Anda di halaman 1dari 3

DIAGNOSIS BANDING\

Diagnosis banding terhadap tetanus neonatorum (TN) perlu mencakup sejumlah


kondisi medis yang dapat menyerupai salah satu atau lebih karakteristik tetanus,
seperti kejang pada neonatus. Secara umum, kejang pada neonatus dapat
disebabkan oleh anomali kongenital, trauma, anoksia, perdarahan intrakranial,
serta keadaan pasca persalinan (misalnya infeksi dan penyakit metabolik).
a) Anomali Kongenital
Kerusakan otak akibat penyakit kongenital maupun proses perinatal dapat
menimbulkan spastisitas maupun kejang tonik klonik. Bayi dengan
kerusakan otak umumnya mengalami penurunan kesadaran dan kejang mulai
muncul di akhir 24 jam pertama kehidupan. Sindrom kerusakan otak juga
dapat menimbulkan lidah dan otot sekitar rongga mulut yang lemas, refleks
mengisap hilang, dan bayi tidak dapat menelan sejak hari pertama pasca
persalinan. Namun, manifestasi trismus tidak ditemukan pada berbagai
kondisi tersebut, sehingga dapat membedakannya dari TN.
b) Trauma
Kontusio serebri yang dapat terjadi akibat trauma sekunder pada persalinan
sungsang maupun penyulit obstetri lainnya biasanya lebih sering ditemukan
pada bayi aterm yang besar.
c) Infeksi
Infeksi neonatal yang juga perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding TN
adalah meningitis, yang biasanya berkaitan dengan septikemia. Bayi dengan
meningitis neonatal dapat tampak lemah, mengalami kejang, apneu episodik,
tidak mau menyusu, hipotermia atau hipotermia, dan distres pernapasan pada
minggu pertama kehidupan dan setelahnya. Berbeda dengan tetanus,
manifestasi kejang pada kondisi tersebut memiliki karakteristik fase tiap
kejang lebih pendek, tidak secepat kejang pada tetanus, dan lebih sering
melibatkan sebagian sisi tubuh saja. Selain itu, pada TN tidak ditemukan
ubun-ubun membonjol sebagaimana ditemukan pada meningitis.
d) Penyakit Metabolik
Penyakit metabolik seperti hipoglikemia dan hipokalsemia sering terjadi
pada bayi dengan berat lahir rendah maupun bayi dengan ibu yang
mengalami diabetes. Insidens hipokalsemia neonatorum memiliki dua
periode puncak, yakni pada 2-3 hari pertama kehidupan (paling sering
ditemukan pada bayi dengan berat lahir rendah dan trauma obstetrik) dan
pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua kehidupan. Tetani
akibat hipokalsemia dapat bermanifestasi seperti kejang dan laringospasme.
Perbedaan karakteristik tetani hipokalsemia dari tetanus adalah adanya
tremor dan fasikulasi otot serta tidak adanya trismus dan rigiditas otot umum
pada tetani
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemui pada tetanus neonatorum antara lain:
a) Laringospasme yaitu spasme dari laring dan atau otot pernapasan
menyebabkan gangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama
kematian pada kasus tetanus neonatorum.
b) Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot
berlebihan yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana
pembentukan dan kepadatan tulang masih belum sempurna
c) Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang
dapat menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat
menyebabkan henti jantung (cardiac arrest). Merupakan penyebab kematian
neonatus yang sudah distabilkan jalan napasnya.
d) Sepsis akibat infeksi nosokomial, infeksi sekunder (cth: Bronkopneumonia)
e) Pneumonia aspirasi, sering kali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun
minuman yang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung.
f) Komplikasi jangka panjang dapat ditemukan defisit neurologis pada
sebagian penderita tetanus neonatorum yang selamat. Gejala yang muncul
dapat berupa cerebral palsy, gangguan perkembangan intelektual maupun
gangguan perilaku.

PROGNOSIS
Tetanus neonatorum (TN) masih menjadi salah satu penyakit infeksi dengan
prognosis mortalitas yang tinggi, khususnya pada pasien yang tidak mendapat
penanganan medis. Apabila tidak mendapatkan penanganan medis yang adekuat,
80%-99% kasus TN akan berujung pada kematian.

DAPUS :

1. Modul Fakultas Kedokteran Airlangga. Tetanus Neonatorum. Ilmu


Kesehatan Anak. 2017.
2. Rahmanto, Danawan., Farhanah, Nur. Faktor-Faktor Risiko yang
Berpengaruh pada Kemantian Pasien Tetanus di RSUP dr. Kariadi
Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2017.

Anda mungkin juga menyukai