( Rosyad, Shelly Rodliah. Hubungan Ketuban Pecah Dini Dengan BBLR Di Rsud
Ungaran.2019)
Faktor Risiko
Menurut Manuaba (2007), faktor penyebab KPD yakni:
- sosial ekonomi,
- keturunan seperti kelainan genetik dan defisiensi Gizi,
- faktor obstetrik meliputi overdistensi uterus,
- kehamilan ganda,
- hidramnion,
- serviks inkompeten,
- sefalopelvik disproporsi,
- grandemultipara,
- kelainan letak, dan
- pendular abdomen.
(Hastuti, Heny; Sudayasa, I Putu. Analisis Faktor Risiko Ketubahan Pecah Dini di Rumah Sakit
Bahteramas. FK Universitas Halu Oleo Kendari. 2016)
2. Patofisiologi
Pada anamnesis, hal-hal yang perlu digali adalah menentukan usia kehamilan, adanya
cairan yang keluar dari vagina, warna cairan yang keluar dari vagina, dan adanya demam.
Pemeriksaan Fisik :
- Tercium bau khas ketuban
- Pemeriksaan inspekulo : melihat adanya cairan ketuban dari kavum uteri (meminta
pasien mengedan atau menggerakan sedikit bagian terbawah janin). Atau terlihat
kumpulan cairan di forniks posterior.
- VT tidak dianjurkan kecuali pasien diduga inpartu. Hal ini karena VT dapat
meningkatkan insidensi korioamnionitis, postpartum endometritis dan infeksi neonates.
Selain itu, juga memperpendek periode laten.
- Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai adanya tanda-tanda infeksi pada ibu dengan
mengukur suhu tubuh (suhu ≥ 380C).
Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan pH vagina (cairan ketuban) dengan kertas lakmus (Nitrazin test) dari
merah menjadi biru , sesuai dengan sifat air ketuban yang alkalis. pH normal vagina
adalah 4.5-6.0 sedangkan pH cairan amnion 7.1-7.3
- Pemeriksaan USG dapat mengkonfirmasi adanya oligohidroamnion. Normal volume
cairan ketuban 250-1200cc.
- Pemeriksaan mikroskopis tampak gambaran pakis yang mengering pada sekret serviko
vaginal. Dilakukan dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan
mengering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
- Pemeriksaan darah rutin, leukosit> 15.000/ mm3.
(Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi
1)
4. Tatalaksana
- Pasien dengan kecurigaan KPD harus dirawat di Rs untuk diobservasi kecuali Jika selama
perawatan air ketuban tidak keluar lagi boleh pulang
- Pembatasan aktivitas pasien.
- Apabila belum inpartu berikan : Eritromisin 4 x 250 mg selama 10 hari.
- Segera rujuk pasien ke fasilitas pelayanan sekunder
- Di RS rujukan :
≥ 34 minggu : lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi
24-33 minggu:
o Bila terdapat amnionitis, abruptio plasenta, dan kematian janin, lakukan
persalinan segera.
o Berikan Deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam.
o Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin.Bayi dilahirkan
di usia 34 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil
menunjukan bahwa paru sudah matang.
< 24 minggu:
o Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin.
o Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin menjadi pilihan.
o Jika terjadi infeksi (koroiamnionitis), lakukan tatalaksana koriamnionitis.
(Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi
1)
5. Komplikasi
- Infeksi maternal korioamnionitis dan neonatal
- Persalinan prematur
- Hipoksia karena kompresi tali pusat
- Deformitas janin
- Meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagal persalinan normal.
(Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi 1)
6. Edukasi
- Memberikan informasi kepada ibu, adanya air ketuban yang keluar sebelum tanda inpartu
- Menenangkan ibu dan memberitahu kepada suami dan keluarga
- agar ibu dapat diberi kesempatan untuk tirah baring.
- Memberi penjelasan mengenai persalinan yang lebih cepat dan rujukan yang akan dilakukan ke
pusat pelayanan sekunder.
(Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi 1)