Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

AVASCULAR NECROSIS (AVN)

A. Tinjauan Teori

1. Definisi

Nekrosis Avaskular (AVN) yang juga dikenal Osteonekrosis, aseptic

nekrosis, ischemic nekrosis, adalah suatu kondisi dimana tulang kehilangan

suplay darah. Karena tulang membutuhkan darah agar sel-selnya dapat hidup,

gangguan suplai darah ke tulang dapat membuat sel-sel pada tulang mati. Jika

berlangsung terus menerus maka proses ini menyebabkan tulang kolaps.

Nekrosis Avaskular (AVN) adalah penyebab lain degenerasi sendi

pinggul. Pada kondisi ini, kepala tulang paha (bagian bola femur, atau tulang

paha) kehilangan porsi penting asupan darahnya dan mulai mati

(Osteonekrosis). Kepala tulang paha yang mati tidak dapat menahan tekanan

besar yang ditransmisikan melalui sendi pinggul saat aktivitas normal seperti

jalan kaki, naik tangga dan secara meningkat cacat. AVN dihubungkan

dengan alkohol, keretkan dan dislokasi pinggul, serta perawatan steroid

jangka panjang untuk penyakit lainnya.

a. Nekrosis pasca traumatik muncul segera setelah cedera pinggul yang

biasanya parah, tetapi gejala dan tanda-tanda nekrosis biasanya

memerlukan beberapa bulan untuk timbul.

b. Nekrosis idiopatik lebih lambat terjadinya. Pasien biasanya pria berusia

20-50 tahun yang mengeluhkan nyeri pinggul (atau, diatas 50% kasus,
pada kedua pinggul), yang berkembang selama periode 2-3 tahun sampai

menjadi cukup parah.

Semua suplai darah masuk ke dalam bola yang membentuk sendi

panggul melalui leher femur (leher femoralis), daerah yang lebih tipis dari

tulang yang menghubungkan bola ke poros. Jika suplai darah rusak, tidak ada

cadangan. Kerusakan pada pasokan darah dapat menyebabkan kematian

tulang yang membentuk bola bagian tulang paha. Setelah ini terjadi, tulang

tidak lagi mampu mempertahankan dirinya.

Dalam stadium 1 pasien tidak atau sedikit nyeri dan sinar-X polos

tidak menunjukkan abnormalitas. Dalam stadium 2 ada tanda-tanda sinar-X

dini tetapi caput femoris secara struktural utuh. Stadium 3 lebih parah, disertai

tanda-tanda peningkatan distorsi caput femoris atau fragmentasi. Stadium 4

ditandai dengan hancurnya permukaan sendi dan osteoarthritis sekunder.

Stadium Osteonekrosis Traumatik Osteonekrosis

Osteonekrosis Nontraumatik
I Reduksi dan fiksasi Dekompresi
II Pencangkokan tulang Dekompresi
III   Muda Osteotomi dan Osteotomi dan

pencangkokan pencangkokan

       Tua Penggantian sendi Pencangkokan


IV Penggantian sendi Penggantian sendi
 

2. Etiologi

a. Cedera langsung pada hip dapat merusak pembuluh darah.

b. Beberapa etiologi (seperti fraktur) yang menyebabkan penurunan suplai

darah ke tulang

c. Fraktur. Vertikal oblique fraktur pada collum femoris (70° atau lebih)

dapat merusak pembuluh darah sehingga aliran darah terputus.

d. Hip dislocation

e. Iskemia pada tulang, terjadi jika aliran darah ke tulang cukup rendah

f. Infark pada tulang, terjadi jika aliran darah ke tulang masih rendah

beberapa kondisi kesehatan yang dapat mempengaruhi perkembangan

penyakit ini.

a. Kortikosteroid

Selain cedera, salah satu penyebab paling umum dari osteonekrosis

adalah penggunaan obat kortikosteroid seperti prednison. Kortikosteroid

umumnya digunakan untuk mengobati penyakit radang sSeperti Systemic

Lupus eritomatosus, rheumatoid arthritis, penyakit radang usus, asma

berat, dan vaskulitis. Dari sebuah penelitian, dijelaskan bahwa

penggunaan jangka panjang kortikosteroid melalui oral atau intravena

dapat menyebabkan osteonekrosis nontraumatic.

b. Alkohol
Penyebab umum lain yang dapat menyebabkan osteonecrosis adalah

konsumsi alcohol yang berlebihan. Seseorang yang mengkonsumsi

alcohol secara berlebihan dapat menyebabkan terbentuknya substansi

lemak dan dapat menyumbat aliran pembuluh darah yang menyebabkan

aliran darah ketulang menurun.

c. Trauma

Ketika terjadi fraktur tulang, dislokasi, atau cedera sendi lainnya dapat

menyebabkan pembuluh darah rusak. Hal ini dapat membuat

terganggunya sirkulasi darah ketulang, dan menyebabkan osteonecrosis

karena trauma.

d. Faktor resiko lainnya

Faktor risiko lain untuk osteonekrosis yaitu terapi radiasi, kemoterapi

dan transplantasi organ (terutama transplantasi ginjal). Osteonekrosis juga

berkaitan dengan beberapa kondisi medis, termasuk kanker, systemic

lupus erythematosus (SLE), penyakit hematologi peperti penyakit sel

sabit, infeksi HIV, penyakit Gaucher, penyakit Caisson, gout, vaskulitis,

osteoarthritis, dan osteoporosis.

3. Patofisiologi

Tulang yang mati strukturnya sukar dibedakan dengan tulang yang

masih hidup.perubahan dimulai dalam seminggu setelah periode iskemik


sampai 2-4 tahun; hal ini sama untuk semua tipe osteonekrosis, walaupun

kelainan dasarnya dapat juga dijumpai.

Sel tulang mati seletah 12-48 jam mengalami anoksia, bisa beberapa

hari atau minggu. Pada saat ini perubahan histologi yang paling jelas terlihat

pada sumsum tulang: hilangnya lapisan lemak sel, infiltrasi oleh sekumpulan

sek disekitarnya, tampak histiosit jaringan, dan sumsum tulang nekrosis

digantikan oleh jaringan mesenkim undifferentiated. pada stadium awal ini

bisa terlihat proliferasi osteoblastik yang menandakan perbaikan tulang. Maka

batas jaringan yang nekrotik menjadi jelas, lalu granulasi jaringan pembuluh

darah tumbuh dari jaringan yang masih hidup. Dan tulang baru tumbuh di atas

yang mati. Hal ini membentuk gambaran: lapisan (1) pecahan halus pada

bagian subkondral tulang, (2) fraktur tangensial linier berdekatan dengan

permukaan sendi, dan (3) fraktur shearing pada permukaan dalam antara

tulang yang mati dan hidup.

Perkembangan osteonekrosis awalnya asimptomatik lalu lesi

berkembang seiring dengan waktu. Nyeri merupakan keluhan utama, kadang-

kadang pasien merasakan klik pada sendinya. Selanjutnya sendi menjadi kaku

dan mengalami deformitas. Nyeri tekan lokal bisa dijumpai bila yang terkena

bagian tulang yang superficial.

4. Manifestasi Klinis

a. Pada pemeriksaan, pasien berjalan pincang.


b. Mungkin menunjukkan tanda trendelen burg positif.

c. Paha mengecil dan anggota tubuh dapat memendek 1-2 cm

d. Gerakan terbatas, terutama abduksi dan rotasi internal.

e. Nyeri pada paha bagian depan

f. Kekakuan dan keterbatasan gerak

5. Pemeriksaan Penunjang

 X-ray: X-ray dapat mengungkapkan perubahan tulang yang terjadi

pada tahap akhir dari penyakit.

 Scan tulang: Dalam tes scan tulang, sedikit zat radioaktif akan

disuntikkan ke pembuluh darah Anda. Zat ini kemudian berjalan ke

bagian tulang yang terluka dan muncul sebagai bintik-bintik terang

pada pelat pencitraan.

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI scan dapat menunjukkan perubahan awal pada tulang yang dapat

menunjukkan avascular necrosis.

6. Fisioterapi

a. Tanpa Pembedahan.

1) Fisioterapi dapat sangat efektif dalam mengobati AVN caput femoris

jika terdeteksi dini.


2) Ice adalah modalitas yang sangat berguna untuk mengurangi rasa

sakit. Juga dapat menggunakan modalitas listrik seperti ultrasound

atau arus interferential untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan.

3)  Massage, terutama untuk pantat, punggung, atau anterior dan lateral

otot pinggul, juga dapat membantu.

4) Penurunan beban pada sendi panggul dapat sangat efektif dalam

memungkinkan tulang untuk penyembuhan serta mengelola rasa sakit.

Beban ini menurun dicapai dengan menggunakan kruk atau walker.

Fisioterapis anda akan mengajarkan cara aman menggunakan kruk

atau walker. Jika memiliki tangga di rumah, fisioterapis juga akan

menunjukkan bagaimana menggunakan kruk di tangga untuk

memastikan mobilisasi selama menggunakan alat bantu tersebut.

Jumlah optimal waktu untuk menggunakan alat bantu berjalan positif

mempengaruhi penyembuhan AVN akan ditentukan oleh fisioterapis

yang tentunya dalam kaitannya dengan saran dari dokter atau ahli

bedah.

5) Memobilisasi sendi pinggul. Mobilisasi pinggul dapat dikombinasikan

dengan dibantu peregangan setiap otot-otot di sekitar sendi.

6) Streghtening exercise. Latihan-latihan ini akan fokus pada otot-otot

pinggul dan paha.

2. Setelah Pembedahan.
Bebereapa dokter bedah menginginkan untuk segera dilakukan fisioterapi setelah

dilakukan pembedahan.

a. Setelah operasi pasien menggunakan alat bantu berjalan seperti walker atau

kruk selama enam minggu atau lebih. Pasien yang memiliki pencangkokan

pembuluh darah tulang diperlukan untuk membatasi penumpuan berat badan

pada hip selama enam bulan.

b.  Pada pertemuan pertama fisioterapi akan memastikan penggunaan alat bantu

jalan dengan aman, benar, dan percaya diri, serta mengetahui pembatasan

bantalan berat badan. Dengan kruk kami akan memastikan bahwa Anda dapat

dengan aman menggunakannya di tangga. Anda untuk ambulating tanpa

bantuan berjalan sama sekali.

c.  Menggunakan modalitas seperti ice, heat, ultrasound, atau electrical

stimulation untuk membantu mengurangi rasa sakit atau bengkak di sekitar

lokasi bedah. Selain itu, dapat diberikan massage untuk meningkatkan

sirkulasi dan membantu mengurangi rasa sakit.

d. Mobilisasi sendi pinggul. Dapat dikombinasikan dengan peregangan.

e.  Strengthening. Ini adalah komponen penting dari rehabilitasi pasca-operasi.

Latihan akan berfokus terutama pada otot-otot pinggul dan paha.

f.  Pemberian electrical stimulation untuk membantu kontraksi otot-otot hip, ini

akan membantu lebih cepat untuk mengembalikan kekuatan otot kembali.

7. Masalah keperawatan yang mungkin muncul


a. Nyeri akut/kronis

b. Hambatan mobilitas fisik

c. Difisit perawatan diri

d. Resiko cidera

e. Gangguan citra tubuh

f. Difisiensi pengetahuan berhubungan dengan kondisi prognosis dan

kebutuhan pengobatan

Intrvensi

1. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan inflamasi

Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Pasien akan : 1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan

 Menunjukkan tingkat kenyamanan. intensitas (skala 0 – 10).  

 Dapat mengendalikan nyeri 2. Berikan matras atau kasur keras, bantal

 Dapat melaporkan karakteristik kecil. Tinggikan  tempat tidur sesuai

nyeri. kebutuhan

3. Biarkan pasien mengambil posisi yang

nyaman pada waktu tidur atau duduk di

kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur

sesuai indikasi

4. Dorong untuk sering mengubah posisi.

Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur,


sokong sendi yang sakit di atas dan di

bawah, hindari gerakan yang menyentak

5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat .

Sediakan waslap hangat untuk mengompres

sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari.

6. Berikan masase yang lembut

7. Kolaborasi

8. Beri obat sebelum aktivitas atau latihan

yang direncanakan sesuai petunjuk.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan gangguan

musculoskletal.

Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Pasien akan : 1. berikan terapi latihan fisik : ambulasi,

 Melakukan aktifitas kehidupan keseimbangan, mobilitas sendi, pengendalian

sehari-hari secara mandiri dengan otot

alat bantu 2. Bantu dan dorong perawatan diri

 Memperlihatkan mobilitas

3. Difisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan moskuluskeletal

Tujuan & kriteria hasil Intervensi


Pasien akan : 1.   Bantu perawatan diri pasien :

 Menunjukkan perawaan diri dan mandi/higiene

melakukan aktivitas kehidupan


2.   Bantu pemenuhan eliminasi pasien
sehari-hari

4. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan fungsi tulang

Tujuan & kriteria hasil Intervensi


Pasien akan : 1.   Menejemen lingkungan: pantau

 Pasien dan keluarga dapat lingkungan fisik untuk memfasilitasi

mempersiapkan lingkungan yang keamanan.

aman.
2.   Berikan bimbingan dan pengalaman
 Pasien dan keluarga dapat
belajar tentang kesehatan individu yang
menghindari cidera fisik.
kondusif.
 Dapat memodofikasi gaya hidup
3.   Identifikasi faktor resiko potensial
untuk mengurangi resiko
terjadinya cidera.

5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik.

Tujuan & kriteria hasil Intervensi


Pasien  akan : 1. Diskusikan persepsi pasien tentang

 Menunjukkan adaptasi dengan keadaan tubuh pasien


ketunadayaan fisik, penyesuaian 2. Dorong pasien untuk beradaptasi dengan

psikososial. persepsi stresor atau ancaman yang

 Menunjukkan citra tubuh positif menghambat peran hidup.

dan harga diri positif. 3. Diskusikan dengan pasien tentang faktor

 Menunjukkan kepuasan terhadap resiko potensial dan memprioritaskan

penampilan dan fungsi tubuh. strategi menurunkan resiko.

 Menunjukkan keinginan untuk 4. Dorong pasien terhadap peningkatkan

menyentuh bagian tubuh yang penilaian personal terhadap harga diri.

mengalami gangguan 5. Kolaborasi

6. Rujuk pada konseling psikiatri

7. Berikan obat-obatan sesuai petunjuk

6. Difisit pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif dan kurang

familiar dengan sumber-sumber informasi

Tujuan & kriteria hasil intervensi


Pasien akan : 1. Edukasi kesehatan : berikan bimbingan dan

 Memperlihatkan pengalaman belajar tentang perilaku

pengetahuan tentang kesehatan yang kondusif

penyakitnya 2. Penyuluhan prosedur terapi : berikan


 Dapat mengidentifikasi pemahaman kepada pasien secara mental

kebutuhan terhadap tentang prosedur dan penanganan

informasi tambahan

tentang program terapi

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer C. Suzannne, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah, Alih Bahasa Andry Hartono, dkk., Jakarta, EGC.

Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern, (2012), Diagnosa Keperawatan

Nanda NIC NOC, Jakarta, EGC

Mansjoer, Arif, 2000., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI,

Jakarta.

Prince, Sylvia Anderson, 2000., Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit., Ed. 4, EGC, Jakarta.


Anonim. Avaskular Nekrosis. Dilihat tanggal 21 februari 2017.

http://www.activemotionphysio.ca/Injuries-Conditions/Hip/Hip-Issues/Avascular-

Necrosis-of-the-Hip/a~5525/article.html

Apley, A Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley.

Jakarta: Penerbit Widya Medika.

Manurung, Evan. Struktur Anatomi Hip. 21 februari 2017. <http://evan-biomekanik-

ankle.blogspot.com/2009/11/struktur-anatomi-hip.html>

Anda mungkin juga menyukai