Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGOENCEPHALITIS

(Meningitis Dan Encephalitis)

Disusun Oleh:

INSAN WIDAYANTI
17050

AKADEMI KEPERAWATAN
GIRI SATRIA HUSADA
WONOGIRI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGOENCEPHALITIS (MENINGITIS DAN ENCEPHALITIS)

I. Meningitis
A. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-
organ jamur (Smeltzer, 2011).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
B. Etiologi
1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi
imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.

C. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu:
1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak
dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus
pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok),
Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa.
D. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti
dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis
bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur
bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena
yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran
mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi
radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar
otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran
ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan
fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada
darah, daerah pertahanan otak (barier otak), edema serebral dan
peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum
terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan
adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi
(pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.
E. Pathways
F. Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda:
a. Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
b. Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan
dengan paha dalam keadan fleksi ke arah abdomen, kaki tidak
dapat di ekstensikan sempurna.
c. Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan
maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif
pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang
sama terlihat peda sisi ektremitas yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital (meningkatnya nadi dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikemia : demam tinggi tiba-
tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisis CSS dari fungsi lumbal:
a. Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan
keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat,
glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
b. Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS
biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein
biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya
dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum: meningkat (meningitis)
3. LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
4. Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil
(infeksi bakteri)
5. Elektrolit darah: abnormal
6. ESR/LED: meningkat pada meningitis
7. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan
daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
8. MRI/ skan CT: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/ letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau
tumor
9. Ronsen dada/ kepala/ sinus; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial.
H. Komplikasi
1. Hidrosefalus obstruktif
2. Meningococol Septicemia (mengingocemia)
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal
bilateral)
4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone)
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10.Gangguan belajar
11.Attention deficit disorder
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
2. Nyeri akut berhubungan dengan: agen injuri fisik, kerusakan jaringan
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlembatan
perkembangan.
J. Perencanaan Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Hipertermia berhubungan NOC: NIC :
dengan penyakit Thermoregulasi  Monitor suhu sesering mungkin
 Monitor warna dan suhu kulit
DO/DS: Setelah dilakukan  Monitor nadi dan RR
 kenaikan suhu tubuh tindakan keperawatan  Monitor penurunan tingkat kesadaran
diatas rentang normal selama 3x shift  Monitor WBC, Hb, dan Hct
 serangan atau konvulsi diharapkan pasien  Monitor intake dan output
(kejang) menunjukkan :  Berikan anti piretik:
 kulit kemerahan Suhu tubuh dalam batas normal  Kelola Antibiotik
 pertambahan RR dengan kreiteria hasil:  Selimuti pasien
 takikardi  Suhu 36 – 37C  Berikan cairan intravena
 Kulit teraba panas/  Nadi dan RR dalam  Kompres pasien pada lipat paha, dahi
hangat rentang normal dan aksila
 Tidak ada perubahan  Tingkatkan sirkulasi udara
warna kulit dan tidak  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
ada pusing, merasa  Catat adanya fluktuasi suhu tubuh
nyaman  Monitor hidrasi seperti turgor
kulit, kelembaban membran mukosa

2. Nyeri akut berhubungan dengan: agen injuri fisik,


kerusakan jaringan
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: agen injuri fisik,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
kerusakan jaringan  Pain Control, komprehensif termasuk lokasi,
 Comfort Level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
DS: Setelah dilakukan dan faktor presipitasi
- Laporan secara verbal tindakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
DO: selama 3x shift ketidaknyamanan
- Posisi untuk menahan diharapkan pasien tidak  Bantu pasien dan keluarga untuk
nyeri mengalami nyeri, dengan mencari dan menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati-hati kriteria hasil:  Kontrol lingkungan yang dapat
- Gangguan tidur (mata  Melaporkan bahwa mempengaruhi nyeri seperti suhu
sayu, tampak capek, sulit nyeri berkurang dengan ruangan, pencahayaan dan kebisingan
atau gerakan kacau, menggunakan  Kurangi faktor presipitasi nyeri
menyeringai) manajemen nyeri  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Terfokus pada diri sendiri  Mampu mengenali nyeri menentukan intervensi
- Tingkah laku ekspresif (skala, intensitas,  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
(contoh : gelisah, frekuensi dan tanda napas dalam, relaksasi, distraksi,
merintih, menangis, nyeri) kompres hangat/ dingin
waspada, iritabel, nafas  Menyatakan rasa  Berikan analgetik untuk mengurangi
panjang/berkeluh kesah) nyaman setelah nyeri nyeri
- Perubahan dalam nafsu berkurang  Tingkatkan istirahat
makan dan minum  Tanda vital dalam  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
rentang normal pemberian analgesik pertama kali
 Tidak mengalami
gangguan tidur

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


keterlembatan perkembangan.
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Hambatan mobilitas fisik NOC : NIC :
berhubungan dengan  Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
keterlembatan Active  Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
perkembangan  Mobility Level lain tentang teknik ambulasi
 Self care : ADLs  Kaji kemampuan pasien dalam
DO:
 Transfer performance mobilisasi
- Penurunan waktu reaksi
Setelah dilakukan  Latih pasien dalam pemenuhan
- Kesulitan merubah posisi
tindakan keperawatan kebutuhan berpindah dan mengubah
- Keterbatasan motorik
selama 3x shift pisisi secara mandiri sesuai
kasar dan halus
diharapkan gangguan kemampuan
- Keterbatasan ROM
mobilitas fisik teratasi  Dampingi dan bantu pasien saat
- Gerakan disertai nafas
dengan kriteria hasil: mobilisasi dan bantu peningkatan
pendek atau tremor
 Klien meningkat perubahan motorik kasar dan halus
- Ketidak stabilan posisi
dalam aktivitas fisik  Ajarkan pasien bagaimana merubah
selama melakukan ADL
 Perubahan motorik posisi dan berikan bantuan jika
- Gerakan sangat lambat kasar dan halus yang diperlukan
dan tidak terkoordinasi meningkat
 Gerakan dan aktivitas
klien terkoordinasi

II. Encephalitis
A. Definisi
Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur, 2000).
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP)
yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen.
Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus kemudian herpes simpleks,
arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovarius, mumps, dan
adenovirus. Ensefalitis bias juga terjadi pascainfeksi campak, influenza,
varicella, dan pasca vaksinasi pertusis.
Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam
mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang
dapat mengenai selaput pembungkus otak sampai dengan medula spinalis
(Smeltzer, 2002). Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang menyebabkan
infliltrasi limfositik yang kuat pada jaringan otak dan leptomeningen
menyebabkan edema serebral, degenarasi sel ganglion otak dan
kehancuran sel saraf difusi (Anania, 2008).

B. Etiologi
Berbagai macam mikroorganisme dapat menyebabkan ensefalitis,
misalnya bakteri protozoa, cacing, jamur, spiroxhaeta dan virus. Penyebab
terpenting dan paling sering adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus
langsung ke otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau
vaksinasi terdahulu.
Macam-macam ensefalitis virus menurut Robin :
1. Infeksi virus yang bersifat epidemic
2. Infeksi virus yang bersifat sporadic
3. Ensefalitis pasca infeksio, pasca morbili, dan pasca varisela.

C. Klasifikasi
Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya
adalah:
1. Infeksi virus yang bersifat endemic
a. Golongan enterovirus: Poliomyelitis, virus
Coxsackie, virus ECHO.
b. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis,
St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B
encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley
encephalitis.
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik: Rabies, Herpes simpleks, Herpes
zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan
jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Encephalitis pasca-infeksi: pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-
rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis
lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
(Robin cit. Hassan, 1997).
D. Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran cerna,
setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh
dengan secara lokal: aliran virus terbatas menginfeksi selaput lendir
permukaan atau organ tertentu, penyebaran hematogen primer: virus
masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan berkembang
biak di organ tersebut dan menyebar melalui saraf: virus berkembang biak
di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak, timbul manifestasi klinis
ensefalitis. Masa prodromal berlangsung selama 1 – 4 hari ditandai dengan
demam, sakit kepala, sulit mengunyah, suhu badan naik, muntah, kejang
hingga penurunan kesadaran, paralisis, dan afasia.
E. Pathwyas

F. Manifestasi Klinis
Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah ensefalitis
adalah :
1. Panas badan meningkat
2. Sakit kepala
3. Muntah-muntah
4. Lethargi
5. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen
6. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku
7. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Biakan
2. Pemeriksaan serologis
3. Pemeriksaan darah
4. Punksi lumbal
5. EEG
6. CT scan
H. Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
1. Retardasi mental
2. Iritabel
3. Gangguan motoric
4. Epilepsi
5. Emosi tidak stabil
6. Sulit tidur
7. Halusinasi
8. Enuresis
9. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan
asosial lain.
I. Penatalaksanaan
Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap
sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan
adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas
tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah
(Arif, 2000). Tata laksana yang dikerjakan sebagai berikut :
1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital,
karena kejang pada ensefalitis biasanya berat. Pemberian Fenobarbital
5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan
Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.
2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus
cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan pemberian
oksigen.
3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi
akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan Deksametason
0,15-1,0 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3 dosis.
4. Menurunkan tekanan intrakranial yang
meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0
g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12
jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0
ml/kgBB diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak
toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif
berhubungan dengan gangguan afinitas Hb oksigen, gangguan aliran
arteri dan venaNutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis
3. Risiko trauma berhubungan dengan
kejang
K. Perencanaan Keperawatan
1. Perfusi jaringan cerebral
tidak efektif berhubungan dengan gangguan afinitas Hb oksigen,
gangguan aliran arteri dan vena
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Perfusi jaringan cerebral NOC : NIC :
tidak efektif berhubungan  Circulation status  Monitor TTV
dengan gangguan afinitas  Neurologic status  Monitor ukuran pupil, ketajaman,
Hb oksigen, gangguan aliran  Tissue Prefusion : kesimetrisan dan reaksi
arteri dan vena cerebral  Monitor adanya diplopia, pandangan
Setelah dilakukan asuhan kabur, nyeri kepala
DO selama 3x shift  Monitor level kebingungan dan
- Gangguan status mental diharapkan orientasi
- Perubahan perilaku ketidakefektifan perfusi  Monitor tonus otot pergerakan
- Perubahan respon motorik jaringan cerebral teratasi  Monitor tekanan intrkranial dan
- Perubahan reaksi pupil dengan kriteria hasil: respon neurologis
- Kesulitan menelan  Komunikasi jelas  Catat perubahan pasien dalam
- Kelemahan atau paralisis  Menunjukkan merespon stimulus
ekstrermitas konsentrasi dan  Monitor status cairan
- Abnormalitas bicara orientasi  Tinggikan kepala 0-45o tergantung
 Pupil seimbang dan pada konsisi pasien dan order medis
reaktif
 Bebas dari aktivitas
kejang
 Tidak mengalami
nyeri kepala

2. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
berhubungan dengan b. Nutritional Status : yang dibutuhkan pasien
ketidakmampuan untuk food and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan
memasukkan atau mencerna c. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan mencegah konstipasi
biologis tindakan keperawatan  Monitor lingkungan selama makan
selama 3x shift  Monitor turgor kulit
DS: diharapkan nutrisi kurang  Monitor kekeringan, rambut kusam, total
- Nyeri abdomen teratasi dengan indikator: protein, Hb dan kadar Ht
- Muntah  Albumin serum  Monitor mual dan muntah
- Kejang perut  Pre albumin serum  Monitor pucat, kemerahan, dan
- Rasa penuh tiba-tiba  Hematokrit kekeringan jaringan konjungtiva
setelah makan  Hemoglobin  Monitor intake nuntrisi
DO:  Total iron binding  Informasikan pada klien dan keluarga
- Diare capacity tentang manfaat nutrisi
- Rontok rambut yang  Jumlah limfosit  Atur posisi semi fowler atau fowler
berlebih tinggi selama makan
- Kurang nafsu makan  Anjurkan banyak minum
- Bising usus berlebih  Pertahankan terapi IV line
- Konjungtiva pucat  Catat adanya edema, hiperemik,
- Denyut nadi lemah hipertonik papila lidah dan cavitas oval
3. Risiko trauma berhubungan
dengan kejang
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Risiko trauma NOC : NIC : Environmental Management
berhubungan dengan kejang  Knowledge : Personal safety
Safety  Sediakan lingkungan yang aman
 Safety Behavior : Faal untuk pasien
Prevention  Identifikasi kebutuhan keamanan
 Safety Behavior : Falls pasien, sesuai dengan kondisi fisik
occurance dan fungsi kognitif pasien dan
 Safety Behavior : riwayat penyakit terdahulu pasien
Physical Injury  Menghindarkan lingkungan yang
berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
 Memasang side rail tempat tidur
 Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
 Membatasi pengunjung
 Memberikan penerangan yang
cukup
 Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
 Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, dkk.2013. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I
Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.

Harsono. 2016. Buku Ajar Neurologi Klinis. Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada


University Press.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk. Editor edisi
bahasa Indonesia, Monica Ester. Ed.8. Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin et al. 2013. Patient care Standards : Nursing Process,
diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2014. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease


Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.

Long, Barbara C. 20166. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan. Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.

Arif, Mansur. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius.

Robins. 2015. Dasar-dasar Patologi Penyakit. Jakarta : EBC.

Anania, et all. 2018. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:


Indeks.

Anda mungkin juga menyukai