Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT KERACUNAN

DISUSUN OLEH :
DENI ROMDONA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun haruslah dipersiapkan
dengan sebaik-baikanya. Pertolongan yang keliru atau secara berlebihan justru mendatangkan
bahaya baru. Identifikasi racun merupakan usaha untuk mengetahui bahan, zat, atau obat
yang diduga sebagai penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan penganggulangannya
dapat dilakukan dengan tepat, cepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita
berhadapan dengan keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta
memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga mengamati efek dan gejala
keracunan yang timbul.
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang

menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang
membutuhkan pertolongan segera, karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan
segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanen.
Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat antara lain, keadaan seseorang
yang mengalami henti napas, henti jantung, tidak sadarkan diri, kecelakaan, cedera misalnya
patah tulang, kasus stroke, kejang, keracunan, dan korban bencana. Unsur penyebab
kejadian gawat darurat antara lain karena terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit,
kebakaran maupun bencana alam. Kasus gawat darurat karena kecelakaan lalu lintas
merupakan
penyebab kematian utama di daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ).
Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007), keadaan
gawat darurat adalah suatu kondisi dimana berdasarkan respon dari pasien, keluarga
pasien, atau siapa pun yang berpendapat pentingnya membawa pasien ke rumah sakit
untuk diberi
perhatian/tindakan medis dengan segera. Kondisi yang demikian berlanjut hingga adanya
keputusan yang dibuat oleh pelayanan kesehatan yang profesional bahwa pasien berada

dalam kondisi yang baik dan tidak dalam kondisi mengancam jiwa. Penderita gawat darurat
adalah penderita yang oleh karena suatu penyebab (penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan
anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami cacat, kehilangan organ tubuh
atau meninggal (Sudjito, 2007).
Data The Centers for Disease Control and Prevention tahun 2010 menunjukkan, 48 juta
orang di Amerika keracunan makanan, 128.000 dirawat di rumah sakit, dan 3.000 orang
meninggal tiap tahunnya akibat kandungan berbahaya dalam makanan yang mereka
konsumsi. Menurut Badan POM dalam Dadi (2011), angka kejadian keracunan makanan,
sebagai salah satu manifestasi Penyakit Bawaan Makanan (PBM) dapat menjadi indikator
situasi keamanan pangan di Indonesia. Badan kesehatan dunia WHO memperkirakan
bahwa rasio antara kejadian keracunan yang dilaporkan dengan kejadian yang terjadi
sesungguhnya di masyarakat adalah 1:10 untuk negara maju dan 1: 25 untuk negara
berkembang.
Ditahun 2011 insiden keracunan makanan terjadi dan terlaporkan di Sentra Informasi
Keracunan Nasional Badan Pengawas Obat dan Makanan RI ada 1.800 lebih, membuat lebih

dari 7.000 orang dirawat di rumah sakit dan 11 meninggal dunia. Data nasional yang
dirangkum Badan POM juga menjelaskan bahwa industri jasa boga dan produk makanan
rumah tangga memberikan kontribusi yang paling besar (31%) dibandingkan dengan
pangan olahan (20%), jajanan (13%), dan lain-lain (5%) (Lestari, 2009). Lembaga
Perlindungan Konsumen 4 Surabaya mencatat lebih dari 1.000 kasus keracunan produk
makanan, terjadi sejak Januari hingga Oktober 2013 di Jawa Timur.
Keracunan merupakan hal yang juga penting untuk Anda ketahui dalam keperawatan
kegawatdaruratan. Sebagai petugas kesehatan Anda harus selalu siap dan dapat melakukan
pertolongan serta perawatan darurat pada keracunan. Keracunan dapat terjadi pada siapa,
dimana dan kapan saja. Sehingga itu pentingnya peran masyarakat untuk mengetahui dampak
dan cara meminimalisirkan dari keracunan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa dapat mengetahui tentang askep kedaduratan Keracunan
1.2.2 Tujuan khusus
Mahasiswa dapat menjelaskan :
1. Defenisi Keracunan
2. Tanda dan gejala keracunan
3. Patofisiologi keracunan
4. Penatalaksanaan kegawatdaruratan keracunan
5. Pemeriksaan penunjang kegawatdaruratan keracunan
6. Pengkajian primer dan sekunder pada pasien keracunan
7. Diagnose primer dan sekunder pada pasien keracunan
8. Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien keracunan
9. Evaluasi keperawatan keracunan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Keracunan


Keracunan adalah masuknya suatu zat toksik ke dalam tubuh melalui system pencernaan
baik kecelakaan maupun disengaja, yang dapat mengganggu kesehatan bahkan dapat
menimbulkan kematian (krisanti paula,2009).Racun adalah zat yang ketika tertelan dalam
jumlah yang relative kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia.
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit, atau
dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh
dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik
kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu
kesehatan

bahkan dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen


kedaruratan datang karena masalah toksik.Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan
patologik yang disebabkan oleh obat, serum, alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik,
dan lain-lain. Keracunan dapat diakibatkan oleh kecelakaan atau tindakan tidak disengaja,
tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau dengan maksud tertentu yang
merupakan tindakan kriminal.
Keracunan yang tidak disengaja dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, baik
lingkungan rumah tangga maupun lingkungan kerja. Keracunan merupakan salah satu
kejadian darurat yang sering terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Hingga
saat ini, tingkat keracunan pangan yang terjadi di Indonesia masih cukup tinggi. Dan dari
seluruh kasus tersebut, sebagian besar ternyata terjadi di rumah.
Racun adalah zat yang ketika tertelan dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan
cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan dapat didefinisikan sebagai
masuknya suatu zat racun ke dalam tubuh yang mempunyai efek
membahayakan/mengganggu fungsi organ dan tidak ditentukan oleh jumlah, jenis, frekuensi
dan durasi yang terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja bahkan dapat
menimbulkan kematian. Keracunan bisa disebabkan karena makanan, zat kimia, gas
beracun,

obat-obatan/narkotika, pestisida maupun binatang berbisa Banyak gejala yang dapat timbul
akibat keracunan seperti muntah, pucat, kejang, koma, somnolen, luka bakar di mulut,
demam, hipereksitabilitas dan diare. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya
penurunan kesadaran, pupil konstriksi/dilatasi, sianosis, dan keringat dingin

2.2 Tanda dan gejala Keracunan


Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas, pencernaan, dan
CNS. Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan mungkin muntah, meskipun jumlah
yang tertelan hanya sedikit. Sianosis, distress pernapasan, panas badan, dan batuk persisten
dapat terjadi kemudian. Pada anak yang lebih besar mungkin mengeluh rasa panas pada
lambung dan muntah secara spontan. Gejala CNS termasuk lethargi, koma, dan konvulsi.
Pada kasus yang gawat, pembesaran jantung, atrial fibrilasi, dan fatal Ventrikular fibrilasi
dapat terjadi. Kerusakan ginjal dan sumsum tulang juga pernah dilaporkan. Gejala
lain seperti
bronchopneumonia, efusi pleura, pneumatocele, pneumomediastinum, pneumothora dan

subcutaneus emphysema. Tanda lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi
paparan pada kulit. Sedangkan pada mata akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga
kerusakan permanen mata.Seseorang dicurigai keracunan bila:
a) Seseorang yang sehat mendadak sakit.
b) Gejalanya tidak sesuai dengan suatu keadaan patologik tertentu.
c) Gejalanya menjadi cepat karena dosis yang besar.
d) Anamnesa menunjukkan kearah keracunan, terutama pada kasus bunuh
diri/kecelakaan.
e) Keracunan kronik dicurigai bila digunakan obat dalam jangka waktu yang lama
atau lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.
Sifat racun dapat dibagi menjadi:
1. Korosif: asam basa kuat (asam klorida, asam sulfat, natrium hidroksida)
2. Non korosif: makanan, obat-obatan

BAHAN GEJALA PENANGANAN


Karbon monooksida gejala yang timbul □ berikan napas
(Co) berbeda-beda buatan
berdasarkan konsentrasi □ jaga suhu tubuh
Co dalam darah
Karbon dioksida (Co2) gejala yang timbul □ berikan napas
berbeda2 berdasarkan buatan
konsentrasi Co dalam □ jaga suhu tubuh
darah
Tembakau - heartburn, salivasi, □ jauhkan dari
mual, muntah, sakit paparan
kepala dan lemas - gejala □ berikan napas
kronis batuk & bronkitis buatan
kronis, hiperasiditas □ berikan KI
lambung □ berikan atropin
(Prn)
Bisa u lar terjadi pembengkakan & □ ikat daerah gigitan
pendarahandibawah kulit, □ berikan serum anti
mual, muntah dan pusing. bisa ular
□ pengobatan
simptomatik
alkohol gangguan fungsi □ berikan napas
motorik, muntah, buatan
lesu,tremor dan □ berikan glukosa
delirium. dan tiamin
diberi minum susu atau
Klorin - keracunan peroral nyeri antasida
tenggorokan, mual,
muntah - gejala
keracunan perinhalasi
batuk, sesak napas □ beri napas buatan
barbiturat reflek berkurang, depresi □ bilas lambung
pernapasan,koma, miosis
□ beri MgSo4
Insektisida(DDT) muntah, hipersalivasi, dengan pemberian Atropin
miosis, kejang dan sulfat (IV)
depresi pernapasan
Jengkol kolik ureter, hematuria dengan pemberian Natrium
dan oliguria karbonat
Minyak tanah iritasi saluran cerna, berikan O2
depresi napas, muntah danpengobatansimptoma
dan kadang2 kejang tik
Morfin mual, muntah, pusing, □ beri Nalokson HCl
miosis, depresi napas 4-5 mg (bila ada
dan akhirnya koma depresi napas)
□ pengobatan

simptomatik (bila
tidak ada depresi
napas)
Sianida nyeri kepala, mual, berikan segera
muntah, & sianosis Natiosulfat10% (IV)

2.3 Patofisiologi Keracunan


Botulisme adalah suatu bentuk keracunan yang spesifik, sebagai akibat penyerapan toksin
yang dikeluarkan oleh clostridium botulinum. Toksin botulinum mempunyai efek
farmakologis yang sangat spesifik yaitu menghambat hantaran pada serabut saraf kolinergik.
Pada penyelidikan diperlihatkan bahwa sejumlah kecil toksin mengganggu hantaran saraf di
dekat percabangan akhir dan di ujung serabut saraf dan menghambat dan menginaktivasikan
enzim asetilkolinesterase. Enzim secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan
oleh susunan saraf pusat, ganglion autonom, ujung – ujung saraf simpatis dan ujung – ujung
saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar
asetilkolin pada tempat –tempat tersebut.
Pada susunan saraf pusat, perangsangan permulaan akan segera di ikuti dengan depresi
sel-sel yang menyebabkan kekejangan (konvulsi).yang kemudian di ikuti dengan gangguan
/
penurunan kesadaran.rangsangan permulaan dan di ikuti dengan hambatan pada ganglion
autonom menyebabkan gangguan / disfungsi yang bervariasi dan multiple alat-alat tubuh
yang dipersyarafi oleh system syaraf autonom. Penumpukan asetilkolin pada ujung syaraf
simpatis menyebabkan konstriksi pupil, penglihatan kabur, stimulasi otot-otot intestinal,
kontriksi otot-otot bronchial dengan gejala-gejala gangguan pernapasan: penekakan aktifitas
cardiac pace maker.
2.4 Penatalaksanaan kedaruratan Keracunan
Tujuan tindakan kedaruratan adalah menghilangkan atau meng-inaktifkan racun sebelum
diabsorbsi, untuk memberikan perawatan pendukung, untuk memelihara sistem organ vital,
menggunakan antidotum spesifik untuk menetralkan racun, dan memberikan tindakan untuk
mempercepat eliminasi racun terabsorbsi. Penatalaksanaan umum kedaruratan keracunan
antara lain:
a) Dapatkan kontrol jalan panas, ventilasi, dan oksigenisasi. Pada keadaan tidak ada

kerusakan serebral atau ginjal, prognosis pasien bergantung pada keberhasilan


penatalaksanaan pernapasan dan sistem sirkulasi.
b) Coba untuk menentukan zat yang merupakan racun, jumlah, kapan waktu tertelan,
gejala, usia, berat pasien dan riwayat kesehatan yang tepat.
c) Tangani syok yang tepat.

d) Hilangkan atau kurangi absorbsi racun.

e) Berikan terapi spesifik atau antagonis fisiologik secepat mungkin untuk menurunkan

efek toksin.
f) Dukung pasien yang mengalami kejang. Racun mungkin memicu sistem saraf pusat
atau pasien mungkin mengalami kejang karena oksigen tidak adekuat.
g) Bantu dalam menjalankan prosedur untuk mendukung penghilangan zat yang

ditelan, yaitu:
1. Diuresis untuk agen yang dikeluarkan lewat jalur ginjal
2. Dialisis Hemoperfusi (proses melewatkan darah melalui sirkuit
ekstrakorporeal dan cartridge containing an adsorbent [karbon atau resin],
dimana setelah detoksifikasi darah dikembalikan ke pasien.
h) Pantau tekanan vena sentral sesuai indikasi.

i) Pantau keseimbangan cairan dan elektrolit


j) Menurunkan peningkatan suhu.
k) Berikan analgesik yang sesuai untuk nyeri.
l) Bantu mendapatkan spesimen darah, urine, isi lambung dan muntah.
m)Berikan perawatan yang konstan dan perhatian pada pasien koma.
n)Pantau dan atasi komplikasi seperti hipotensi, disritmia jantung dan kejang.
o) Jika pasien dipulangkan, berikan bahan tertulis yang menunjukkan tanda dan
gejala masalah potensial dan prosedur untuk bantuan ulang.

Mengatasi Efek dan Gejala Keracunan Efek dan gejala keracunan pada manusia dapat
timbul setempat (lokal) atau sistemik setelah racun diabsorpsi dan masuk ke dalam sistem
peredaran darah atau keduanya.
a) Lokal
Racun yang bersifat korosif akan merusak atau mengakibatkan luka pada selaput

lendir atau jaringan yang terkena. Beberapa racun lain secara lokal mempunyai efek
pada sistem saraf pusat dan organ tubuh lain, seperti jantung, hati, paru, dan ginjal
tanpa sifat korosif dan iritan.
b) Sistemik
Setelah memberikan efek secara lkal, biasanya racun diabsorpsi dan masuk ke
dalam sistem peredaran darah dan akan mempengaruhi organ-organ tubuh yang
penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi efek dan gejala keracunan antara lain;
bentuk dan cara masuk, usia, makanan, kebiasaan, kondisi kesehatan, idiosinkrasi,
dan jumlah racun. Efek dan gejala yang ditimbulkan akibat keracunan terjadi antara
lain pada sistem pernapasan, pencernaan, kardiovaskuler, urogenital, darah dan
hemopoitika, serta sistem saraf pusat (SSP). Tatacara mencegah atau menghentikan
penyerapan racun:
1) Racun melalui mulut (ditelan / tertelan)
a. Encerkan racun yang ada di lambung dengan : air, susu, telor
mentah atau norit)
b. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4
jam) dengan cara:
Dimuntahkan: bisa dilakukan dengan cara mekanik
(menekan reflek muntah di tenggorokan),atau
pemberian air garam atau sirup ipekak.

Kontraindikasi: cara ini tidak boleh dilakukan pada


keracunan zat korosif (asam/basa kuat, minyak tanah,
bensin), kesadaran menurun dan penderita kejang. c)
Bilas lambung:
 Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
 Pasang NGT dan bilas dengan : air, larutan norit,
Natrium bicarbonat 5 %, atau asam asetat 5 %.
 Pembilasan sampai 20 X, rata-rata volume 250 cc.

 Kontraindikasi : keracunan zat korosif & kejang.


 Bilas Usus Besar: bilas dengan pencahar, klisma (air
sabun atau gliserin).
2) Racun melalui melalui kulit atau mata
a. Pakaian yang terkena racun dilepas
b. Cuci / bilas bagian yang terkena dengan air dan sabun atau zat
penetralisir (asam cuka / bicnat encer).
c. Hati-hati: penolong jangan sampai terkontaminasi.
3) Racun melalui inhalasi
a. Pindahkan penderita ke tempat aman dengan udara yang segar.

b. Pernafasan buatan penting untuk mengeluarkan udara beracun yang


terhisap, jangan menggunakan metode mouth to mouth
4) Racun melalui suntikan
a. Pasang torniquet proximal tempat suntikan, jaga agar denyut arteri
bagian distal masih teraba dan lepas tiap 15 menit selama 1 menit
b. Beri epinefrin 1/1000 dosis: 0,3-0,4 mg subkutan/im.
c. Beri kompres dingin di tempat suntikan
d. Mengeluarkan racun yang telah diserap Dilakukan dengan cara:
Diuretic: lasix, manitol
Dialisa
Transfusi exchange
2.5 Pemeriksaan penunjang Keracunan
1. Laboratorium toksikologi
2. Uji darah, urin, isi lambung, atau muntah.
3. Foto sinar X abdomen
2.6 Pengkajian primer dan sekunder pada pasien Keracunan

A. Pengkajian primer dan sekunder

Pengkajian dilakukan melalui teknik anamnesis dan pengkajian fisik (Gusti, 2019)
A. Pengkajian Primer
1. Airways
a. Sumbatan atau penumpukan secret
b. Wheezing atau krekels

c. Kepatenan jalan napas


2. Breathing
a. Sesak napas
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekels
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Riwayat merokok
f. Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan nafas sesak/kuat, pucat, sianosis, bunyi
napas (bersih, krekels,mengi)
3. Circulation
a. Nadi lemah, tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat/menurun
d. Gelisah
e. Akral dingin
f. Kulit pucat, sianosis
g. Output urine menurun

4. Disability
Status mental : tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow Coma Scale
(GCS) dan secara kuantitatif yaitu :
➢ Compos mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya.
➢ Apatis : keadaaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
➢ Somnolen : keadaan kesadaran mau tidur saja, dapat dibangunkan dengan
rangsangan nyeri, tetapi jatuh tidur lagi
➢ Delirium : keadaan kacau motoric yang sangat memberontak, berteriak-
teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat dan waktu
➢ Spoor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma, reaksi hanya
dapat ditimbulkan dengan rangsangan nyeri.
➢ Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat

dibangunkan dengan rangsangan nyeri

5.Exposure

Keadaan kulit seperti turgor/kelainan pada kulit dan keadaan ketidaknyamanan


dengan rangsangan apapun
B. Pengkajian sekunder (Gusti, 2019)

1. Keluhan utama

Keluhan utama yaitu penyebab klien masuk rumah sakit yang dirasakan saat
dilakukan pengkajian yang ditulis dengan singkat dan jelas. Keluhan klien bisa
terjadi sesak napas, badan terasa lemas, nafsu makan menurun.
2. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan alasan awal klien merasakan keluhan sampai akhirnya dibawah ke rumah
sakit dan pengembangan dari keluhan utama dengan menggunakan PQRST
• P (Provokative/palliative) : apa yang menyebabkan gejala bertambah berat
dan apa yang dapat mengurangi gejala
• Q (quality/quantity) : apa gejala dirasakan namun sejauh mana gejala yang

timbul dirasakan
• R (region/radiation) : dimana gejala dirasakan? Menyebut? Yang harus
dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa tersebut
• S (saferity/scale) : berapa tingkat parahnya dan gejala dirasakan? Skalanya
berapa
• T (timing) : lamanya gejala dirasakan? Waktu tepatnya gejala mulai dirasakan
3. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan mengenai masalah-masalah seperti adanya riwayat penyakit jantung,
hipertensi, perokok hebat, dan diabetes mellitus
4. Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien adakah yang menderita penyakit yang
sama dengan klien, penyakit jantung, gagal jantung, hipertensi.
5. Riwayat psikososial spiritual
Yaitu respon emosi klien pada penyakit yang diderita klien dan peran klien pada
keluarga dan masyarakat serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari
dalam keluarga atau masyarakat
6. Pola persepsi dan konsep diri
Resiko dapat timbul oleh pasien gagal jantung yaitu timbul kan kecemasan akibat
penyakitnya. Dimana klien tidak bisa beraktivitas aktif seperti dulu karena jantungnya
mulai lemah
7. Pola aktivitas sehari-hari
a) Pola Nutrisi

Kebiasaan makan klien sehari-hari,kebiasaan makan-makanan yang dikomsumsi


dan kebiasaan minum klien sehari-hari, mengalami penurunan nafsu
makan,meliputi frekuensi,jenis,jumlah dan masalah yang dirasakan
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB dan BAK klien akan berpengaruh terhadap perubahan system
tubuhnya.
c) Pola Istirahat Tidur
Kebiasaan klien tidur sehari-hari,terjadi perubahan saat gejala sesak nafas.
sehingga hal ini dapat mengganggu tidur klien.
d) Personal Hygiene
Yang perlu dikaji sebelum dan sesudah pada pasien yaitu kebiasaan mandi,gosok
gigi,cuci rambut,dan memotong kuku.
e) Pola Aktivitas
Sejauh mana kemampuan klien dalam beraktiftas denga kondisi yang dialami pada
saat ini.
2.7 Diagnosa primer dan sekunder Keracunan
Diagnosa yang muncul pada masalah Keracunan menurut SDKI
a. Diagnosa primer
1. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
2. Nyeri akut b.d agen pencedera biologis
3. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan
b. Diagnosa sekunder
1. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan

2. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri


2.8 Intervensi yang dapat dilakukan pada pasien keracunan
a. Intervensi keperawatan diagnosa primer
(PPNI T. P., Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018)

N SDKI SLKI SIKI


o.
1. Pola napas Dalam jangka waktu PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
tidak efektif …jam pola napas
1. Observasi
b.d Disfungsi pasien akan □
Monitor frekuensi,
irama, kedalaman, dan
neuromuskul membaik dengan upaya napas
ar kriteria hasil: □
Monitor pola napas
(seperti bradipnea,
(D.0005) 1. Pola napas
takipnea,
membaik hiperventilasi, Kussma
ul, Cheyne-Stokes,
2. irama napas
Biot, ataksik0
membaik □
Monitor kemampuan
batuk efektif
3. suara napas □
Monitor adanya
normal produksi sputum

Monitor adanya
4. bunyi napas sumbatan jalan napas

Palpasi kesimetrisan
normal
ekspansi paru

Auskultasi bunyi
napas

Monitor saturasi
oksigen

Monitor nilai AGD

Monitor hasil x-
ra toraks
2. Terapeutik y
□ Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
□ Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
□ Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

Ipnefmoramntasuiakna,n j
hikaasil
perlu

B. MENEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011)

1. Observasi
□ Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
□ Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi
kering)
□ Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
2. Terapeutik
□ Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika
curiga trauma
cervical)
□ Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
□ Berikan minum hangat
□ Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
□ Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
□ Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
□ Penghisapan
endotrakeal
□ Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsepMcGill
□ Berikan oksigen, jika
perlu
3. Edukasi
□ Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak


ojnartrka
ain dtei kansiik. batuk
efektif
4. Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu.

2. Nyeri akut Dalam jangka waktu Manajeman Nyeri


b.d agen …jam pasien akan Observasi :
terbebas dari nyeri
pencedera dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi,
fisiologis frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri
( D.0077) 2. Indentifikasi skala nyeri
menurun
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
2. Meringis
4. Identifikasi factor yang memperberat
menurun
dan memperingan nyeri
3. Sikap protektif
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
menurun
tentang nyeri
4. Gelisah
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
menurun respons nyeri
5. Kesulitan tidur 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
menurun kualitas hidup
6. Frekuensi nadi 8. Monitor keberhasilan terapi
membaik komplementer yang sudah diberikan
7. Pola napas 9. Monitor efek sampin penggunaan
membaik analgetik
8. Tekanan darah Terapeutik :
membaik Pola 1. Berikan teknik non farmakologik untuk
tidur mengurangi rasa nyeri (Mis. TENS,

membaik hypnosis,akupressur,terapi music,


biofeedback, terai pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, compress
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
5. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberiananalgetik, jika
perlu

3. Defisit
Dalam jangka waktu 1. MANAJEMEN NUTRISI (I.
Nutrisi b.d 03119)
…jam tatus nutrisi
ketidakmamp
Pasien akan 1. Observasi
uan □ Identifikasi status
membaik dengan
mencerna nutrisi
kriteria hasil: □ Identifikasi alergi dan
makanan intoleransi makanan
1. Pasien dapat
() D.0019 □ Identifikasi
menghabiska makanan yang
disukai
n makanan
□ Identifikasi kebutuhan
yang kalori dan jenis
nutrient
disediakan 

2. Nafsu/selera Ipdeengtgifuinkaasin p
serlaunngya
makan pasien nasogastrik
meningkat □ Monitor asupan
makanan
3. Pasien □ Monitor berat badan
mendapatkan □ Monitor hasil
pemeriksaan
pengetahuan laboratorium
tentang 2. Terapeutik
□ Lakukan oral hygiene
pilihan sebelum makan, jika
makan yang perlu

sehat □ Fasilitasi menentukan


pedoman diet (mis.
4. Pasien dapat Piramida makanan)
□ Sajikan makanan
mengetahui secara menarik dan
makanan/min suhu yang sesuai
□ Berikan makan tinggi
uman sesuai serat untuk
dengan mencegah konstipasi
□ Berikan makanan
tujuan tinggi kalori dan tinggi
kesehatan protein
□ Berikan suplemen
makanan, jika
perlu
□ Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasigastrik jika
asupan oral dapat
3. Edukasi ditoleransi

□ Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
□ Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
□ Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik),
jika
perlu
□ Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis

ndduibturiteunhtk

yaan, gjika perlu 2. PROMOSI BERAT BADAN

1. Observasi
□ Identifikasi
kemungkinan
penyebab BB kurang
□ Monitor adanya mual
dan muntah
□ Monitor jumlah
kalorimyang
dikomsumsi sehari-
hari
□ Monitor berat badan
□ Monitor albumin,
limfosit, dan elektrolit
serum
2. Terapeutik
□ Berikan perawatan
mulut sebelum
pemberian makan, jika
perlu
□ Sediakan makan
yang tepat sesuai
kondisi
pasien( mis. Makanan
dengan tekstur halus,
makanan yang diblander, makanan cair yang di
perenteral nutritition sesui indikasi)
Hidangkan makan secara menarik
Berikan suplemen,
jika perlu
Berikan pujian pada
pasien atau keluarga untuk peningkatan yang d

3. Edukasi
Jelaskan jenis
makanan yang bergizi
teinrgjagnig, knaumuntetap
Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutu

b. Intervensi keperawatan diagnose sekunder


(PPNI T. P., Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, 2018)

No SDKI SLKI SIKI


1. Intoleransi aktivitas Dalam jangka waktu Manajemen energy : (I.
berhubungan … jam toleransi 05178) Observasi :
dengan aktifitas pasien 1. Identifikasi gangguan fungsi
ketidakseimbangan meningkat dengan tubuh yang mengakibatkan
antara suplai dan kriteria hasil kelelahan
kebutuhan oksigen 1. Frekuensi nadi 2. Monitor kelelahan fisik dan
(D.0056) meningkat emosional
2. Saturasi oksigen 3. Monitor pola dan jam tidur
meningkat 4. Monitor lokasi dan
3. Dyspnea saat ketidaknyamanan selama
aktivitas menurun melakukan aktivitas
4. Dyspnea setelah Terapeutik :
beraktivitas 1. Sediakan lingkungan nyaman
menurun dan rendah stimulus (mis.
5. Perasaan lemah Cahaya, suara, kunjungan)
menurun 2. Lakukan latihan rentang gerak
6. Aritmia saat pasif/dan atau/aktif
aktivitas menurun 3. Berikan aktivitas distraksi yang
7. Aritmia setelah menenangkan
aktivitas menurun 4. Fasilitasi duduk di sisi tempat
8. Sianosis menurun tidur, jika tidak dapat
9. Warna kulit berpindah atau berjalan
membaik Edukasi :
10. Tekanan darah 1. Anjurkan tirah baring
membaik 2. Anjurkan melakukan aktivitas
11. Frekuensi napas secara bertahap
membaik 3. Anjurkan menghubungi perawat
12. EKG iskemia jika tanda dan gejala kelelahan
membaik tidak berkurang
4. Ajarkan strategi kooping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

2. Hambatan Dalam jangka waktu 1. DUKUNGAN AMBULASI


mobilitas fisik b.d … jam intoleransi (1.06171)
nyeri aktivitas pasien akan
1. Observasi
meningkat dengan □ Identifikasi
adanya nyeri
kriteria hasil
atau keluhan
1. Frekuensi fisik lainnya
□ Identifikasi
nyeri pasien
toleransi fisik
akan melakukan
berkurang ambulasi
□ Monitor
2. Pasien dapat frekuensi
melakukan jantung dan
tekanan darah
aktivitas sebelum
3. Pasien akan memulai
ambulasi
terbebas dari □ Monitor
alat bantu o n d is i
m u m selama
melakukan
ambulasi
2. Terapeutik
□ Fasilitasi
aktivitas
ambulasi
dengan alat
bantu (mis.
tongkat, kruk)
□ Fasilitasi
melakukan
mobilisasi
fisik, jika
perlu
□ Libatkan
keluarga
untuk
membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
3. Edukasi
□ Jelaskan
tujuan dan
prosedur
ambulasi
Anjurkan melakukan ambulasi dini
Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tem
berjalan
sesuai toleransi)

2.9 Evaluasi keperawatan keracunan


Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah ketika klien dan
profeisonal kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan atau
keefektifan rencana asuhan keperawatan dengan tindakan intelektual dalam melengkapi
proses keperawatan yang menandakan keberhasilan untuk diagnose keperawatan, rencana

intevensi dan implementasinya. Jenis-jenis evaluasi (Adinda,2019) dalam asuhan


keperawatan antara lain :
1. Evaluasi formatif (proses)
Adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan
keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencananaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi
tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi proses terdiri atas
analisis rencana asuhan keperawatan, pertemuan kelompok, wawancara, observasi
klien,dan menggunakan form evaluasi (Adinda,2019)
2. Evaluasi sumatif (hasil)
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai
waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan. Fous evaluasi hasil (sumatif)
adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan
keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara
paripurna (Adinda , 2019).

BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Keracunan merupakan hal yang juga penting untuk Anda ketahui dalam keperawatan
kegawatdaruratan. Sebagai petugas kesehatan Anda harus selalu siap dan dapat melakukan
pertolongan serta perawatan darurat pada keracunan. Keracunan dapat terjadi pada siapa,
dimana dan kapan saja. Racun adalah zat yang ketika tertelan dalam jumlah yang relatif
kecil menyebabkan cedera dari tubuh dengan adanya reaksi kimia. Keracunan dapat
didefinisikan sebagai masuknya suatu zat racun ke dalam tubuh yang mempunyai efek
membahayakan/mengganggu fungsi organ dan tidak ditentukan oleh jumlah, jenis, frekuensi
dan durasi yang terjadi karena disengaja maupun tidak disengaja bahkan dapat menimbulkan
kematian. Keracunan bisa disebabkan karena makanan, zat kimia, gas beracun, obat-
obatan/narkotika, pestisida maupun binatang berbisa. Pengkajian Primer terdiri dari: Status
A-B-C, jenis, durasi, frekuensi, lokasi dan tingkat kesadaran. Pengkajian Sekunder meliputi:
Hasil laboratorium dan riwayat kontak dengan racun. Banyak gejala yang dapat timbul
akibat keracunan seperti muntah, pucat, kejang, koma, somnolen, luka bakar di mulut,
demam, hipereksitabilitas dan diare. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya
penurunan kesadaran, pupil konstriksi/dilatasi, sianosis, dan keringat dingin.

1.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah diatas jauh dari kesempurnaan. Kami akan memperbaiki
makalahdiatas dengan berpedoman pada sumber-sumber yang dapat di
pertanggungjawabkan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran mengenai
pembahasan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Krisanty, dkk.2011. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.
Sartono. 2001. Racun dan Keracunan. Jakarta: Widya Medika.
Suprapto.2019. Keperawatan Gawat Darurat & Manajemen Bencana.Makassar: LP2M
AKPER Sandi Karsa PPNI, T. P. (2016). Standar diagnosis keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus PPN.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat.
PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat.

https://pdfcoffee.com/askep-gadar-keracunan-4-pdf-free.html

Anda mungkin juga menyukai