Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah evidence dimulai pada tahun 1970 ketika Archie Cochrane menegaskan
perlunya mengevaluasi pelayanan kesehatan berdasarkan bukti-bukti ilmiah (scientific
evidence). Sejak itu berbagai istilah digunakan terkait dengan evidence base, di
antaranya evidence base medicine (EBM), evidence base nursing (EBN), dan evidence
base practice (EBP). Evidence Based Practice(EBP) merupakan upaya untuk
mengambil keputusan klinis berdasarkan sumber yang paling relevan dan valid. Oleh
karena itu EBP merupakan jalan untuk mentransformasikan hasil penelitian ke dalam
praktek sehingga perawat dapat meningkatkan “quality of care” terhadap pasien. Selain
itu implementasi EBP juga akan menurunkan biaya perawatan yang memberi dampak
positif tidak hanya bagi pasien, perawat, tapi juga bagi institusi pelayanan kesehatan.
Sayangnya penggunaan bukti-bukti riset sebagai dasar dalam pengambilan keputusan
klinis seperti seorang bayi yang masih berada dalam tahap pertumbuhan.
Evidence Based Practice (EBP), merupakan pendekatan yang dapat digunakan
dalam praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta. Selama ini,
khususnya dalam keperawatan, sering kali ditemui praktik-praktik atau intervensi yang
berdasarkan “biasanya juga begitu”. Sebagai contoh, penerapan kompres dingin dan
alkohol bath masih sering digunakan tidak hanya oleh masyarakat awam tetapi juga oleh
petugas kesehatan, dengan asumsi dapat menurunkan suhu tubuh lebih cepat, sedangkan
penelitian terbaru mengungkapkan bahwa penggunaan kompres hangat dan teknik tepid
sponge meningkatkan efektivitas penggunaan kompres dalam menurunkan suhu tubuh.
Merubah sikap adalah sesuatu yang sangat sulit, bahkan mungkin hal yang sia-sia.
Orang tidak akan bisa merubah adat orang lain, kecuali orang-orang di dalamnya yang
merubah diri mereka sendiri. Tetapi meningkatkan kesadaran, dan masalah kesehatan di
masyarakat, akan meningkatkan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan.
Tentu pelayanan yang paling efektif & efisien menjadi tuntutan sekaligus tantangan
besar yang harus di cari problem solving-nya.
Penggunaan evidence base dalam praktek akan menjadi dasar scientific dalam
pengambilan keputusan klinis sehingga intervensi yang diberikan dapat
dipertanggungjawabkan. Sayangnya pendekatan evidence base di Indonesia belum
berkembang termasuk penggunaan hasil riset ke dalam praktek. Tidak dapat dipungkiri
bahwa riset di Indonesia hanya untuk kebutuhan penyelesaian studi sehingga hanya
menjadi tumpukan kertas semata.
B. Tujuan Penulisan Makalah
1. Tujuan Umum
Setelah pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep
Evidence Based Practice dalam Keperawatan Anak agar dapat mengambil keputusan
klinis yang efektif dan efisien sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada
pasien.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami pengertian Evidance Based Practice
b. Memahami tujuan dari Evidance Based Practice
c. Memahami apa saja keuntungan dari Evidance Based Practice
d. Memahami patofisiologi Pneumothoraks dan Hemothoraks
e. Mengetahui contoh pengimplementasian Evidence Based Practice dalam
keperawatan anak
BAB II
ISI

A. Pengertian
Evidence based practice (EBP) adalah sebuah proses yang akan membantu tenaga
kesehatan agar mampu uptodate atau cara agar mampu memperoleh informasi terbaru
yang dapat menjadi bahan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan efisien
sehingga dapat memberikan perawatan terbaik kepada pasien (Macnee, 2011).
Sedangkan menurut (Bostwick, 2013) evidence based practice adalah starategi
untuk memperolah pengetahuan dan skill untuk bisa meningkatkan tingkah laku yang
positif sehingga bisa menerapakan EBP didalam praktik. Dari kedua pengertian EBP
tersebut dapat dipahami bahwa evidance based practice merupakan suatu strategi untuk
mendapatkan knowledge atau pengetahuan terbaru berdasarkan evidence atau bukti yang
jelas dan relevan untuk membuat keputusan klinis yang efektif dan meningkatkan skill
dalam praktik klinis guna meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
Dalam Evidence-Based Nursing Position Statement (2005), dinyatakan bahwa EBP
telah menjadi isu menonjol dalam keperawatan kesehatan internasional, biaya kesehatan
meningkat, prinsip manajemen dalam melakukan praktik keperawatan yang tepat dan
keinginan perbaikan kualitas EBP. Untuk itu keperawatan menjadi terlibat dalam gerakan
untuk mendefinisikan EBP dalam setiap praktik keperawatan, yang jelas adalah tanggung
jawab perawat untuk melaksanakan EBP dalam tindakan keperawatan, dan mengevaluasi,
mengintegrasikan dan menggunakan bukti terbaik yang telah tersedia untuk
meningkatkan praktik keperawatan (Rycroft-Malone, Bucknall, Melnyk, 2004) dikutip
oleh Tarihoran (2015) dalam jurnalnya

B. Tujuan EBP
Tujuan utama di implementasikannya evidance based practice di dalam praktek
keperawatan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan dan memberikan hasil yang
terbaik dari asuhan keperawatan yang diberikan. Selain itu juga, dengan
dimaksimalkannya kualitas perawatan tingkat kesembuhan pasien bisa lebih cepat dan
lama perawatan bisa lebih pendek serta biaya perawatan bisa ditekan (Madarshahian et
al., 2012).
Dalam rutinititas sehari-hari para tenaga kesehatan profesional tidak hanya perawat
namun juga ahli farmasi, dokter, dan tenaga kesehatan profesional lainnya sering kali
mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang muncul ketika memilih atau
membandingkan treatment terbaik yang akan diberikan kepada pasien/klien, misalnya
saja pada pasien post operasi bedah akan muncul pertanyaan apakah teknik pernapasan
relaksasi itu lebih baik untuk menurunkan kecemasan dibandingkan dengan cognitive
behaviour theraphy, apakah teknik relaksasi lebih efektif jika dibandingkan dengan
teknik distraksi untuk mengurangi nyeri pasien ibu partum kala 1 (Mooney, 2012).

C. Keuntungan EBP :
1 Metode untuk mengevaluasi sistem kerja perawat dalam melakukan praktik
keperawatan;
2 Mengintegrasikan komponen – komponen pendukung EBP dalam pelayanan
kesehatan;
3 Melakukan intervensi kepada pasien berdasarkan bukti – bukti hasil penelitian;
4 Meminimalisir resiko yang mungkin terjadi dalam proses pelayanan kesehatan;
5 Bersikap profesional dalam memberikan layanan kesehatan kepada pasien;
6 Menguntungkan perawat, pasien, serta institusi kesehatan.

D. Contoh Pengimplementasian EBP dalam Keperawatan Anak


Judul : PENGARUH ATRAUMATIC CARE: AUDIOVISUAL DENGAN PORTABLE
DVD TERHADAP HOSPITALISASI PADA ANAK (TAHUN 2019)
Nama peneliti : Rifka Putri Andayani, STIKes MERCUBAKTIJAYA
Atraumatic care merupakan salah satu filosofi atau dasar dalam penerapan
pelayanan asuhan keperawatan pada anak. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak
trauma saat menjalani perawatan fisik pada anak maupun keluarga (Hockenberry &
Wilson, 2013).
Faktor-faktor dapat menimbulkan trauma bagi anak yang dirawat adalah
lingkungan fisik rumah sakit, tenaga kesehatan baik dari segi sikap maupun pakaian
putih, alat-alat yang digunakan, dan lingkungan sosial antar sesama pasien. Dengan
adanya stressor tersebut, distres yang dialami anak menjadikan anak mengalami trauma
terhadap pelayanan saat hospitalisasi (Hockenberry & Wilson, 2013).
Atraumatic care sangat berhubungan dengan kecemasan yang dialami anak selama
hospitalisasi. Salah satu hal yang menimbulkan kecemasan pada anak adalah tindakan
invasif yang dilakukan perawat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunaldi (2016)
adalah penerapan perawatan atraumatic care yang dilakukan oleh perawat di ruang rawat
inap anak mempunyai hubungan yang signifikan dengan penurunan tingkat kecemasan
saat injeksi intra vena pada anak usia toddler. Penelitian ini sejalan dengan prinsip
pelayanan keperawatan anak yaitu penerapan atraumatic care. Dalam melakukan praktik
keperawatan perawat harus memberikan dukungan kepada anak dan keluarga yang
menjalani hospitalisasi dengan tingkat kecemasan untuk memilih pendekatan terbaik
manajemen non farmakologis (Olsen & Weinberg, 2017).
Mengalihkan perhatian pada anak sebelum dilakukan tindakan keperawatan dan
medis penting dilakukan karena dapat mengurangi kecemasan dan ketakutan pada anak.
Teknik distraksi yang dapat digunakan sebagai atraumatic care adalah audio visual.
Teknik distraksi audio visual efektif karena memprovokasi keingintahuan anak untuk
menggunakan pendengaran, penglihatan, taktil dan kinestetik dengan demikian distraksi
efektif meminimalkan distres terkait dengan tindakan yang menyakitkan (Maharjan,
Maheswari & Maharjan, 2017).
Teknik distraksi audio visual dapat dilakukan dengan mengunakan portable DVD
player. Pada saat tindakan keperawatan dilakukan anak dipersiapkan untuk menonton
konten video yang berisi edukasi kesehatan dan hiburan yang disesuaikan dengan tahap
perkembangan anak yaitu dari infant, toodler, preschool, sekolah dan remaja.

Metode penelitian :
Penerapan evidence based nursing pemberian audio visual dengan portabel DVD
player ini dilakukan menggunakan metode penelitian quasi eksperimen dengan teknik
pengambilan sampel secara consecutive sampling. Jumlah sampel pada penelitian ini
adalah 26 anak yang dirawat. Kriteria inklusi anak yang menjadi responden pada
penelitian ini adalah anak usia kurang dari 18 tahun dan telah mendapatkan tindakan
keperawatan sebelumnya dan kriteria eksklusinya adalah anak yang mengalami
penurunan kesadaan dan 24 jam pasca operasi.

Pelaksanaan :
Pelaksanaan teknik distraksi dengan audio visual ini melibatkan perawat yang
bertugas di ruang rawat inap Teratai selatan lantai 3. Perawat yang akan melakukan
tindakan invasif datang keruangan anak kemudian memberikan edukasi dengan
memperlihatkan video pada folder video edukasi selama 5 menit. Untuk mengefisienkan
waktu perawat mempersiapkan alat-alat untuk prosedur tindakan pada saat anak
menonton video edukasi. Selanjutnya setelah 5 menit perawat menukar video dengan
video hiburan dan menanyakan kepada anak video apa yang akan dilihat oleh anak.
Biarkan anak menonton selama 2 menit, ketika anak terlihat terdistraksi dengan video
yang diputar perawat mulai melakukan tindakan invasif. Setelah tindakan selesai biarkan
anak tetap menonton selama 2 menit. Selanjutnya lakukan evaluasi dengan menanyakan
kepada anak langsung atau kepada orang tua bagaimana perbedaan setelah anak
menonton video.

Hasil :
Berdasarkan hasil implementasi keperawatan di ruang Teratai lantai 3 selatan
didapatkan hasil bahwa penggunaan audio visual sebagai salah satu teknik atraumatic
care dapat menghilangkan kecemasan pada anak yaitu 84,62%. Jenis kelamin (p value
0,63) dan diagnos medis (p value 0,53) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan
penerapan atraumatic care audio visual dengan portable DVD. Usia memiliki hubungan
yang sangat bermakna terhadap penerapan atraumatic care audio visual dengan portable
DVD (p value 0,63).
Hasil ini didukung oleh beberapa penelitian sebelumnya yaitu pada anak yang
dilakukan pengambilan darah dengan teknik distraksi menggunakan video. Sebanyak 140
anak dibagi menjadi 2 kelompok. Hasil penelitian bahwa tingkat kecemasan dan nyeri
pada anak yang menggunakan teknik distraksi video lebih dibandingkan kelompok lain
yang tidak menggunakan video sebagai distraksi (p value 0.01) (Conception & Guerero,
2016).
Rezei et al (2017) mengatakan bahwa teknik distraksi dengan menggunakan
portabel DVD player signifikan berhasil menurunkan kecemasan dan nyeri pada saat
dilakukan tindakan invasif. Begitupun penggunaan kacamata audio visual juga mejadi
alat pengalih perhatian yang efektif untuk mengurangi ketidaknyamanan dan kesulitan
yang timbul selama prosedur (Batuman et al, 2017).

Sumber

Melnyk B, Fineout0overholt E. 2005. Evidence-Based Practice in Nursing and Health Care: A


Guide to Best Practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai