Diabetes melitus tipe II merupakan bentuk diabetes nonketoik yang tidak terkait
dengan marker HLA kromosom ke 6 dan tidak berkaitan dengan autoantibody sel pulau
Langerhans. Dimulai dengan adanya resistensi insulin yang belum menyebabkan DM
secara klinis. Hal ini ditanda dengan sel β pankreas yang masih dapat melakukan
kompensasi sehingga terjadi keadaan hiperinsulinemia dengan glukosa yang masih
normal atau sedikit meningkat (Guyton, 2006). Pada kebanyakan kasus, DM ini terjadi
pada usia > 30 tahun dan timbul secera perlahan (Sudoyo, 2006). Menurut perkeni
(2011) untuk kadar gula darah puasa normal adalah 126 mg/ dl, sedangkan untuk kadar
gula darah 2 jam setelah makan yang normal 200 mg/dl.
C. Manifestasi Klinik
Secara umum DM disebabkan oleh adanya kerusakan pada sel beta di pulau
langerhans yang berfungsi untuk menghasilkan insulin, akibatnya insulin tidak
diproduksi secara optimal dan insulin menjadi berkurang. Selain itu DM juga terjadi
karena adanya gangguan pada fungsi insulin yang berperan dalam memasukkan glukosa
kedalam sel. Gangguan tersebut terjadi karena kegemukan/obesitas atau disebabkan
oleh hal lainnya (Hasdianah, 2012). Beberapa faktor yang menjadi pemicu terjadinya
DM tersebut, sebagai berikut:
a. Pola makan
Makan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin membuat
kadar glukosa dalam darah menjadi meningkat dan memicu terjadinya diabetes (Tandra,
2018).
b. Obesitas
Diabetes tipe 2 sering dikaitkan dengan obesitas. Lebih dari 8 dari 10 penderita
diabetes adalah mereka yang mengalami obasitas. Resistensi kerja insulin juga
ditentukan dengan banyaknya jaringan tubuh, otot dan jaringan lemak. Lemak tersebut
akan memblokir kerja insulin terhadap glukosa sehingga glukosa tertimbun dalam darah
(Tandra, 2018). Seseorang dikatakan obesitas jika terjadi kelebihan berat badan minimal
20% dari berat badan ideal atau memiliki BMI minimal 27 kg/m2 (LeMone, 2012).
c. Faktor genetik
Diabetes dapat di turunkan dari keluarga yang memiliki riwayat DM. Anak-anak
dari pasien diabetes memiliki peluang sebesar 15% untuk terkenan diabetes dan seberas
30% resiko terjadi intoleransi glukosa (LeMone, 2012).
d. Faktor Usia
Seiring bertambahnya usia akan meningkatkan resiko terkena diabetes, terutama
usia 40 tahun ke atas, serta bagi mereka yang memiliki aktivitas fisik yang rendah,
massa otot berkurang, dan berat badan yang meningkat (Tandra, 2018). Degeneraasi
akibat proses penuaan dapat menyebabkan perubahanfisiologis dan biokimia dimulai
dari tingkat sel, jaringan maupun organ yaitu sel beta pada pankreas yang memproduksi
insulin (Lestari, 2013).
f. Pola Hidup
Orang yang kurang melakukan aktivitas fisik memiliki resiko terkena diabetes,
karena olahraga mampu membakar kalori yang berlebih dalam tubuh. Salah satu pemicu
diabetes yaitu adanya penumpukan kalori dalam tubuh (Tandra, 2018).
Diabetes dan Kehamilan. Diabetes gestasional terjadi pada wanita yang tidak
menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan
akibat sekresi hormon-hormon plasenta. Semua wanita hamil harus menjalani skrining
pada usia kehamilan 24 hingga 27 minggu untuk mendeteksi kemungkinan diabetes
[ CITATION Bru022 \l 1057 ].
F.Pathway Keperawatan
DM Tipe I DM Tipe II
Masuk ke kelenjar
pancreas
Destruksi sel B
langerhans
Produksi insulin
Glukosa dalam darah
meningkat
Diabetes
Glukosuria
Produksi energi Pancreas berhenti
memproduksi insulin
Keseimbangan kalori
Metabolisme fisik
Hiperglikemia
Konsentrasi glukosa
dalam darah
Kelemahan fisik
Polifagia Komplikasi Komplikasi
mikrovaskuler makrovaskuler
Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Penyumbatan
kebutuan tubuh
Retinopati Nefropati Neuropati pembuluh darah
Pembedahan :
Resiko infeksi Amputasi
Nyeri akut
G.Penatalaksanaan
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai
tujuan berikut ini:
a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melaui cara-cara yang
aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabates karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga.
Latihan dengan cara melawan tahanan (resistensi iraining) dapat meningkatkan
lean body mass dan dengan demikian menambah laju metabolisme istirahat
(resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes karena
dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres dan mempertahankan
kesegaran tubuh.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
(SMBG; self-monitoring of blood glocose), penderita diabetes kini dapat
mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal.
Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta
hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal
yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang.
Beberapa metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri
kadar glukosa darah. Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan
setetes darah dari ujung jari tangan. Strip tersebut pertama-tama dimasukkan ke
dalam alat pengukur sebelum darah ditempelkan pada strip. Setelah darah
melekat pada strip, darah tersebut dibiarkan selama pelaksanaan tes. Alat
pengukur akan memperlihatkan kadar glukosa darah dalam waktu yang singkat
(kurang dari 1 menit).
4. Terapi Insulin
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan
lebih sering lagi) untuk mengendalikan kadar glukosa darah sesudah makan dan
pada malam hari. Karena dosis insulin yang diperlukan masing-masing pasien
ditentukan oleh kadar glukosa dalam darah, maka pemantauan kadar glukosa
darah yang akurat sangat penting. Pemantauan mandiri kadar glukosa darah
telah menjadi dasar dalam memberikan terapi insulin.
5. Pendidikan Pasien
Diabetes melitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku
penanganan-mandiri yang khusus seumur hidup. Karena diet, aktivitas fisik dan
stres fisik serta emosional dapat mempengaruhi pengendalian diabetes, maka
pasien harus belajar untuk mengatur keseimbangan berbagai faktor. Pasien
bukan hanya harus belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri setiap hari
guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa yang mendadak,
tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk
menghindari komplikasi diabetik jangka panjang. Penghargaan pasien tentang
pentingnnya pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh penderita
diabetes dapat membantu perawat dalam melakukan pendidikan dan penyuluhan
[ CITATION Bru022 \l 1057 ].
H.Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi: GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa > 120 mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine: hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
3. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman [ CITATION Taq13 \l 1057 ].
4. Pemeriksaan HbAIc
Hemoglobin A1c atau HbA1c adalah komponen minor dari hemoglobin
yang berikatan dengan glukosa. HbA1c disebut sebagai glikosilasi atau
hemoglobin glikosilasi atau glycohemoglobin. Hemoglobin adalah pigmen
pembawa oksigen yang memberikan warna merah pada sel darah merah dan
juga merupakan protein dominan dalam sel darah merah ( Airin Que, 2018 ).
Tes HbA1c adalah pemeriksaan untuk mengukur rata-rata kadar HbA1c
(hemoglobin A1c) atau hemoglobin terglikosilasi selama 3 bulan. Pemeriksaan
ini juga disebut dengan tes glikohemoglobin dan biasa dilakukan untuk
memeriksa diabetes melitus.
Pemeriksaan HbA1c berfungsi untuk mengukur rata-rata
jumlah hemoglobin A1c yang berikatan dengan gula darah (glukosa) selama tiga
bulan terakhir. Durasi ini sesuai dengan siklus hidup sel darah merah, termasuk
hemoglobin, yaitu tiga bulan. Hasil pemeriksaan akan tertulis dalam persentase,
dengan interpretasi sebagai berikut:
- Normal: jumlah HbA1c di bawah 5,7%.
- Prediabetes: jumlah HbA1c antara 5,7-6,4%.
- Diabetes: jumlah HbA1c mencapai 6,5% atau lebih.
Ria Kristanti. 2019. Gambaran Fear Of Self Injecting and Self Testing Pada Pasien
Diabetes Militus Tipe 2 Di Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada Jember. Skripsi. Tidak
diterbitkan. Fakultas Keperawatan: Jember