asupan kalsium diet yang rendah memiliki sedikit efek dalam
menurunkan angka kematian perinatal, tetapi tidak berdampak pada insiden
preeklamsia.
h) Faktor genetic : Kecenderungan herediter ini mungkin merupakan akibat interaksi
ratusan gen yang diwariskan—baik dari ayah maupun ibu yang mengendalikan
sejumlah besar fungsi metabolik dan enzimatik di setiap sistem organ.

3. Patofisiologi PEB

Perubahan pokok yang terjadi pada preeklamsia adalah adanya spasme pembuluh
darah disertai dengan retensi garam dan air. pada biopsi ginjal ditemukan spasme
hebat arteriola glomerulus pada beberapa kasus arteriola sedemikian sempit sehingga
hanya dapat dilalui oleh salah satu sel darah merah jadi jika semua arteriola dalam
tubuh mengalami spasme maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk
mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi sedangkan
proteinuria disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus.

Wibowo dan rahim mengatakan bahwa patofisiologi preeklampsia lebih ditekankan


ke arah disharmoni implantasi dan disfungsi jaringan endotel hasil akhir dari adanya
disharmoni implantasi adalah melebarnya arteri spiralis yang tadinya tebal dan
muskularis membentuk kantong yang elastis pertahanan rendah dan aliran cepat dan
bebas dari kontrol neovaskular normal sehingga memungkinkan arus darah yang
adekuat untuk memasukkan oksigen dan nutrisi bagi janin sedangkan definisi
disfungsi endotel sendiri berarti berkurangnya sampai hilangnya kemampuan sel
endotel dalam mengatur vasodilatasi

Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa
kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu
sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka
tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang
disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum
diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.

4. Penegakan Diagnosis (anamnesis dan px fisik) PEB

 Keluhan :

1. Pusing dan nyeri kepala

2. Nyeri ulu hati

3. Pandangan kurang jelas

4. Mual hingga muntah

 Pemeriksaan fisik :

a. Tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu

b. Tes celup urin menunjukkan proteinuria +2 atau pemeriksaan protein kuantitatif


menunjukkan hasil > 5g/24 jam

c. Atau disertai keterlibatan organ lain:

• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati

• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas

• Sakit kepala, skotoma penglihatan


• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidroamnion

• Edema paru atau gagal jantung kongestif

• Oligouria (<500cc/24 jam), kreatinin > 1.2 mg/dl

 Pemeriksaan penunjang :

a) Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan khusus berupa ECG (Eko Kardiografi),


pemeriksaan mata, dan pemeriksaan USG ginjal. Pemeriksaan laboratorium lain
diantaranya fungsi ginjal, fungsi hepar, Hb, hematokrit, dan trombosit.

b) Pemeriksaan janin : perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi janin. Bila


dicurigai IUGR, dilakukan NST dan profil biofisik.

c) Pemeriksaan urine protein : dilakukan untuk mendeteksi protein sampai berapa dan
apakah menuju tanda-tanda pre-eklampsia berat atau bahkan eklampsia.

 Diagnosis banding :

Kehamilan dengan sindrom nefrotik, Kehamilan dengan payah jantung, Hipertensi


Kronis, Penyakit ginjal, Edema kehamilan, Proteinuria kehamilan.

5. Tatalaksana PEB

Tatalaksana preeklampsia berat harus dikerjakan berdasarkan penilaian yang cermat,


stabilisasi kondisi ibu, monitoring ketat, dan melakukan persalinan dalam waktu dan
kondisi yang tepat. Beberapa hal yang harus dikerjakan dalam penanganan
kegawatdaruratan preeklampsia berat:

- Stabilisasi Tekanan Darah

Penanganan hipertensi akut dapat mencegah risiko komplikasi cerebrovascular dan


cardiovascular pada ibu dengan preeklampsia, yang merupakan penyebab terbanyak
mortalitas dan morbiditas maternal. Obat penurun tekanan darah harus diberikan pada
kondisi:

1. Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg

2. Tekanan darah≥ 140/90 mmHg dengan komorbiditas (gangguan organ lain)


Pada ibu dengan hipertensi berat (> 160/110 mmHg), obat penurun tekanan darah
diberikan dengan target menurunkan tekanan darah < 160/110 mmHg. Pada ibu
dengan peningkatan tekanan darah 140-159/90 109 mmHg, target penurunan tekanan
darah tergantung ada tidaknya komorbiditas. Jika ibu memiliki komorbiditas maka
tekanan darah harus diturunkan < 140/90 mm Hg, sedangkan tanpa komorbiditas
tekanan darah dapat diturunkan sampai 130-155/80-105 mm Hg (SOGC, 2014).

Pada hipertensi berat, obat pilihan utama: kapsul nifedipine short acting, hydralazine
intravena atau parenteral labetolol. Alternatif lain adalah: methyldopa oral, labetolol
oral, atau clonidine oral (SOGC, 2014). Nifedipine dapat diberikan dengan dosis awal
3 x 10 mg per oral, dengan dosis maksimal 120 mg/hari. Nifedipine tidak boleh
diberikan secara sublingual. Tidak diperbolehkan memberikan obat jenis Atenolol,
ACE inhibitor, Angiotensis Receptor Blockers (ARB) dalam kehamilan (RCOG,
2010; SOGC, 2014).

- Pencegahan Kejang

Studi MAGPIE telah membuktikan bahwa pemberian Magnesium Sulphate dapat


menurunkan risiko eklampsia/kejang pada wanita dengan preeklampsia sebesar 58%.
Magnesium Sulphate (MgSO) adalah obat pilihan pertama dalam mencegah kejang
pada kasus preeklampsia berat. Diazepam dan Phenitoin tidak lagi menjadi obat
pilihan utama dalam pencegahan Kejang (RCOG, 2010)

Syarat pemberian MgSO, (Angsar MD, 2005):

1. Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium Gluconas 10% = 1 gr (10% dalam
10 cc) diberikan intra vena (iv) selama 3 menit.

2. Refleks patella (+) kuat.

3. Frekuensi pernafasan > 16+ / menit, dan tidak ada tanda-tanda distress nafas.

4. roduksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kg.bb./jam)

6. Komplikasi dan prognosis PEB

 Komplikasi

Komplikasi pada Anak :


• Pada neonatus, preeklampsia merupakan faktor risiko utama distres
pernapasan serta displasia bronkopulmonal. Selain itu, preeklampsia juga berkaitan
dengan spektrum autisme dan keterlambatan perkembangan anak di kemudian hari.

• Komplikasi akibat Terapi : Komplikasi juga mungkin timbul sebagai efek


samping pemberian magnesium sulfat. Pemberian magnesium sulfat sebagai
profilaksis kejang dapat menyebabkan depresi napas sampai dengan henti jantung.
Kadar magnesium dan kondisi klinis sebaiknya dipantau setiap 4–6 jam pada pasien
yang mendapat terapi magnesium sulfat.

Komplikasi lain dibawah ini yang biasanya terjadi pada preeklampsia berat:

1) Solusio plasenta. Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada preeklampsia.

2) Hipofibrinogenemia. Biasanya terjadi pada preeklampsia berat. Oleh karena itu


dianjurkan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.

3) Hemolisis. Penderita dengan gejala preeklampsia berat kadang-kadang


menunjukkan gejala klinis hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui
dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi eritrosit.
Nekrosis periportal hati yang ditemukan pada autopsy penderita eklampsia dapat
menerangkan ikterus tersebut.

4) Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal

penderita eklampsia.

5) Kelainan mata. Kehilangan pengelihatan untuk sementara, yang berlansung selama


seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia serebri.

6) Edema paru-paru. Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan

karena bronchopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan abses


paru.

7) Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada preeklampsia/eklampsia merupakan


akibat vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi
ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui
dengan pemeriksaan faal hati, terutama pada enzim-enzimnya.

8) Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes and low platelets

Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,


hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGOT, SGPT], gejala subyektif [cepat lelah,
mual, muntah dan nyeri epigastrium]), hemolisis akibat kerusakan membran eritrosit
oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc),
agregasi (adhesi trombosit di dinding vaskuler), kerusakan tromboksan
(vasokonstriktor kuat), lisosom.

9) Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu pembengkakan


sitoplasma sel endhotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur yang lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.

10) Komplikasi lain

Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jantung akibat kejang-kejang, pneumonia
aspirasi dan DIC (disseminated intravascular coagulation).

11) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin

 Prognosis

- Diagnosis dini, inisiasi terapi dini, serta observasi dan penatalaksanaan yang tepat
bisa secara signifikan meningkatkan prognosis preeklampsia. Pada pasien
preeklampsia murni tanpa komorbid atau riwayat hipertensi sebelumnya, kondisi
klinis dan parameter laboratorium umumnya mengalami perbaikan setelah
persalinan

- Risiko rekurensi : 20% akan mengalami hipertensi, dan 16% akan mengalami
preeklampsia berulang pada kehamilan berikutnya. Wanita dengan Riwayat
preeklampsia tipe dini memiliki risiko rekurensi paling besar (25-65%)

- Risiko jangka Panjang : Wanita yang pernah mengalami pre eclampsia memiliki
resiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit kardiovaskular di masa mendatang
(meliputi hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, dan thromboemboli vena)
7. Resusitasi BBL

Penentuan tindakan resusitasi berdasarkan pada penilaian dua tanda vital yaitu
pernapasan dan frekuensi denyut jantung. Setelah ventilasi tekanan positif (VTP) atau
setelah pemberian oksigen tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu
frekuensi denyut jantung, pernapasan, dan status oksigenasi.
1. Airway (A) Pembebasan jalan nafas (Airway) merupakan salah satu tahapan yang
terdapat dalam langkah awal resusitasi. Langkah awal resusitasi meliputi :
a) Hangatkan bayi dengan menempatkan bayi di bawah alat pemanas atau infant
warmer. b) Atur kepala bayi untuk membuka jalan nafas. Bayi diletakkan terlentang
dengan posisi leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu
c) Bersihkan jalan nafas (jika diperlukan). Lendir dibersihkan. Lakukan penghisapan
pada mulut dan hidung.
d) Keringkan bayi dengan melakukan rangsang taktil. (1) Keringkan bayi dengan lap
bersih mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya. (2) Lakukan rangsangan
taktil dengan menepu/ menyentil telapak kaki. Atau menggosok punggung/perut/dada/
tungkai bayi dengan telapak tangan.
e) Atur posisi kembali
-Ganti kain yang telah basah dengan kain kering yang ada di bawahnya.
- Seimuti seluruh tubuh bayi dengan kain tersebut, kecuali muka dan dada.
-Atur posisi kembali bayi dengan posisi menghidu.
f) Lakukan penilaian
-Pernafasan Terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan kedalaman.
- Frekuensi jantung Frekuensi jantung seharusnya di atas 100 kali permenit. Bila bayi
tidak bernafas (apnu), atau megap – megap atau frekuensi jantung kurang dari 100
kali permenit, walaupun sudah diberikan rangsangan, saturasi berada di bawah target
segera lanjutkan dengan pemberian ventilasi tekanan positif (VTP).
2. Breathing (B)
Memberikan nafas buatan pada bayi dengan menggunakan ventilasi tekanan positif,
termasuk memberikan oksigen 100 %. Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara
ke dalam paru yang besarnya 4 – 6 cc/kgbb
Indikasi pemberian ventilasi tekanan positif, jika bayi tidak bernafas (apnu) atau
megap – megap, frekuensi jantung kurang dari 100 kali permenit, saturasi berada di
bawah target, walaupun telah diberikan aliran oksigen bebas sampai 100 %.
a) Hal hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan VTP
- Jika sendirian, panggil orang kedua untuk membantu. Orang kedua bertugas
memasang oksimetri nadi,mengawasi frekuensi jantung dan suara nafas.
-Pilih sungkup dengan ukuran yang sesuai. Khusus untuk neonatus, pemilihan
sungkup tergantung pada seberapa baik perlengkatan sungkup dan di sesuaikan
dengan wajah bayi.
-Pastikan jalan nafas bersih.
-Posisi kepala bayi agak ekstensi.
-Posisi penolong di arah kepala bayi atau di samping kepala bayi.

b) Tekanan Tekanan inspirasi awal yang diberikan 20 cmH2O. Bila frekuensi


jantung meningkat, bersamaan dengan peningkatan saturasi oksigen dan terdengar
suara nafas bilateral, berarti tekanan yang diberikan telah cukup.
c) Frekuensi Selama tahap awal resusitasi, berikan nafas dengan frekuensi 40 – 60
napas permenit atau sedikitnya 1 kali perdetik.
d) Tehnik memperbaiki ventilasi tekanan positif Jika dada tidak mengembang pada
setiap napas dan suara napas lemah, lakukan langkah koreksi ventilasi.
Pertimbangkan memakai akronim “ MR SOPA “ atau SR IBTA untuk mengingat
langkah langkah koreksi.

3. Circulation (C)

Bantuan sirkulasi dilakukan dengan memulai kompresi dada dengan


dikombinasikan dengan pemberian VTP. Kompresi dada dilakukan jika frekuensi
jantung kurang dari 60 kali per menit, walaupun telah dilakukan VTP efektif
minimal 30 detik. Kombinasi antara kompresi dan VTP perlu dilakukan, karena
miokard melemah sehingga kontraksi jantung tidak kuat untuk memompa darah ke
paru untuk mengangkut oksigen.

Penekanan tulang dada akan menekan jantung dan meningkatkan tekanan dalam
dada, sehingga darah terpompa ke pembuluh darah arteri. Saat penekanan dada
dilepaskan, darah dari pembuluh darah vena mengalir ke jantung. Pemasangan
endotrakheal tube dengan kolaborasi medis dapat dilakukan pada tahap ini, untuk
memaksimalkan pemberian VTP.
Kompresi dada pada neonatus diberikan pada 1/3 bawah tulang iga, yang terletak
di antara sifoid dan garis khayal yang menghubungkan puting susu. Letakkan ibu
jari atau 2 jari sedikit di atas sifoid, jangan menekan langsung pada sifoid.

4. Drug (D)

Epinefrin atau sering disebut adrenalin merupakan suatu stimulan, yang berfungsi
untuk meningkatkan kekuatan dan kecepatan kontraksi jantung dan menyebabkan
vasokonstriksi perifer, sehingga dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan arteri
koronaria. Pemberian epinefrin dapat mengembalikan aliran darah secara normal
dari miokardium ke otak.

Epinefrin diberikan secara intravena, sehingga diperlukan akses vena umbilikalis.


Dosis epinefrin intravena yang dianjurkan untuk neonatus adalah 0,1 – 0,3 ml/kg
larutan 1 : 10.000 (setara 0,01 – 0,03 mg/kg). Lakukan evaluasi frekuensi jantng
bayi kira – kira 1 menit setelah pemberian epinefrin, jika frekuensi jantung kurang
dari 60 kali per menit setelah epinefrin dosis pertama, epinefrin bisa diulang setiap
3 – 5 menit sampai dosis maksimal.

8. AIK terkait scenario: persalinan dan ASI

Jika seorang ibu menemui kesulitan dalam menyusui, maka ibu tersebut dapat
meminta bantuan pada seorang wanita yang dia percayai. Berikut ini adalah
kutipan dari ayat-ayat Alquran tentang hal tersebut.

‫ض ُع لَهٗ ٓ اُ ْخ ٰر ۗى‬ ٍ ۚ ْ‫َو ْأتَ ِمرُوْ ا بَ ْينَ ُك ْم بِ َم ْعرُو‬


ِ ْ‫ف َواِ ْن تَ َعا َسرْ تُ ْم فَ َستُر‬
"... dan jika menemukan kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan
(anak itu) untuknya." (QS. At-Talaaq: 6).

‫َّض ~ا َعةَ ۗ َو َعلَى ْال َموْ لُ~~وْ ِد لَ~~هٗ ِر ْزقُه َُّن َو ِك ْس ~ َوتُه َُّن‬
َ ‫ض ~ ْعنَ اَوْ اَل َده َُّن َح~ وْ لَي ِْن َك~~ا ِملَي ِْن لِ َم ْن اَ َرا َد اَ ْن يُّتِ َّم الر‬ ِ ْ‫ت يُر‬ ُ ‫َو ْال َوالِ~ ٰ~د‬
‫ث ِم ْث ُل ٰذلِكَ ۚ فَ ~ا ِ ْن اَ َرادَا‬ ۤ َ ُ‫ف اَل تُ َكلَّفُ نَ ْفسٌ اِاَّل ُو ْس َعهَا ۚ اَل ت‬
ِ ‫ضا َّر َوالِ َدةٌ ۢبِ َولَ ِدهَا َواَل َموْ لُوْ ٌد لَّهٗ بِ َولَ ِد ٖه َو َعلَى ْال َو‬
ِ ‫ار‬ ِ ۗ ْ‫بِ ْال َم ْعرُو‬
‫َ~اح َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َس~لَّ ْمتُ ْم‬ ِ ْ‫اض ِّم ْنهُ َما َوتَ َشا ُو ٍر فَاَل جُ نَا َح َعلَ ْي ِه َم~~ا ۗ َواِ ْن اَ َر ْدتُّ ْم اَ ْن تَ ْستَر‬
َ ‫ض~ع ُْٓوا اَوْ اَل َد ُك ْم فَاَل ُجن‬ ٍ ‫صااًل ع َْن تَ َر‬ َ ِ‫ف‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ َ‫ف َواتَّقُوا َ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن َ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ ب‬
‫ص ْي ٌر‬ ِ ۗ ْ‫َّمٓا ٰاتَ ْيتُ ْم بِ ْال َم ْعرُو‬
233. Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi
yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan
pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula
seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban) seperti itu
pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan permusyawaratan
antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin
menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu memberikan
pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al Baqarah ayar 233).

Perjuangan ibu dalam proses kehamilan dan persalinan sangatlah berharga. Dalam QS
Lukman ayat 14 al quran mengabadikan perjuangan ibu ketika hamil dengan arti :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu."
Allah memberikan kemuliaan kepada ibu yang melahirkan melalui sabda Rasulullah
SAW yang artinya. “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada
dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya
adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai
empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat
Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku
dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan
(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada
Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" (AL-
AHQAF Ayat 15).
DAFTAR PUSTAKA

1. Tendi Novara.Perbedaan Kadar Laktat Dehidrogenase(LDH)Pada Berbagai Derajat


Keparahan Preklampsia Jurnal Kedokteran Brawijaya.2019

2. Legawati, Utama NR. Analisis Factor Resiko Kejadian Preeklampsia Berat Di RSUD
Rujukan Kabupaten Dan Provinsi Di Kalimantan Tengah. 2017.

3. Putri, Rizki Yanuari. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kadar Kreatinin Sampel Serum
dan Plasma EDTA. 2017

4. Handayani, E. dkk. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Preeklampsia di


RSUD Wates Kabupaten Kulonprogo Tahun 2019. 2019

5. Vidal S.M., Schneck, M.J., Flaster, M.S., et al., 2011. Stroke- and pregnancy-induced
hypertensive sindromes. Women’s Health.

6. Hartiningrum I, Fitriyah N. Bayi Berat Lahir Rendah (Bblr) Di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2012-2016. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. 2018.

7. Oktatin RDO. Studi Penggunaan Magnesium Preeklampsia Berat (Penelitian Di


Kamar Bersalin Smf Obstetri Ginekologi Rsud Dr.Soetomo Surabaya). 2015.

8. Hubungan Preeklamsia kehamilan dengan kejadian Berat Bayi Lahir Rendah di


RSUD A.yani Kota Metro.2014

9. Indri.Bayi Berat Lahir rendah .di Provinsi Jawa Timur.Fakultas kesehatan Masyarakat
UNAIR.2016

10. Nova M. Preeklampsia Berat dan Kematian Ibu. 2016

11. Sutiarti. Faktor Resiko Preeklampsia Berat atau Eklampsia pada Ibu Hamil. 2020

12. Handayani, E, dkk. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Preeklampsia di


Kabupaten Kulonprogo Tahun 2019. 2019

13. Akip SD. Luaran Maternal dan Perinatal Pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia Berat
(Analisis Perbedaan Faktor Risiko dengan dan Tanpa Riwayat Preeklampsia).
November 2015.
14. Yulizawat.Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Persalinan. Fakultas Kedokteran,
Universitas Andalas. 2019

15. Tim Skillab Fk Unhas Buku Panduan Kerja Keterampilan Klinik Resusitasi
Neonatus.Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2015

16. Rekomendasi Preeklampsia, Eklampsia, dan Perdarahan Pasca Salin. 2016

17. Rini Sc. Penatalaksanaan Terapi Pasien Preeklampsia Rawat Inap Rsup Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten Tahun 2009. 2016.

18. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Cetakan Ketiga. Jakarta.
2010

19. F. Garry Cunningham. Obstetric Williams. Edisi 21. Vol 1. EGC

Anda mungkin juga menyukai