DARURAT KERACUNAN
DISUSUN OLEH :
DENI ROMDONA
BAB I
PENDAHULUAN
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang
membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan
segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanen.
Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat antara lain, keadaan seseorang
yang mengalami henti napas, henti jantung, tidak sadarkan diri, kecelakaan, cedera misalnya
patah tulang, kasus stroke, kejang, keracunan, dan korban bencana. Unsur penyebab
kejadian gawat darurat antara lain karena terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit,
kebakaran maupun bencana alam. Kasus gawat darurat karena kecelakaan lalu lintas
merupakan
penyebab kematian utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ).
Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007), keadaan
gawat darurat adalah suatu kondisi dimana berdasarkan respon dari pasien, keluarga
pasien, atau siapa pun yang berpendapat pentingnya membawa pasien ke rumah sakit
untuk diberi
perhatian/tindakan medis dengan segera. Kondisi yang demikian berlanjut hingga adanya
keputusan yang dibuat oleh pelayanan kesehatan yang profesional bahwa pasien berada
dalam kondisi yang baik dan tidak dalam kondisi mengancam jiwa. Penderita gawat darurat
adalah penderita yang oleh karena suatu penyebab (penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan
anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami cacat, kehilangan organ tubuh
atau meninggal (Sudjito, 2007).
Data The Centers for Disease Control and Prevention tahun 2010 menunjukkan, 48 juta
orang di Amerika keracunan makanan, 128.000 dirawat di rumah sakit, dan 3.000 orang
meninggal tiap tahunnya akibat kandungan berbahaya dalam makanan yang mereka
konsumsi. Menurut Badan POM dalam Dadi (2011), angka kejadian keracunan makanan,
sebagai salah satu manifestasi Penyakit Bawaan Makanan (PBM) dapat menjadi indikator
situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan
bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi
sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1: 25 untuk negara
berkembang.
Ditahun 2011 insiden keracunan makanan terjadi dan terlaporkan di Sentra Informasi
Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan RI ada 1.800 lebih, membuat lebih
dari 7.000 orang dirawat di rumah sakit dan 11 meninggal dunia. Data nasional yang
dirangkum Badan POM juga menjelaskan bahwa industri jasa boga dan produk makanan
rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan
pangan olahan (20%), jajanan (13%), dan lain-lain (5%) (Lestari, 2009). Lembaga
Perlindungan Konsumen 4 Surabaya mencatat lebih dari 1.000 kasus keracunan produk
makanan, terjadi sejak Januari hingga Oktober 2013 di Jawa Timur.
Keracunan merupakan hal yang juga penting untuk Anda ketahui dalam keperawatan
kegawatdaruratan. Sebagai petugas kesehatan Anda harus selalu siap dan dapat melakukan
pertolongan serta perawatan darurat pada keracunan. Keracunan dapat terjadi pada siapa,
dimana dan kapan saja. Sehingga itu pentingnya peran masyarakat untuk mengetahui dampak
dan cara meminimalisirkan dari keracunan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui tentang askep kedaduratan Keracunan
1.2.2 Tujuan khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Defenisi Keracunan
2. Tanda dan gejala keracunan
3. Patofisiologi keracunan
4. Penatalaksanaan kegawatdaruratan keracunan
5. Pemeriksaan penunjang kegawatdaruratan keracunan
6. Pengkajian primer dan sekunder pada pasien keracunan
7. Diagnose primer dan sekunder pada pasien keracunan
8. Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien keracunan
9. Evaluasi keperawatan keracunan
BAB II
PEMBAHASAN
obat-obatan/narkotika, pestisida maupun binatang berbisa Banyak gejala yang dapat timbul
akibat keracunan seperti muntah, pucat, kejang, koma, somnolen, luka bakar di mulut,
demam, hipereksitabilitas dan diare. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya
penurunan kesadaran, pupil konstriksi/dilatasi, sianosis, dan keringat dingin
subcutaneus emphysema. Tanda lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi
paparan pada kulit. Sedangkan pada mata akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga
kerusakan permanen mata.Seseorang dicurigai keracunan bila:
a) Seseorang yang sehat mendadak sakit.
b) Gejalanya tidak sesuai dengan suatu keadaan patologik tertentu.
c) Gejalanya menjadi cepat karena dosis yang besar.
d) Anamnesa menunjukkan kearah keracunan, terutama pada kasus bunuh
diri/kecelakaan.
e) Keracunan kronik dicurigai bila digunakan obat dalam jangka waktu yang lama
atau lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.
Sifat racun dapat dibagi menjadi:
1. Korosif: asam basa kuat (asam klorida, asam sulfat, natrium hidroksida)
2. Non korosif: makanan, obat-obatan
simptomatik (bila
tidak ada depresi
napas)
Sianida nyeri kepala, mual, berikan segera
muntah, & sianosis Natiosulfat10% (IV)
e) Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk menurunkan
efek toksin.
f) Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu sistem saraf pusat
atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat.
g) Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang
ditelan, yaitu:
1. Diuresis untuk agen yang dikeluarkan lewat jalur ginjal
2. Dialisis Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal dan cartridge containing an adsorbent [karbon atau resin],
dimana setelah detoksifikasi darah dikembalikan ke pasien.
h) Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.
Mengatasi Efek dan Gejala Keracunan Efek dan gejala keracunan pada manusia dapat
timbul setempat (lokal) atau sistemik setelah racun diabsorpsi dan masuk ke dalam sistem
peredaran darah atau keduanya.
a) Lokal
Racun yang bersifat korosif akan merusak atau mengakibatkan luka pada selaput
lendir atau jaringan yang terkena. Beberapa racun lain secara lokal mempunyai efek
pada sistem saraf pusat dan organ tubuh lain, seperti jantung, hati, paru, dan ginjal
tanpa sifat korosif dan iritan.
b) Sistemik
Setelah memberikan efek secara lkal, biasanya racun diabsorpsi dan masuk ke
dalam sistem peredaran darah dan akan mempengaruhi organ-organ tubuh yang
penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi efek dan gejala keracunan antara lain;
bentuk dan cara masuk, usia, makanan, kebiasaan, kondisi kesehatan, idiosinkrasi,
dan jumlah racun. Efek dan gejala yang ditimbulkan akibat keracunan terjadi antara
lain pada sistem pernapasan, pencernaan, kardiovaskuler, urogenital, darah dan
hemopoitika, serta sistem saraf pusat (SSP). Tatacara mencegah atau menghentikan
penyerapan racun:
1) Racun melalui mulut (ditelan / tertelan)
a. Encerkan racun yang ada di lambung dengan : air, susu, telor
mentah atau norit)
b. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4
jam) dengan cara:
Dimuntahkan: bisa dilakukan dengan cara mekanik
(menekan reflek muntah di tenggorokan),atau
pemberian air garam atau sirup ipekak.
Pengkajian dilakukan melalui teknik anamnesis dan pengkajian fisik (Gusti, 2019)
A. Pengkajian Primer
1. Airways
a. Sumbatan atau penumpukan secret
b. Wheezing atau krekels
4. Disability
Status mental : tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale
(GCS) dan secara kuantitatif yaitu :
➢ Compos mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
➢ Apatis : keadaaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
➢ Somnolen : keadaan kesadaran mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan
rangsangan nyeri, tetapi jatuh tidur lagi
➢ Delirium : keadaan kacau motoric yang sangat memberontak, berteriak-
teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat dan waktu
➢ Spoor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma, reaksi hanya
dapat ditimbulkan dengan rangsangan nyeri.
➢ Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat
5.Exposure
1. Keluhan utama
Keluhan utama yaitu penyebab klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat
dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas. Keluhan klien bisa
terjadi sesak napas, badan terasa lemas, nafsu makan menurun.
2. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan alasan awal klien merasakan keluhan sampai akhirnya dibawah ke rumah
sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan menggunakan PQRST
• P (Provokative/palliative) : apa yang menyebabkan gejala bertambah berat
dan apa yang dapat mengurangi gejala
• Q (quality/quantity) : apa gejala dirasakan namun sejauh mana gejala yang
timbul dirasakan
• R (region/radiation) : dimana gejala dirasakan? Menyebut? Yang harus
dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa tersebut
• S (saferity/scale) : berapa tingkat parahnya dan gejala dirasakan? Skalanya
berapa
• T (timing) : lamanya gejala dirasakan? Waktu tepatnya gejala mulai dirasakan
3. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat penyakit jantung,
hipertensi, perokok hebat, dan diabetes mellitus
4. Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien adakah yang menderita penyakit yang
sama dengan klien, penyakit jantung, gagal jantung, hipertensi.
5. Riwayat psikososial spiritual
Yaitu respon emosi klien pada penyakit yang diderita klien dan peran klien pada
keluarga dan masyarakat serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari
dalam keluarga atau masyarakat
6. Pola persepsi dan konsep diri
Resiko dapat timbul oleh pasien gagal jantung yaitu timbul kan kecemasan akibat
penyakitnya. Dimana klien tidak bisa beraktivitas aktif seperti dulu karena jantungnya
mulai lemah
7. Pola aktivitas sehari-hari
a) Pola Nutrisi
1. Observasi
□ Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
□ Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi
kering)
□ Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
2. Terapeutik
□ Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika
curiga trauma
cervical)
□ Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
□ Berikan minum hangat
□ Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
□ Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
□ Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
□ Penghisapan
endotrakeal
□ Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsepMcGill
□ Berikan oksigen, jika
perlu
3. Edukasi
□ Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
□
ojnartrka
ain dtei kansiik. batuk
efektif
4. Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu.
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberiananalgetik, jika
perlu
3. Defisit
Dalam jangka waktu 1. MANAJEMEN NUTRISI (I.
Nutrisi b.d 03119)
…jam tatus nutrisi
ketidakmamp
Pasien akan 1. Observasi
uan □ Identifikasi status
membaik dengan
mencerna nutrisi
kriteria hasil: □ Identifikasi alergi dan
makanan intoleransi makanan
1. Pasien dapat
() D.0019 □ Identifikasi
menghabiska makanan yang
disukai
n makanan
□ Identifikasi kebutuhan
yang kalori dan jenis
nutrient
disediakan
2. Nafsu/selera Ipdeengtgifuinkaasin p
serlaunngya
makan pasien nasogastrik
meningkat □ Monitor asupan
makanan
3. Pasien □ Monitor berat badan
mendapatkan □ Monitor hasil
pemeriksaan
pengetahuan laboratorium
tentang 2. Terapeutik
□ Lakukan oral hygiene
pilihan sebelum makan, jika
makan yang perlu
□ Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
□ Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik),
jika
perlu
□ Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
ndduibturiteunhtk
1. Observasi
□ Identifikasi
kemungkinan
penyebab BB kurang
□ Monitor adanya mual
dan muntah
□ Monitor jumlah
kalorimyang
dikomsumsi sehari-
hari
□ Monitor berat badan
□ Monitor albumin,
limfosit, dan elektrolit
serum
2. Terapeutik
□ Berikan perawatan
mulut sebelum
pemberian makan, jika
perlu
□ Sediakan makan
yang tepat sesuai
kondisi
pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus,
makanan yang diblander, makanan cair yang di
perenteral nutritition sesui indikasi)
Hidangkan makan secara menarik
Berikan suplemen,
jika perlu
Berikan pujian pada
pasien atau keluarga untuk peningkatan yang d
3. Edukasi
Jelaskan jenis
makanan yang bergizi
teinrgjagnig, knaumuntetap
Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutu
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Keracunan merupakan hal yang juga penting untuk Anda ketahui dalam keperawatan
kegawatdaruratan. Sebagai petugas kesehatan Anda harus selalu siap dan dapat melakukan
pertolongan serta perawatan darurat pada keracunan. Keracunan dapat terjadi pada siapa,
dimana dan kapan saja. Racun adalah zat yang ketika tertelan dalam jumlah yang relatif
kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan dapat
didefinisikan sebagai masuknya suatu zat racun ke dalam tubuh yang mempunyai efek
membahayakan/mengganggu fungsi organ dan tidak ditentukan oleh jumlah, jenis, frekuensi
dan durasi yang terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja bahkan dapat menimbulkan
kematian. Keracunan bisa disebabkan karena makanan, zat kimia, gas beracun, obat-
obatan/narkotika, pestisida maupun binatang berbisa. Pengkajian Primer terdiri dari: Status
A-B-C, jenis, durasi, frekuensi, lokasi dan tingkat kesadaran. Pengkajian Sekunder meliputi:
Hasil laboratorium dan riwayat kontak dengan racun. Banyak gejala yang dapat timbul
akibat keracunan seperti muntah, pucat, kejang, koma, somnolen, luka bakar di mulut,
demam, hipereksitabilitas dan diare. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya
penurunan kesadaran, pupil konstriksi/dilatasi, sianosis, dan keringat dingin.
1.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah diatas jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki
makalahdiatas dengan berpedoman pada sumber-sumber yang dapat di
pertanggungjawabkan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai
pembahasan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Krisanty, dkk.2011. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.
Sartono. 2001. Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Suprapto.2019. Keperawatan Gawat Darurat & Manajemen Bencana.Makassar: LP2M
AKPER Sandi Karsa PPNI, T. P. (2016). Standar diagnosis keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus PPN.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat.
https://pdfcoffee.com/askep-gadar-keracunan-4-pdf-free.html