Disusun Oleh :
Kelompok: 12 Blok 4
“Skema”
Embriolog
Fisiologi Anatomi Histologi AIK
i
TRAKEA
■ Lapisan yang melapisi lumennya yaitu lapisan
mukosa terdiri atas epitel kolumner pseudokompleks
bersilia, dengan sel-sel goblet penghasil mukus
diantara epitel. Pada lapisan bawah epitel/ lamina
propria, terdapat kelenjarkelenjar penghasil cairan
serous, bagian otot polos, dan tulang rawan hialin
yang menjaga supaya lumen trakea tetap terbuka.
Cairan mukos yang dihasilkan sel goblet dan sel
kelenjar membentuk lapisan cairan yang
memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong
partikel asing keluar. Kontraksi otot polos
memungkinkan lumen menyempit, yang terjadi pada
reflek batuk, meningkatkan kecepatan aliran udara
ekspirasi sehingga membersihkan jalan nafas.
BRONKUS
• BRONKIOLUS
Bronkiolus respiratorius
bermuara di duktus alveolaris
dan saccus alveolus, baik
duktus alveolaris dan alveolus
dilapisi oleh epitel squamus
(gepeng)/epitel alveoli. Alveoli
bertanggungjawab terhadap
struktur berongga paru. Pada
sel-sel alveoli berlangsung
bertukaran O2 dan CO2 antara
udara dan darah.
3. Biokimia Sistem Respirasi
■ Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai
pembawa O2 yang sangat serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari
empat sub unit, masing-masing mengandung gugus heme yang melekat pada
sebuah rantai 13 polipeptida. Pada seorang dewasa normal, sebagian besar
hemoglobin mengandung dua rantai α dan dua rantai β. Heme adalah kompleks
yang dibentuk dari suatu porfirin dan satu atom besi fero. Masing-masing dari
keempat atom besi dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi
tetap berada dalam bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu
reaksi oksigenasi, bukan reaksi oksidasi. Reaksi pengikatan hemoglobin dengan
O2 lazim ditulis sebagai Hb + O2 ↔️ HbO2 . Karena setiap molekul hemoglobin
mengandung empat unit Hb, maka dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan pada
kenyataannya bereaksi dengan empat molekul O2 membentuk Hb4O8. [3] Hb4 +
O2 ↔️ Hb4O2 Hb4O2 + O2 ↔️ Hb4O4 Hb4O4 + O2 ↔️Hb4O6 Hb4O6 + O2 ↔️
Hb4O8 Reaksi ini berlangsung cepat, membutuhkan waktu kurang dari 0,01
detik. Deoksigenasi (reduksi) Hb4O8 juga berlangsung sangat cepat.
1. Fisiologi system respirasi
a. Ventilasi Paru-paru
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan udara ke dalam dan keluar paru disebabkan
oleh:
1). Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura
normal sekitar -5 cm H2O, yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap
terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal, pengembangan rangka dada akan menarik paru
ke arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih negatif (sekitar -7,5 cm
H2O).
2). Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glotis terbuka dan tidak ada udara yang
mengalir ke dalam atau keluar paru, maka tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan
tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk, tekananalveoli
harus sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik sekitar 0,5 liter udara ke
dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang berlawanan.
3). Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan padapermukaan luar paru, dan ini adalah
nilai daya elastis dalam paru yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang disebut tekanan daya
lenting paru.
b. Difusi oksigen dan karbon dioksida melalui organ pernafasan
Gas oksigen dan karbon dioksida akan berdifusi melalui sel-sel yang menyusun dinding avelous dan kapiler darah.
Udara aveolus mengandung zat oksigen yang lebih tinggi dan karbon dioksida lebih rendah dari pada gas di dalam darah
pembuluh kapiler. Oleh karena itu molekul cenderung berpindah dari konsentrasi yang lebih tinggi kerendah, maka oksigen
berdifusi dari udara aveolus kedalam darah, dan karbon dioksida akan berdifusi dari pembuluh darah ke avelous.
Pengangkutan CO₂ oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 cara yaitu : (1) Karbon dioksida larut dalam plasma dan
membentuk asam karbonat dengan enzim anhydrase. (2) Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbo mino
hemoglobin (3) Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO₂) melalui proses berantai pertukaran klorida.
C. Kontrol system respirasi dan reflex pernafasan
Pola napas pada saat tubuh menjalani exercise tidak bisa dipertahankan secara otonom karena tubuh kala itu butuh pasokan
oksigen lebih banyak dari biasanya, sehingga harus dibantu dengan faktor lain.
Secara umum, sistem kontrol respirasi diambil alih oleh kerja sistem saraf pusat di bagian bilateral medula oblongata dan pons
pada batang otak. Daerah ini dibagi menjadi 3 kelompok neuron utama Kelompok pernapasan dorsal, terletak di bagian dorsal
(belakang) medula yang terutama menyebabkan inspirasi. Kelompok pernapasan ventral, terletak di ventrolateral (depan
samping) medula, yang terutama menyebabkan inspirasi dan ekspirasi yang lebih dalam. Pusat pneumotaksik, terletak di
sebelah dorsal bagian superior pons, tepatnya di sebelah dorsal nuklous parabrakialis pada pons bagian atas, yang terutama
mengatur kecepatan dan kedalaman napas. Adalagi yang namanya saraf-saraf sensoris yang mendeteksi paru. Perlu diingat bahwa
saraf-saraf sensoris ini berujung sebagai reseptor, seperti kemoreseptor perifer, baroreseptor dan reseptor2 lainnya di dalam paru.
Nanti kumpulan reseptor-reseptor ini akan bergabung menjadi nucleus traktus solitarius yakni ujung akhir dari saraf sensoris
pernapasan yang terdapat pada nervus vagus dan nervus glosofaringeus. Pada akhirnya kedua nervus ini akan berhubungan
dengan kelompok pernapasan bagian dorsal. Melalui ini, mekanisme penghantaran informasi dari paru ke pusat respirasi bagian
dorsal bisa berlangsung.Pernapasan Normal.Pada pernapasan biasa, pusat saraf dorsal akan melepaskan sinyal inspirasi ritimis
(yang teratur). Kalau di guyton disebutkan bahwa pelepasan sinyal2 inspirasi ritmis ini belum diketahui penyebabnya. Sinyal
inspirasi yang dilepaskannya ini berupa sinyal yang landai (ramp signal), gunanya supaya inspirasi kita itu terjadi secara perlahan
dan dapat meningkatkan volume paru dengan mantap, sehingga kita tidak bernapas terengah-engah. Perlu diingat lagi bahwa
sinyal-sinyal ini akan dihantarkan ke paru dan otot2 diafragma melalui saraf2 motorik pernapasan.Setelah pusat dorsal
melepaskan sinyal inspirasi yang landai tersebut, pusat pneumotaksik akan mentransmisikan sinyal ke area inspirasi. Efek utama
di sini adalah mengatur titik “penghentian” inspirasi landai, dengan demikian mengatur lamanya proses inspirasi. Kalau sinyal
pneumotaksik ini kuat, inspirasi dapat berlangsung hanya dalam 0,5 detik, akibatnya volume inspirasi juga sedikit; kalau sinyal
pneumotaksik ini lemah, inspirasi dapat berlangsung terus selama 5 detik bahkan bisa lebih, akibatnya volume inspirasi menjadi
banyak sekali. Jika sinyal inspirasi landai itu telah berhenti, maka paru secara otomatis akan mengalami fase ekspirasi.
Paru-paru kita mempunyai suatu sifat istimewa yakni elastis dan punya daya lenting. Jadi ekspirasi ini terjadi sebagai
imbas dari inspirasi, dimana disini udara yang keluar tentunya telah bertukar dengan CO2. Tegasnya, ekspirasi tenang
yang normal, murni disebabkan akibat sifat elastis daya lenting paru dan rangka toraks.Pernapasan yg Lebih Dalam
jika kita bernapas lebih dalam, disini baru terjadi peranan dari kelompok saraf pernapasan bagian ventral. Sedangkan
pada pernapasan tenang yang normal, kelompok saraf ventral ini inaktif. Bila rangsangan pernapasan guna meningkatkan
ventilasi paru menjadi lebih besar dari normal, sinyal respirasi yang berasal dari mekanisme getaran dasar di area
pernapasan dorsal akan tercurah ke neuron pernapasan ventral. Akibatnya, area pernapasan ventral turut membantu
merangsang pernapasan ekstra. Rangsangan area ventral ini berupa rangsangan listrik yang menyebabkan inspirasi dan
juga ekspirasi. Tetapi yang paling penting disini adalah sinyal untuk ekspirasi, karena sinyal2 ini langsung dihantarkan
dengan kuat ke otot-otot abdomen selama ekspirasi yang sangat sulit. Intinya, pernapasan ventral ini gunanya sebagai
pendorong bila dibutuhkan ventilasi paru yang lebih besar, khususnya selama latihan fisik berat.Pembatasan sinyal
inspirasi oleh refleks Hering-Breuer. Selain sinyal pusat pneumotaksik, masih ada sinyal-sinyal saraf sensoris yang
berasal dari paru untuk membantu mengatur pernapasan. Yang paling penting adalah yang terletak di bagian otot dinding
bronkus dan bronkiolus seluruh paru, yaitu reseptor regang, yang menjalarkan sinyal melalui nervus vagus ke kelompok
neuron pernapasan dorsal apabila paru-paru menjadi sangat teregang akibat inspirasi terlalu lama. Sinyal ini akan
“menghentikan” inspirasi landai yang dilepaskan oleh pusat pernapasan dorsal tadi. (kurang lebih mekanisme
penghentiannya mirip dengan penghentian oleh sinyal pusat penumotaksik). Ini disebut refleks inflasi Hering-Breuer.
Refleks ini juga ikut meningkatkan kecepatan pernapasan, sama halnya dg sinyal pneumotaksik. [an baca di gayton,
refleks ini kemungkinan tidak diaktifkan sampai volume tidal meningkat dari 3 kali normal, jadi refleks ini terutama
muncul sebagai mekanisme protektif untuk mencegah inflasi (peregangan) paru yang berlebihan daripada yang
dibutuhkan biasanya. Pengaturan kimiawi CO2 dan H+ di area kemosensitif
Di dekat medula oblongata, tepatnya 0,2 mm di bilateral (samping) area pernapasan ventral, ada suatu area
neuron yang sangat sensitif dengan perubahan konsentrasi CO2 ataupun ion H+ dalam darah. Area ini
disebut area kemosensitif. Area ini bakal merangsang bagian lain dalam pusat pernapasan.
Apabila suatu saat konsentrasi CO2 dan H+ yang dihasilkan jaringan otak meningkat, ia akan berdifusi ke
dalam sawar darah otak. Perlu diingat, bahwa sawar darah di otak ini punya dinding yang khusus, dimana ia
hanya mengizinkan zat-zat tertentu untuk lewat. (semacam benteng pertahanan, yang lebih dikenal dengan
Blood Brain Barrier/ BBB). Nah, CO2 ini sangat permeable terhadap BBB tsb, namun tidak permeable sama
sekali terhadap ion H+, sehingga yang mudah berdifusi ke sawar darah otak adalah CO2.
Sawar darah otak ini juga dilengkapi dengan neuron-neuron kemosensitif yang bakal mendeteksi perubahan
konsentrasi CO2 dalam sawar darah. CO2 di dalam sawar darah otak ini bakal bereaksi dengan air membentuk
ion H+ dan asam HCO3-. Nah, H+ yang dihasilkan melalui reaksi inilah yang sebenarnya lebih merangsang
area kemosensitif melalui neuron2 kemosensitif tadi. Apabila area kemosenstif ini terangsang, maka pusat
pernapasan lainnya ikut terangsang dan pola napas pun mengalami perubahan.
Kemoreseptor Perifer
Di luar otak, ternyata juga terdapat sistem kemoreseptor tersendiri yang juga turut andil dalam pengaturan
pernapasan. Kemoreseptor di luar otak ini disebut kemoreseptor perifer. Fungsinya yang terpenting adalah untuk
mendeteksi perubahan oksigen dalam darah walaupun respetor ini juga sedikit berpengaruh terhadap perubahan
konsentrasi CO2 dan H+ di dalam darah.
Sebagian besar kemoreseptor ini terletak di badan karotis (karotic body) dan di badan aorta (aortic body). Karotic
body terletak di bilateral pada percabangan arteri karotis komunis. Serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus
Hering ke nervus glosofaringeus dan kemudian ke area pernapasan dorsal di medula oblongata. Sedangkan aortic
body terletak di sepanjang arkus aorta; dimana serabut saraf aferennya berjalan melalui nervus vagus, juga ke area
pernapasan dorsal di medula oblongata.
Reseptor ini akan mendeteksi perubahan kadar O2, CO2 dan ion H+. Misalkan apabila kadar O2 dalam arteri
menurun, kemoreseptor perifer ini menjadi sangat terangsang. Singkatnya, ia bakal mengirimkan impuls ke pusat
pernapasan untuk meningkatkan frekuensi napas.
TAMBAHAN
Cerebrum / otak juga bisa mengeksitasi otot rangka untuk membantu mekanisme pernapasan. Dimana di cerebrum bakal
terkumpul kumpulan saraf-saraf motorik ke otot2 pernafasan untuk ikut berkontraksi. Impuls dari dan ke cerebrum dikirim
melalui medula spinalis di bawah medula oblongata.
Di alveolus juga terdapat reseptor mekanik khusus yang mendeteksi udem pada alveolus itu sendiri, reseptor ini dikenal
dengan mekanoreseptor.
Apabila fungsi fisiologis paru tidak berjalan akibat alveoli yang kolaps, (misalkan jika kemasukan air) maka alveoli harus
segera diregang dengan cara diberi napas buatan yang dihembuskan lewat mulut sehingga alveoli dapat kembali berfungsi
normal. Disini berperan berbagai macam reseptor di paru yang akan mengirimkan impuls ke pusat saraf supaya mekanisme
respirasi kembali berlanjut.
Suhu tidak secara langsung mempengaruhi pola napas –> biasanya diatur oleh aktifitas jantung.
5. AIK
DAFTAR PUSTAKA
1. Al Quran
2. KBBI
3. Michael Schunke et al. Prometheus Atlas Anatomi Manusia Organ Dalam. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2019.
4. Paulsen F, J. Waschke
5. Gregory J. Sistem Pernafasan. FK UDAYANA Denpasar.2018
6. Agus Heryana Putra, Kadek. FISIOLOGI VENTILASI DAN PERTUKARAN GAS. FK UDAYANA
Denpasar.2016
7. Pambudhi RR. Hubungan antara frekuensi berenang terhaadap kapasitas paru-paru perenang di kolam
renang Manahan Surakarta. [skripsi] Fisioterapi UMS. 2016 Okt 20:6-7
8. Andayani N. Hubungan obesitas terhadap asma. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. 2017 Apr;17(1):56
9. Kamila M. Efektifitas latihan slow deep breathing dan pemberian aroma terapi kenanga (Cananga
odorata) terhadap penurunan tekanan darah. Repository UNIMUS. 2017.
10. Kiezerbazeum AL, 2016, Histology and Cell biology: an introduction pathology
11. Subadiman B. Perbedaan Pengaruh Lari 12 Menit Dengan Jalan Cepat 4,8 Kilometer Terhadap
Kapasitas Vital Paru -Paru Pada Mahasiswa Jurusan Ikor Fik Unimed. 2013. Vol.19. No.73.
12. Iman Jauhari. Health Views In Islamic Law. JurnalI lmu Hukum. 2011
13. Nur Dian, Enny P, Deny Yudi. Hubungan Indikator Obesitas Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Remaja
Akhir. Fakultas Kedokteran UNDIP.2019
14.Irma Hidayah. The Increased Of Lactic Acid Concentration In The Blood After Work.
Fakultas Ilmu Kesehatan UNAIR.2018
THANKYOU