Anda di halaman 1dari 10

E.

KLASIFIKASI TRIAGE

Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :


1. Gawat darurat (P1): Keadaan yang mengancam nyawa / adanyagangguan ABC dan perlu
tindakan segera,misalnya cardiac arrest, penurunan kesadaran,trauma mayor dengan
perdarahan hebat
2. Gawat tidak darurat (P2): Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat. Setelahdilakukan diresusitasi maka ditindaklanjutioleh dokter spesialis. Misalnya ;
pasien kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
3. Darurat tidak gawat (P3): Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapimemerlukan
tindakan darurat. Pasien sadar,tidak ada gangguan ABC dan dapat langsungdiberikan terapi
definitive. Untuk tindak lanjutdapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor /
tertutup, sistitis, otitis media danlainnya
4. Tidak gawat tidak darurat (P4): Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan
tindakan gawat. Gejala dan tandaklinis ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit kulit,
batuk, flu, dan sebagainya.

F. KONSEP DASAR KERACUNAN

1. Pengertian

Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorpsi, menempel pada kulit,

atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari

tubuh dengan adanya reaksi kimia (Brunner & Suddarth, 2001). Keracunan adalah suatu

keadaan di mana terjadi gangguan fungsi organ tubuh karena kontak dengan bahan kimia

(Bakta, 1999).

Keracunan adalah bila suatu zat yang masuk ke dalam tubuh manusia baik

disengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan sakit atau mengancam nyawa

(Sartono, 2009). Keracunan ialah suatu keadaan penyakit akut yang diakibatkan oleh obat
atau suatu zat kimia lain yang masuk/mengenai tubuh manusia secara berlebihan baik

dengan sengaja maupun tidak, yang dapat membahayakan jiwa (Munaf, 1984).

Keracunan adalah suatu keadaan dimana terjadi ganguan fungsi organ tubuh karena

kontak dengan bahan kimia. Berdasarkan gejala klinis yang timbul keracunan dibedakan

atas keracunan akut, keracunan sub klinis dan keracunan samar, yang secara proporsional

digambarkan sebagai piramid dengan keracunan akut (KA) sebagai puncaknya (Bakta,

1999).

2. Klasifikasi

Menurut Gunawan (2007), Anamnesis amat penting dan sering dapat menunjukkan

adanya unsur keracunan. Keracunan dapat terjadi karena beberapa hal adalah :

a. Klasifikasi menurut cara terjadinya keracunan

1) Self poisoning. Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan

tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak akan membahayakan. Jadi pasien

tidak bermaksud bunuh diri, biasanya hanya untuk menarik perhatian lingkungan.

Pada anak muda kadang-kadang dilakukan untuk coba-coba, tanpa disadari bahwa

tindakan ini dapat membahayakan dirinya.

2) Attempted Suicide. Dalam hal ini, pasien memang bermaksud bunuh diri, tetapi

bisa berakhir dengan kematian atau pasien sembuh kembali bila ia salah tafsir

tentang dosis yang dimakannya.

3) Accidental poisoning. Ini jelas merupakan kecelakaan, tanpa faktor kesengajaan

sama sekali.

4) Homodical Poisoning. Keracunan ini akibat tindakan kriminal yaitu seseorang

dengan sengaja meracuni orang lain.


b. Klasifikasi menurut mula waktu terjadinya keracunan

Keracunan akut lebih mudah dikenal daripada keracunan karena biasanya terjadinya

mendadak setelah makan sesuatu. Ciri lain adalah sering mengenai banyak orang,

misalnya pada keracunan makanan, dapat mengenai seluruh keluarga atau warga

sekampung. Gejala keracunan akut dapat menyerupai setiap sindrom penyakit, karena

itu harus selalu diingat kemungkinan keracunan pada keadaan sakit mendadak

dengan gejala seperti muntah, diare, kejang, koma dan sebagainya.

c. Klasifikasi menurut organ yang terkena

Dalam klasifikasi ini keracunan digolongkan menurut organ yang terkena, misalnya

racun susunan saraf pusat (SSP), racun jantung, racun hati, racun ginjal dan

sebagainya. Suatu organ cenderung dipengaruhi oleh banyak macam obat, sebaliknya

jarang terdapat obat yang hanya mengenai satu organ.

d. Klasifikasi menurut jenis bahan kimia

Golongan zat kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat toksik yang sama,

misalnya golongan alkohol, fenol, logam berat dan lain-lain.

3. Etiologi

Tidak ada batasan yang tegas tentang keracunan berbagai macam obat dan bahan kimia.

Menurut Sartono (2002), keracunan disebabkan oleh makanan, pestisida, narkotika,

psikotropika, kosmetika, obat, bahan kimia dan bisa.

a. Keracunan makanan

Masalah yang sering kita hadapi dari waktu ke waktu ialah masalah di bidang

keselamatan, yaitu “keracunan makanan”, baik yang terjadi secara masal maupun
perorangan, selain kerusakan makanannya sendiri. Keracuanan makanan dapat terjadi

karena :

1) Makanan mengandung toksin

Keracunan karena ulah mikroorganisme dapat dibedakan antara keracunan

makanan (food intoxication) dan infeksi karena makanan yang terkontaminasi

oleh parasit, protozoa, atau bakteri yang patogen (food infection). Keracunan

makanan (food intoxication) dapat terjadi karena makanan tercemar oleh toksin.

Keracunan makanan yang biasa terjadi disebabkan oleh makanan mengandung

eksotoksin yang dihasilkan oleh Klostridium botulinum atau enterotoksin yang

dihasilkan, antara lain oleh Stafilokoki.

2) Makanan tercemar bakteri pathogen

Keracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri patogen, disebut juga infeksi

karena makanan (food infection). Bakteri yang biasa mencemari makanan

terutama Salmonela sebagai penyebab penyakit tipus dan paratipus, selain dapat

juga Proteus, Escherichia, dan beberapa Pseudonomas.

3) Makan tercemar protozoa dan parasit

Makanan yang tercemar protozoa atau parasit dapat menyebabkan penyakit yang

serius, antara lain penyakit disentri yang disebabkan oleh Entamuba histolitika

dan penyakit lain yang dapat ditimbulkan oleh trikomonas hominis, giardia

lamblia, dan penyakit cacing.

b. Keracunan pestisida

Buah-buahan dan sayuran dilindungi terhadap tikus, serangga, jamur, bakteri dan

mikroorganisme lain, dan hama penyakit tanaman, dengan menggunakan rodentisida,


fungisida, germisida, dan pestisida lainnya. Pestisida yang ideal ialah yang tidak

toksik dan mudah dicuci. Harapan ini dinyatakan aman bagi manusia, dapat

menimbulkan reaksi alergi pada orang-orang tertentu.

c. Keracunan narkotika

Keracunan narkotika dapat terjadi karena overdosis dalam terapi, suatu kecelakaan

atau tidak sengaja menggunakan narkotika, dan penyalahgunaan yang parah, antara

lain keracunan morfin dan turunannya dalam terapi dan penyalahgunaan kokain dan

ganja.

d. Keracunan psikotropika

Keracunan psikotropika umumnya disebabkan oleh overdosis obat golongan

psikotropika yang digunakan untuk terapi, atau penyalahgunaan bahan atau senyawa

dari golongan psikotomimetika.

e. Keracunan Kosmetika

Sediaan kosmetika sendiri bukanlah racun. Akan tetapi, karena dibuat dari bahan-

bahan kimia, terutama bagi kulit orang-orang tertentu, dapat menyebabkan timbul

reaksi yang tidak dikehendaki seperti reaksi alergi, iritasi, dan fotosensitisasi, selain

yang disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaannya.

f. Keracunan obat

Keracunan akut yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh obat. Keracunan obat,

baik yang tidak sengaja, maupun yang disengaja, biasanya sebagai akibat overdosis

atau dosis yang berlebihan.


g. Keracunan bahan kimia

Bahan kimia adalah semua yang menempati ruang dan bermassa. Makanan, pakaian,

obat, dan udara yang terhirup adalah bahan kimia. Bahan kima adalah bahan atau

senyawa kimia yang bersifat racun atau potensial dapat menjadi racun, terutama yang

digunakan dalam bidang industri.

h. Keracunan bisa

Beberapa binatang di daerah atau lingkungan hidup kita dapat membahayakan dengan

sengatan dan gigitannya yang mengandung bisa. Bisa adalah racun yang disekresi

oleh beberapa binatang reptilian dan artropoda. Binatang-binatang tersebut antara lain

ular berbisa, lebah, dan binatang laut.

4. Manifestasi

Menurut Sartono (2002) efek dan gejala yang ditimbulkan akibat keracunan,

terjadi antara lain pada sistem pencernaan makanan, pernapasan, kardiovaskuler,

urogenital, darah dan hemopoitika, sistem saraf pusat serta kulit.

a. Sistem pencernaan makanan

Efek dan gejala keracunan pada sistem pencernaan makanan dapat menyebabkan

muntah, diare, perut kembung, dan kerusakan hati (sebagai akibat keracunan obat dan

bahan kimia).

b. Sistem pernafasan

Efek dan gejala keracunan pada sistem pernafasan, antara lain hipoksia dan depresi

pernafasan, edema paru, dan ventilasi paru.

c. Sistem kardiovaskuler
Efek dan gejala pada sistem kardiovaskuler, antara lain syok, gagal jantung kongesti,

dan jantung berhenti berfungsi.

d. Sistem urogenital

Efek dan gejala keracunan pada sistem urogenital, antara lain dapat menyebabkan

gagal ginjal dan retensi urin.

e. Sistem darah dan hemopoitika

Efek dan gejala keracunan pada sistem darah dan hemopoitika, antara lain dapat

menyebabkan methemoglobinemia, agranulositosis dan diskrasias darah lain dan

reaksi hemolitik.

f. Sistem saraf pusat

Efek dan gejala keracunan pada sistem saraf pusat, antara lain dapat menyebabkan

konvulsi, koma, hipoglikemia, hiperaktivitas, delirium, dan maniak.

g. Kulit

Efek dan gejala keracunan karena kontaminasi bahan kimia pada kulit, antara lain

dapat menimbulkan dermatitis.

5. Penatalaksanaan

Menurut Gunawan (2007) penanganan pasien keracunan yang pertama

memutuskan apakah perlu tindakan segera terutama pada fungsi vital, karena itu tindakan

darurat meliputi penanganan gagal napas dan syok serta mencegah absorpsi.

a. Penanganan gagal napas

Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan mulut dan jalan napas.

Untuk mengurangi kemungkinan aspirasi, pasien harus selalu dibaringkan dalam


posisi miring bergantian pada sisi kanan atau kiri bila tidak sadar. Pasang oksigen jika

diperlukan.

b. Penanganan syok

Pasien diletakkan dalam sikap tungkai sedikit keatas, berikan metaraminol 5 mg intra

muscular (IM), bila tindakan tersebut belum menolong dapat diberikan infuse

dekstran, oksigen perlu selalu diberikan, hidrokortison 100 mg tiap 6 jam dapat

ditambahkan dalam pengobatan kasus resisten.

c. Pencegahan Absorbsi

Bila keracunan terjadi melalui kulit harus dibersihkan dengan air dan sabun, jika

keracunan per inhalasi pasien harus dipindahkan ke ruangan yang segar. Bila racun

tertelan maka yang harus dilakukan yaitu merangsang muntah, membilas lambung

dan memberikan pencahar.

Prinsip penatalaksanaan keracunan menurut Sartono (2009) yaitu :

a. Prinsip penatalaksanaan bila racun tertelan :

1) Encerkan: dengan memberi minum air, susu, dll

2) Muntahkan/ keluarkan: dengan mengupayakan pasien muntah

3) Netralkan: dengan memberikan antidotum

b. Prinsip penatalaksanaan bila racun terkena kulit atau mata

1) Lepaskan pakaian yang terkontaminasi

2) Cuci/ bilas bagian yang terkena dengan air

3) Penolong jangan sampai jadi korban berikutnya.

c. Prinsip penatalaksanaan bila keracunan melalui inhalasi


1) Pindahkan pasien ke tempat aman

2) Beri oksigen

3) Tidak melakukan nafas buatan dari mulut ke mulut

Menurut Sartono (2001), Penanganan keracunan meliputi 2 tindakan, yaitu

menangani racun penyebabnya dan mengatasi efek atau gejala klinik akibat keracunan.

1. Menangani racun dan penyebabnya

Racun masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut, hidung (inhalasi), kulit,

suntikan, mata (kontaminasi mata), dan sengatan atau gigitan binatang berbisa.

a. Melalui mulut

Jika racun masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut, maka tindakan dalam

menangani racun yang telah masuk ke dalam tubuh ialah mengurangi absorpsi

racun dari saluran cerna, memberikan antidot, dan meningkatkan eliminasi racun

dari tubuh.

1) Mengurangi Absorpsi

Upaya mengurangi absorpsi racun dari saluran cerna dilakukan dengan

merangsang muntah, menguras lambung, mengabsorpsi racun dengan karbon

aktif, dan membersihkan usus.

a) Merangsang muntah

Untuk merangsang muntah, dapat digunakan sirup ipeca, Pemberian sirup

ipeca dalam waktu 1 jam setelah keracunan dapat mengeluarkan kembali

30 - 60% racun. Jika diberikan lebih dari 1 jam setelah keracunan, racun

yang dikeluarkan kira-kira hanya 20%.

Indikasi perangsangan muntah :


(1) Racun yang sangat toksik dalam jumlah membahayakan.

(2) Menelan racun kurang dari 4 jam

(3) Pasien sadar dan kooperatif

Kontraindikasi perangsangan muntah :

(1) Keracunan zat korosif, hidrokarbon.

(2) Penderita tidak sadar, kejang.

(3) Tidak ada refleks muntah

https://www.scribd.com/document/393296736/Klasifikasi-Triage
https://www.scribd.com/doc/69548808/KONSEP-DASAR-KERACUNAN

Anda mungkin juga menyukai