Anda di halaman 1dari 13

LP dan Askep Intoksikasi

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN


INTOKSIKASI

Dosen : Pariyem, S.Kep. Ns


Nama Kelompok :

1. Efi Rohmawati
2. Indra Maun Hamzah
3. Indras Dwi Astuti
4. Nurul Rohmayanti
5. Ravina Ika Damayanti
6. Septyan Ferry Herlambang
7. Viving Rizky Lukyaning P

Tingkat : III B

AKADEMI KEPERAWATAN PEMKAB NGAWI

T.A 2015/2016
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

INTOKSIKASI

A. PENGERTIAN
Racun adalah zat yang ketika tertelan, terhisap, diabsorbsi, menempel pada kulit, atau

dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah yang relatif kecil menyebabkan cedera dari tubuh

dengan adanya reaksi kimia. Keracunan melalui inhalasi dan menelan materi toksik, baik

kecelakaan dan karena kesengajaan, merupakan kondisi bahaya yang mengganggu kesehatan

bahkan dapat menimbulkan kematian. Sekitar 7% dari semua pengunjung departemen

kedaruratan datang karena masalah toksik (Sartono, 2012).


Keracunan atau intoksikasi adalah keadaan patologik yang disebabkan oleh obat, serum,

alkohol, bahan serta senyawa kimia toksik, dan lain-lain. Keracunan dapat diakibatkan oleh

kecelakaan atau tindakan tidak disengaja, tindakan yang disengaja seperti usaha bunuh diri atau

dengan maksud tertentu yang merupakan tindakan kriminal. Keracunan yang tidak disengaja

dapat disebabkan oleh faktor lingkungan, baik lingkungan rumah tangga maupun lingkungan

kerja (Brunner and Suddarth, 2010).

B. ETIOLOGI
Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab yang mengandung bahan

berbahaya dan potensial dapat menjadi racun. Penyebab-penyebab tersebut antara lain:
a. Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan merupakan proses awal dari akibat

aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut

untuk kepentingan manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh
bahan makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa, parasit, bakteri yang

patogen dan juga bahan kimia yang bersifat racun.


Di Indonesia ada beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara lain:
1) Keracunan botolinum
Clostridium botolinum adalah kuman yang hidup secara anaerobik, yaitu di tempat-tempat

yang tidak ada udaranya. Kuman ini mampu melindungi dirinya dari suhu yang agak tinggi

dengan jalan membentuk spora. Karena cara hidupnya yang demikian itu, kuman ini banyak

dijumpai pada makanan kaleng yang diolah secara kurang sempurna.


Gejala keracunan botolinum muncul secara mendadak, 18-36 jam sesudah memakan makanan

yang tercemar. Gejala itu berupa lemah badan yang kemudian disusul dengan penglihatan yang

kabur dan ganda. Kelumpuhan saraf mata itu diikuti oleh kelumpuhan saraf-saraf otak lainnya,

sehingga penderita mengalami kesulitan berbicara dan susah menelan.Pengobatan hanya dapat

diberikan di rumah sakit dengan penyuntikan serum antitoksin yang khas untuk botulinum. Oleh

karena itu dalam hal ini yang penting ialah pencegahan.


Pencegahan: sebelum dihidangkan, makanan kaleng dibuka dan kemudian direbus bersama

kalengnya di dalam air sampai mendidih.


2) Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak bebarapa menit sampai 2 jam sesudah makan jamur yang beracun

(Amanita spp). Gejala tersebut berupa sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat

banyak, kekacauan mental, pingsan.


Tindakan pertolongan: apabila tidak ada muntah-muntah, penderita dirangsang agar muntah.

Kemudian lambungnya dibilas dengan larutan encer kalium permanganat (1 gram dalam 2 liter

air), atau dengan putih telur campur susu. Bila perlu, berikan napas buatan dan kirim penderita

ke rumah sakit.
3) Keracunan jengkol
Keracunan jengkol terjadi karena terbentuknya kristal asam jengkol dalam saluran kencing.

Ada beberapa hal yang diduga mempengaruhi timbulnya keracunan, yaitu: jumlah yang

dimakan, cara penghidangan dan makanan penyerta lainnya.


Gejala klinisnya seperti: sakit pinggang yang disertai dengan sakit perut, nyeri sewaktu

kencing, dan kristal-kristal asam jengkol yang berwarna putih nampak keluar bersama air

kencing, kadang-kadang disertai darah.


Tindakan pertolongan: pada keracunan yang ringan, penderita diberi minum air soda

sebanyak-banyaknya. Obat-obat penghilang rasa sakit dapat diberikan untuk mengurangi

sakitnya. Pada keracunan yang lebih berat, penderita harus dirawat di rumah sakit.
4) Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan. Diduga racun tersebut terbawa dari

ganggang yang dimakan oleh ikan itu. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut

muncul kira-kira 20 menit sesudah memakannya.Gejala itu berupa: mual, muntah, kesemutan di

sekitar mulut, lemah badan dan susah bernafas.


Tindakan pertolongan: usahakan agar dimuntahkan kembali makanan yang sudah tertelan itu.

Kalau mungkin lakukan pula pembilasan lambung dan pernafasan buatan. Obat yang khas untuk

keracunan binatang-binatang laut itu tidak ada.


5) Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru (cyanida). Singkong beracun biasanya ditanam

hanya untuk pembatas kebun, dan binatangpun tidak mau memakan daunnya. Racun asam biru

tersebut bekerja sangat cepat. Dalam beberapa menit setelah termakan racun singkong, gejala-

gejala mulai timbul. Dalam dosis besar, racun itu cepat mematikan.
b. Minyak Tanah
Penyebabnya karena meminum minyak tanah. Insiden Intoksikasi minyak tanah:

Terutama pada anak-anak < 6 tahun. Khususnya pada negara-negara berkembang.


Daerah perkotaan > daerah pedesaan
Pria > wanita
Umumnya terjadi karena kelalaian orang tua

Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda klinis utamanya berhubungan dengan saluran napas, pencernaan, dan CNS.
Awalnya penderita akan segera batuk, tersedak, dan mungkin muntah, meskipun jumlah yang

tertelan hanya sedikit. Sianosis, distress pernapasan, panas badan, dan batuk persisten dapat

terjadi kemudian. Pada anak yang lebih besar mungkin mengeluh rasa panas pada lambung dan

muntah secara spontan. Gejala CNS termasuk lethargi, koma, dan konvulsi. Pada kasus yang

gawat, pembesaran jantung, atrial fibrilasi, dan fatal ventrikular fibrilasi dapat terjadi. Kerusakan

ginjal dan sumsum tulang juga pernah dilaporkan. Gejala lain seperti bronchopneumonia, efusi

pleura, pneumatocele, pneumomediastinum, pneumothorax, dan subcutaneus emphysema. Tanda

lain seperti rash pada kulit dan dermatitis bila terjadi paparan pada kulit. Sedangkan pada mata

akan terjadi tanda-tanda iritasi pada mata hingga kerusakan permanen mata.

c. Baygon

Baygon adalah insektisida kelas karbamat, yaitu insektisida yang berada dalam golongan

propuxur. Penanganan keracunan Baygon dan golongan propuxur lainnya adalah sama. Contoh

golongan karbamat lain adalah carbaryl (sevin), pirimicarb (rapid, aphox), timethacarb (landrin)

dan lainnya.

Gejala keracunan sangat mudah dikenali yaitu diare, inkontinensia urin, miosis, fasikulasi

otot, cemas dan kejang. Miosis, salvias, lakrimasi, bronkospasme, keram otot perut, muntah,

hiperperistaltik dan letargi biasanya terlihat sejak awal. Kematian biasanya karena depresi

pernafasan.

Efek muskarinik (parasimpatik) berupa: miosis (pinpoint), Hipersalivasi, lakrimasi, Hipersekresi

bronchial, Bronkospasme, Hiperperistaltik : mual, muntah, diare, kram perut., Inkontinensia urin,

Pandangan kabur, Bradikardi


Efek nikotinik berupa: fasikulasi otot, kejang, kelumahan otot, paralysis, ataksia, takikardi

(hipertensi).
Efek SSP berupa: sakit kepala, bicara ngawur, bingung, kejang, koma, dan depresi pernafasan.
Efek pada kardiovaskular bergantung pada reseptor mana yang lebih dominan.
d. Bahan kimia umum ( Chemical toxicants ) yang terdiri dari berbagai golongan seperti pestisida (

organoklorin, organofosfat, karbamat ), golongan gas (nitrogen metana, karbon monoksida,

klor ), golongan logam (timbal, posfor, air raksa,arsen) ,golongan bahan organik ( akrilamida,

anilin, benzena toluene, vinil klorida fenol ).


e. Racun yang dihasilkan oleh makluk hidup ( Biological toxicants ) mis : sengatan serangga,

gigitan ular berbisa , anjing dll (Djoko Widodo, 2013).

C. PATOFISIOLOGI
Penyebab terbanyak keracunan adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan

tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga

terganggu,sebagian karena efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer,dan

sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskular diotak.Hipotensi yang terjadi mungkin berat

dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal,hipotermia terjadi bila ada

depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena
adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan

memperberat syok,asidemia,dan hipoksia (Brunner and Suddarth, 2010).


D. MANIFESTASI KLINIK
1. Rasa terbakar di tenggorokan dan lambung.
2. Pernafasan yang cepat dan dalam, hilang selera makan, anak terlihat lemah.
3. Mual, muntah, haus, buang air besar cair.
4. Sakit kepala, telinga berdenging, sukar mendengar, dan pandangan kabur.
5. Bingung.
6. Koma yang dalam dan kematian karena kegagalan pernafasan
7. Reaksi lain yang kadang bisa terjadi : demam tinggi, haus, banyak berkeringat
bintik merah kecil di kulit dan membran mukosa (Noer Syaifoellah,2006).

E. KOMPLIKASI
a. Kejang
b. Koma
c. Henti jantung
d. Henti napas
e. Syok (Brunner and Suddarth, 2010).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium toksikologi
2. uji darah, urin, isi lambung, atau muntah.
3. foto sinar X abdomen (Noer Syaifoellah,2006).

G. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan Emergenci
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.

Breathing : Berikan pernafasan buatan bila penderita tidak bernafas spontan atau pernapasan

tidak adekuat.

Circulation : Pasang infus bila keadaan penderita gawat dan perbaiki perfusi jaringan.
2. Identifikasi Penyebab Keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi hendaknya usaha mencari penyebab

keracunan ini tidak sampai menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera

dilakukan.
3. Eliminasi
Emesis, merangsang penderita supaya muntah pada penderita yang sadar atau dengan

pemberian sirup ipecac 15 - 30 ml. Dapat diulang setelah 20 menit bila tidak berhasil. Katarsis,

( intestinal lavage ), dengan pemberian laksan bila diduga racun telah sampai diusus halus dan

besar. Kumbah lambung atau gastric lavage, pada penderita yang kesadarannya menurun,atau

pada penderita yang tidak kooperatif. Hasil paling efektif bila kumbah lambung dikerjakan

dalam 4 jam setelah keracunan.


Keramas rambut dan memandikan seluruh tubuh dengan sabun. Emesis,katarsis dan kumbah

lambung sebaiknya hanya dilakukan bila keracunan terjadi kurang dari 4 6 jam. Pada koma

derajat sedang hingga berat tindakankumbah lambung sebaiknya dukerjakan dengan bantuan

pemasangan pipa endotrakeal berbalon untuk mencegah aspirasi pnemonia.


4. Anti dotum (Penawar Racun)
Atropin sulfat ( SA ) bekerja dengan menghambat efek akumulasi Akh pada tempat penumpukan.
a. Mula-mula diberikan bolus IV 1 - 2,5 mg
b. Dilanjutkan dengan 0,5 1 mg setiap 5 - 10 - 15 menitsamapi timbulk gejala

gejala atropinisasi ( muka merah,mulut kering,takikardi,midriasis,febris dan

psikosis).

c. Kemudian interval diperpanjang setiap 15 30 - 60 menit selanjutnya setiap 2


4 6 8 dan 12 jam.
d. Pemberian SA dihentikan minimal setelaj 2 x 24 jam. Penghentian yang
mendadak dapat menimbulkan rebound effect berupa edema paru dan
kegagalan pernafasan akut yang sering fatal (Suzanne C. Brenda G.2011).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
a. Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan sirkulasi yang

mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa, keadaan status jantung dan status kesadaran.
b. Riwayat kesadaran : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa lama diketahui

setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis yang

ditimbulkan dan kapan terjadinya.


2. Data Obyektif
a. Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan perdarahan saluran pencernaan.
b. Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus, disorientasi, delirium, kejang sampai

koma.
c. BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
d. Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic dalam jumlah besar, hipoglikemi

atau hiperglikemi dan ketosis.


e. Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan trombositopenia.
f. Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia atau hipokalsemia (Mansjoer

Arif,2009).

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesadaran menurun

2. Pernafasan
Nafas tidak teratur
3. Kardiovaskuler
Hipertensi, nadi aritmia
4. Persarafan
Kejang, miosis, vasikulasi, penurunan kesadaran, kelemahan, paralise
5. Gastrointestinal
Muntah, diare
6. Integumen
Berkeringat
7. Muskuloskeletal
Kelelahan, kelemahan
8. Integritas Ego
Gelisah, pucat
9. Eliminasi
Diare
10. Selaput lendir
Hipersaliva
11. Sensori
Mata mengecil/membesar, pupil miosis (Mansjoer Arif,2009).
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap ( urin, gula darah, cairan

lambung, analisa gas darah, darah lengkap, osmolalitas serum, elektrolit, urea N, kreatinin,

glukosa, transaminase hati ), EKG, Foto toraks/ abdomen, Skrining toksikologi untuk kelebihan

dosis obat, Tes toksikologi kuantitatif (Mansjoer Arif,2009).

D. DIAGNOSIS YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan distress pernapasan
2. Resiko kekurangan cairan tubuh.
3. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

mual,muntah
5. Perubahan perfusi berhubungan dengan efek toksik pada miokard
6. Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan depresi mekanisme suhu tubuh
7. Cemas berhubungan dengan Tidak efektifnya koping individu (Doengoes, 2014).

E. RENCANA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek toksik pada mioakrd
Tujuan : Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
Intervensi :
a. Kaji adanya perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Data tersebut berguna dalam menentukan perubahan perfusi
b. Kaji daerah ekstremitas dingin,lembab,dan sianosis
Rasional : Ekstremitas yang dingin,sianosis menunjukan penurunan perfusi jaringan
c. Berikan kenyamanan dan istirahat
Rasional : Kenyamanan fisik memperbaiki kesejahteraan pasien istirahat mengurangi komsumsi

oksigen
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi antidotum
Rasional : Obat antidot (penawar) dapat mengakumulasi penumpukan racun.

2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pernapasan


Tujuan : Mempertahankan pola napas tetap efektif
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum pasien dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Berikan O2 sesuai anjuran dokter
Rasional : Terapi oksigen meningkatkan suplai oksigen ke jantung
c. Jika pernafasan depresi ,berikan oksigen(ventilator) dan lakukan suction.
Rasional : Ventilator bisa membantu memperbaiki depresi jalan napas
d. Berikan kenyamanan dan istirahat pada pasien dengan memberikan asuhan keperawatan

individual
Rasional : Kenyamanan fisik akan memperbaiki kesejahteraan pasien dan mengurangi

kecemasan,istirahat mengurangi komsumsi oksigen miokard


3. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan dapat mempertahankan tingkat

kesadaran klien (komposmentis)


Intervensi :
a. Monitor vital sign tiap 15 menit
Rasional : bila ada perubahan yang bermakna merupakan indikasi penurunan kesadaran
b. Catat tingkat kesadaran pasien
Rasional : Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak.
c. Kaji adanya tanda-tanda distress pernapasan,nadi cepat,sianosis dan kolapsnya pembuluh darah
Rasional : Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan

paru.
d. Monitor adanya perubahan tingkat kesadaran
Rasioanal : Tindakan umum yang bertujuan untuk keselamatan hidup, meliputi resusitasi :

Airway, breathing, sirkulasi


e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti dotum
Rasional : Anti dotum (penawar racun) dapat membantu mengakumulasi penumpukan racun
4. Cemas berhubungan dengan koping yang tidak efektif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan berkurang
Intervensi :
a. Kaji tingkat kecemasan pasien
Rasional : Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan pemberian pengertian

sedangkan yang berat diperlukan tindakan medikamentosa


b. Jelaskan mekanisme pengobatan
Rasional : Pengetahuan terhadap mekanisme pengobatan diharapkan dapat mengurangi

kecemasan pasien
c. Tingkatkan mekanisme koping yang efektif
Rasional : Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki efektif
d. Jika keracunan sebagai usaha untuk bunuh diri maka lakukan safety precautions.
8. Rasional : Konsultasi psikiatri atau perawat psikiatri klinis dapat membantu proses pengobatan

(Doengoes, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Noer Syaifoellah,2006,Ilmu Penyakit Dalam,FKUI,Jakarta


Mansjoer Arif,2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1 Media Aesculapius,FKUI,Jakarta
Suzanne C. Brenda G.2011,Keperawatan Medikal Bedah,EGC,Jakarta
Bunner and Suddarth.2010. Keperawatan Medikal Bedah, vol 3. EGC. Jakarta
Sartono. 2012. Racun dan Keracunan. Widya Merdeka. Jakarta.
Widodo, Djoko. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Balai Pustaka. Jakarta

Dongoes, Marillyn. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai