Oleh :
NIM : 172303101056
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN NEKROSIS AVESKULAR (AVN)
B. Etiologi
a. Cedera langsung pada hip dapat merusak pembuluh darah.
b. Beberapa etiologi (seperti fraktur) yang menyebabkan penurunan
suplai darah ke tulang
c. Fraktur. Vertikal oblique fraktur pada collum femoris (70° atau lebih)
dapat merusak pembuluh darah sehingga aliran darah terputus.
d. Hip dislocation
e. Iskemia pada tulang, terjadi jika aliran darah ke tulang cukup rendah
f. Infark pada tulang, terjadi jika aliran darah ke tulang masih rendah
beberapa kondisi kesehatan yang dapat mempengaruhi
perkembangan penyakit ini.
a. Kortikosteroid
Selain cedera, salah satu penyebab paling umum dari osteonekrosis
adalah penggunaan obat kortikosteroid seperti prednison.
Kortikosteroid umumnya digunakan untuk mengobati penyakit radang
Seperti Systemic Lupus eritomatosus, rheumatoid arthritis, penyakit
radang usus, asma berat, dan vaskulitis. Dari sebuah penelitian,
dijelaskan bahwa penggunaan jangka panjang kortikosteroid melalui
oral atau intravena dapat menyebabkan osteonekrosis nontraumatic.
b. Alkohol
Penyebab umum lain yang dapat menyebabkan osteonecrosis
adalah konsumsi alcohol yang berlebihan. Seseorang yang
mengkonsumsi alcohol secara berlebihan dapat menyebabkan
terbentuknya substansi lemak dan dapat menyumbat aliran pembuluh
darah yang menyebabkan aliran darah ketulang menurun.
c. Trauma
Ketika terjadi fraktur tulang, dislokasi, atau cedera sendi lainnya
dapat menyebabkan pembuluh darah rusak. Hal ini dapat membuat
terganggunya sirkulasi darah ketulang, dan menyebabkan
osteonecrosis karena trauma.
d. Faktor resiko lainnya
Faktor risiko lain untuk osteonekrosis yaitu terapi radiasi,
kemoterapi dan transplantasi organ (terutama transplantasi ginjal).
Osteonekrosis juga berkaitan dengan beberapa kondisi medis,
termasuk kanker, systemic lupus erythematosus (SLE), penyakit
hematologi peperti penyakit sel sabit, infeksi HIV, penyakit Gaucher,
penyakit Caisson, gout, vaskulitis, osteoarthritis, dan osteoporosis.
C. Patofisiologi
Tulang yang mati strukturnya sukar dibedakan dengan tulang yang
masih hidup.perubahan dimulai dalam seminggu setelah periode iskemik
sampai 2-4 tahun; hal ini sama untuk semua tipe osteonekrosis, walaupun
kelainan dasarnya dapat juga dijumpai.
Sel tulang mati seletah 12-48 jam mengalami anoksia, bisa
beberapa hari atau minggu. Pada saat ini perubahan histologi yang paling
jelas terlihat pada sumsum tulang: hilangnya lapisan lemak sel, infiltrasi
oleh sekumpulan sek disekitarnya, tampak histiosit jaringan, dan sumsum
tulang nekrosis digantikan oleh jaringan mesenkim undifferentiated. pada
stadium awal ini bisa terlihat proliferasi osteoblastik yang menandakan
perbaikan tulang. Maka batas jaringan yang nekrotik menjadi jelas, lalu
granulasi jaringan pembuluh darah tumbuh dari jaringan yang masih
hidup. Dan tulang baru tumbuh di atas yang mati. Hal ini membentuk
gambaran: lapisan (1) pecahan halus pada bagian subkondral tulang, (2)
fraktur tangensial linier berdekatan dengan permukaan sendi, dan (3)
fraktur shearing pada permukaan dalam antara tulang yang mati dan hidup.
Perkembangan osteonekrosis awalnya asimptomatik lalu lesi
berkembang seiring dengan waktu. Nyeri merupakan keluhan utama,
kadang-kadang pasien merasakan klik pada sendinya. Selanjutnya sendi
menjadi kaku dan mengalami deformitas. Nyeri tekan lokal bisa dijumpai
bila yang terkena bagian tulang yang superficial.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
a. Pada pemeriksaan, pasien berjalan pincang.
b. Mungkin menunjukkan tanda trendelen burg positif.
c. Paha mengecil dan anggota tubuh dapat memendek 1-2 cm
d. Gerakan terbatas, terutama abduksi dan rotasi internal.
e. Nyeri pada paha bagian depan
f. Kekakuan dan keterbatasan gerak
F. Pemeriksaan Penunjang
X-ray: X-ray dapat mengungkapkan perubahan tulang yang terjadi
pada tahap akhir dari penyakit.
Scan tulang: Dalam tes scan tulang, sedikit zat radioaktif akan
disuntikkan ke pembuluh darah Anda. Zat ini kemudian berjalan ke
bagian tulang yang terluka dan muncul sebagai bintik-bintik terang
pada pelat pencitraan.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI scan dapat menunjukkan perubahan awal pada tulang yang
dapat menunjukkan avascular necrosis.
G. Penataklaksaaan
a. Tanpa Pembedahan.
1) Fisioterapi dapat sangat efektif dalam mengobati AVN caput
femoris jika terdeteksi dini.
2) Ice adalah modalitas yang sangat berguna untuk mengurangi rasa
sakit. Juga dapat menggunakan modalitas listrik seperti ultrasound
atau arus interferential untuk mengurangi rasa sakit dan
peradangan.
3) Massage, terutama untuk pantat, punggung, atau anterior dan
lateral otot pinggul, juga dapat membantu.
4) Penurunan beban pada sendi panggul dapat sangat efektif dalam
memungkinkan tulang untuk penyembuhan serta mengelola rasa
sakit. Beban ini menurun dicapai dengan menggunakan kruk atau
walker. Fisioterapis anda akan mengajarkan cara aman
menggunakan kruk atau walker. Jika memiliki tangga di rumah,
fisioterapis juga akan menunjukkan bagaimana menggunakan kruk
di tangga untuk memastikan mobilisasi selama menggunakan alat
bantu tersebut. Jumlah optimal waktu untuk menggunakan alat
bantu berjalan positif mempengaruhi penyembuhan AVN akan
ditentukan oleh fisioterapis yang tentunya dalam kaitannya dengan
saran dari dokter atau ahli bedah.
5) Memobilisasi sendi pinggul. Mobilisasi pinggul dapat
dikombinasikan dengan dibantu peregangan setiap otot-otot di
sekitar sendi.
6) Streghtening exercise. Latihan-latihan ini akan fokus pada otot-otot
pinggul dan paha.
2. Setelah Pembedahan.
Bebereapa dokter bedah menginginkan untuk segera dilakukan fisioterapi setelah
dilakukan pembedahan.
a. Setelah operasi pasien menggunakan alat bantu berjalan seperti walker
atau kruk selama enam minggu atau lebih. Pasien yang memiliki
pencangkokan pembuluh darah tulang diperlukan untuk membatasi
penumpuan berat badan pada hip selama enam bulan.
b. Pada pertemuan pertama fisioterapi akan memastikan penggunaan alat
bantu jalan dengan aman, benar, dan percaya diri, serta mengetahui
pembatasan bantalan berat badan. Dengan kruk kami akan memastikan
bahwa Anda dapat dengan aman menggunakannya di tangga. Anda untuk
ambulating tanpa bantuan berjalan sama sekali.
c. Menggunakan modalitas seperti ice, heat, ultrasound, atau electrical
stimulation untuk membantu mengurangi rasa sakit atau bengkak di sekitar
lokasi bedah. Selain itu, dapat diberikan massage untuk meningkatkan
sirkulasi dan membantu mengurangi rasa sakit.
d. Mobilisasi sendi pinggul. Dapat dikombinasikan dengan peregangan.
e. Strengthening. Ini adalah komponen penting dari rehabilitasi pasca-
operasi. Latihan akan berfokus terutama pada otot-otot pinggul dan paha.
f. Pemberian electrical stimulation untuk membantu kontraksi otot-otot hip,
ini akan membantu lebih cepat untuk mengembalikan kekuatan otot
kembali.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang
yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.
Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada
indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya
superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca
sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
a) Bayangan jaringan lunak.
b) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
B. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan
dianaisa untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk
mengelompokkannya dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data
objektif, dan kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.
C. Diagnosa Keperawatan
Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik
aktual maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam
mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah
kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
D. Intervensi
Dx.Keperawatan &
No Rencana Tindakan Rasional
Kriteria Hasil
1 Nyeri akut a. Tinggikan posisi ekstremitas yang mengalami a. Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi
fraktur edema/ nyeri.
b. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif b. Mempertahankan kekuat-an otot dan
sesuai keadaan klien meningkatkan sirkulasi vaskuler.
c. Lakukan tindakan untuk meningkatkan c. Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area
kenyamanan (masase, perubahan posisi) tekanan lokal dan kelelahan otot.
d. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri d. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,
(latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
dipersional) mungkin berlangsung lama.
e. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24- e. Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
48 jam pertama) sesuai keperluan. f. Menurunkan nyeri melalui mekanisme
f. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral
g. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal maupun perifer.
dan non verval, perubahan tanda-tanda vital) g. Menilai perkembangan masalah klien.
2 Resiko Cidera a. Pertahankan tirah baring dan imobilisasi a. Meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan
sesuai indikasi. antara fragmen tulang dengan jaringan lunak di
b. Rawat luka setiap hari atau setiap kali bila sekitarnya.
pembalut basah atau kotor. b. Mempercepat penyembuh-an luka dan mencegah
c. Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan infeksi lokal/sistemik.
bantal atau gulungan selimut untuk c. Mencegah perubahan posisi dengan tetap
mempertahankan posisi yang netral. mempertahankan kenyamanan dan keamanan.
d. Evaluasi pembebat terhadap resolusi edema. d. Bila fase edema telah lewat, kemungkinan bebat
e. Kolaborasi pemasangan skeletal traksi. menjadi longgar dapat terjadi.
f. Kolaborasi pemberian obat antibiotika. e. Skeletal traksi menghasil-kan efek fiksasi yang
g. Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera lebih stabil sehingga dapat meminimalkan resiko
jaringan (peradangan lokal/sistemik, seperti perluasan cedera.
peningkatan nyeri, edema, demam f. Antibiotik bersifat bakte-riosida/baktiostatika
untuk membunuh / menghambat perkembangan
kuman.
g. Menilai perkembangan masalah klien
3 Gangguan Mobilitas a. Pertahankan pelaksanaan akti-vitas rekreasi a. Memfokuskan perhatian, meningkatkan rasa
Fisik terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/ kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan
keluarga) sesuai keadaan klien. isolasi sosial.
b. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada b. Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal,
ekstremitas yang sakit maupun yang sehat mempertahankan tonus otot, mempertahakan ge-
sesuai keadaan klien. rak sendi, mencegah kon-traktur/atrofi dan
c. Bantu dan dorong perawatan diri mence-gah reabsorbsi kalsium karena
(kebersihan/makan/eliminasi) se- suai imobilisasi.
keadaan klien. c. Meningkatkan kemandiri-an klien dalam
d. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.
klien. d. Menurunkan insiden komplikasi kulit dan
e. Dorong/pertahankan asupan ca-iran 2000- pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia)
3000 ml/hari. e. Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah
f. Berikan diet TKTP. komplikasi urinarius dan konstipasi.
g. Kolaborasi pelaksanaan fisio-terapi sesuai f. Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk
indikasi. proses penyembuhan dan mem-pertahankan
h. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan fungsi fisiologis tubuh.
program imobilisasi. g. Kerjasama dengan fisio-terapis perlu untuk me-
nyusun program aktivitas fisik secara individual.
h. Menilai perkembangan masalah klien.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer C. Suzannne, (2002 ), Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Alih Bahasa Andry Hartono, dkk., Jakarta, EGC.
Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan
Nanda NIC NOC, Jakarta, EGC
Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius
FKUI, Jakarta.
Prince, Sylvia Anderson, 2000., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit., Ed. 4, EGC, Jakarta.
Apley, A Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.
Jakarta: Penerbit Widya Medika.