Anda di halaman 1dari 6

Step 6

Belajar mandiri

Step 7
1. Etiologi Hemofilia
Hemofilia disebabkan karena kelainan genetik yang diturunkan berdasarkan kromosom
X. Faktor VIII dan IX terdapat pada lengan panjang kromosom X. Pada jenis hemofilia
didapatkan (acquired hemophilia) penyebab hemofilia adalah autoimun, tetapi
mekanisme terjadinya masih belum jelas.
Hemofilia kondisi yang diturunkan dan disebabkan oleh kekurangan faktor pembekuan
darah. Hal ini hampir selalu disebabkan oleh cacat/mutasi pada gen untuk faktor
pembekuan. Baik hemofilia A/B diturunkan melalui pola x-linked resesif dimana 100%
wanita lahir dari ayah yang terkena akan menjadi pembawa.
Mehta P. Reddivan AK. Hemofilia. NCBI. Stat Pearls [internet]. 2021
Nafisa S. Nadia. Hemofilia. Media Aescapularis. Fakulas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2021

2. Faktor resiko hemofilia


Faktor yang diduga menjadi inhibitor yaitu:
a. Tipe mutasi Predisposisi genetik
berkembangnya inhibitor adalah adanya mutasi pada gen faktor VIII dan gen yang
melibatkan respon imun seperti lokus gen MHC kelas I dan II.9 Timbulnya
inhibitor diduga ada korelasi antara terjadinya mutasi pada gen faktor VIII, respon
imun, dan epitop antibodi FVIII. Halotip H3 dan H4 dari faktor VIII pada
penderita hemofilia A, 3,4 kali lebih besar berisiko untuk terbentuknya inhibitor.
12 Tipe mutasi pada penderita hemofilia A berat yaitu inversi intron 22, point
mutation, stop codon, missense, large deletion, small deletion, insertion, mutation
not characterized, dan mutation not identified. Risiko terbesar terbentuknya
inhibitor berdasarkan mutasi yang terjadi adalah large deletions >2 ekson,
iatrogenic inversions, small insersion atau deletions, missesnse mutations, dan
nonsense mutation (light atau heavy chain), hal ini dikarenakan sistem imun
penerima pengganti faktor VIII mengenalinya sebagai protein asing, sedangkan
risiko lebih rendah untuk terbentuknya inhibitor adalah splice-site mutations,
small insertions, atau deletions.9,12-16 b)
b. Berat ringannya derajat hemofilia
Selama ini telah diketahui bahwa inhibitor paling banyak ditemukan pada
penderita hemofilia A berat dibandingkan dengan hemofilia A sedang atau ringan.
Inhibitor terhadap replacement therapy terjadi pada sekitar 25-30% penderita
hemofilia A berat, dan 5% pada penderita hemophilia A sedang dan ringan.13
c. Riwayat keluarga
Risiko membentuk inhibitor makin meningkat secara bermakna pada penderita
hemofilia yang mempunyai riwayat keluarga membentuk inhibitor dengan risiko
relatif (RR) 3,2. Dilaporkan bahwa insiden terbentuknya inhibitor makin tinggi
pada saudara kandung (50%), dibandingkan dengan yang lebih jauh hubungan
kekerabatannya (9%).9,13
d. Ras
Pada bangsa Afrika, insiden penderita hemofilia berat membentuk inhibitor, dua
kali lebih tinggi daripada Kaukasian (51,9% dibandingkan 25,8%).15
e. Molekul Major Histocompability Complex (MHC)
MHC kelas II DR15 dan DQB0602 sering ditemukan pada mereka yang
membentuk inhibitor daripada yang tidak membentuk inhibitor, sehingga struktur
ini dikatakan ‘risk allele’ dengan RR 2,2 dan 3,7.12
f. Usia
saat pertama kali diberikan replacement therapy Insiden terbentuknya inhibitor
lebih tinggi pada mereka yang mendapat replacement therapy sebelum berusia 6
bulan. Inhibitor timbul pada 41, 29, dan 12 % jika terapi pengganti diberikan pada
usia < 6 bulan, antara 6-12 bulan, dan > 12 bulan.12,14,15
g. Jenis konsentrat
Modifikasi dalam proses manufaktur berpotensi memicu pembentukan inhibitor.
Pada produk faktor VIII yang diperoleh dari plasma, masih didapatkan Von
Willebrand (VWF) yang terikat pada faktor VIII sehingga produk faktor VIII dari
plasma belum dapat sepenuhnya digantikan oleh rekombinan faktor VIII, karena
belum dapat disingkirkan kemungkinan pasien mendapat keuntungan dari VWF
yang bersifat imunosupresif atau mencegah timbulnya inhibitor. 9,12-15
h. Intensitas dan cara pemberian replacement therapy
Replacement therapy yang dilakukan secara intensif kemungkinan menjadi faktor
risiko terbentuknya inhibitor faktor VIII pada penderita hemofilia A ringan atau
sedang. Terapi profilaksis sejak dini diperkirakan mempunyai efek protektif.
Pemberian terapi profilaksis sebelum berusia 35 bulan lebih jarang membentuk
inhibitor dibandingkan dengan mereka yang diberi terapi profilaksis setelah usia
tersebut. Penelitian Gouw dkk14 menunjukkan pemberian profilaksis secara
reguler
Veny K Yantie, Ariawati K. Jurnal Ilmiah Kedokteran. Inhibitor Pada Hemofilia.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2012

3. Patofisiologi hemofilia
Hemofilia A adalah sebuah penyakit heterogen dimaa faktor VIII berfungsi pada darah
terdapat dengan jumlah yang menurun. Jumlah faktor VIII yang menurun dapat
disebabkan protein yang abnormal/tidak berfungsi. Faktor VIII a dan faktor IX a berperan
dalam mengaktifasi faktor X pada jalur campuran koagulasi. Oleh karena itu, gambaran
klinis yang sangat mirip Thrombin yang dibentuk pada pasien hemofilia sangat
berkurang. Bekuan darah yang terbentuk sangat berkurang. Bekuan darah yang terbentuk
menjadi lemah, mudah tergerak dan sangat rentan terhadap fibrolosis

4. Penegakan diagnosis (anamnesis, pf, pp) + diagnosis banding


A. Tanda dan gejala
 Fenomena delayed bleeding
 Perdarahan setelah sirkumsisi
 Mukokutan (gusi berdarah, epistaksis, mudah memar)
 Muskuloskeletal (nyeri dan bengkak pada sendi dan ekstrimitas,
penurunan range of motion) pada anak mumnya ditemukan dilutut, siku
dan pergelangan
 Intrakranial (terutama setelah lahir, hipoaktif, sulit ditenangkan, nyeri
kepala, muntah, kejang)
 Pucat
 Pada perdarahan berat dapat ditentukan gejala syok hemorargik
B. Anamnesis
 Riwayat penyakit hemodilia dalam keluarga?
 Mudah memar sejak periode neonatal?
 Perdarahan spontan baik internal maupun eksternal?
 Perdarahan masif ketika terjadi luka kecil?
C. Pemeriksaan penunjang
 Darah lengkap perifer tidak ditemukan tromnositopenia
 Pemeriksaan homeostatis
1) Activated partial thrombositopenia time (aPTT) memanjang
2) Protombine time (pt) normal/memanjang diperiksa untuk menentukan
faktor ekstrinsik dan common pathway
3) Bleeding time (BT) normal, untuk menyingkirkan kemungkinan
kelainan trombosit
4) Kadar faktor VIII menurunkan pada hemofilia A kadar faktor IX
menurunkan pada hemofilia B
5) Faktor Von Willerbrand untuk menyingkirkan penyakit Von
Willebrand
 Pencitraan foto polos, CT Scan, atau MRI sesuai indikasi pada bagian yang
diduga mengalami perdarahan USG danEndoskopi abdomen untuk
evaluasi perdarahan gastrointestinal
D. Diagnosis banding
 Trombositopenia
 Refisiensi faktor VIII, IX, XI
 Defisiensi faktor VII
 Penyakit hati
 Defisiensi
 Faktor XIII
 Defisiensi
Gejala klinis
Gejala yang paling sering terjadi pada hemofilia yaitu perdarahan baik perdarahan
dalam tubuh maupun luar tubuh. Internal bleeding atau perdarahan dalam tubuh dapat
berupa hematemesis, hematuria, hemartrosis, melena, hyphema, dan perdarahan
intrakranial. External bleeding dapat berupa perdarahan dari hidung (mimisan) tanpa
sebab yang jelas, perdarahan yang berlebihan saat cabut gigi, dan perdarahan yang
berlebihan ketika adanya luka.

Perjalanan Penyakit
a) Periode neonatal (sejak lahir – 28 hari post natal)
Gejala yang ditemukan pada periode ini yaitu perdarahan intrakranial.
b) Periode infant, toddler, dan child
Infant dimulai setelah nenonatal sampai 1 tahun, toddler dari 1 tahun sampai 2 tahun, dan
child dari usia 2 tahun sampai 10 tahun. Pada periode infant dan toddler risiko terjadinya
perdarahan sangat tinggi karena pada periode ini anak sudah mulai belajar merangkak,
berjalan, dan juga berlari. Gejala yang timbul pada periode ini biasanya yaitu hematom
dan hemartrosis.
c) Periode adolescent (usia 10-19 tahun)
Pada periode ini anak akan senang untuk melakukan kegiatan olahraga dan juga kegiatan
yang memacu adrenalin. Namun, kegiatan ini yang justru memacu perdarahan pada tahap
ini.
d) Periode adult ( 19-64 tahun)
Pada periode ini pederita hemofilia sudah cukup dewasa sehingga risiko adanya
perdarahan dapat dihindari.

Diagnosis
Pemeriksaan komprehensif pada pasien dengan suspek hemofilia sudah harus
dimulai saat ditemukan riwayat: penyakit hemofilia dalam keluarga; mudah memar sejak
periode neonatal; perdarahan spontan baik internal atau eksternal; dan perdarahan masif
ketika terjadi luka kecil. Kecurigaan ini kemudian ditindaklanjutkan dengan skrining
laboratorium untuk mengetahui fungsi homeostasis serta ada tidaknya kelainan
perdarahan. Skrining utama untuk menentukan fungsi homeostasis ialah platelet count
(normal 150.000- 450.000/mm3) dan bleeding time. Pada pemeriksaan platelet count,
pengambilan darah dilakukan melalui pungsi vena; dan perlu diperhatikan apakah pasien
sedang mengonsumsi obat-obatan seperti kloramfenikol, oral anti-tuberculosis (OAT),
colchicine, atau sulfonamid. Pemeriksaan bleeding time menggunakan metode Ivy
dengan nilai normal 1-6 menit, dan dikatakan memanjang bila >15 menit.
Selain itu, hal-hal lain yang harus diperiksa ialah prothrombin time (PT), activated
partial thromboplastin time (aPTT), thrombin time (TT), serta specific coagulation factor
assay untuk FVIII dan IX. Pada keempat pemeriksaan ini, pengambilan darah dilakukan
melalui pungsi vena.
 Pemeriksaan PT untuk menilai jalur pembekuan darah ekstrinsik, yaitu keterlibatan faktor
I, II, III, IV, V, VII, dan X dalam proses pembekuan darah, dengan nilai normal 11-13
detik
 Pemeriksaan aPTT untuk menilai jalur pembekuan darah intrinsik yaitu keterlibatan
faktor VIII, IX, XI, dan XII, dengan nilai normal 15-35 detik
 Pemeriksaan TT untuk menilai kemampuan membentuk bekuan darah darah dari
fibrinogen yaitu keterlibatan faktor XIII dalam proses pembekuan darah.
 Pemeriksaan specific coagulation factor assay untuk FVIII dan IX dilakukan untuk
menilai aktivitas faktor VIII dan IX, dengan nilai normal dari faktor VIII dan IX assay
60-100%
 Berdasarkan hasil pemeriksaan di atas, hemofilia dikategorikan: ringan bila aktivitas
faktor pembekuan 5-35% dari normal; sedang, bila aktivitas faktor pembekuan 1- 5% dari
normal; dan berat, bila aktivitas faktor pembekuan

5. Tatalaksana
Prinsip manajemen hemofilia adalah mencegah perdarahan dan pertolongan sedini
mungkin pada perdarahan akut
 Resusitasi cairan bila terdapat syok
 Menghentikan obat yang dapat mengganggu homeostatis
 Berhati-hati dalam pengambilan sampel daraj atau saat melakukan penyuntikan
 Pada perdarahan sendi/otot prinsip Rest Ice Compression Elevation (RICE)
Manajemen spesifik yang berikutnya diperlukan terapi pengganti dengan faktor
pembekuan obat ini diberika di layanan rujukan. Terapi yang lain dapat diberikan adalah
pemberian paracetaml, desomopresin, hingga rehabilitasi bila diperlukan. Obat yang
diberikan
 DDAVP (desmopressin)  dosis 0,2-0,5 mg/kh BB.
Obat ini dilarutkan dalam 30 cc gr fisiologi dan di infus selama 15-20 menit
 EACA dan treatment Acid
Epsilon Amino Caproid Acid (EACA) dan asam tronse kronik  dosis 50-100
mg/kgBB intravena/peroral segera sebelum tindakan
 Kortikosteroid
Pada sinovirus akut yang terjadi sesudah serangan akut hrmatrosis pemberian
kortikosteroid sangat berguna
 Analgesik
Bila terjadi sesuatu rasa sakit yang hebat pada sendi/rasa sakit sebab lainnya
Susanto M, Kurniawan A. Hemofilia Universitas Pelita Harapan. Fakultas Kedokteran.
Review Artikel. Medicinus. 2016

6. Edukasi
 Hemaofilia tidak dapat dicegah  hanya mencegah terjadiny atrauma
 Pencegahan menggunakan aspirin dan NSAID
 Sirkumsisi tidak boleh dilakukan terhadap anak laki-laki
 Jika ada riwatar hemofilia dalam keluarga maka selama kehamilan harus dperiksa
adanya defek gentik, pad aibu hamil untuk mengetahui adanya carrier pada ibu.
Louparthy. Hemofilia. Universitas Tarumanegara. 2016

Anda mungkin juga menyukai